BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI

dokumen-dokumen yang mirip
Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. 02-Dec-17

BAB II PERJANJIAN ASURANSI DAN BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA DALAM PERJANJIAN ASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin pesat, dan untuk itu masyarakat dituntut untuk bisa mengimbangi

BAB II TINJAUAN MENGENAI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DAN SYARAT-SYARAT PERJANJIAN ASURANSI BERDASARKAN KUHD

Istilah dan Pengertian Asuransi ASURANSI. Hubungan antara Risiko dengan Asuransi 11/8/2014

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Asuransi dan Pengaturan Asuransi. sehingga kerugian itu tidak akan pernah terjadi.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI. Asuransi atau dalam bahasa Belanda Verzekering yang berarti

BAB II PENGIKATAN JUAL BELI TANAH SECARA CICILAN DISEBUT JUGA SEBAGAI JUAL BELI YANG DISEBUT DALAM PASAL 1457 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM. mempunyai sifat riil. Hal ini disimpulkan dari kata-kata Pasal 1754 KUH Perdata

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA DAN KLAIM ASURANSI JIWA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang serius ialah lembaga jaminan. Karena perkembangan ekonomi akan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, undang-undang yang mengatur asuransi sebagai sebuah

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian adalah peristiwa seseorang berjanji kepada seorang lain atau dua orang

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

PELAKSANAAN ASURANSI TERHADAP DEBITUR SECARA TANGGUNG RENTENG DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 1278 KUH PERDATA

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan, perikatan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. Perjanjian menurut pasal 1313 KUH Perdata adalah suatu perbuatan dengan

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

Lex Privatum, Vol. III/No. 4/Okt/2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN KOPERASI. Perikatan-Perikatan yang dilahirkan dari Kontrak atau Perjanjian,

ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN BAKU 1 Oleh: Dyas Dwi Pratama Potabuga 2

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

BAB II TINJAUAN UMUM PERJANJIAN ASURANSI

Dokumen Perjanjian Asuransi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemakaian kedua istilah ini mengikuti istilah dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie

BAB II KARAKTERISTIK ASAS INDEMNITAS DALAM PERJANJIAN ASURANSI. yang dilakukan oleh tertanggung. Asas asas dalam asuransi adalah: ganti kerugian.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam KUHD asuransi jiwa diatur dalam Buku 1 Bab X pasal pasal 308

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

BAB I PENDAHULUAN. barang-barang dicuri, dan sebagainya. Kemungkinan akan kehilangan atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek

BAB I PENDAHULUAN. material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. Istilah asuransi berasal dari bahasa Belanda Verzekering atau Assurantie. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB II LANDASAN TEORI. dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam asuransi. Adapun definisi

DASAR & HUKUM ASURANSI KESEHATAN BAB 4

BAB II PEMBAHASAN ASURANSI JIWA SECARA UMUM. sangat singkat sekali dan hanya terdiri dari tujuh (7) pasal yaitu Pasal 302 sampai

SKRIPSI HAK SUBROGASI PERUSAHAAN ASURANSI TERHADAP KENDARAAN YANG DIASURANSIKAN OLEH REZA MUKTI WIJAYA B

BAB III FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN TERJADINYA TAKE OVER PEMBIAYAAN DI PT. BANK SYARIAH MANDIRI CABANG MEDAN

BAB II. Tinjauan Pustaka. Tinjauan umum tentang asuransi

Hukum Perjanjian menurut KUHPerdata(BW)

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan kehidupan, manusia pada zaman apapun

BAB I PENDAHULUAN. Surety Bond memiliki konsep sebagai penyedia jaminan, merupakan

BAB II PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Manusia dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan-kebutuhan atau

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan oleh manusia. Salah satu cara untuk mengurangi risiko tersebut di

TIU: Mahasiswa memlki pengetahuan dan keterampilan tentang peusahaan asuransi dan apa macamnya yang ditanggung oleh perusahaan asuransi

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN JUAL BELI. 2.1 Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Jual Beli

HUKUM PERJANJIAN & PERIKATAN HUBUNGAN BISNIS ANDRI HELMI M, SE., MM.

