BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Secara filosofi bank syari ah adalah bank yang aktivitasnya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pihak lain untuk pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (mudharabah),

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi umat islam. Rasa terpercaya, amanah dan aman serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. pertama kali yang berdiri di Indonesia yaitu Bank Muamalat dapat membuktikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Lely 2008:309)

BAB 1 PENDAHULUAN. nilai-nilai normatif dan rambu-rambu Ilahi (Antonio, 2001).

BAB I PENDAHULUAN. dari dunia perbankan. Jika dihubungkan dengan pendanaan, hampir semua

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bisnis modern di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. nasional Indonesia menganut dual banking system yaitu, sistem perbankan. konvensional menggunakan bunga (interest) sebagai landasan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank pada hakikatnya merupakan lembaga perantara (intermediary) yaitu. menyalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengalami peningkatan yang cukup pesat dan memberikan pengaruh yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga perantara keuangan ( financial. intermediaries) yang menyalurkan dana dari pihak kelebihan dana ( surplus

BAB 1 PENDAHULUAN. memperoleh kepercayaan dari nasabah pun tidak dapat dihindari dalam bank

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perbankan di Indonesia semakin diramaikan dengan berdirinya bank-bank

BAB I PENDAHULUAN. juga sebagai perantara (financial intermediary) bagi mereka yang memiliki dana

BAB I PENDAHULUAN. sektor perbankan. Berdasarkan sistem operasionalnya, perbankan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk

BAB I PENDAHULUAN. pinjaman pada dunia perbankan dan inilah yang terjadi pada perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Bank memiliki peran sebagai lembaga perantara antara unit-unit yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. konsumtif sehingga pertumbuhan ekonomi dapat terwujud.

BAB I PENDAHULUAN. mendalam. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, hasil, prinsip ujoh dan akad pelengkap (Karim 2004).

BAB I PENDAHULUAN. dan pihak yang kekurangan dana. Kelebihan dana tersebut dapat disalurkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat dan stabil. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri dari tiga

BAB 1 PENDAHULUAN. proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. prinsip bagi hasil dan risiko (profit and loss sharing). Sebagai bagian dari sistem

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sistem keuangan dunia. perkembangan perekonomian dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia umumnya

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Terbukti dengan bermunculannya bank umum syariah lainnya

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan keuangan syariah. Namun demikian, hingga saat ini market share

BAB I PENDAHULUAN. mana didasarkan pada Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini Indonesia memiliki dua jenis lembaga perbankan, yaitu perbankan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan suatu lembaga atau badan usaha yang saat ini mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank syariah sesuai dengan prinsip syariah mengedepankan

BAB I PENDAHULUAN. dasarkan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bahwa Sistem

BAB 1 PENDAHULUAN. popular bukan hanya di negara-negara Islam tapi bahkan juga di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting. Menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang sangat penting dalam menjalankan

BAB I PENDAHULUAN. terutama untuk membiayai investasi perusahaan. 1 Di Indonesia terdapat dua jenis

BAB I PENDAHULUAN. manufaktur dan jasa. Sedangkan sektor moneter ditumpukan pada sektor

hidup rakyat (Anshori:2009:226). Mengingat semakin berkembangnya zaman

BAB I PENDAHULUAN. perantara jasa keuangan (financial intermediary), memiliki tugas pokok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan di Indonesia memiliki peranan penting bagi pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun dana dari. masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat

BAB II. pendapatan total perusahaan dengan biaya totalnya. Menurut Kusnadi dkk (2004),

BAB I PENDAHULUAN. tersebut, perbankan menghimpun dana dari masyarakat yang memiliki kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. terbuka, oleh sebab itu Indonesia tak luput dari dinamika pasar keuangan global.

