BAB I PENDAHULUAN. alami untuk pembuatan obat, pestisida, parfum, penyedap rasa dan zat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

Metode Elisitasi Menggunakan Ragi Sacharomyces cerevisiae H. untuk Meningkatkan Kandungan Bioaktif Kuinon Kalus Morinda citrifolia L.

DAFTAR PUSTAKA. Achmad, S.A. (1986). Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Universitas Terbuka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Santika Febri Wardani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. komersial dengan beragam khasiat pada seluruh bagian tanamannya. Tanaman

I. PENDAHULUAN. sebutan lain seruni atau bunga emas (Golden Flower) yang berasal dari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman perkebunan merupakan komoditas yang mempunyai nilai

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stevia (Stevia rebaudiana) merupakan salah satu jenis tanaman obat di

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia kaya akan sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kepopulerannya di masyarakat semakin meningkat. Salah satu penyebabnya adalah

I. PENDAHULUAN. lalapan karena memiliki cita rasa yang khas. Daun muda pohpohan memiliki

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Murashige-Skoog dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. memberikan sensasi seperti terbakar (burning sensation) jika kontak dengan

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER DALAM KALUS MENGKUDU (Morinda citrifolia) Oleh : Dr. Sri Anggraeni, MSi Dra. Kusdianti. MSi Dian Kartikasari, SSi

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit. Sebagian besar masyarakat Indonesia banyak menggunakan tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella alpina Molk.) merupakan tumbuhan obat asli

I. PENDAHULUAN. Ekosistemnya dalam pasal 20 ayat 1 dan 2 serta Peraturan Pemerintah No. 77

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumber bahan obat

BAB I PENDAHULUAN. kedelai di Indonesia semakin meningkat seiring kesadaran masyarakat akan peran

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

SKRIPSI KECEPATAN INDUKSI KALUS DAN KANDUNGAN EUGENOL SIRIH MERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya dengan berbagai tumbuhan, terdapat

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

HASIL DAN PEMBAHASAN. eksplan hidup, persentase eksplan browning, persentase eksplan kontaminasi,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang produknya digunakan sebagai bahan baku industri serta sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menggunakan satu eksplan yang ditanam pada medium tertentu dapat

BAB I PENDAHULUAN. biji. Setiap bagian tumbuhan akar, batang, daun dan biji memiliki senyawa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

TINJAUAN PUSTAKA. dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

BAB I PENDAHULUAN. artinya tumbuhan yang menempel pada tumbuhan lain, tetapi tidak hidup secara

BAB I PENDAHULUAN. dan lain-lain. Selain itu, kencur juga dapat digunakan sebagai salah satu bumbu

I. PENDAHULUAN. Malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang dapat

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu

Gambar 4. A=N0K0; B=N0K1; C=N0K2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SKRIPSI ANALISIS KANDUNGAN FLAVONOID DAN ALKALOID PADA KALUS. TANAMAN POHPOHAN (Pilea trinervia W.) YANG DIINDUKSI DENGAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Tanaman lidah buaya sudah dimanfaatkan sebagai tanaman hias, bahan

PRODUKSI KATEKIN PADA KULTUR IN VITRO KALUS TEH (Camellia sinensis L.) DENGAN ELISITASI Saccharomyces cerevisiae SKRIPSI NURHAYATI

Kultur Sel. Eksplan Kultur Sel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam tanaman, salah satunya adalah tanaman stevia (Stevia

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK Saccharomyces cerevisiae Hansen TERHADAP KANDUNGAN GOSIPOL PADA KULTUR KALUS Gossypium hirsutum L.

ginsenosides yaitu komposisi utama bioaktif (Jo et al., 1995; Sticher, 1998;

I. PENDAHULUAN. obat, sehingga keberadaan tanaman ini menjadi lebih diminati. Tanaman sirih

BAB I PENDAHULUAN. kg, Papua sebanyak 7000 kg dan Yogyakarta sebanyak 2000 kg. Faktor yang

Diterima Desember 2004 disetujui untuk diterbitkan Januari 2006

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

: UNIVERSITAS ISLAM MALANG (UNISMA)