A. PENGERTIAN, PRINSIP DAN TUJUAN REASURANSI

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

pada umumnya dapat mempergunakan bentuk perjanjian baku ( standard contract)

ASURANSI. Prepared by Ari Raharjo

BAB II PERJANJIAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. terwujud dalam pergaulan sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya tujuan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 BW adalah suatu perbuatan dengan

BAB II RUANG LINGKUP HUKUM ASURANSI Oleh : SURAJIMAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI MENURUT HUKUM

BAB I PENDAHULUAN. Asuransi atan pertanggungan merupakan sesuatu yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Didalam kehidupan bermasyarakat kegiatan pinjam meminjam uang telah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia di dalam kehidupannya mempunyai bermacam-macam kebutuhan

07/11/2016 SYARAT DALAM CESSIE. Pengalihan Hak dalam Kontrak (cessie) & Pengalihan Kewajiban (delegasi) CESSIE

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN. tidak ada dirumuskan dalam undang-undang, tetapi dirumuskan sedemikian rupa

MAKALAH HUKUM KOMERSIAL HUKUM ASURANSI. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Komersial Dosen Pembimbing : Disusun oleh : Kelompok 8

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN UTANG PIUTANG DIBAWAH TANGAN. dahulu dijelaskan apa yang dimaksud engan perjanjian. Masalah perjanjian

PRINSIP UTMOST GOOD FAITH DALAM PERJANJIAN ASURANSI KERUGIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. penting bagi masyarakat untuk melakukan berbagai kegiatan telah berkembang

BAB I PENDAHULUAN. asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Dimana sebagian besar masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat menjamin secara mutlak dan memberi kebahagiaan bagi manusia namun

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan dirinya dalam perkembangan yang sangat pesat, seiring dengan

BAB II PERJANJIAN PADA UMUMNYA. Dari ketentuan pasal di atas, pembentuk Undang-undang tidak menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keadaan yang tidak kekal merupakan sifat alamiah yang

BAB I PENDAHULUAN. berwujud perjanjian secara tertulis (kontrak). berjanji untuk melakukan suatu hal. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di dalam perkembangan dunia perbankan hingga beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN, WANPRESTASI DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN KONSUMEN

BAB I PENDAHULUAN. selalu dipenuhi dengan risiko. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang dialami,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN. dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari

BAB III KEABSAHAN JAMINAN SERTIFIKAT TANAH DALAM PERJANJIAN PINJAM MEMINJAM DI SLEMAN. A. Bentuk Jaminan Sertifikat Tanah Dalam Perjanjian Pinjam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PENGANGKUTAN. Menurut R. Djatmiko Pengangkutan berasal dari kata angkut yang berarti

REVIEW OF THE LAW AGAINST DEBT ABSORPTION BANKING CREDIT AGREEMENT YUYUK HERLINA / D

BAB III TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERJANJIAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

Beralihnya Hak Milik Tanah Sebagai Jaminan Hutang Piutang (Studi kasus: Nunung Herlina dengan Hani Haryani)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASAS SUBROGASI DAN PERJANJIANASURANSI 2.1 Asas Subrogasi 2.1.1 Pengertian asas subrogasi Subrogasi ini terkandung dalam ketentuan Pasal 284 Kitab Undang- Undang Hukum Dagang (KUHD) yang pada intinya menentukan bahwa apabila tertanggung sudah mendapatkan penggantian atas dasar prinsip indemnity, maka si tertanggung tak berhak lagi memperoleh penggantian dari pihak lain, walaupun jelas ada pihak lain yang bertanggung jawab pula atas kerugian yang dideritanya. Penggantian dari pihak lain harus diserahkan pada penanggung yang boleh memberikan ganti rugi dimaksud. 1 Subrogasi diatur secara tegas dalam Pasal 284 KUH Dagang : Seseorang penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si penanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut; dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga itu. Subrogasi terjadi karena pembayaran yang dilakukan oleh pihak ketiga kepada kreditor (si berpiutang) baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu melalui debitor (si beru tang) yang meminjam uang dari pihak ketiga. Pembayaran adalah setiap pemenuhan prestasi secara sukarela dan 1 Abdul R. Saliman, op.cit, h.186. 18