TINJAUAN PUSTAKA. memberikan jasa bank lainnya. (Kasmir, 2007)

BAB I PENDAHULUAN. Serikat kemudian merambat ke negara-negara lainnya termasuk Indonesia dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. konvensional yang tumbuh berkisar 8%. (Otoritas Jasa Keuangan, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. lembaga keuangan terbesar didunia asal Amerika Lehman Brother, kredit

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB I PENDAHULUAN. Islam di Tanah Air sebenarnya sudah dimulai secara formal dan informal jauh

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, karena perbankan memegang peranan penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan tersebut tidak lepas dari peran bank sebagai lembaga keuangan

BAB I PENDAHULUAN. (Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008). Ditinjau dari segi imbalan atau

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga keuangan perbankan mempunyai peranan penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh UU No.10 tahun 1998 dan undang-undang terbaru mengenai perbankan

BAB I PENDAHULUAN. ditengah kondisi perekonomian yang masih dalam tahap pemulihan, membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perbankan Islam pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. Tak kurang Lembaga Dana Moneter Internasional (International Money

BAB I PENDAHULUAN. (riba), serta larangan untuk berinvestasi pada usaha usaha berkategori terlarang

BAB I PENDAHULUAN. fungsinya sebagai lembaga intermediasi, penyelenggara transaksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang menjalankan kegiatan perekonomian. Salah satu faktor penting

BAB I PENDAHULUAN. kepada pihak yang kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Dendawijaya,

BAB I PENDAHULUAN. (surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) pada

BAB I PENDAHULUAN. perbankan nasional. Bank Islam telah berkembang pesat pada dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan nasional yang berfungsi sebagai financial. pihak-pihak yang memerlukan dana (Mahardian, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 pengertian bank umum

BAB I PENDAHULUAN. pada kegiatan ekonomi baik di negara maju maupun negara berkembang. Negara

BAB I PENDAHULUAN. dengan negara Indonesia ini. Sistem keuangan negara Indonesia sendiri terdiri

BAB I PENDAHULUAN. ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan underlying

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. hidupnya. Untuk melakukan kegiatan bisnis tersebut para pelaku usaha

BAB I PENDAHULUAN. dan lainnya (Hanafi dan Halim, 2009). Sedangkan kinerja keuangan bank dapat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. besar karena peluang pasarnya yang luas sejurus dengan mayoritas. harus hati-hati dalam mengelola kegiatan operasionalnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga intermediasi keuangan yang menjadi pilar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian perbankan secara umum menurut Undang-Undang No.10 Tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank Islam (Islamic Bank) adalah bank yang pengoperasiannya

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, peranan perbankan sangat mempengaruhi kegiatan ekonomi. Artinya, keberadaan dunia perbankan semakin dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk tabungan, giro dan deposito berjangka (Oktriani, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lembaga intermediasi keuangan (Financial intermediary institution),yakni. rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh 19,7% tahun 2015, jauh lebih tinggi dari tahun triliun menjadi Rp triliun hingga akhir tahun.

BAB I PENDAHULUAN. utamanya menghimpun dana dari masyarakat melalui simpanan giro, tabungan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan bunga baik tabungan, deposito, pinjaman, dll.

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah atau Bank Islam yang secara umum pengertian Bank Islam

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito. Biasanya sambil diberikan balas

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah Mandiri merupakan salah satu perusahaan yang unggul dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai perantara (financial intermediary) bagi mereka yang memiliki dana yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan operasionalnya dengan cara menghasilkan laba tinggi sehingga. profitabilitasnya terus mengalami peningkatan.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara filosofi bank syari ah adalah bank yang aktivitasnya meninggalkan masalah riba. Dengan demikian, penghindaran bunga yang dianggap riba merupakan salah satu tantangan yang dihadapi dunia islam dewasa ini. Suatu hal yang sangat mengembirakan bahwa belakangan ini para ekonom Muslim telah mencurahkan perhatian besar, guna menemukan cara untuk menggantikan sistem bunga dalam transaksi perbankan dan keuangan yang lebih sesuaia dengan etika Islam. Upaya ini dilakukan untuk membangun model teori ekonomi yang bebas bunga dan pengujiannya terhadap pertumbuhan ekonomi, alokasi dan distribusi pendapatan. Oleh karena itulah, maka mekanisme perbankan bebas bunga yang biasa disebut dengan bank syariah-didirikan. Perbankan syariah didirikan didasarkan pada alasan filosofis maupun praktik. Secara filosofis, karena dilarangnya pengambilan riba dalam transaksi keuangan maupun non keuangan, secara praktis, karena sistem perbankan berbasis bunga atau konvensional mengandung beberapa kelemahan sebagai berikut : (1) transaksi berbasis bunga melanggar keadilan atau kewajaran bisnis; (2) tidak fleksibelnya sistem transaksi berbasis bunga menyebabkan kebangkrutan; (3) komitmen bank untuk menjaga keamanan uang deposan berikut bunganya membuat bank cemas untuk mengembalikan pokok dan bunganya; (4) sistem transaksi berbasis bunga menghalangi munculnya

