BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 PENAMPANG MELINTANG JALAN

Penampang Melintang Jalan Tipikal. dilengkapi Trotoar

BAB II PENAMPANG MELINTANG JALAN

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

POTONGAN MELINTANG (CROSS SECTION) Parit tepi (side ditch), atau saluran Jalur lalu-lintas (travel way); drainase jalan; Pemisah luar (separator);

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Persyaratan Teknis jalan

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

GAMBAR KONSTRUKSI JALAN

Perencanaan Geometrik Jalan

PEDOMAN. Perencanaan Trotoar. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN 1-27

BAB III LANDASAN TEORI. Kendaraan rencana dikelompokan kedalam 3 kategori, yaitu: 1. kendaraan kecil, diwakili oleh mobil penumpang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERSYARATAN TEKNIS JALAN UNTUK RUAS JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER < < <

KONSEP THE CITY OF PEDESTRIAN. Supriyanto. Dosen Tetap Prodi Teknik Arsitektur FT UNRIKA Batam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

BAB III LANDASAN TEORI. jalur kendaraan dimana arus lalu lintas kedua arah diperkenankan. di perkenankan untuk memenuhi keperluan :

LAMPIRAN III PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Contoh penyeberangan sebidang :Zebra cross dan Pelican crossing. b. Penyeberangan tidak sebidang (segregated crossing)

Spesifikasi bukaan pemisah jalur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TATA CARA PERENCANAAN PEMISAH NO. 014/T/BNKT/1990

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Peranan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

BAB II PEMBAHASAN. Klasifikasi, Spesifikasi, Tingkat Pelayanan dan Cross Section

BAB III LANDASAN TEORI

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB V PENUTUP

Spesifikasi geometri teluk bus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya jaringan jalan diadakan karena adanya kebutuhan

BAB III LANDASAN TEORI. memberikan pelayanan yang optimal bagi pejalan kaki.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persimpangan adalah simpul dalam jaringan transportasi dimana dua atau

BAB III LANDASAN TEORI. karakteristik jalan yang dapat diuraikan sebagai berikut: dapat dilihat pada uraian di bawah ini:

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergerakan lalu lintas regional dan intra regional dalam keadaan aman,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB II KERANGKA TEORITIS. NO.: 011/T/Bt/1995 Jalur Pejalan Kaki yang terdiri dari :

Persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

BAB III LANDASAN TEORI

EVALUASI KINERJA JALAN PADA PENERAPAN SISTEM SATU ARAH DI KOTA BOGOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 19/PRT/M/2011 TENTANG PERSYARATAN TEKNIS JALAN DAN KRITERIA PERENCANAAN TEKNIS JALAN

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

SNI T Standar Nasional Indonesia. Geometri Jalan Perkotaan BSN. Badan Standardisasi Nasional ICS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN GEOMETRIK DAN PERKERASAN RUAS JALAN ARIMBET-MAJU-UJUNG-BUKIT-IWUR PROVINSI PAPUA

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

Penempatan marka jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

RSNI-T-XX-2008 RSNI. Standar Nasional Indonesia. Standar geometri jalan bebas hambatan untuk jalan tol. ICS Badan Standarisasi Nasional BSN

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

BAB III LANDASAN TEORI

機車標誌 標線 號誌選擇題 印尼文 第 1 頁 / 共 12 頁 題號答案題目圖示題目. (1) Tikungan ke kanan (2) Tikungan ke kiri (3) Tikungan beruntun, ke kanan dahulu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Manajemen Fasilitas Pejalan Kaki dan Penyeberang Jalan. 1. Pejalan kaki itu sendiri (berjalan dari tempat asal ke tujuan)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II LANDASAN TEORI

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 4 (Empat)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertemuan antar jalan dan perpotongan lintasan kendaraan. Lalulintas pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEDOMAN. Tata cara perencanaan geometrik persimpangan sebidang DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan.