19 mengakibatkan hapusnya perikatan antara kreditor dan debitor. Selanjutnya pihak ketiga ini menggantikan kedudukan kreditor lama, sebagai kreditor yang baru terhadap debitor. 2 Sedangkan menurut KUH Dagang Pasal 284, bila penanggung telah membayar ganti rugi kepada tertanggung, maka penanggung akan menggantikan kedudukan tertanggung akan segala hak yang diperoleh dari pihak ketiga yang telah menimbulkan kerugian tersebut, dan tertanggung bertanggung jawab atas perbuatan yang dapat menghilangkan setiap hak penanggung atas pihak ketiga tersebut. Penggantian semacam ini disebut subrogasi. Subrogasi tersebut diatur dalam Pasal 1400 KUH Perdata, disebutkan bahwa subrogasi adalah penggantian hak-hak si berpiutang oleh seorang pihak ketiga, yang membayar kepada si berpiutang itu, terjadi baik dengan persetujuan maupun demi undang-undang. Menurut KUH Perdata Pasal 1365 dinyatakan, seseorang bertanggung jawab atas setiap perbuatannya yang melawan hukum yang dapat menimbulkan kerugian pada pihak lain. Oleh karena itu, sejalan dengan maksud dari prinsip idemnity (asas keseimbangan) yang mengandung pengertian bahwa asuransi bukan untuk mencari untung, dan tertanggung tidak diperkenankan menerima ganti rugi melebihi jumlah kerugian yang dideritanya, maka subrogasi diperlukan untuk mengatasi hal tersebut. 2 Suharnoko dan Endah Hartati, 2005, Doktrin Subrogasi,Novasi, dan Cessie, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h.1.

20 Dalam bidang reasuransi penanggung ulang (reasuransi) yang sudah membayar ganti ketrugian kepada penanggung pertama, berhak atas subrogasi itu.jadi, jika penanggung pertama menerima subrogasi, maka penanggung ulangpun mendapat subrogasi dari penanggung pertama sebanding dengan jumlah penyertaannya. Dalam hal ini penanggung ulang itu memperoleh recovery (perolehan kembali). 3 2.1.2 Proses terjadinya asas subrogasi Pengertian subrogasi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1400 KUH Perdata : Subrogasi atau perpindahan hak kreditur kepada seorang pihak ketiga yang membayar kepaa kreditur, dapat terjadi karena persetujuan atau karena undang-undang. yaitu : Subrogasi terjadi karena persetujuan, menurut Pasal 1401 KUH Perdata 1. Bila kreditur, dengan menerima pembayaran dan pihak ketiga, menetapkan bahwa orang ini akan menggantikannya dalam menggunakan hak-haknya, gugatan-gugatannya, hak-hak istimewa dan hipotek-hipoteknya terhadap debitur; subrogasi ini harus dinyatakan dengan tegas dan dilakukan bersamaan dengan waktu pembayaran. 2. Bila debitur menjamin sejumlah uang untuk melunasi utangnya, dan menetapkan bahwa orang yang meminjamkan uang itu akan mengambil alih hak-hak kreditur, agar subrogasi ini sah, baik perjanjian pinjam uang maupun tanda pelunasan, harus dibuat dengan akta otentik, dann dalam surat perjanjian pinjam uang harus diterangkan bahwa uang itu dipinjam guna melunasi utang tersebut; sedangkan dalam surat tanda pelunasan harus diterangkan bahwa pembayaran dilakukan dengan uang yang dipinjamkan oleh kreditur baru. Subrogasi ini dilaksanakan tanpa bantuan kreditur. 3 H.M.N Purwosutjipto, op.cit, h.104.

