PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN ANCAMAN TERHADAP RUANG PRIVAT: TINJAUAN ATAS KASUS PEREDARAN VIDEO SEKS SELEBRITIS DI INTERNET

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kepribadian luhur bangsa, beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Bab IV Penutup. A. Kebebasan Berekspresi sebagai Isi Media

BAB I PENDAHULUAN. dapat langsung tersampaikan kepada khalayak dalam waktu singkat.

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Masih Dicari Hukum Yang Pro Kemerdekaan Berpendapat Friday, 21 October :50 - Last Updated Tuesday, 04 September :19

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

Berdasarkan keterangan saya sebagai saksi ahli di bidang Hukum Telematika dalam sidang Mahkamah Konstitusi tanggal 19 Maret 2009, perihal Pengujian

Analisa Media Edisi Agustus 2013

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi di Internet

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

Ringkasan Putusan.

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tersebut didasarkan pada Pasal 28 UUD 1945, beserta

BAB I PENDAHULUAN. bidang teknologi informasi dan komunikasi, pers telah memberikan andil yang

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

MAKALAH. HAM dan Kebebasan Beragama. Oleh: M. syafi ie, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. tidak adil, dan tidak dapat dibenarkan, yang disertai dengan emosi yang hebat atau

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA PARTISIPASI PUBLIK DALAM PROSES PENGAMBILAN KEBIJAKAN PUBLIK

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Civil and Political Rights (Hak-Hak Sipil dan Politik) Herlambang P. Wiratraman 2016

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA : 33/PUU-X/2012

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. pelanggaran mendasar atas hak-hak anak. Tekanan fisik dan emosi yang. yang mereka alami bukan karena kehendaknya.

Kepada Yth: Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi RI Melalui Ketua Mahkamah Konstitusi RI Di Tempat. Dengan hormat

Wacana Pasal Penghinaan Presiden atau Wakil Presiden Dalam RUU KUHP Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 28 Agustus 2015; disetujui: 31 Agustus 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

Kepada Yth. Redaksi SKH Kedaulatan Rakyat Di tempat. Assalalamu alaikum wr. wb.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 14/PUU-XII/2014 Tindak Pidana Dalam Kedokteran

KEJAHATAN SEKSUAL Lindungi Hak Korban. Masruchah Komnas Perempuan 11 Januari 2012

Lampiran 2 UNDANG-UNDANG ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

Penapisan dan pemblokiran konten internet, bolehkah? Oleh: Wahyudi Djafar Peneliti Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM)

Sesi 7: Pelecehan Seksual

2 2. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Tata Tertib (Berita Negara Republik Indonesia Nomor 1607); MEMUTU

ANALISA KASUS PERKOSAAN DISERTAI PEMBUNUHAN TERHADAP YUYUN DARI SUDUT PANDANG HUKUM HAK ASASI MANUSIA

LEMBARAN NEGARA PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

UNOFFICIAL TRANSLATION

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Mengetahui hak manusia yang melekat sejak lahir RINA KURNIAWATI, SHI, MH

BAB I PENDAHULUAN. Berbicara mengenai media, tentunya tidak terlepas dari konsep komunikasi

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

BAB I PENDAHULUAN. pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang. pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, komunikasi massa,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

PEMDA DAN RUU KAMNAS Oleh: Muradi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku seksual pranikah kerap menjadi sorotan, khususnya di kalangan para

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masuknya informasi dari luar negeri melalui media massa dan

Wajib Lapor Tindak KDRT 1

edited by: Sumartono, S.Sos., MSi Pertemuan 6

HAK MANTAN NARAPIDANA SEBAGAI PEJABAT PUBLIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHUULUAN. terjadi tindak pidana perkosaan. Jika mempelajari sejarah, sebenarnya jenis tindak

Dikdik Baehaqi Arif

BAB I PENDAHULUAN. tahunnya. Pengakses internet terus mengalami peningkatan sejalan dengan