2 inovasi oleh usaha kecil; (5) dalam sistem bunga, bank tidak akan tertarik dalam kemitraan usaha kecuali bila ada jaminan kepastian pengambilan modal dan pendapatan bunga mereka. Berangkat dari beberapa kelemahan sistem perbankan konvensional tersebut, maka perbankan syari ah diharapkan mendapatkan kebebasan dalam mengembangkan produknya sendiri, sesuai dengan teori perbankan syari ah. Jika kebebasan ini dapat diwujudkan maka secara ideal akan memberikan manfaat bagi: (a) terpeliharanya aspek keadilan bagi para pihak yang bertransaksi; (b) lebih menguntungkan dibanding perbankan konvensional; (c) dapat memelihara kestabilan nilai tukar mata uang karena selalu terkait dengan transaksi riil, bukan sebaliknya; (d) transparansi menjadi sifat yang melekat (inheren); dan (e) memperluas aplikasi syari ah dalam kehidupan masyarakt muslim. Bank syariah membuktikan sebagai lembaga keuangan yang dapat bertahan ditengah krisis perekonomian yang semakin parah. Pada semester kedua tahun 2008 krisis kembali menerpa dunia. Krisis keuangan yang berawal dari Amerika Serikat akhirnya merambat ke negara-negara lainnya dan meluas menjadi krisis ekonomi secara global. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia dari 3,9% pada 2008 menjadi 2,2 % pada tahun 2009. Perlambatan ini tentu saja pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja ekspor nasional. Pada akhirnya akan berdampak kepada laju pertumbuhan ekonomi nasional. Pembiayaan perbankan syariah yang masih lebih diarahkan kepada aktivitas

3 perekonomian domestik, sehingga belum memiliki tingkat integrasi yang tinggi dengan sistem keuangan global merupakan alasan salah satu alasan mengapa bank syariah dapat bertahan. Kinerja pertumbuhan pembiayaan bank syariah tetap tinggi sampai posisi Februari 2009 dengan kinerja pembiayaan yang baik (Non Performing Financing di bawah 5%). Penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah per Februari 2009 secara konsisten terus mengalami peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 33,3% pada Februari 2008 menjadi 47,3% pada Februari 2009. Sementara itu, nilai pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah mencapai Rp.40,2 triliun. Dengan kinerja pertumbuhan industri yang mencapai rata-rata 46,32% dalam lima tahun terakhir, ib (ai-bi, Islamic Bank) di Indonesia diperkirakan tetap akan mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi pada tahun-tahun berikutnya. Oleh karena itu masa mendatang akan semakin tinggi minat masyarakat Indonesia untuk menggunakan bank syariah dan pada gilirannya akan meningkatkan signifikansi peran bank syariah dalam mendukung stabilitas sistem keuangan nasional. Mencermati kinerja selama 2014 ini sepertinya memang tepat bila inovasi produk ditempatkan pada posisi penting bagi pengembangan bank syariah ke depan. Sebagai informasi, selama 2014 kinerja bank syariah secara keseluruhan tidak terlalu menggembirakan. Pada 2014 aset bank syariah tumbuh 12%, pembiayaan tumbuh 8%, dan dana pihak ketiga (DPK) tumbuh lebih baik yaitu 22%. Dibandingkan dengan bank konvensional,