21 Adapun subrogasi terjadi karena undang-undang terdapat pada Pasal 1402 KUH Perdata yaitu : 1. Untuk seorang kreditur yang melunasi utang seorang debitur kepada seorang kreditur lain, yang berdasarkan hak istimewa atau hipoteknya mempunyai suatu hak yang lebih tinggi dan pada kreditur tersebut pertama; 2. Untuk seorang pembeli suatu barang tak bergerak, yang memakai uang harga barang tersebut untuk melunasi para kreditur, kepada siapa barang itu diperikatkan dalam hipotek; 3. Untuk seorang yang terikat untuk melunasi suatu utang bersamasama dengan orang lain, atau untuk orang lain dan berkepentingan untuk membayar utang itu; 4. Untuk seorang ahli waris yang telah membayar utang-utang warisan dengan uangnya sendiri, sedang ia menerima warisan itu dengan hak istimewa untuk mengadakan pencatatan tentang keadaan harta peninggalan itu. Subrogasi menurut Pasal 1403 KUH Perdata yaitu : Subrogasi yang ditetapkan dalam pasal-pasal yang lalu terjadi, baik terhadap orang-orang penanggung utang maupun terhadap para debitur, subrogasi tersebut tidak dapat mengurangi hak-hak kreditur jika ia hanya menerima pembayaran sebagian; dalam hal ini ia dapat melaksanakan hak-haknya mengenai apa yang masih harus dibayar kepadanya, lebih dahulu daripada orang yang memberinya suatu pembayaran sebagian. Bila peristiwa tak tentu terjadi, maka tertanggung menderita rugi. Dalam hal ini ada dua kemungkinan bagi tertanggung untuk menuntut ganti kerugian, yaitu kepada penanggung dan kepada pihak ketiga yang bersalah, misalnya: mobil si A yang sudah dipertanggungkan secara all risk ditabrak oleh mobil lain. Dengan ini ada kemungkinan bagi si A untuk menuntut penanggung atau pemilik mobil lain yang menabrak si A tersebut untuk mengganti kerugian. Bila kemungkinan ini benar-benar diperbolehkan oleh hukum, maka si A akan mendapatkan dua kali jumlah kerugian yang sesungguhnya. Hal ini sudah terang bertentangan dengan asas perjanjian

22 pertanggungan, yaitu asas indemnitas dan asas umum, yang melarang orang memperkaya diri sendiri atas kerugian orang lain. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 284 KUH Dagang pada dasarnya, dalam hal ini penanggung menggantikan tertanggung dalam segala haknya terhadap pihak ketiga yang bersalah, jadi asas subrogai (menggantikan hak kreditur).kalau tertanggung berhak minta ganti rugi kepada penanggung, sebaliknya penanggung berhak minta ganti kerugian kepada pihak ketiga yang bersalah. Pada Pasal 284 KUH Dagang tidak menjadi persoalan, bila jumlah pertanggungan itu sama besar dengan jumlah kerugian yang benar-benar diderita oleh tertanggung. Tetapi ada kemungkinan bahwa jumlah pertanggungan hanya sebagian saja dari harga benda pertanggungan. Dalam hal ini akan terjadi bahwa jumlah kerugian yang diderita oleh tertanggung lebih besar daripada jumlah ganti kerugian yang akan diberikan oleh penangggung kepadanya. Menurut Pasal 284 KUH Dagang, penanggung yang mendapat semua hak tertanggung terhadap pihak ketiga yang bersalah, dapat untung, karena dapat menuntut pihak ketiga tersebut sepenuh kerugian yang diderita tertanggung. Sudah tentu hal semacam ini tidak dapat diterima oleh rasa keadilan. Hal ini diserahkan kepada peradilan kita untuk menegakkan keadilan, dengan mana dapat ditetapkan bahwa penanggung hanya berhak menuntut ganti kerugian kepada pihak ketiga sebesar jumlah ganti kerugian yang telah dibayarkan kepada tertanggung, sedangkan sisa hak terhadap pihak ketiga itu menjadi milik tertanggung. Pendapat ini jelas tidak

23 bertentangan dengan undang-undang dan sesuai dengan asas idemnitas, pula dapat menghilangkan anggapan bahwa semua kerugian itu akan diganti oleh penanggung. Subrogasi menurut undang-undang ini dapat berlaku, bila ada dua faktor : a. apabila tertanggung di samping itu mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga; b. hak-hak itu ada, karena timbulnya kerugian. Jadi terang, bila hak-hak itu telah ada sebelum kerugian itu timbul, maka subrogasi tidak dapat dilakukan, misalnya pada pertanggungan terhadap kepentingan sebagai pemegang gadai. Kalau benda yang digadaikan itu musnah, maka penangggung harus memberikan ganti kerugian kepada tertanggung pemegang gadai. Dalam pada itu tagihannya terhadap pemberi gadai masih tetap ada padanya, artinya tidak beralih kepada penanggung. Pasal 284 KUH Dagang itu hanya diperlakukan untuk pertanggungan kerugian. Adapun alasannya ialah, bahwa tujuan undang-undang adalah tidak lain daripada : a. untuk mencegah tertanggung mendapat ganti rugi dari penanggung dan dari pihak ketiga mengenai kerugian yang sama; b. untuk mengatur pembarengan dari kewajiban-kewajiban mengganti kerugian pada suatu kerugian yang sama. Bahwa oleh karena itu, baik dari kata-kata maupun tujuannya peraturan undang-undang Pasal 284 KUH Dagang, menolak penerapannya pada suatu