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

TINJAUAN PUSTAKA Kultur Jaringan Tanaman Eksplan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom : Plantae, Divisi : Spermatophyta, Sub Divisi : Angiospermae, Ordo :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) tergolong dalam famili Graminae yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pangan penduduk selalu meningkat dari tahun ke tahun. Terdapat. yaitu beras merah dan beras hitam (Lee, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

Revis Asra Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Jambi ABSTRAK

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. seni), dan tonik (mampu meningkatkan stamina tubuh). Seperti yang

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. 2011). Alfalfa termasuk tanaman kelompok leguminose yang berkhasiat

SKRIPSI. PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kelapa (Cocos nucifera L) disebut pohon kehidupan, karena hampir semua

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PELATIHAN KULTUR JARINGAN ANGGREK TAHUN 2013 MATERI 4 BAHAN TANAM (EKSPLAN) DALAM METODE KULTUR JARINGAN. Oleh: Paramita Cahyaningrum Kuswandi, M.Sc.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PRODUKTIFITAS DAN KADAR ANDROGRAPHOLID SAMBILOTO (Andrographis paniculata Nees) PADA NAUNGAN DAN PENAMBAHAN GIBERELIN B2P2TO2T

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Beberapa jenis tumbuhan tinggi dapat digunakan sebagai sumber bahanbahan alami untuk pembuatan obat, pestisida, parfum, penyedap rasa dan zat tambahan makanan (Balandrin & Klocke, 1988). Kebutuhan akan bahan obat semakin meningkat, hal ini menyebabkan banyak dilakukannya penelitianpenelitian yang mengarah pada penemuan metode yang dapat menghasilkan bahan bioaktif sebagai bahan dasar pembuatan obat secara efektif dan efisien. Bahan bioaktif yang terdapat pada tumbuhan umumnya merupakan metabolit sekunder, yaitu hasil metabolisme sekunder. Secara konvensional, metabolit sekunder dapat diperoleh dengan cara mengekstraksi langsung dari organ tumbuhan. Namun cara tersebut membutuhkan budidaya tanaman dalam skala besar dan biaya yang besar pula. Hal-hal tersebut merupakan kendala, terutama jika zat bioaktif itu dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak maka dibutuhkan tanaman yang banyak pula. Oleh sebab itu untuk mengatasi masalah tersebut, kultur jaringan dapat digunakan sebagai salah satu alternatif untuk memproduksi bahan bioaktif dalam tumbuhan. Keunggulan penggunaan teknik kultur jaringan adalah metabolit sekunder yang dihasilkan mudah dimurnikan karena sel-sel yang dihasilkan tidak banyak mengandung pigmen. Hal ini dapat mengurangi biaya pemurnian menjadi

lebih murah. Selain itu dengan teknik kultur jaringan tidak membutuhkan lahan yang luas, bahan yang banyak, dan dapat diproduksi secara terus-menerus dan waktu yang dibutuhkan untuk siklus sel lebih cepat (Vanisree et al., 2003) Menurut Mantell & Smith (1993), kandungan metabolit sekunder dalam beberapa kultur kalus dan kultur sel masih relatif rendah, oleh karena itu diperlukan metode dalam kultur jaringan yang dapat meningkatkan kandungan metabolit sekunder termasuk bahan bioaktif tumbuhan. Salah satu teknik yang telah dikembangkan adalah teknik elisitasi. Menurut Barz et al. (1990 dalam Purwianingsih, 1997), elisitasi merupakan teknik untuk menginduksi secara simultan pembentukan fitoaleksin, metabolit sekunder konstitusif atau metabolit sekunder lain yang secara normal tidak terakumulasi. Elisitasi dapat dilakukan dengan menambahkan elisitor. Elisitor adalah suatu senyawa biologis dan non biologis yang dapat menyebabkan peningkatan produksi fitoaleksin bila ditambahkan pada tumbuhan atau kultur sel tumbuhan (Buitelaar et al.,1991). Elisitor terdiri atas dua kelompok, yaitu elisitor abiotik dan elisitor biotik (Angelova et al., 2006). Menurut Namdeo (2007) Elisitor biotik dapat dikelompokkan dalam elisitor endogen dan elisitor eksogen. Elisitor endogen umumnya berasal dari bagian tumbuhan itu sendiri, seperti bagian dari dinding sel (oligogalakturonat) yang rusak oleh suatu serangan patogen melalui aktivitas enzim hidrolisis atau membran plasma yang mengalami kerusakan karena luka. Sedangkan elisitor eksogen adalah elisitor yang berasal dari luar tumbuhan atau dari luar sel misalnya elisitor yang berasal dari komponen dinding sel jamur.

