I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

dokumen-dokumen yang mirip
Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

Isu Strategis

Mengalirkan Air Umbulan, Sejahterakan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Negara dengan jumlah penduduk ± jiwa dengan laju

FAQ. bahasa indonesia

Implementasi Perpres 67/2005 di Daerah

CIPTA KARYA A - Z KELEMBAGAAN CIPTA KARYA DAERAH DALAM PENCAPAIAN Diana Kusumastuti - BPPSPAM

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

Kerjasama Pemerintah Dengan Swasta Dalam Infrastruktur SPAM (Perspektif Swasta )

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dilihat dari peforma pembangunan infrastrukturnya. Maka dari itu, perbaikan

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 P E N D A H U L U A N. kekayaan alam lainnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala BAPPENAS

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kementerian PUPR Mendorong Peran Aktif Pemda Mencapai Target 100% Akses Aman Air Minum

PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM. Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia usaha berlomba lomba untuk menjadi yang terbaik. Sehingga mendorong

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DOMPU,

LOGO. Pokok-Pokok Pikiran Kadin Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah ini, pembangunan daerah berperan sebagai bagian. bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

REGULASI DAN STRATEGI DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR AIR MINUM DENGAN SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

FASILITAS PEMERINTAH UNTUK MENDUKUNG PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU)

Matriks Program Strategis AMPL Kabupaten Banyuasin Tahun

PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYELENGGARAAN INFRASTRUKTUR BERKELANJUTAN. Oleh: Sinthya Roesly, S.T., M.M., M.B.A., M.Eng.Sc.

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASRANA WILAYAH,

BAB 8 RENCANA PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN SPAM 8.1. DASAR HUKUM

BAB I Pembangunan Infrastruktur di Indonesia

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

PROFIL KABUPATEN / KOTA

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB II TINJAUAN UMUM PDAM TIRTA KAMUNING

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasionall Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

d. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah,

BAB I PENDAHULUAN. dalam penyelenggaaraan pemerintah yang menjadi kewajiban aparatur. pemerintah. Berdasarkan PERMENPAN No. 38 Tahun 2012 pengertian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang dengan berbagai macam kebutuhan dasar manusia (basic human

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

- Laporan dan Analisa Berita Media Cetak dan Online Bidang Cipta Karya. Edisi: April 2014

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONALI KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh keterbatasan dari daya saing produksi (supply side), serta

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PENGARAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN RI PADA ACARA FORUM DIALOG DENGAN PIMPINAN REDAKSI JAKARTA, 30 JUNI 2015

PROFIL PDAM KABUPATEN SLEMAN

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18/PRT/M/2012 TENTANG

Intisari Air Bersih Kabupaten Lamongan

KEBIJAKAN INVESTASI INFRASTRUKTUR BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN TEMUKAN PEMBOROSAN AIR BERSIH SENILAI Rp791 MILIAR

BAB I PENDAHULUAN. selalu mengalami kenaikan dalam jumlah maupun kualitas barang dan jasa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Direktorat Bina Investasi Infrastruktur Direktorat Jenderal Bina Konstruksi Kementerian Pekerjaan Umumdan Perumahan Rakyat 2017

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku

PELUANG INVESTASI PENGEMBANGAN RSUD DR. PIRNGADI

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

2 Mengingat d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu mengatur kerjasama Pemerintah dan badan u

PERCEPATAN PROYEK INFRASTRUKTUR KPBU SPAM UMBULAN MENCAPAI FINANCIAL CLOSE DALAM 6 BULAN

PEMERINTAH KOTA PASURUAN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH TAHUN ANGGARAN 2010

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang

STRATEGI MEMBANGUN INFRASTRUKTUR PEMERINTAH DAERAH

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2015 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Analisis Pembiayaan Pembangunan Bus Transjakarta

KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA DIREKTORAT PENGELOLAAN DUKUNGAN PEMERINTAH DAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. Barat. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya kegiatan

STRATEGI PERCEPATAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH

Proyek KPBU TPPAS Regional Legok Nangka Provinsi Jawa Barat

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA/ PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SPAM PADA PERMUKIMAN KUMUH PERKOTAAN

CAPAIAN SUB SEKTOR MINYAK DAN GAS BUMI SEMESTER I/2017

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga meningkat. Perkiraan pemerintah pada 5 (lima) tahun yaitu pada tahun 2010-2014 dibutuhkan investasi sebesar Rp. 1.430 Triliun untuk infastruktur. Pemerintah memiliki peran alokasi yaitu sebagai penyedia barang dan jasa yang tidak dapat disedikan oleh sektor swasta. Infrastruktur merupakan bagian dari kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Tetapi Indonesia sebagai negara berkembang memiliki kendala dalam penyediaan infrastruktur penunjang layanan publik yaitu terbatasnya dana investasi, lamanya jangka waktu pengembalian investasi dan biaya yang tinggi dari manajemen operasional. Maka dari itu pemerintah memberikan solusi dengan melibatkan peran serta stakeholder yaitu peran sektor swasta dalam skema kebijakan kerjasama yang disebut Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP). PPP/KPS di Indonesia sebenarnya bukan merupakan suatu konsep baru, telah banyak proyek-proyek penyediaan infrastruktur yang menggunakan pola