24 jenis pertanggungan yang memberikan suatu jumlah uang tertentu, yang tidak tergantung dari kerugian yang diderita, seperti halnya dengan pertanggungan jumlah. 4 2.2 Perjanjian Asuransi 2.2.1 Pengertian perjanjian asuransi Asuransi menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha perasuransian Bab 1 Pasal 1 : Asuransi atau Pertanggungan adalah perjanjian antara dua belah pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi adalah perjanjian timbal balik, hal ini juga tercermin dari pengertian asuransi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 246 KUH Dagang sebagai berikut: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, di mana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diderita olehnya karena suatu kejadian yang tidak pasti. Pengertian asuransi sedikit lebih luas seperti yang dijabarkan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Tegasnya pada Pasal 1 angka 1 dijelaskan sebagai berikut : 4 Ibid,h.114.

25 Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atau meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perjanjian, perlu dilihat dalam KUH Perdata pada Pasal 1313 dikemukakan: Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Sedangkan syarat-syarat sahnya suatu perjanjian dijabarkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai berikut : 1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; dan 4. Suatu sebab yang halal. Akibat hukum dengan disetujuinya suatu perjanjian dalam Pasal 1338 KUH Perdata sebagai berikut : 1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. 2. Perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan yang oleh undang-unndang dinyatakan cukup untuk itu.

26 3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. 5 Asuransi dalam ilmu hukum merupakan suatu perjanjian, oleh karena itu perjanjian itu sendiri perlu dikaji sebagai acuan menuju pada pengertian perjanjian asuransi, disamping itu karena acuan pokok perjanjian asuransi tetap pada pengertian dasar dari perjanjian. Secara umum perngertian perjanjian dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Suatu perbuatan dengan mana orang lain atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. 2. Suatu hubungan hukum antara pihak atas dasar mana pihak mana yang satu (yang berpiutang atau kreditur) berhak untuk suatu prestasi dari yang lain, (yang berhubung an atau debitur). Yang juga berkewajiban melaksankan dan bertanggung jawab atas suatu prestasi. 6 Hukum perjanjian mengenal beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak para pihak dalam mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut adalah : 1. Asas konsensualisme adalah dengan adanya persamaan kehendak perjanjian tersebut terjadi yang terdapat pada Pasal 1320 KUH Perdata. 5 Sentosa Sembiring, 2014, Hukum Asuransi, cet. 1, Nuansa Aulia, Bandung, h.17. 6 Hasyim Ali, 1999, Bidang Usaha Asuransi, cet. 2, Bumi Aksara, Jakarta, h.86.

27 2. Asas kekuatan mengikat adalah kedua belah pihak terikat oleh kesepakatan dalam perjanjian yang mereka buat. Terdapat pada Pasal 1338 KUH Perdata. 3. Asas kebebasan berkontrak adalah kebebasan setiap orang untuk mengadakan dan menentukan isi perjanjian dibatasi oleh kecakapannya. Terdapat pada Pasal 1320 ayat (2) KUH Perdata. 7 Dari batasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa setiap perjanjian pada dasarnya akan meliputi hal-hal tersebut dibawah ini : 1. Perjanjian selalu menciptakan hubungan hukum. 2. Perjanjian menunjukkan adanya kemampuan atau kewenangan menurut hukum. 3. Perjanjian mempunyai atau berisikan suatu tujuan, bahwa pihak yang satu akan memperoleh dari pihak yang lain suatu prestasi yang mungkin memberikan sesuatu, melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. 4. Dalam setiap perjanjian, kreditur berhak atas prestasi dari debitur, yang dengan sukarela akan memenuhinya. 5. Bahwa setiap perjanjian debitur wajib dan bertanggung jawab melakukan prestasinya sesuai dengan isi perjanjian. Kelima unsur tersebut diatas pada hakikatnya selalu terkandung pada setiap jenis perjanjian termasuk perjanjian asuransi. Jadi, pada perjanjian 7 Sri Rejeki Hartono, 2008, Hukum Asuransi Dan Perusahaan Asuransi, cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta, h.41.