PENANGANAN KEKERASAN TERHADAP ANAK MELALUI UU TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DAN UU TENTANG PERLINDUNGAN ANAK Oleh : Nita Ariyulinda *

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di mana pers berada. 1. kemasyarakatan yang berfungsi sebagai media kontrol sosial, pembentukan

BAB I PENDAHULUAN. Penyebaran pornografi saat ini erat hubunganya dengan perkembangan teknologi,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Dalam masa ini remaja mengalami pubertas, yaitu suatu periode

PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA PERS MENURUT UNDANG-UNDANG NO 40 TAHUN 1999 DALAM TINDAK PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Severin & Takard (2001:295) menyatakan bahwa media massa menjadi

No. Aturan Bunyi Pasal Catatan 1. Pasal 156 KUHPidana

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi anak merupakan cerminan kondisi bangsa di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

DEKLARASI PEMBELA HAK ASASI MANUSIA

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

Prinsip Dasar Peran Pengacara

Bentuk Kekerasan Seksual

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

KEKERASAN YANG DILAKUKAN OKNUM POLISI DALAM MENJALANKAN TUGAS SEBAGAI BENTUK PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

PENGATURAN TINDAK PIDANA CYBER PROSTITUTION DALAM UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (UU ITE)

BAB VI. Penutup. kesimpulan terkait hak kebebasan berpendapat di Indonesia pasca Orde Baru;

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

I. PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak dapat diimbangi

MAKALAH. Kebutuhan Pendampingan Hukum Penyandang Disabilitas

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Modul ke: Komunikasi Massa. Bidang Kajian Komunikasi Massa. Radityo Muhammad, SH.,MA. Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations

BAB I PENDAHULUAN. Negara merupakan sebuah kesatuan wilayah dari unsur-unsur negara, 1 yang

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-I/2003

Transkripsi:

PERKEMBANGAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN ANCAMAN TERHADAP RUANG PRIVAT: TINJAUAN ATAS KASUS PEREDARAN VIDEO SEKS SELEBRITIS DI INTERNET Dewi Yuri Cahyani Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Udayana E-mail : dewi@fisip.unud.ac.id Abstract: Public failure in addressing the rampant circulation of celebrity sex tapes on the internet, the inability to utilize advances in information technology, and blurred boundaries between public and private domains are serious issues that threaten not only the rights of personal liberty but also the freedom of expression. Mass media should perform their role as agents for the public good by delivering news and information which are beneficial for public interest, and not exploit one s private life to fulfill market demands. Keywords: Information technology, private domain 1. Pendahuluan Kasus peredaran video porno yang melibatkan para artis papan atas Indonesia yang merebak pada pertengahan tahun 2010 sempat menjadi perbincangan publik yang cukup panas. Video seks yang melibatkan Ariel Peterpan, Luna Maya, Cut Tari, dan sejumlah artis lain yang beredar di internet menjadi isu hangat yang mengisi ruang-ruang publik media, tidak hanya di internet, tetapi merambah ke media cetak dan televisi. Hampir setiap hari berita di tv (infotainment) menyajikan perkembangan kasus ini, dilengkapi dengan liputan mengenai sisi kehidupan pribadi sang selebritis. Pro dan kontra pun berkembang seputar persoalan etika dan moral serta substansi hukum terkait peredaran materi pornografi tersebut. Meskipun persoalan merebaknya video pribadi ke ruang publik ini bukan yang kali pertama terjadi. Beberapa tahun yang lalu, publik di Indonesia juga pernah digegerkan ketika video panas Maria Eva dan Yahya Zaini, seorang anggota DPR RI beredar luas di internet. Di masa datang, potensi terjadinya kasus-kasus serupa cukup besar karena teknologi komunikasi dan informasi dewasa ini sangat mudah digunakan (ramah pakai/user friendly) dan media publik seperti internet sangat mudah untuk diakses. Melalui medium ini, setiap orang bisa menjadi pewarta dan sumber berita. Jika regulasi tidak secara ketat dibangun, serta tidak secara rigid membedakan mana domain publik dan mana yang privat, maka perkembangan teknologi dan media komunikasi seperti internet dapat mengancam eksistensi ruang-ruang pribadi tersebut. Dalam diskusi yang terjadi sekitar peredaran video seks para artis itu, ada dua ranah perdebatan yang selama ini masih tumpang tindih pembahasannya. Pertama, terkait hak atas pribadi, termasuk di dalamnya hak atas seksualitas, yang merupakan domain privat subjek dari ranah etika dan moral. Kedua, terkait peredaran materi pornografi secara luas melalui media massa, yang merupakan domain publik dan tercakup sebagai subjek dari ranah hukum. Tumpang tindihnya perspektif etika dan moral dengan perspektif hukum, serta tidak jelasnya mana diskursus yang seharusnya menjadi domain publik dan privat dalam membaca kasus ini akan berpotensi melanggar hak-hak asasi dari pihak-pihak yang terlibat karena apa yang seharusnya menjadi domain privat dan bukan dimaksudkan untuk menjadi konsumsi dan penilaian publik menjadi kabur.