4 kinerja bank syariah ini cukup tertinggal. Pada 2014 aset bank konvensional tumbuh 13%, kredit 12%, dan DPK tumbuh 12%. Dengan kinerja pertumbuhan yang melambat, cita-cita kita untuk menaikkan pangsa pasar bank syariah melewati angka keramat 5% dari total aset perbankan nasional menjadi tertahan. Saat ini, dengan total aset Rp 272,3 triliun per Desember 2014, pangsa pasar aset bank syariah terhadap total aset bank umum hanya mencapai 4,9%. Melihat perkembangan bank konvensional yang cukup pesat, bisa jadi pangsa pasar ini akan kembali menjauh dari 5%. Di sisi lain, kinerja profitabilitas justru mengalami penurunan. Pada 2014 bank syariah hanya meraih laba (tahun berjalan) Rp2,05 triliun, turun lebih dari 50% dibanding 2013 yang meraih laba (tahun berjalan) Rp 4,4 triliun. Sementara, laba bersihnya hanya Rp1 triliun, turun hingga 69% dibanding laba bersih 2013 yang mencapai Rp3,2 triliun. Rendahnya tingkat profitabilitas selama 2014 ini sangat terkait dengan komposisi produk pembiayaan dan dana bank syariah. Selama ini komposisi produk pembiayaan bank syariah sebagian besar dilakukan dalam akad murabahah. Berdasarkan data, akad murabahah ini memegang sekitar 59% dari seluruh pembiayaan bank syariah. Karakteristik dari produk pembiayaan murabahah adalah pendapatannya tetap (fixed). Di sisi lain, seiring dengan semakin ketatnya likuiditas selama 2014, me-nyebabkan mahalnya tingkat pengembalian (yield) dana yang diminta oleh para deposan.

5 Kondisi ini akhirnya menyebabkan margin keuntungan yang diperoleh bank syariah menjadi semakin kecil. Menghadapi situasi perekonomian yang masih relatif sulit, bank syariah memang dituntut lebih inovatif dalam mengembangkan produknya. Ketergantungan yang tinggi terhadap produk- produk pembiayaan yang berpendapatan tetap (fixed) harus diperbaiki untuk mengantisipasi terjadinya vo-latilitas yang cepat di sisi biaya dana. Diversifikasi produk perlu dilakukan untuk mengurangi risiko atas semakin berkurangnya pendapatan yang dihasilkan dari suatu produk tertentu. Produk pembiayaan murabahah, misalnya, komposisinya perlu diimbangi dengan produk-produk yang memungkinkan bank syariah melakukan repricing ketika terjadi perubahan biaya dana (cost of fund). Salah satunya, dengan meningkat komposisi pembiayaan melalui akad ijarah. Ini mengingat, akad ijarah ini memberikan fleksibilitas bagi bank syariah dalam melakukan repricing atas pendapatan sewa yang dikenakan kepada nasabah dengan mengikuti pola naik dan turunnya biaya dana. Namun, keberhasilan dalam pengembangan produk bank syariah juga turut dipengaruhi oleh lingkungan eksternalnya. Di Malaysia, pangsa pasar aset bank syariah telah mencapai sekitar 10-15%. Menurut saya, wajar bila itu dapat terjadi di Malaysia. Ini mengingat, lingkungan eksternalnya juga mendukung. Per kuartal III/2014 Malaysia adalah penerbit sukuk terbesar di dunia dengan pangsa pasar

6 sekitar 69,3% dari total penerbitan sukuk global. Sementara, pangsa sukuk yang diterbitkan Indonesia hanya sekitar 7,8%. Tingkat kedalaman keuangan syariah (islamic financial depth) di Malaysia yang sudah cukup tinggi membuat gerak inovasi bank syariah juga relatif lebih luas. Bank syariah di Malaysia bisa mengembangkan produkproduknya lebih bervariasi seiring dengan perkembangan keuangan syariahnya. Pasar sekunder keuangan syariah yang berkembang baik membuat bank syariah di Malaysia memiliki keleluasaan dalam melakukan penetrasi pasar baik di sisi fund raising maupun placement of fund-nya. Kondisi ini jelas berbeda dengan di Indonesia. Pengembangan pasar sekunder keuangan syariah kita relatif belum berkembang sehingga inovasi produk bank syariah juga terhambat. Tidak hanya tingkat kedalaman pasar keuangan syariah, kesiapan regulasi juga turut menentukan laju pertumbuhan bank syariah ke depan. Sejak pertama kali berkiprah di awal 1990-an bank syariah memang telah membuktikan diri mampu berkembang di tengah absennya regulasi. Sebagai catatan, bank syariah berdiri ketika perundangundangan yang mengatur bank syariah belum ada. Undang-undang bank syariah baru dikeluarkan pada 2008. Produk-produk bank syariah juga banyak yang lahir berkat inisiatif dari para pelaku bank syariah. Sebagai contoh, produk gadai syariah muncul karena kreativitas bank syariah. Regulasi tentang gadai syariah baru keluar setelah produk ini berkembang pesat di kalangan bank syariah dengan berbagai variannya,