28 asuransi disamping harus mengandung kelima unsur pokok yang dimaksud, terkandung pada unsur-unsur lain yang menunjukkan ciri-ciri khusus dalam karakteristiknya. Ciri-ciri dan karakteristik perjanjian asuransi inilah nanti yang membedakannya dengan jenis perjanjian pada umumnya dan perjanjianperjanjian lain. Arti penting perjanjian asuransi sesuai dengan tujuannya, yaitu sebagai suatu perjanjian yang memberikan proteksi, maka perjanjian ini menawarkan suatu kepastian dari suatu ketidakpastian mengenai kerugian-kerugian ekonomis yang mungkin diderita karena suatu peristiwa yang belum pasti. Jadi perjanjian asuransi itu diadakan dengan maksud untuk memperoleh suatu kepastian akan kembalinya keadaan sesuai dengan semula sebelum terjadi peristiwa. 8 2.2.2 Asas-asas perjanjian asuransi Asuransi sebagai suatu perjanjian dilengkapi pula dengan beberapa asas-asas pokok. Asas-asas pokok ini dimaksudkan supaya sistem perjanjian asuransi dapat dipelihara dan dipertahankan. Sebab suatu norma tanpa dilengkapi dengan asas cenderung tidak mempunyai kekuatan mengikat. 9 Asas-asas pokok yang terdapat di dalam sistem hukum pertanggungan tersebut, dapat dirinci sebagai berikut: 1. Asas kepentingan yang dapat diasuransikan (Insurable Interest) 8 H.M.N Purwosutjipto, op.cit, h. 143. 9 Endang dan M. Suparman Sastrawidjaja, 1993, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung, Suransi Deposito, Usaha Perasuransian, Alumni, Bandung, h.55.

29 Asas ini dijabarkan dari Pasal 250 KUH Dagang yang menentukan bahwa, apabila seorang yang telah mengadakan suatu pertanggungan untuk diri sendiri, atau apabila seorang yang untuknya telah diadakan suatu pertanggungan, pada saat diadakan pertanggungan itu tidak mempunyai suatu kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan itu, maka si penanggung tidaklah diwajibkan memberikan ganti rugi. Adapun mengenai syarat kepentingan dalam Pasal 268 KUH Dagang, yaitu suatu pertanggungan dapat mengenai segala kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidak dikecualikan oleh undang-undang. Kepentingan juga berhubungan dengan masalah resiko yang dihadapi oleh seseorang. Dikatakan seseorang menghadapi resiko, apabila mempunyai kepentingan terhadap benda yang terkena resiko. Oleh karena itu, dapat dimengerti, disyaratkannya kepentingan sebagai syarat mutlak dalam perjanjian pertanggungan. 2. Asas itikad baik atau asas kejujuran yang sempurna Dalam perjanjian pertanggungan, unsur saling percaya ini adalah itikad baik. Asas itikad baik harus dilaksanakan dalam setiap perjanjian, demikian kesimpulan yang diperoleh dari ketentuan Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang menyebutkan, bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.

30 Dalam ketentuan KUH Dagang, banyak pasal yang dapat disimpulkan mengandung unsur itikad baik. Pasal yang cukup penting sebagai salah satu penjabaran dari asas itikad baik tersebut, adalah Pasal 251 KUH Dagang, yang menyebutkan, setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, atau setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung betapapun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya, sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang seharusnya, perjanjian itu tidak akan ditutup atau ditutup dengan syarat-syarat yang sama mengakibatkan batalnya pertanggungan. Pasal tersebut mewajibkan kepada tertanggung untuk memberitahukan segala sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan yang dipertanggungkan. Kewajiban pemberitahuan ini penting bagi penanggung untuk mengetahui besar kecilnya resiko yang ditanggungnya dan premi yang akan ditentukan demikian karena tertanggunglah yang paling mengetahui mengenai obyek yang dipertanggungkan. Ketentuan demikian, dirasakan terlalu memberatkan tertanggung, tetapi menurut Simanjuntak Emmy Pangaribuan, justru untuk melindungi penanggung atau membebaskannya dari resiko yang tidak secara adil diperalihkan kepadanya, terlepas dari