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah ketika seseorang membuat materi terkait seksualitas tanpa bermaksud untuk menyebarluaskannya (misalnya dimaksudkan untuk koleksi pribadi), apakah itu bisa dijadikan sebagai konsumsi dan penilaian publik? Jika tanpa sengaja materi tersebut disebarluaskan oleh pihak-pihak yang bermaksud mengambil keuntungan dari peredaran materi tersebut, apakah sanksi pidana bisa dikenakan kepada mereka (pelaku hubungan seks di video tersebut)? Jika ya, pasal-pasal apa yang bisa menjerat mereka? Peredaran materi pornografi jelas merupakan tindakan pidana yang bisa dijerat dengan beberapa undangundang yang berlaku di Indonesia, misalnya dengan UU Anti Pornografi dan Pornoaksi di luar masih plastisnya definisi pornografi dalam UU tersebut. Ketika itu terjadi, seharusnya yang menjadi fokus penyelidikan dan penuntutan yang dilakukan oleh polisi adalah oknum yang mengunggah dan menyebarkan video tersebut. Jika tak ada cukup bukti yang mengarahkan bahwa para pelaku adegan dalam video seks artis tersebut adalah juga orang yang dengan sengaja membuat dengan tujuan untuk mengedarkan video tersebut, maka secara hukum tidak ada tuntutan pidana yang bisa dikenakan kepada mereka (pelaku adegan seks). Perzinahan salah satu tuduhan yang dikenakan dalam kasus video seks Ariel-Luna dalam hukum pidana Indonesia adalah delik aduan. Artinya, pasal pidana hanya bisa dikenakan ketika ada pengaduan dari suami atau istri yang bersangkutan. 2. Ruang Publik versus Ruang Privat Maraknya peredaran materi pribadi (termasuk video seks artis) ke dalam ruang-ruang publik media massa sehingga kemudian menjadi diskursus atau wacana publik disebabkan karena kaburnya atau tidak jelasnya batas antara ruang publik dan ruang privat. Ruang publik, seperti disyaratkan Habermas, adalah ruang kehidupan sosial dimana sesuatu yang mendekati atau menyerupai opini publik dapat dicapai ada jaminan bagi kemerdekaan individu untuk berserikat dan berkumpul, jaminan bagi kebebasan untuk berekspresi dan mengemukakan pendapat mengenai masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama atau umum. (http: habermas.htm). Merujuk pada konsepsi di atas, merebaknya video seks selebritis yang meresahkan dan berpotensi mengganggu ketertiban umum merupakan persoalan publik mengenai masalahmasalah yang menjadi kepentingan bersama atau umum yang harus didiskusikan dalam konteks kemaslahatan atau kepentingan bersama. Diskusi ini harus memastikan adanya kesempatan dan akses yang sama dari semua pihak. Oleh karenanya, penghakiman (khususnya secara moral) sebelum seseorang terbukti secara hukum bersalah adalah hal yang tak boleh dilakukan. Namun, situasi komunikasi ideal ini seringkali tidak tercapai karena persoalan etika dan moralitas adalah persoalan sensitif yang mudah memancing reaksi publik, yang dalam diskursus industri media dianggap sebagai memiliki nilai berita dan nilai jual. Media, sebagai sebuah ruang publik, kemudian cenderung tidak peduli apakah informasi yang mereka sampaikan akan berguna untuk kepentingan publik atau tidak. Padahal, diskursus yang seharusnya berlangsung di ruang publik media adalah diskursus yang menyangkut domain publik, bukan domain privat. Maraknya pemberitaan media mengenai video seks selebritis yang kemudian dikaitkaitkan dengan kehidupan pribadi mereka, bisa memunculkan suatu kondisi yang dikenal sebagai judgment by the press (penghakiman yang diterima oleh seseorang akibat pemberitaan media yang tidak seimbang mengenai diri mereka). Seseorang bisa dinyatakan bersalah secara sosial sebelum ada pembuktian di pengadilan bahwa dia benar-benar bersalah, akibat opini yang berkembang mengenai tindakan maupun karakternya. Meskipun seseorang punya hak jawab maupun hak untuk melakukan klarifikasi, news room atau redaksi media memiliki kekuatan yang