7 baik yang positif maupun negatif. Kini regulasi gadai syariah yang ada lebih diarahkan untuk tujuan kehati-hatian (prudential). Sebenarnya, selain untuk tujuan prudential, bank syariah juga menantikan hadirnya regulasi yang berorientasi pada pengembangan bisnis, tidak terbatas pada produk gadai syariah tetapi juga produk-produk lainnya. Pada dasarnya, secara konseptual, bank syariah memiliki ruang yang luas untuk berinovasi dalam produk dan bisnisnya. Bahkan, ruang inovasi bank syariah ini lebih luas dibanding bank konvensional. Bank konvensional produknya terbatas pada perannya sebagai lembaga intermediary. Sedangkan bank syariah, selain sebagai lembagai intermediary, juga dapat berperan sebagai pelaku usaha. Bank syariah bisa berperan seperti layaknya pemegang saham, misalnya dalam produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Sayangnya, peran ini belum mampu dijalankan bank syariah secara maksimal. Selain dibutuhkan lingkungan eksternal yang mendukung, agresivitas inovasi produk bank syariah juga ditentukan oleh keberanian dari pelaku bank syariah. Dibutuhkan banyak orang gila di lingkungan bank syariah yang berani menerobos untuk memecah stagnasi inovasi di tengah masih relatif terbatasnya regulasi yang mengatur dan menjadi guidance bagi pengembangan produk bank syariah. Dulu bank syariah hadir ketika regulasi belum ada. Kini tantangan pelaku bank syariah relatif hampir sama dengan dulu.

8 Bedanya, kini medannya berubah, yaitu bagaimana agar bank syariah bisa lebih berkembang: produk dan skala bisnisnya, meskipun lingkungan eksternal yang mendukungnya masih terbatas. Peluang untuk mengakhiri stagnasi inovasi di lingkungan bank syariah ini kini sangat terbuka. Otoritas yang mengatur industri keuangan syariah kini telah menyatu di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dengan menyatunya otoritas industri keuangan syariah ini, regulasi bagi pengembangan bank syariah menjadi lebih mudah mengintegrasikannya dengan industri keuangan syariah lainnya. Dengan menyatunya otoritas industri keuangan syariah ini, semestinya isu koordinasi bukan lagi menjadi hambatan. Di sisi lain, industri bank syariah juga membutuhkan pelaku-pelaku yang berorientasi pada inovasi bukan hanya menunggu pada kesiapan regulasi. Profitabilitas merupakan rasio untuk mengukur kinerja perusahaan guna mencari keuntungan pada periode tertentu (Kasmir, 2012:114). Semakin tinggi profitabilitas bank maka kepercayaan masyarakat semakin meningkat terhadap perbankan sehingga nasabahnya juga semakin bertambah (Prasanjaya, 2013). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa rasio yang mempengaruhi profitabilitas perbankan yaitu rasio kecukupan modal dan rasio penyaluran kredit serta variabel risiko kredit sebagai variabel moderasi hubungan antara rasio rasio kecukupan modal dan rasio penyaluran kredit terhadap profitabilitas. Umumnya perusahaan menggunakan ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Asset) untuk

9 mengukur tingkat profitabilitasnya. Penelitian ini fokus pada ROA (Return on Asset). Semakin meningkat ROA (Return on Asset) mengindikasikan semakin baik kinerja suatu bank sehingga laba yang diperoleh bank tersebut meningkat (pratiwi, 2012). Persaingan antar bank syariah yang semakin ketat, secara langsung ataupun tidak langsung, akan berpengaruh terhadap pencapaian profitabilitas bank syariah. Meskipun bank syariah memiliki motivasi lebih daripada sekedar bisnis, keamampuan bank syariah dalam menghasilkan profit menjadi indikator penting keberlanjutan entitas bisnis. Selain itu, kemampuan menghasilkan profit menjadi indikator penting untuk mengukur kemampuan bersaing bank syariah dalam jangka panjang. Bank syariah yang berfungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan, melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan menghimpun dana dari masyarakat dan kemudian menyalurkannya kembali kepada masyarakat melalui pembiayaan. Dana yang dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, tabungan dan deposito baik dengan prinsip wadiah maupun prinsip mudharabah. Sedangkan penyaluran dana dilakukan oleh bank syariah melalui pembiayaan dengan empat pola penyaluran yaitu prinsip jual beli, prinsip bagi hasil, prinsip ujroh dan akad pelengkap (Karim, 2008). Penilaian kelayakan pembiayaan pada bank syariah, selain didasarkan pada business wise, juga harus mempertimbangkan syariah wise. Artinya, bisnis tersebut layak dibiayai dari segi usahanya dan acceptable