EVALUASI U-TURN RUAS JALAN ARTERI SUPADIO KABUPATEN KUBU RAYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Munawar, A. (2004), angkutan dapat didefinisikan sebagai

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

Rekayasa Lalu Lintas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

Transkripsi:

BAB II KOMPONEN PENAMPANG MELINTANG Memperhatikan penampang melintang jalan sebagaimana Bab I (gambar 1.6 dan gambar 1.7), maka akan tampak bagian-bagian jalan yang lazim disebut sebagai komponen penampang melintang jalan. Definisi, fungsi dan ukuranukuran dari setiap komponen harus difahami sebagai dasar untuk merencanakan geometrik jalan. 2.1. JALUR LALU LINTAS Jalur Lalu Lintas (Traveled Way) adalah bagian jalan yang dipergunakan untuk lalu lintas kendaraan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993), termasuk pada simpang, bukaan median, taper (jalur untuk tanjakan percepatan perlambatan belok) Fisik berupa perkerasan, dibatasi oleh median, bahu, trotoar, pulau jalan atau separator. Beberapa tipe jalan, diantaranya: 2/2 TB (2/2 UD) : 2 lajur, 2 jalur, tak terbagi 2/1 TB (2/1 UD) : 2 lajur, 1 jalur, tak terbagi 4/2 B (4/2 D) : 4 lajur, 2 jalur, terbagi n/2 B (n/2 D) : n lajur, 2 jalur, terbagi Visualisasi tipe jalan dapat dilihat pada gambar 1.3, gambar 1.4 dan gambar 1.5. Adapun lebar jalur untuk jalan antara kota, yang ditentukan oleh jumlah dan lebar lajur sesuai dengan volume arus lalu lintas harian rencana (VLHR), dikemukakan tabel 2.1. HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.27

Tabel 2.1 Lebar Jalur Ideal & Minimum Untuk Jalan Antar Kota (meter) Arteri Kolektor Lokal VLHR (smp/jam) Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum < 3000 6.0 4.5 6.0 4.5 6.0 4.5 3000-10000 10001-25000 7.0 6.0 7.0 6.0 7.0 6.0 7.0 7.0 7.0 ** - - > 25000 2n x 3.5* 2 x 7.0* 2n x 3.5* ** - - Keterangan, **) Mengacu pada persyaratan ideal *) 2 jalur terbagi, masing-masing n x 3.5 m, n: jumlah lajur perjalur. - Tidak ditentukan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 Lebar jalur minimum untuk ruas jalan antar kota adalah 4.5 meter dan untuk ruas jalan perkotaan adalah 4,0 meter, yang maish memungkinkan 2 kendaraan kecil dapat saling berpapasan. Namun bila yang saling berpapasan dua kendaraan besar atau salah satunya kendaraan besar, maka dapat kendaraan-kendaraan tersebut dapat menggunakan bahu jalan. 2.2. LAJUR Lajur (Lane) adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, dengan atau tanpa marka jalan, yang memiliki lebar cukup untuk satu kendaraan bermotor sedang berjalan, selain sepeda motor (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 43 Tahun 1993). Lebar lajur tergantung dari kecepatan rencana dan kendaraan rencana, di samping fungsi dan kelas jalan, sebagaimana tabel 2.2. Tabel 2.2 Lebar Lajur Jalan Ideal Untuk Jalan Antar Kota Fungsi Jalan Kelas Jalan Lebar Lajur Ideal (m) Arteri I II, IIIA 3.75 3.50 Kolektor IIIA, IIIB 3.00 Lokal IIIC 3.00 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.28

Jumlah lajur ditetapkan berdasar tingkat kinerja ruas jalan (v-c ratio, MKJI 1994) Untuk kelancaran sistem drainase permukaan jalan, maka lajur lalu lintas pada alinyemen lurus harus diberi kemiringan melintang normal sebesar: 2 3 % untuk jalan dengan perkerasan aspal atau beton. 4 5 % untuk jalan dengan perkerasan kerikil. 2.3. BAHU JALAN Bahu Jalan (Shoulder) adalah bagian jalan yang terletak di tepi jalur lalu lintas. Bentuk fisik bahu jalan diperkeras dan tidak diperkeras. Sedangkan fungsi bahu jalan, meliputi: sebagai lajur lalu lintas darurat, tempat berhenti sementara dan atau untuk tempat parkir kendaraan. sebagai ruang bebas samping bagi lalu lintas. sebagai penyangga sampai untuk kestabilan perkerasan jalur lalu lintas. Untuk kelancaran sistem drainase, maka pada bahu jalan diberi kemiringan melintang normal sebesar 3 5 %. Adapun lebar bahu jalan ideal dan minimum dikemukakan pada tabel 2.3 untuk jalan antar kota dan tabel 2.4 & tabel 2.5 untuk jalan perkotaan. Tabel 2.3 Lebar Bahu Jalan Ideal & Minimum Untuk Jalan Antar Kota (meter) Arteri Kolektor Lokal VLHR (smp/jam) Ideal Minimum Ideal Minimum Ideal Minimum < 3000 1.5 1.0 1.5 1.0 1.0 1.0 3000 10000 10001 25000 2.0 1.5 1.5 1.5 1.5 1.0 2.0 2.0 2.0 ** - - > 25000 2.5 2.0 2.0 ** - - Keterangan, **) Mengacu pada persyaratan ideal - Tidak ditentukan Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.29