cukup besar untuk membentuk opini publik sesuai dengan kerangka yang mereka inginkan yang pada umumnya mengikuti logika pasar. Oleh karena itu, logika ruang publik media akan mengikuti logika pasar. Beredarnya video pribadi (khususnya jika materinya menyangkut pornografi) di ruangruang publik media jelas merupakan wacana publik yang harus diselesaikan bersama jika keberadaannya dianggap meresahkan dan berpotensi merusak moral bangsa. Inilah yang seharusnya menjadi diskusi dalam wacana publik, bukan persoalan karakter individual si pribadi dengan cara mengulik setiap detil aspek kehidupannya. Berbeda dengan ruang publik yang dicirikan oleh tidak adanya kedekatan emosional antara aktor-aktor yang terlibat di dalamnya (detachment) atau yang dicirikan dengan adanya jarak sosial, ruang privat dicirikan dengan adanya intimasi atau kedekatan di antara aktor-aktor yang terlibat di dalamnya. Menurut Dawn Oliver (2008), ruang privat adalah tempat di mana seseorang dapat membebaskan atau melepaskan diri dari ruang publik yang impersonal. Ruang privat memungkinkan kita melakukan hal-hal yang tak mungkin dilakukan di ruang publik, untuk mengalami atau merasakan, dan melakukan refleksi diri, ruang privat melindungi kita dari tekanan mayoritas/publik, memungkinkan kita untuk mengontrol siapa saja yang dapat mengaksses diri kita dan mendapatkan informasi mengenai diri kita, dan untuk membuat keputusan kritis yang akan berpengaruh pada kehidupan kita. Ruang privat tidak dimaksudkan untuk pemisahan diri atau memisahkan diri dari tekanan sosial, tetapi untuk membantu keterlibatan individu dalam kehidupan sosial. Hak atas pribadi sepenuhnya dijamin di dalam kerangka ini, termasuk kebebasan individu untuk mengekspresikan dirinya secara seksual. Firliana Purwanti dalam esainya yang berjudul Video Artis dan Hak Atas Pribadi (2010) mengatakan bahwa kenikmatan seksual warga negara adalah salah satu hak yang termasuk sebagai hak atas pribadi tersebut. Menurutnya, kenikmatan seksual tiap orang sangat berbeda. Ada yang menikmati seks dengan cara konvensional, ada yang dengan pasangan sesama jenis, ada juga yang perlu menonton video rekamannya sendiri untuk mendapatkan orgasme. Undang-undang tentang Pornografi sekalipun mengatakan pada penjelasan Pasal 4 ayat (1) bahwa membuat film seks untuk dirinya dan kepentingannya sendiri tidak melanggar UU Anti-Pornografi. Pada prinsipnya, kenikmatan seksual harus diserahkan kepada individu. Apa yang terjadi di kamar tidur warga negara adalah hak atas pribadi yang harus dihormati oleh negara. Negara hanya diperkenankan untuk melakukan intervensi ketika ada kekerasan, pemaksaan, dan diskriminasi (Koran Tempo, 2010). Hal ini penting, karena menurut Dawn Oliver (2008), privasi adalah suatu cara untuk memastikan indidivu mampu membuat keputusan-keputusan penting bagi aktivitas sosialnya (aktivitasnya di ruang publik) tanpa paksaan dari siapa pun. Jika ruang privat sepenuhnya hilang di antara kekaburan batas-batas antara yang publik dan yang privat, kedaulatan seseorang sebagai individu juga akan hilang. Di ruang ini, relasi antar individu dan berbagai ekspresi yang menyertainya mendapatkan tempatnya, termasuk ekspresi dan hubungan seksual seperti yang telah dijelaskan di atas. Di sini setiap individu memiliki kedaulatan penuh atas ruang privat dan hak atas pribadi yang menyertainya. Di negara kita, hak atas kebebasan pribadi ini dijamin di dalam konstitusi negara (UUD 1945) Pasal 28 butir (g) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. Selain konstitusi, jaminan hak atas pribadi diperkuat oleh Pasal 17 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi oleh Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005.