2 PPP/KPS ini. Namun, praktek yang terjadi di masa lalu belum sesuai dengan best international practice, yang telah terbukti sukses di berbagai negara di dunia. KPS atau Kerjasama Pemerintah Swasta merupakan suatu kerjasama dalam penyediaan infrastruktur publik antara pemerintah, baik pusat maupun daerah dengan mitra badan usaha swasta dalam negeri maupun badan usaha asing atau luar negeri. Kerjasama yang dilaksanakan merupakan pekerjaan konstruksi untuk membangun, meningkatkan kemampuan pengelolaan dan pemeliharaan infrastruktur untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik (Bappenas, 2009). Tujuan utama adanya KPS adalah untuk mencukupi pembiayaan kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan dana swasta dalam rangka meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi. Selain itu adanya KPS karena salah satunya adalah alasan ekonomi, yaitu untuk mengurangi kesenjangan (disparity) atau ketimpangan (inequity), memacu pertumbuhan (growth) dan produktivitas, meningkatkan kualitas dan kontinuitas (quality and continuity) serta mengurangi risiko. KPS secara nasional dilaksanakan pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Bappenas pada infrastruktur-infrastruktur potensial yang dapat dikatakan kekurangan sumber dana investasi untuk perluasan serta peningkatan layanannya. Infrastruktur tersebut yaitu transportasi, jalan, pengairan, air minum, air limbah, telekomunikasi dan informatika, tenaga listrik serta minyak dan gas bumi. Sementara KPS di daerah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dibawah pengawasan bupati atau walikota. Karena KPS di daerah biasanya dilakukan oleh

3 Badan Usaha Milik Daerah yang kepemilikan sepenuhnya oleh pemerintah daerah. Pemerintah Pusat : - Kebijakan & strategi nasional - Dukungan dalam penyusunan kerangka kerja - Fasilitas dukungan teknik, administrasi dan keuangan - Penciptaan iklim yang kondusif Pemerintah Provinsi : - Koornasi antar pemkab/kota - Dukungan terhadap penyelesaian persoalan di daerah - Keseimbangan pelayanan - Bertindak atas nama pemerintah pusat Dukungan Terhadap Pelaksanaan KPS Oleh Instansi Terkait Pemerintah Kab/Kota : - Persiapan rencana pembangunan - Usulan untuk Proyek KPS - Pengawasan pelaksanaan KPS Instansi Terkait : - Pemeilihan Sub-Proyek - Persiapan Pra-FS -Pengadaan KPS Gambar 1. Fungsi Instansi Terkait dalam KPS Sumber : Civil-Injenering, 2009 Pemerintah pusat sebagai pembuat regulasi secara keseluruhan dalam kebijakan KPS secara nasional memiliki peran dengan cara mendukung dalam penyusunan kerangka kerja, memberi dukungan berupa fasilitas secara teknis, administrasi dan keuangan, serta menciptakan iklim investasi yang kondusif. Sedangkan pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota berperan sebagai pelaksana kebijakan dengan melakukan koordinasi antar pemkab/pemkot mengenai kepemilikan tanah serta melakukan persiapan dan pengawasan pelaksanaan proyek KPS. Salah satu proyek KPS yang potensial adalah infrastruktur air minum, karena air minum merupakan kebutuhan dasar dan sangat vital bagi kehidupan manusia serta jumlah sumber air yang melimpah di Indonesia serta pengolahannya yang tidak