Tabel 2.4 Lebar Minimum Bahu kiri/luar Untuk Jalan Perkotaan Lebar bahu kiri/luar (m) Tipe Jalan Kelas Sta Minim Tidak Ada Trotoar Pengecualian Min Lebar yang diinginkan Ada Trotoar Tipe I 1 2.0 1.75 3.25 2 2.0 1.75 2.50 Tipe II 1 2.0 1.50 2.50 0.5 2 2.0 1.50 2.50 0.5 3 2.0 1.50 2.50 0.5 4 0.5 0.50 0.50 0.5 Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) Tabel 2.5 Lebar Minimum Bahu Sebelah Kanan/Dalam Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kelas Lebar bahu Kanan/Dalam (m) Tipe I 1 1.00 2 0.75 Tipe II 1 0.50 2 0.50 3 0.50 4 0.50 Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) Bahu jalan tidak diperlukan bila jalur lalu lintas telah dilengkapi dengan median, jalur pemisah (separator) atau jalur parkir. 2.4. MEDIAN Median adalah berupa bangunan yang terletak di bagian tengah jalan. Median pada umumnya dipasang pada jalan tipe 2 jalur 4 lajur atau lebih. Fungsi dari pemasangan median, diantaranya adalah: untuk memisahkan aliran lalu lintas yang berlawanan arah pergerakannya. sebagai ruang tunggu (sementara) bagi penyeberang jalan. HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.30

untuk penempatan fasilitas jalan sebagai sarana penghijauan lingkungan sebagai tempat prasarana kerja jalan sementara sebagai tempat berhenti darurat bagi kendaraan (bila cukup luas) sebagai cadangan lajur untuk masa mendatang (bila cukup luas) untuk mengurangi silau dari sinar lampu kendaraan yang bergerak dari arah yang berlawanan. Bentuk (fisik) median dibedakan menjadi dua yaitu direndahkan dari jalur lalu lintas dan ditinggikan dari jalur lalu lintas. Pada jalan bebas hambatan antar kota, pada umumnya menggunakan bentuk yang direndahkan. Sedangkan pada jalanjalan yang bukan jalan bebas hambatan, baik jalan antar kota maupun jalan perkotaan banyak menggunakan median yang ditinggikan. Pada bangunan median, antara lajur lalu lintas dengan bangunan median harus dilengkapi dengan jalur tepian berjarak : 0,25 0,50 meter. khusus untuk jalan perkotaan, disesuaikan dengan tipe jalan sebagaimana tabel 2.6 berikut ini. Tipe I Tipe II Tabel 2.6 Lebar Jalur Tepian Median Pada Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kelas Lebar Jalur Tepian Median (m) 1 0.75 2 0.50 1 0.25 2 0.25 3 0.25 Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) Adapun ukuran-lebar median dikemukakan pada tabel 2.7 untuk jalan antar kota, sedangkan untuk jalan perkotaan dikemukakan pada tabel 2.8. Tabel 2.7 Lebar Minimum Median Untuk Jalan Antar Kota Bentuk Median Lebar Minimum (m) Median ditinggikan 2.0 Median direndahkan 7.0 Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota 1997 HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.31