10 dari segi syariahnya (Muhammad, 2005). Diantara empat pola penyaluran pembiayaan yang ada pada bank syariah, terdapat dua pola utama yang saat ini dijalankan oleh bank dalam penyaluran pembiayaan, yakni pembiayaan dengan prinsip jual beli dan pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Pendapatan bank sangat ditentukan oleh berapa banyak keuntungan yang diterima dari pembiyaan yang disalurkan. Keuntungan yang diterima dari prinsip jual beli berasal dari mark up yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dengan nasabah. Sedangkan pendapatan dari prinsip bagi hasil ditentukan berdasarkan kesepakatan besarnya nisbah, keuntungan bank tergantung pada keuntungan nasabah. Pola bagi hasil banyak mengandung risiko, oleh karena itu pihak bank harus aktif berusaha mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerugian nasabah sejak awal (Muhammad, 2005). Harahap et al. (2005) menyebutkan bahwa akad yang banyak digunakan dalam pembiayaan pada prinsip jual beli adalah murabahah, salam dan istishna. Sedangkan pada prinsip bagi hasil, akad yang banyak digunakan adalah mudharabah dan musyarakah. Berdasarkan statistik Bank Indonesia, akad murabahah mendominasi pembiayaan yang disalurkan bank syariah dan disusul dengan akad mudharabah dan musyarakah. Dengan diperolehnya pendapatan dari pembiayaan yang disalurkan, diharapkan profitabilitas bank akan membaik, yang tercermin dari perolehan laba yang meningkat (Firdaus, 2009). Oleh karena itu, pengelolaan pembiayaan baik pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi

11 hasil, maupun jenis pembiyaan lainnya akan sangat mempengaruhi profitabilitas yang diterima bank syariah. Mengingat pentingnya peranan bank syariah di Indonesia, maka perlu ditingkatkan kinerja bank syariah agar perbankan dengan prinsip syariah tetap sehat dan efisien. Profitabilitas merupakan indikator yang paling tepat untuk mengukur kinerja suatu bank (Sofyan, 2002). Menurut Karya dan Rakhman, tingkat Return on Assets (ROA) digunakan untuk mengukur profitabilitas bank karena Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dari aset yang dananya berasal dari sebagian besar dana simpanan masyarakat. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik posisi bank tersebut dari segi penggunaan asset (Dendawijaya 2009, h.118). Dipilihnya industri perbankan karena sanagat diperlukan bagi kelancaran kegiatan perekonomian sektor riil. Serta lebih dikhususkan pada perbankan syariah karena penelitian tentang profitabilitas bank syariah masih jarang dilakukan. Hassan, K. dalam Anto (2012), dalam mengukur kinerja bank ada dua faktor yang mempengaruhi profitabilitas, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi produk pembiayaan bank, performance financing, kualitas aset, dan modal. Faktor eksternal meliputi struktur pasar, regulasi perbankan, inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pertumbuhan pasar. Faktor yang mempengaruhi profitabilitas pada