4 terlalu banyak membutuhkan bahan tambahan lain. Tetapi hal tersebut tidak dapat dimaksimalkan karena keterbatasan modal dari pemerintah. Proyek KPS air minum sudah banyak dilaksanakan di PDAM di seluruh Indonesia. KPS air minum pertama dilaksanakan oleh PAM Jaya Jakarta pada tahun 1997 dengan bentuk kerjasama konsesi penuh yang jangka waktunya selama 25 tahun. Penelitian oleh Asri Fitriani (2009) atau saat setelah 11 tahun masa konsesi, kinerja teknis PAM Jaya meningkat setelah dilaksanakannya konsesi ditunjukkan dengan peningkatan produksi air, penurunan tingkat kehilangan air, volume air yang terjual serta cakupan layanan. Tetapi dari aspek pelayanan pelanggan PAM Jaya jauh lebih puas dengan pelayanan PAM Jaya saat sebelum masa konsesi. Peningkatan pelayanan konsumen yang terus dilakukan hampir semua PDAM yang ada di seluruh Indonesia membuat kebutuhan akan air minum otomatis meningkat. Tetapi dengan keterbatasan infrastruktur baik produksi maupun distribusi menyebabkan permasalahan-permaslahan yang selama ini seperti permasalahan profitabilitas, kebocoran air, distribusi serta cakupan layanan. Skema KPS air minum ini sudah dijalankan di 24 PDAM yang ada di Indonesia dengan total nilai ivestasi sebesar USD 667,5 juta (BPPSPAM, 2013) dan terdapat 10 proyek KPS air minum yang akan berjalan dan masih dalam proses dengan total nilai investasi sebesar Rp. 16.484 Miliar (BPPSPAM, 2013).

5 Tabel 1. Daftar Proyek Greenfield Kegiatan PPP Deskripsi Proyek No Nama Besar Proyek Lokasi Bentuk Liter/detik Kerjasama POTENSI 1. Kota Bekasi Konsesi 370 Pondok Gede, Jatiasih, Kota Bekasi PRIORITAS 2. Kab. Bekasi Konsesi 450 Cikarang Barat dan Cibitung 3. Kota B. Konsesi 550 Kota B. Lampung Lampung Kab. Konsesi 500 Kab. Bandung 4. Bandung & Selatan Bandung Konsesi 200 Kab. Bandung Barat Barat Sumber : BPPSPAM, 2013 Perkiraan Investasi (Miliar Rupiah) Status 234 Pra FS 2007 299 Pra FS 2009 371 Pra FS 2010 172 Pra FS 127 Pra FS Ini pula yang dialami oleh PDAM di Provinsi Lampung, khususnya di Kota Bandarlampung yang menjadi ibukota provinsi. PDAM Way Rilau sebagai salah satu BUMD yang dimiliki Pemkot Bandarlampung tetapi memiliki masalah kinerja dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut berdasarkan hasil penilaian kinerja yang dilakukan oleh BPPSPAM pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 kinerja PDAM Way Rilau dalam keadaan tidak sehat. Selain itu PDAM Way Rilau juga baru mampu melayani 35.071 sampai tahun 2010 dari jumlah penduduk Kota Bandarlampung sebesar 881. 801 jiwa (BPS, 2010). Itu artinya baru sekitar 27% penduduk Kota Bandarlampung yang terlayani air bersih melalui jaringan perpipaan. Tingkat kebocoran air yang dialami oleh PDAM Way Rilau juga masih sangat tinggi sampai tahun 2011. Kapasitas prooduksi sampai saat ini pun baru 550 liter per detik sedangkan kebutuhan air minum penduduk Kota

6 Bandarlampung sebesar 1.326 liter per detik (dihitung berdasarkan jumlah penduduk dengan kebutuhan air minum per detik berdasarkan jenis kota dari Dinas PU). Selain masalah-masalah tersebut terdapat pula masalah lain yang dialami PDAM Way Rilau seperti masalah terbatasnya kemampuan sumber daya manusia serta masalah tarif dan keuntungan. Untuk mengatasi masalah-masalah PDAM Way Rilau tersebut dibutuhkan investasi yang cukup besar, tetapi dengan keterbatasan dana investasi dari pemerintah membuat Pemerintah Kota Bandarlampung mengajukan usulan proyek KPS kepada pemerintah pusat. Berdasarkan PPP Book 2013 yang diterbitkan oleh Bappenas. Provinsi Lampung memiliki proyek KPS air minum berupa Bandarlampung Water Supply yang memiliki nilai investasi sebesar USD 80 juta sampai USD 100 juta. Yang mana proyek KPS SPAM Lampung dibagi menjadi dua yaitu PPP1 dengan fungsi : pembangunan dan pengoperasian IPA Curah dan Fasilitas Pompa Transmisi dan pembangunan jaringan distribusi sampai kepada SSR dan PPA2 dengan fungsi : supervisi atas jaringan distribusi dan koneksi SSR dan pengoperasian dan perawatan jaringan distribusi. Bentuk kerjasama atau partnership yang diusulkan pemerintah untuk mengatasi permasalahan PDAM Way Rilau ini tentunya memiliki dampak terhadap beberapa aspek yaitu produksi serta distribusi air minum. Kebijakan ini merupakan kebijakan publik terhadap BUMD yang tentunya akan mempengaruhi dan berdampak pada masyarakat luas terutama penduduk Kota Bandarlampung.