Banyak penelitian tentang elisitasi yang telah berhasil meningkatkan kandungan bioaktif tumbuhan dengan menggunakan elisitor fungi. Purwianingsih (1997) telah berhasil meningkatkan kadar gosipol dua kali lipat, dalam kalus Gossypium hirasutum yang ditambahkan elisitor berupa ekstrak fungi Verticillium dahliae dan Rhizoctonia solani. Kandungan gosipol juga dapat ditingkatkan oleh ekstrak fungi Rhizopus arrhizus (Hamdiyati, 1999). Beberapa penelitian elisitasi menggunakan Saccharomyces cerevisiae, terutama Saccharomyces cerevisiae H juga telah berhasil meningkatkan kandungan bioaktif tumbuhan. Antosianin dalam kultur sel Daucus carota berhasil ditingkatkan kadarnya sebesar 58% dengan menggunakan ekstrak sel Saccharomyces cerevisiae S. cerevisiae H (Survanalatha et al., 1994). Kandungan gosipol pada kultur kalus Gossypium hirsutum L. dengan pemberian elisitor S. cerevisiae H dapat ditingkatkan sampai 200,7 % dalam sel dan 256,73% dalam medium untuk konsentrasi elisitor 0,05% (Sitinjak, 1999). Selain itu kandungan metabolit sekunder azadirachtin pada Azadirachta indica A. Juss dapat ditingkatkan sampai dengan 256,73% dengan menggunakan ekstrak S. cerevisiae sebagai elisitor (Sudirga, 2002). Salah satu kelebihan penggunaan S. cerevisiae sebagai elisitor adalah jenis Saccharomyces cerevisiae yang tidak membahayakan kesehatan manusia sehingga mudah dan aman saat diproses. Selain itu S. cerevisiae memiliki proses pertumbuhan yang cepat, mudah dikultur dan dimudakan kembali (Anonim, 2007). Banyak tumbuhan yang dikenal sebagai sumber bahan obat, diantaranya Morinda citrifolia L (mengkudu). Mengkudu saat ini cukup populer

pemanfaatannya karena telah diketahui banyak mengandung bioaktif yang bermanfaat sebagai bahan obat. Dalam mengkudu telah teridentifikasi lebih dari 70 senyawa bioaktif. Senyawa-senyawa bioakif tersebut tersebar dalam berbagai organ seperti akar, daun, dan buah. Menurut Wang et al. (2002) dari sekian banyak senyawa bioaktif yang berupa metabolit sekunder, ada beberapa yang dianggap penting salah satunya adalah proseronin dan proseroninase yang merupakan prekusor dari seronin (golongan alkaloid). Seronin adalah senyawa aktif golongan alkaloid berperan dalam penyembuhan beberapa penyakit (Bratman et al., 2003 dalam Gonzalez, 2005). Alkaloid adalah senyawa yang paling banyak ditemui hampir disetiap tanaman, yaitu sekitar 20% (Anonim, 1990). Selain berperan dalam penyembuhan penyakit, alkaloid juga merupakan senyawa antibakteri dan stimulan (Stahl, 1988). Potensi mengkudu sebagai tumbuhan penghasil obat, telah menarik banyak peneliti untuk melakukan penelitian di bidang ini. Berdasarkan hasil penelitian Zenk et al., (1975 dalam Bajaj, 1988), antrakuinon telah berhasil diproduksi pada kultur suspensi sel M.citrifolia dengan menggunakan medium B5 dengan penambahan 2 mg/l NAA dan medium B5 dengan penambahan 10-5 M NAA. Demikian juga dengan Tewtrakul et al. (1997) telah berhasil menumbuhkan kalus yang mengandung antrakuinon dari daun M. citrifolia dalam medium Murashige & Skoog (MS) dengan penambahan 2,4-D dan kinetin. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Purwianingsih & Novianny (2003), telah berhasil memperoleh kalus M. citrifolia yang mengandung beberapa metabolit sekunder dari sumber potongan