12 penelitian ini yaitu faktor internal meliputi faktor produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank umum syariah dan faktor performance financing. Fenomena yang ada di industri perbankan baru-baru ini terlihat bahwa masih ada bank yang belum bisa memaksimalkan profit- nya. Hal ini terlihat dari rasio ROA yang didapatkannya masih di bawah batas minimum yang dite-tapkan oleh bank Indonesia yaitu 1,5%. Penelitian tentang pengaruh rasio keuangan terhadap profitabilitas sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain. Dari hasil penelitian tersebut terlihat adanya perbedaan pengaruh rasio-rasio keuangan terhadap tingkat perolehan profit. Seperti penelitian yang di- lakukan oleh Aulia Fuad rahman (2011) menguji pengaruh pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil dan Rasio Non Performing Financing terhadap profitabilitas yang diproksikan dengan Return On Asset (ROA) pada bank umum syariah yang beroperasi di Indonesia, Hasil pengujian menunjukkan bahwa secara simultan pembiayaan jual beli, pembiayaan bagi hasil dan rasio NPF berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan melalui ROA. Secara parsial, pembiayaan jual belidan rasio NPF berpengaruh signifikan positif terhadap profitabilitas yang diproksikan melalui Return on Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia. Pengaruh positf pembiayaan jual beli terhadap profitabilitas ini terjadi karena selama ini pembiayaan bagi hasil merupakan jenis pembiyaan yang paling populer pada perbankan syariah. Sehingga pendapatan mark up yang diperoleh dari pembiyaan jual beli menjadi

13 pendapatan terbesar perbankan syariah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan profitabilitas. Untuk rasio NPF seharusnya memberikan pengaruh negatif terhadap profitabilitas. Akan tetapi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio NPF justru berpengaruh positif terhadap ROA. Kemungkinan penjelasan yang dapat diberikan adalah return dari penyaluran dana selain pembiyaan seperti penempatan pada bank lain, investasi surat berharga, atau penyertaan mampu menutupi kerugian yang terjadi atas pembiyaan bermasalah, sehingga NPF seolah-olah berpengaruh positif tehadap ROA. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pembiayaan bagi hasil berpengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas yang diproksikan melalui Return on Asset (ROA) pada bank umum syariah di Indonesia. Pembiayaan bagi hasil seharusnya diharapkan dapat meningkatkan profitabilitas bank syariah. Berpengaruh negatifnya pembiayaan bagi hasil ini mengindikasikan bahwa pembiyaan bagi hasil yang disalurkan masih belum produktif serta masih kurang diminatinya pembiayaan bagi hasil pada perbankan syariah. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Slamet Riyadi dan Agung Yulianto (2014) yang menyatakan bahwa Pembiayaan bagi hasil, jual beli, FDR, dan NPF berpengaruh secara simultan terhadap ROA bank umum syariah devisa. Pembiayaan bagi hasil secara parsial berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA bank umum syariah devisa. Hal ini dapat diartikan apabila penyaluran pembiayaan bagi hasil mengalami kenaikan maka akan berpengaruh pada

14 menurunnya ROA, begitu pula sebaliknya. Pembiayaan jual beli secara parsial tidak berpengaruh terhadap ROA bank umum syariah devisa. Hal ini dapat diartikan bahwa berapapun kenaikan atau penurunan penyaluran pembiayaan jual beli tidak akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan ROA. FDR secara parsial berpengaruh positif signifikan terhadap ROA bank umum syariah devisa. Hal ini dapat diartikan apabila FDR mengalami kenaikan maka akan berpengaruh pada meningkatnya ROA, begitu pula sebaliknya. NPF secara parsial tidak berpengaruh terhadap ROA bank umum syariah devisa. Hal ini dapat diartikan bahwa berapapun kenaikan atau penurunan NPF tidak akan berpengaruh pada kenaikan atau penurunan ROA. Inflasi dapat berpengaruh buruk bagi perekonomian. Apabila terjadi inflasi yang parah tak terkendali (hiperinflasi) maka keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu. Hal ini mengakibatkan minat masyarakat untuk menabung, atau berinvestasi dan berproduksi menjadi berkurang. Harga meningkat dengan cepat, masyarakat akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga kebutuhan sehari-hari yang terus meroket. Bagi perusahaan sebuah inflasi menyebabkan naiknya biaya produksi maupun operasional mereka sehingga pada akhirnya merugikan bank itu sendiri. Inflasi berpotensi mengerek bunga kredit. Kenaikan bunga kredit tentu akan menghambat pertumbuhan kredit itu sendiri. Sementara pendapatan dari sektor kredit akan menjadi kecil. Hal ini berimbas kepada profitabilitas bank yang bersangkutan. Hal ini didukung