7 Kebijakan ini memerlukan kajian yang dapat menentukan layak atau tidaknya kebijakan ini diteruskan. Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Kinerja PDAM Way Rilau yang saat ini dalam kategori sakit menurut penilaian BPPSPAM membutuhkan penanganan dalam hal ini sumber modal untuk pembangunan infrastruktur penunjang layanan jasa air minum. 2. Proyek KPS yang sedang dalam proses pada PDAM Way Rilau menjadi solusi permasalahan yang dialami oleh PDAM Way Rilau selama ini. B. Rumusan Masalah Dari permasalahan tersebut dapat dibuat rumusan masalah melalui pertanyaanpertanyaan berikut ini: 1. Bagaimana bentuk kerjasama (partnership) yang akan dilaksanakan oleh PDAM Way Rilau? 2. Bagaimana proses formulasi kebijakan KPS pada PDAM Way Rilau? 3. Bagaimana perkiraan dampak terhadap produksi, distribusi, dan tarif air bersih serta simulasi penerimaan pada PDAM Way Rilau dalam pelaksanaan KPS? C. Tujuan Penelitian Dari uraian-uraian pada subbab sebelumnya telah menunjukkan masalah-masalah pokok yang dihadapi oleh PDAM WAY RILAU Kota Bandarlampung dengan demikian perlu adanya solusi atau penyelesaian masalah dengan upaya keras

8 semua pihak. Kerjasama pemerintah swasta yang akan dilaksanakan PDAM Way Rilau dan Pemerintah Kota Bandarlampung adalah alternatif penyelesaian masalah yang dihadapi PDAM Way Rilau yang mulai akan dilaksanakan pada tahun 2014. Maka tujuan penelitian ini yaitu mengkaji kebijakan yang akan diimplementasikan yaitu dengan mengkaji beberapa aspek. Tujuan penelitian ini yaitu: 1. Mengetahui bentuk kerjasama atau partnership yang dilaksanakan oleh PDAM Way Rilau. 2. Mengetahui proses formulasi kebijakan KPS yang dilaksanakan PDAM Way Rilau. 3. Melihat perkiraan dampak KPS PDAM Way Rilau dalam penetapan tarif, aspek distribusi dan produksi serta mengkaji penerimaan yang akan didapatkan. D. Kerangka Pikir Sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kepemilikan sepenuhnya oleh Pemerintah Kota Bandarlampung, PDAM Way Rilau memiliki kewajiban untuk memberikan hasil keuntungannya sebagai bagian dari PAD Kota Bandarlampung. Tetapi tuntutan untuk meningkatkan pelayanan konsumen demi mendapatkan keuntungan yang lebih banyak menyebabkan kebutuhan air minum meningkat. Peningkatan kebutuhan air minum ini tidak seiring dengan peningkatan produksi serta distribusi air minum, hal ini disebabkan masalah-masalah yang dialami oleh PDAM Way Rilau diantaranya masalah profitabilitas, tingkat kebocoran air,

9 distribusi serta cakupan layanan. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dibutuhkan dana investasi yang cukup besar serta teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni. Kendala terbatasnya dana investasi, teknologi dan sumber daya manusia dapat diatasi melalui skema kerjasama yang diberikan pemerintah yaitu Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) atau Public Private Partnership (PPP). Skema kerjasama ini baru berjalan pada tahun 2010 di PDAM Way Rilau sebagai masa persiapan. Dengan adanya kebijakan ini tentunya akan mempengaruhi besarnya tarif air minumyang dibebankan kepada konsumen, selain itu juga mempengaruhi proses produksi serta distribusi air minum kepada konsumen. Kebijakan KPS yang baru akan dilaksanakan tentunya perlu kajian terutama dari pihak luar pemerintahan sebagai perbandingan. Skema KPS di PDAM Way Rilau sudah masuk tahap implementasi perlu kajian terhadap formulasi kebijakannya. Tujuannya sebagai kritik terhadap kebijakan pemerintah terhadap sumber daya air bersih sebagai barang publik yang pengelolaannya akan diambil alih oleh pihak swasta. Secara skematis kerangka penelitian ini dapat dilihat dalam Gambar 1.

10 Peningkatan Pelayanan Konsumen Kebutuhan Air Minum Meningkat Solusi : Skema KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta) Masalah PDAM Way Rilau : Profitabilitas, tingkat kebocoran air, distribusi, produksi dan cakupan layanan Kendala : Terbatasnya dana, SDM dan teknologi Bentuk skema KPS yang dijalankan Tahapan Formulasi Kebijakan KPS Perkiraan dampak, distribusi, produksi, dan penetapan tarif, serta simulasi penerimaan pada pelaksanaan KPS Gambar 2. Kerangka Pikir