jaringan daun. Kalus berhasil dibentuk pada medium MS dengan penambahan 2,4- D (2.10-1 - 3.10-1 mg/l) dan pada medium B5 dengan penambahan NAA (1.10-5 dan 5.10-5 M). Metabolit sekunder yang berhasil diidentifikasi dari kalus dengan menggunakan Gas Chromatograph Mass Spectrometer (GCMS) adalah dari golongan alkaloid, flavonoid dan fenolik. Dari golongan alkaloid tersebut juga diperoleh senyawa oksazol. Oksazol merupakan metabolit sekunder berupa senyawa turunan alkaloid yang dihasilkan beberapa tumbuhan yang berasal dari suku Rubiaceae (Izuta et al., 2006). Senyawa ini merupakan senyawa yang dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antimikroba dan antimycoplasma (Tazelaar,1991) Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dilakukan penelitian untuk meningkatkan senyawa metabolit sekunder khususnya oksazol (alkaloid) yang terdapat pada mengkudu dengan bantuan elisitor Saccharomyces cerevisiae H. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1. Apakah penggunaan Saccharomyces cerevisiae H sebagai elisitor mampu meningkatkan senyawa oksazol pada kultur kalus Morinda citrifolia L? 2. Berapakah konsentrasi optimum Saccharomyces cerevisiae H yang dapat meningkatkan kandungan oksazol tertinggi pada Morinda citrifolia L? 3. Kapan waktu pemanenan kalus terbaik yang dapat meningkatkan kandungan senyawa oksazol tertinggi setelah dilakukan elisitasi?

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Sumber potongan jaringan untuk membentuk kalus adalah daun tanaman Morinda citrifolia L yang berasal dari kecambah berumur 1,5 bulan. 2. Medium kultur yang digunakan adalah medium Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4 D sebanyak 3.10-1 mg/l. 3. Kalus yang akan dielisitasi adalah kalus hasil subkultur kedua, yang telah diketahui kurva produksinya untuk menentukan waktu terbaik untuk elisitasi. 4. Pemanenan Saccharomyces cerevisiae H sebagai elisitor berdasarkan kurva tumbuh Saccharomyces cerevisiae H 5. Konsentrasi elisitor yang digunakan dalam penelitian ini adalah 0%, 2.5%, 5.0%, 7.5% (v/v) (Modifikasi Survanalatha et al., 1994) dengan pengulangan sebanyak tiga kali. 6. Waktu pemanenan hasil elisitasi kalus Morinda citrifolia L dilakukan pada hari ke- 0, 2, dan 4 (Purwianingsih, 1997) 7. Ekstraksi alkaloid dari kalus basah berdasarkan modifikasi metode Simes et al.,(1987) dalam Novianny (2003). 8. Analisis kandungan senyawa oksazol (alkaloid) dengan menggunakan Gas Chromatograph Mass Spectrometer (GCMS).

C. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan homogenat Saccharomyces cerevisiae H sebagai elisitor dalam upaya meningkatkan kandungan oksazol dalam kultur kalus Morinda citrifolia L. Tujuan tersebut dijabarkan melalui beberapa hal sebagai berikut : 1. Konsentrasi elisitor optimum yang dapat meningkatkan kandungan senyawa oksazol tertinggi pada kultur kalus Morinda citrifolia L. 2. Waktu pemanenan terbaik yang dapat meningkatkan kandungan senyawa oksazol tertinggi pada kultur kalus Morinda citrifolia L. D. Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasan dasar untuk pengembangan produksi bahan-bahan bioaktif terutama alkaloid yang berpotensi sebagai bahan obat dari tanaman Morinda citrifolia L melalui metode kultur jaringan khususnya teknik elisitasi. E. Asumsi Asumsi yang digunakan pada penelitian ini adalah : 1. Kalus merupakan hasil kultur in vitro yang dapat memproduksi metabolit sekunder seperti tumbuhan induknya (Staba, 1980) 2. Saccharomyces cerevisiae dapat digunakan sebagai elisitor untuk meningkatkan kandungan metabolit sekunder tertentu (Buitelaar, 1991)

F. Hipotesis Homogenat Saccharomyces cerevisiae H dengan konsentrasi dan waktu pemanenan kalus tertentu, mampu meningkatkan kandungan senyawa oksazol dalam kultur kalus Morinda citrifolia L.