31 pertimbangan, apakah pada tertanggung itu ada itikad baik atau tidak. 10 Hal yang perlu diberitahukan kepada penanggung menurut JT. Sianipar, adalah : 1. Segala keadaan nyata yang diketahui oleh tertanggung atau wajib diketahuinya; 2. Segala keadaan dan keterangan-keterangan yang dapat mempengaruhi dalam menentukan besarnya premi atau tidak hanya menyelenggarakan pertanggungan tersebut; 3. Hal-hal yang menurut dugaan akan terjadi, atau keyakinannya atas sesuatu yang mungkin mempengaruhi penangung dalam mengadakan pertanggungan. 11 3. Asas ganti rugi Ganti rugi mengandung pengertian, bahwa penggantian kerugian dari penanggung harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh diderita oleh tertanggung.keseimbangan yang demikian, disebut dengan prinsip keseimbangan. Dalam KUH Dagang, tidak ada satu pasal pun yang menyebutkan tentang prinsip keseimbangan secara tegas, akan tetapi dapat ditemukan di dalam beberapa ketentuan, antara lain, Pasal 252 dan Pasal 277 KUH Dagang. Pasal 252 KUH Dagang menentukan, bahwa : Kecuali dalam hal-hal tersebut dalam ketentuan undangundang, maka tidak bolehlah diadakan suatu pertanggungan kedua, untuk jangka waktu yang sudah dipertanggungkan 10 Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, 1990, Hukum Pertanggungan, Seksi Hukum Dagang, FH-UGN, Yogyakarta, h. 47. 11 JT. Sianipar, 1971, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan, Bhatara, Jakarta, h. 53.

32 untuk harganya penuh dan demikian itu atas ancaman batalnya pertanggungan kedua tersebut. Ketentuan ini dengan tegas bertujuan untuk mencegah adanya penggantian kerugian yang melebihi dari kerugian yang diderita dan mengharuskan adanya perseimbangan antara penggantian kerugian dengan nilai benda itu. Pasal 277 KUH Dagang menentukan, bahwa : 1. Bila berbagai pertanggungan diadakan dengan itikad baik terhadap satu barang saja, dan dengan yang pertama ditanggung nilai yang penuh, hanya inilah yang berlaku dan penanggung berikut dibebaskan. 2. Bila pada penanggung pertama tidak ditanggung nilai penuh, maka penanggung berikutnya bertanggung jawab untuk nilai selebihnya menurut urutan waktu mengadakan pertanggungan itu. Berkaitan dengan prinsip keseimbangan, Simanjuntak Emmy Pangaribuan, mengemukakan bahwa sebagai dasar dimasukkannya atau dipakainya asas keseimbangan itu dalam pertanggungan yang tepat kita tunjuk adalah kepada suatu asas di dalam hukum perdata, yaitu larangan memperkaya diri, secara melawan hukum atau memperkaya diri tanpa hak. 12 4. Asas subrogasi Sebab timbulnya kerugian yang diderita oleh seorang tertanggung maka dihadapkan pada kemungkinan, bahwa di dalam banyak hal tertanggung akan menuntut penggantian kerugian pada penanggung. Di samping itu, apabila sebab terjadinya kerugian itu 12 Simanjuntak Emmy Pangaribuan, op.cit, h. 65.

33 diakibatkan oleh pihak ketiga, berarti tertanggung dapat menuntut penggantian kerugian dari dua sumber, yaitu dari penanggung di satu sisi dan dari pihak ketiga yang telah menyebabkan kerugian itu pada sisi yang lainnya. Penggantian kerugian dari dua sumber ini jelas bertentangan dengan asas dalam perjanjian pertanggungan itu sendiri, yaitu asas indemnitas (perseimbangan), dan asas hukum tentang larangan memperkaya diri sendiri secara melawan hukum (tanpa hak). Sebaliknya, apabila pihak ketiga juga dibebaskan begitu saja dari perbuatan yang telah menyebabkan kerugian tersebut sangatlah tidak adil. Ketentuan Pasal 284 KUH Dagang merupakan subrogasi yang didasarkan pada undang-undang, karena secara otomatis kedudukan tertanggung digantikan oleh penanggung untuk menuntut pihak ketiga, hanya saja hak menuntut itu ada pada pihak penanggung, bukan pada pihak ketiga. Oleh karena itu, asas subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi dua syarat berikut : 1. Apabila tertanggung di samping itu mempunyai hakhak terhadap pihak ketiga. 2. Hak-hak itu ada, karena timbulnya kerugian. 13 13 H.M.N. Purwosutjipto, op.cit, h. 113.