Tabel 2.8 Lebar Minimum Median Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kelas Lebar Minimum Lebar Minimum Standar (m) Khusus (m) Tipe I 1 2.50 2.50 2 2.00 2.00 Tipe II 1 2.00 1.00 2 2.00 1.00 3 1.50 1.00 Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) Bukaan median Pada jaringan jalan dua arah terbagi (devided), biasanya pada panjang atau jarak tertentu pada mediannya diberi bukaan, yang disebut sebagai bukaan median (median opening) yang difungsikan untuk melayani gerakan berputar balik bagi sebagian arus lalu lintas kendaraan dalam rangka perpindahan jalur atau arah untuk mencapai tujuan perjalanannya. Keberadaan bukaan median, dalam pelayanan terhadap arus lalu lintas yang berputar balik dibedakan menjadi dua, yaitu: (a) Bukaan pada median untuk pelayanan tunggal (median opening for single service u-turn), yaitu suatu bukaan yang terdapat pada median, yang peruntukkan arus lalu lintas berputar balik satu arah saja, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.1 (b) Bukaan pada median untuk pelayanan ganda (median opening for double service u-turn), yaitu suatu bukaan yang terdapat pada median, yang peruntukkan arus lalu lintas berputar balik terdiri dua arah, baik yang dilengkapi dengan pulau jalan atau sejenis kereb pembatas maupun tidak, antara kedua jalur putar balik tersebut, sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.2 dan Gambar 2.3. HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.32

Gambar 2.1 Fasilitas Putaran Balik Pelayanan Tunggal Arus Putar Balik Tak Terlindung (Unprotected Flow on Single U-Turn) Gambar 2.2 Fasilitas Putaran Balik Pelayanan Ganda Arus Putar Balik Tak Terlindung (Unprotected Flow on Double U-Turn) HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.33

Gambar 2.3 Fasilitas Putaran Balik Pelayanan Ganda Arus Putar Balik Terlindung (Protected Flow on Double U-Turn) 2.5. TROTOAR Trotoar adalah bagian jalan, merupakan fasilitas yang disediakan bagi pejalan kaki, yang ditempatkan sejajar dengan jalur lalu lintas, dan terpisah dari jalur lalu lintas dengan pemasangan struktur fisik (berupa kereb). Fungsi trotoar adalah untuk memisahkan (pergerakan) pejalan kaki dari jalur lalu lintas kendaraan guna menjamin keselamatan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas. Dimensi trotoar untuk jalan perkotaan, dijelaskan pada tabel 2.9. Trotoar tidak disediakan pada jalan tipe I kelas 1 (urban road), seperti jalan bebas hambatan (by pass). Tabel 2.9 Lebar Trotoar Untuk Jalan Perkotaan Tipe Jalan Kelas Standar Minimum (m) Lebar Minimum Pengecualian (m) Tipe II 1 3.0 1.5 2 3.0 1.5 3 1.5 1.0 Catatan : Lebar minimum digunakan hanya pada jembatan dengan bentang 50 m atau pada daerah terowongan dimana volume lalu lintas pejalan kaki : 300 500 orang/12 jam. Sumber : Standar Perencanaan Geometrik Untuk Jalan Perkotaan (1992) HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.34

Trotoar perlu dibangun pada kawasan suburban, bila volume pejalan kaki 300 orang/12 jam dengan volume kendaraan > 1000 kendaraan/12 jam. Trotoar diletakkan pada sisi kiri bahu jalan atau jalur lalu lintas atau jalur parkir. Apabila tipe saluran drainase terbuka, maka trotoar diletakkan pada bagian luar trotoar. Sedangkan bila tipe saluran tertutup, maka dapat sebagai bagian dari trotoar (saluran ditempatkan di bawah struktur trotoar). Perlengkapan jalan harus diletakkan pada bagian dalam trotoar. 2.6. LAJUR PARKIR Lajur Parkir (Parking Lane) dimanfaatkan juga sebagai jalur berhenti (Stopping Lane) adalah suatu ruang (space) khusus berupa lajur yang disediakan untuk kendaraan parkir dan atau berhenti, yang merupakan bagian dari badan jalan. Ukuran lebar standar 2.50 meter, sedangkan lebar minimum 2.00 meter (bila rasio jumlah kendaraan yang lewat relatif kecil). 2.7. LAJUR SEPEDA - JALUR SEPEDA Lajur Sepeda (Bicycle Lane) adalah bagian dari bahu kiri jalan yang khusus diperuntukkan bagi pergerakan kendaraan jenis sepeda, yang ditandai/dibatasi dengan marka jalan. Jalur Sepeda (Bicycle Way) adalah bagian dari jalan khusus disediakan untuk sepeda dan becak, yang dibangun sejajar dengan jalur lalu lintas dan terpisah dari jalur lalu lintas oleh struktur fisik seperti kereb atau sejenisnya. Jalur sepeda diperlukan bila volume sepeda > 500 kendaraan/12 jam dengan volume arus lalu lintas (kendaraan bermotor-mobil) > 2000 kendaraan/12 jam. Lebar jalur minimum 2.00 meter dengan ruang bebas mendatar terhadap jalur lalu lintas 1.00 meter. Fasilitas pelengkap (utilitas) jalan umum diletakkan pada bagian dalam dari jalur sepeda, sedangkan fasilitas pelengkap (utilitas) jalur sepeda diletakkan pada bagian luarnya. Saluran air terbuka (untuk drainase jalan), ditempatkan di sebelah luar jalur sepeda, sedangkan saluran tertutup bisa digunakan sebagai bagian dari jalur sepeda (saluran ditutup dengan pelat beton). HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.35