Dalam instrumen ini dikatakan bahwa setiap orang berhak perlindungan atas pribadi dan keluarga dari serangan terhadap kehormatan serta reputasi. Dengan adanya jaminan tersebut, seharusnya negara (melalui pembuatan dan implementasi aturan-aturan hukum yang dibuatnya), media massa, maupun masyarakat umum tidak diperbolehkan melakukan intervensi ke dalam ranah tersebut. Kemajuan teknologi informasi dan munculnya media baru seperti internet, yang memungkinkan akses individu secara luas terhadap ruang publik tersebut, juga tidak semestinya memasuki ruang-ruang privat dan mengancam hak atas pribadi. 3. Penutup Melalui paparan di atas, bisa disimpulkan bahwa diskursus publik mengenai peredaran video seks artis yang belakangan ini banyak beredar dan dianggap berpotensi merusak moral bangsa merupakan wacana yang pada tempatnya. Namun, berita yang mengulik sisi kehidupan artis dan penghakiman terhadap moralitasnya merupakan hal yang tidak pada tempatnya, termasuk kemungkinan seseorang dikenakan pasal pidana akibat seseorang tersebur melakukan tindakan yang dijamin sebagai hak pribadinya. Kegagapan publik dalam menyikapi persoalan ini, kurangnya kearifan dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, serta kaburnya batas-batas antara domain yang publik dan yang privat adalah persoalan serius yang dapat mengancam tidak hanya kebebasan atas hak atas pribadi, namun juga memasung kebebasan berekspresi. Di sini, media massa bisa menempatkan perannya sebagai kontrol publik dengan mengedepankan berita atau informasi yang terkait dengan diskursus publik atau yang berguna bagi kepentingan umum, bukan alih-alih mengeksploitasi sisi kehidupan pribadi seseorang atas nama tuntutan pasar.

Daftar Pustaka Holmes, David. 2005. Communication Theory: Media, Technology, and Society, Sage. Oliver, Dawn. 2008. Human Rights and The Private Sphere, UCL Human Rights Review. Purwanti, Firliana. 28 Juni 2010. Video Artis dan Hak atas Pribadi, Koran Tempo. Website Does the Internet Provide The Basis for A Public Sphere That Approximates to Habermas Vision? dalam http://www.jakeg.co.uk/essays/habermas.htm