34 Dengan demikian dicegah kemungkinan tertanggung mendapat penggantian kerugian yang melebihi kerugian yang dideritanya, juga sebaliknya terhadap pihak penyebab kerugian tersebut tidak akan terbebas terhadap pihak ketiga sehubungan dengan kerugian tersebut. Jadi dalam perjanjian asuransi, asas subrogasi dilaksanakan baik berdasarkan undang-undang maupun berdasarkan perjanjian. 2.2.3 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Perjanjian Asuransi serta Unsurunsur dalam Perjanjian Asuransi Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menentukan, bahwa: Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang.persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pasal tersebut mengandung asas kebebasan berkontrak, karena yang melandasi perjanjian asuransi antara pihak perusahaan asuransi dengan pihak nasabah lebih ditekankan pada kesempatan antara para pihak, yaitu kesepakatan pihak perusahaan asuransi sebagai penanggung dan pihak nasabah sebagai pihak tertanggung. Dalam prakteknya ada beberapa unsur yang terdapat pada perjanjian asuransi, unsur-unsur tersebut yang terdapat dalam asuransi terdiri dari beberapa bagian yaitu adanya para pihak yang saling melakukan persetujuan atau perjanjian. Subyek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung yang mengadakan perjanjian asuransi.

35 Penanggung dan tertanggung adalah pendukung hak dan kewajiban.penanggung ( insurer), yakni pihak yang mengikatkan diri menerima pengalihan resiko dari tertanggung. Penanggung dalam hal ini perusahaan perasuransian, menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (UUUP) hanya dapat dilakukan oleh perusahaan yang berbadan hukum. Sedangkan tertanggung ( insured), yakni pihak yang mengalihkan resiko kepada penenggung dengan membayar sejumlah premi sesuai dengan kesepakatan. Tertanggung dalam hal ini bisa orang pribadi, atau badan usaha. Tertanggung akan mendapat perlindungan dalam hal ada kerugian atau kerusakan yang menimpa harta bendanya, kehilangan jiwa dan raga, asalkan masih dalam lingkup persyaratan polis. 14 Sama dengan halnya para pihak, status para pihakpun menjadi unsur penting yang harus ada dalam suatu perjanjian asuransi. Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Perusahaan Perseroan (Persero) atau Koperasi. Tertanggung berstatus sebagai orang pribadi atau badan hukum atau pihak berkepentingan atas harta yang diasuransikan. Dengan adanya para pihak yang merupakan subyek asuransi terdapat juga objek asuransi yang dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat pada benda, dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian. Melalui objek asuransi tersebut, ada tujuan-tujuan yang ingin h. 79. 14 Moch. Anwar Abdullah, 1993, Kamus Umum Asuransi, cet. 1, Kesaint Blanc, Jakarta,

36 dicapai oleh para pihak. Penanggung bertujuan memperoleh sejumlah premi dan tertanggung bertujuan bebas dari resiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian pada dirinya. Hal tersebut merupakan suatu peristiwa asuransi, adanya tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai oleh kedua belah pihak. Peristiwa asuransi adalah perbuatan hukum dapat berupa persetujuan atau kesepakatan bebas anatar penanggung dan tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti ( evenemen) mengancam benda asuransi dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi. Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dan tertanggung adalah keterikatan yang timbul karena persetujuan atau kesepakatan bebas. Artinya sejak tercapainya kesepakatan asuransi, tertanggung terikat dan wajib membayar premi asuransi kepada penanggung dan saat itu pula penanggung menerima pengalihan resiko. 15 15 Wirjono Prodjodikoro, 1996, Hukum Asuransi Indonesia, Intermesa, Jakarta, h. 12.