2.8. JALUR SAMPING Jalur Samping (Frontage Road) adalah bagian dari badan jalan yang dibangun sejajar pada sepanjang jalur lalu lintas menerus. Keberadaan jalur samping dimaksudkan sebagai akses pada lahan samping jalan atau akses jalan kolektor/ lokal/lingkungan yang harus terpisah dengan jalur lalu lintas dan disediakan untuk mengamankan ruang bebas samping dari jalur lalu lintas. Ukuran lebar standar jalur samping adalah 4.00 meter dengan lebar bahu jalan (jalur samping) minimum 0.50 meter. 2.9. SALURAN SAMPING Fungsi saluran samping adalah untuk mengalirkan air (hujan-utamanya) dari permukaan perkerasan jalan ataupun dari bahu jalan, dan juga untuk menjaga agar konstruksi (perkerasan) jalan selalu pada keadaan kondisi kering (tidak terendam air hujan) Bentuk saluran biasanya berupa saluran terbuka atau saluran yang ditutup dengan pelat beton yang ditempatkan di bawah trotoar. Adapun bentuk fisiknya, bisa bisa berupa trapesium atau empat persegi panjang. Sedangkan dimensi saluran, hendaknya diestimasikan dengan metode saluran ekonomis, yang didesain sesuai dengan debit air yang diperkirakan mengalir. Kelandaian memanjang saluran biasanya mengikuti/menyesuaikan kelandaian jalan; dan bila terlalu besar (terjal) bisa didesain dengan metode terasiring boleh tidak mengikuti kelandaian jalannya. 2.10. TALUD KEMIRINGAN LERENG Talud Kemiringan Lereng Konstruksi berupa : timbunan tanah (ditutupi rumput), tembok penahan tanah, bronjong, lereng bertingkat. Talud terbentuk dari tanah hendaknya dibuat dengan kemiringan 2H : 1V, tetapi untuk tanah berpotensi dan mudah longsor, sebaiknya disesuaikan dengan landai yang aman atau diestimasi menurut stabilitas lereng. HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.36

2.11. KEREB Kereb adalah suatu struktur berupa penonjolan atau peninggian pada bagian tepi perkerasan atau jalur lalu lintas (termasuk jalur samping), yang difungsikan untuk keperluan drainase, mencegah kendaraan keluar dari perkerasan atau jalur lalu lintas dan mempertegas batas tepi perkerasan. Pada umumnya kerb digunakan pada jalan perkotaan, dimana pada ruas jalan tersebut dilengkapi dengan trotoar, sparator dan median. Bentuk fisik kerb dibuat sesuai dengan penempatannya. Kerb yang dipasang pada trotoar, biasanya berbentuk lengkung yang diperuntukkan bagi aliran air (hujan). 2.12. PENGAMAN TEPI Pengaman tepi adalah suatu perlengkapan jalan yang difungsikan untuk ketegasan tepi badan jalan dan jika terjadi kecelakaan dapat mencegah kendaraan keluar dari badan jalan, terutama pada ruas jalan yang menyusuri jurang, tepi jalan dengan timbunan besar, tikungan tajam atau pada ruas jalan yang berpotensi untuk kecepatan tinggi. Jenis pengaman tepi diantaranya adalah: Guard rail : pengaman tepi terbuat dari besi yang di-galvanized. Parapet : pengaman tepi dari bahan beton. Pengaman tepi dari tanah timbunan, pasangan batu kali atau balok kayu. HIBAH PENGAJARAN PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN B.37