LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: ANTISIPATIF DAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL Oleh : Pantjar Simatupang Agus Pakpahan Erwidodo Ketut Kariyasa M. Maulana Sudi Mardianto PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL EKONOMI PETANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2005
RINGKASAN EKSEKUTIF Berbagai topik yang berhubungan dengan isu aktual sosial ekonomi pertanian menjadi pokok bahasan dalam kajian analisis kebijakan. Topik yang dibahas antara lain mengenai penyusunan tujuan, visi dan misi pembangunan pertanian 2005 2025, strategi pengembangan produksi tanaman pangan, kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan nasional, penyusunan konsep dan operasional revitalisasi pertanian, pembanguan pertanian di propinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara paska bencana tsunami 2004 dan lain-lain. 1. Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah terwujudnya kesejahteraan masyarakat pertanian melalui sistem pertanian industrial. Oleh karena itu, pembangunan jangka panjang 2005-2025, sektor pertanian berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat pertanian dengan sasaran jangka panjang pembangunan pertanian sebagai berikut: (1) terwujudnya sistem pertanian industrial yang berdayasaing; (2) mantapnya ketahanan pangan secara mandiri; (3) terciptanya kesempatan kerja penuh bagi masyarakat pertanian; (4) terhapusnya masyarakat pertanian dari kemiskinan dan tercapainya pendapatan petani us$ 2500/kapita/tahun. Mengacu pada sasaran pembangunan jangka panjang tersebut maka visi pembangunan pertanian tahun 2025 dirumuskan sebagai berikut: Terwujudnya sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat pertanian. 2. Visi pembangunan pertanian 2025 diimplementasikan melalui kebijakan yang diarahkan untuk mendorong proses transformasi usaha pertanian menuju sistim pertanian. Garis-garis besar kebijakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: (1) membangun basis bagi partisipasi petani; (2) meningkatkan potensi basis produksi dan skala usaha pertanian; (3) mewujudkan pemenuhan kebutuhan sumberdaya insani pertanian yang berkualitas; (4) mewujudkan pemenuhan kebutuhan infrastruktur pertanian; (5) mewujudkan sistem pembiayaan pertanian tepat guna; (6) mewujudkan sistem inovasi pertanian; (7) penyediaan sistem insentif dan perlindungan bagi petani; (8) mewujudkan sistem usahatani bernilai tinggi melalui intensifikasi diversifikasi dan pewilayahan pengembangan komoditas unggulan; (9) mewujudkan agroindustri berbasis pertanian domestik di pedesaan; (10) mewujudkan sistem rantai pasok terpadu berbasis kelembagaan pertanian yang kokoh; (11) menerapkan praktek pertanian dan manufaktur yang baik; (12) mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani dan pertanian. 3. Pengembangan kedelai di dalam negeri diarahkan melalui strategi peningkatan produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas dicapai dengan penerapan teknologi yang sesuai (spesifik) bagi agroekologi/wilayah setempat. Perluasan areal tanam diarahkan melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) di lahan sawah irigasi sederhana, sawah tadah hujan dan lahan kering yang telah diusahakan. Sumbangan inovasi teknologi hasil penelitian berupa varietas unggul baru spesifik lokasi dan pengelolaan LATO merupakan andalan untuk meningkatkan produksi RE-1
baik melalui program peningkatan produktivitas maupun perluasan areal. Fokus penelitian melestarikan dan mendayagunakan plasma nutfah tamanan kedelai guna menopang kegiatan pemuliaan berkelanjutan dan produktif menghasilkan varietas unggul baru (VUB). Meningkatkan potensi komoditas kedelai lahan sawah irigasi dan lahan kering melalui sintesis teknik produksi yang terdiri dari VUB kedelai adaptif, hasil tinggi (2,5,3,0 t/ha), berbiji besar, toleran kekeringan dan toleran hama dan penyakit disertai komponen pengelolaan LATO yang efisien Mengkarakterisasi faktor biofisik lahan sebagai landasan pengembangan PRIMATANI berbasis tanaman kedelai. 4. Kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan nasional dapat diidentikkan dengan kebijakan pangan yang mengacu pada pencapaian ketahanan pangan yang berkelanjutan. Berdasarkan fakta keragaan dan perkembangan kemandirian pangan maka dapat dipilih beberapa kebijakan dan strategi peningkatan kemandirian pangan sebagai berikut : Pertama, kebijakan yang mempunyai dampak sangat positif dalam jangka pendek adalah subsidi input, peningkatan harga output, dan perdagangan pangan termasuk intervensi distribusi. Kedua, pilihan kebijakan yang sangat positif dalam jangka panjang adalah perubahan teknologi, ekstensifikasi, jaring pengaman ketahanan pangan, investasi infrastruktur, kebijaksanaan makro pendidikan dan kesehatan. Ketiga, Kebijakan pembangunan sektor non pertanian memberikan dampak positif medium, kebijakan diversifikasi pertanian dan pekerjaan umum memberikan dampak positif yang rendah pada produksi pangan dalam jangka panjang. Berdasarkan kinerja kebijaksanaan masa lalu dan antisipasi pertumbuhan ekonomi dan karakteristik pilihan kebijaksanaan, maka prospek kebijaksanaan pengembangan produksi pangan (khususnya tanaman pangan) adalah : Pertama, meningkatkan produksi dalam negeri melalui perbaikan mutu intensifikasi, perluasan areal, perbaikan jaringan irigasi, penyediaan sarana produksi yang terjangkau oleh petani, pemberian insenif berproduksi melalui penerapan kebijakan harga input maupun harga output; Kedua, pengembangan teknologi panen dan pasca panen untuk menekan kehilangan hasil; Ketiga, pengembangan varietas tipe baru (ideal plant tipe) untuk padi dan pengembangan varietas dengan produktivitas tinggi untuk komodita pasar lainnya. 5. Dari sisi sumberdaya lahan, strategi dan kebijakan pertanian ke depan diarahkan untuk dapat memanfaatkan lahan terlantar secara optimal di 13 propinsi, pengendalian konversi lahan pertanian dan peningkatan luas penguasaan lahan oleh petani. Tujuan pemanfaatan lahan terlantar adalah memfasilitasi masyarakat untuk menggunakan lahan tersebut untuk pertanian, dengan bimbingan teknis, bantuan langsung dan kredit yang disediakan pemerintah. Peta lahan terlantar tersebut sudah tersedia dalam skala 1 : 50.000. 6. Penataan kembali sistem penyuluhan pertanian dilakukan dengan langkahlangkah berikut: (1) Koordinasi antar instansi, konsultasi publik (pakar dan stakeholder terkait) dalam menyusun naskah akademik dan Rancangan Undang Undang (RUU) Penyuluhan Pertanian yang telah disepakati dengan DPR RI, dan selanjutnya akan diproses sebagai hak inisiatif DPR RI; dan (2) Pengaktifan kembali penyuluhan pertanian melalui: (a) Pengaturan kewenangan dan organisasi penyuluhan pertanian, yang disesuaikan RE-2
dengan UU No 32 tahun 2004 yang telah mendapatkan dukungan dari Departemen Dalam Negeri dan Kantor Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara; (b) Penguatan kelembagaan penyuluhan yang ada sampai terbitnya UU Penyuluhan Pertanian; (c) Penyelesaian pengangkatan tenaga honorer penyuluhan pertanian, khususnya 1.634 orang penyuluh pertanian honorer yang sudah memiliki masa kerja 10 tahun; (d) Pengembangan penyuluh swakarsa; (e) Dukungan pembiayaan penyuluhan baik untuk pelatihan, uang kerja bimbingan penyuluh maupun pertemuan/forum petani; dan (f) Perbaikan persyaratan jabatan penyuluh pertanian dan sistem angka kredit. 7. Strategi yang ditempuh dalam rangka mengembangkan pembiayaan pertanian adalah mengembangkan pola subsidi bunga kredit agar kredit perbankan terjangkau oleh petani kecil di pedesaan. Selain itu akan dikembangkan pola penjaminan kredit dan pola pendampingan bagi usaha kecil dan menengah. Dalam jangka menengah akan dikembangkan lembaga keuangan khusus pertanian dan lembaga keuangan mikro pedesaan untuk pembiayaan usaha agribisnis dan agroindustri. 8. Strategi peningkatan ekspor akan ditempuh melalui peningkatan daya saing produksi dalam negeri dan peningkatan pangsa pasar ekspor. Peningkatan daya saing produksi dalam negeri ditempuh melalui pemberdayaan petani dan pelaku usaha pertanian untuk mampu mengakses teknologi pengolahan hasil dan informasi pasar. Selain itu ditumbuhkembangkan industri pengolahan hasil pertanian di pedesaan dengan meningkatkan volume, nilai dan keragaman produk baik segar maupun olahan. Harmonisasi tarif, pajak dan pungutan ekspor serta standarisasi mutu produk terus diupayakan. 9. Untuk memperkuat ketahanan pangan masyarakat maka upaya yang dilakukan diarahkan pada (a) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (b) distribusi pangan yang lancar dan merata, dan (c) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi dan kaidah kesehatan. 