15 oleh penelitian Oktavia (2009) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh signifikan negatif terhadap ROA. Variabel dependen pada penelitian ini yaitu profitabilitas bank syariah yang diukur menggunakan ROA (Return On Asset), sedangkan variabel independen diambil dari faktor internal yaitu faktor produk pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank umum syariah meliputi pembiayaaan bagi hasil dan pembiayaan jual beli dan faktor performance financing meliputi FDR (financing to deposit ratio) dan NPF (non performing financing). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana pengaruh pembiayaan bagi hasil, pembiayaan jual beli, FDR, dan NPF baik secara simultan maupun parsial terhadap profitabilitas bank umum syariah di Indonesia. Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penelitian ini mengambil judul PENGARUH PEMBIAYAAN JUAL BELI, PEMBIAYAAN BAGI HASIL, NON PERFORMING FINANCING (NPF), FINANCING TO DEPOSIT RATIO (FDR), DAN INFLASI TERHADAP PROFITABILITAS BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA 1.2 Rumusan Masalah Pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah dapat menimbulkan potensi pembiayaan bermasalah. Pembiayaan bermasalah dapat dilihat dari tingkat non performing financing (NPF). Menurut Siamat (2005), pembiayaan bermasalah adalah pinjaman yang mengalami

16 kesulitan pelunasan akibat adanya faktor kesengajaan dan atau karena faktor eksternal diluar kemampuan/kendali nasabah peminjam. Jadi besar kecilnya NPF ini menunjukkan kinerja suatu bank dalam pengelolaan dana yang disalurkan. Apabila porsi pembiayaan bermasalah membesar, maka hal tersebut pada akhirnya menurunkan besaran pendapatan yang diperoleh bank (Ali, 2004). Sehingga pada akhirnya akan dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas bank syariah. Berdasarkan fenomena di atas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Sejauh mana pembiayaan jual beli berpengaruh terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia? 2. Sejauh mana pembiayaan bagi hasil berpengaruh terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia? 3. Sejauh mana Non Performing Financing (NPF) berpengaruh terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia? 4. Sejauh mana Financing To Deposito Ratio (FDR) berpengaruh terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia? 5. Sejauh mana inflasi berpengaruh terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian sebagai berikut : 1. Untuk menguji pengaruh pembiayaan jual beli terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia.

17 2. Untuk menguji pengaruh pembiayaan bagi hasil terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia. 3. Untuk menguji pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia. 4. Untuk menguji pengaruh Financing To Deposito Ratio (FDR) terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia. 5. Untuk menguji pengaruh inflasi terhadap profitabilitas bank umum Syariah di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai macam manfaat, diantaranya adalah : 1. Bagi perbankan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi bank-bank di Indonesia, khususnya bank yang dalam operasionalnya berbasis syariah. 2. Bagi masyarakat umum, diharapkan dapat memberikan informasi secara lebih mendetil tentang produk perbankan dan nantinya sebagai dasar dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di bank konvensional maupun syariah. 3. Bagi regulator dan praktisi emiten terutama manajer perbankan syariah penelitan dapat menjadi acuan sehingga memudahkan manajemen dalam memberi keputusan yang berkaitan dengan manfaat ekonomi di masa yang akan datang serta dalam mempertahankan dan mengembangkan perencanaan usaha perbankan syariah (syariah banking)

18 4. Bagi akademisi hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan khasanah kepustakaan dalam bidang perbankan syariah serta diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya. 1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan urutan penyajian dari masingmasing bab secara terperinci, singkat dan jelas serta diharapkan dapat mempermudah dalam memahami laporan penelitian. Adapun sistematika penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian dan sistematika penulisan, yang merupakan serangkaian pendahuluan penenelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini terdiri dari landasan teori dan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran serta hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari sesuatu yang diteliti. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang variabel penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpalan data serta metode analisis. BAB IV : PEMBAHASAN

19 Bab ini akan menjelaskan tentang deskripsi objek penelitian, analisis data dan interpretasi hasil pengolahan data. BAB V : PENUTUP Bab ini menjelaskan tentang simpulan dari penelitian yang telah dilakukan, keterbatasan penulis serta saran-saran yang dapat diberikan kepada perusahaan dan pihak-pihak lain yang membutuhkan.