10. Pada tahun 2004 Departemen Pertanian telah menyusun kebijakan mengenai percepatan diseminasi/adopsi teknologi (PRIMA TANI). Implementasinya telah dimulai pada tahun 2005 yang difokuskan pada tujuh sub agroekosistem, yaitu: (1) Lahan sawah intensif; (2) Lahan sawah semiintensif; (3) Lahan kering dataran rendah beriklim kering; (4) Lahan kering dataran tinggi beriklim kering; (5) Lahan kering dataran rendah beriklim basah; (6) Lahan kering dataran tinggi beriklim basah; dan (7) Lahan rawa pasang surut. Kegiatannya dilaksanakan di 15 provinsi yang mencakup 22 lokasi Laboratorium Agribisnis. Pada tahun 2006, lokasi Laboratorium Agribisnis akan ditambah dengan 10 provinsi yaitu Nanggroe Aceh Darusalam, Riau, Jambi, Bengkulu, Banten, DI Yogyakarta, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Utara, sehingga seluruhnya berjumlah 25 provinsi yang mencakup 32 Laboratorium Agribisnis. 11. Keberhasilan revitalisasi pertanian dapat diukur dengan beberapa indikator, diantaranya terjadinya perubahan pola pikir dan komitmen berupa dukungan dari stakeholders terkait tentang pentingnya pertanian. Sementara itu dari output pembangunan pertanian diindikasikan oleh : (a) disepakatinya lahan pertanian abadi pada beberapa sentra produksi pertanian, dan terpenuhinya RE-3
luas lahan minimal oleh petani, terutama petani yang berada di Jawa dan Bali, (b) terjaganya swasembada beras secara berkelanjutan, swasembada jagung tahun 2007, tercapainya produksi kedelai 65 persen dari kebutuhan pada tahun 2010, swasembada gula tahun 2009 dan swasembada daging sapi tahun 2010, (c) tercapainya pendapatan per-kapita petani sekitar 2500 US $ per-kapita/tahun, dan (d) menurunnya jumlah penduduk miskin dari 19 persen menjadi 15 persen pada tahun 2009, serta meningkatnya penyerapan tenaga kerja menjadi 44,5 juta orang tahun 2009. 12. Pelaksanaan kegiatan pembangunan pertanian tahun 2005-2009, dirumuskan dalam tiga program utama, yaitu; (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis; dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. 13. Program peningkatan ketahanan pangan ditujukan dalam rangka dicapainya ketersediaan pangan yang cukup dan beragam pada tingkat nasional, regional dan rumah tangga, dan meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mewujudkan ketahanan pangan. Program pengembangan agribisnis dimaksudkan untuk memfasilitasi berkembangnya usaha pertanian agar produktif dan efisien menghasilkan berbagai produk pertanian yang memiliki nilai tambah dan dayasaing yang tinggi baik di pasar domestik maupun pasar internasional. Sedangkan Program peningkatan kesejahteraan petani bertujuan untuk meningkatan pendapatan petani melalui pemberdayaan petani, pengembangan kelembagaan dan peningkatan akses petani, terhadap sumberdaya usaha pertanian. 14. Rehabilitasi pertanian di Nanggroe Aceh Darusallam harus dilakukan dengan berdasarkan pada tingkat kerusakan lahan pertanian. Pada daerah yang rusak parah, rehabilitasinya dijalankan dengan membutuhkan berbagai peralatan berat, bantuan teknis termasuk bantuan finansial untuk mendorong kegiatan pertanian. Program rehabilitasi pertanian di NAD harus dilakukan dengan arahan sebagai berikut : (1) teknologi pertanian yang digunakan harus mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan dan aktivitas pertanian yang dilakukan harus mengacu pada permintaan pasar, (2) pembangunan pertanian dilakukan dengan orientasi komersial dan diupayakan dari tingkat subsisten ke skala yang lebih besar, (3) Membangun sistem agribisnis dengan mengacu pada permintaan pasar. Program pembangunan pertanian diwilayah yang terkena tsunami akan berhasil bila (1) Memperkuat komunikasi dan koordinasi yang efektif dinatara pihak-pihak yang berkepentingan yang pembangunan agribisnis, mulai dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dan membangun kemitraan dengan pihakpihak yang membantu program rehabilitasi dimasing masing wilayah, (2) Mendorong para pembuat keputusan dengan rekomendasi hasil-hasil penelitian pembangunan pertanian, (3) Mempersiapkan bantuan finansial untuk pelaksanaan program-program pertanian dalam mencapai tujuan pembangunan pertanian. RE-4