PERENCANAAN PERBAIKAN HABITAT SATWA LIAR BURUNG PASCA BENCANA ALAM GUNUNG MELETUS Oleh : I R W A N T O, 2006

dokumen-dokumen yang mirip
1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

Definisi Vulkanisme. Vulkanisme

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Individu Populasi Komunitas Ekosistem Biosfer

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung merupakan satwa yang mempunyai arti penting bagi suatu ekosistem

Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

5/4/2015. Tim Dosen Biologi FTP Universitas Brawijaya

Prinsip-Prinsip Ekologi. Faktor Biotik

keadaan seimbang (Soerianegara dan Indrawan, 1998).

STANDAR KOMPETENSI. kehidupan manusia. 1.Mendeskripsikan keragaman bentuk muka bumi, proses pembentukan dan dampaknya terhadap kehidupan.

Tugas Portofolio Pelestarian Hewan Langka. Burung Jalak Bali

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

II. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB II. PELESTARIAN LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan sebagai daya tarik wisata, seperti contoh wisata di Taman Nasional Way

II. TINJAUAN PUSTAKA. Burung adalah salah satu pengguna ruang yang cukup baik, dilihat dari

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

EKOSISTEM. Yuni wibowo

I. PENDAHULUAN. Kawasan lahan basah Bujung Raman yang terletak di Kampung Bujung Dewa

TUNTAS/PKBM/1/GA - RG 1 Graha Pustaka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN SALING KETERGANTUNGAN ANTAR MAKHLUK HIDUP

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis)

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 1. Pengetahuan Dasar GeografiLATIHAN SOAL BAB 1. Daljoeni. R.Bintaro

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seluruh jenis rangkong (Bucerotidae) di Indonesia merupakan satwa yang

BAB I PENDAHULUAN. seumur. Namun, di dalam hutan tanaman terdapat faktor yang sering dilupakan,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1998 TENTANG KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Komponen rantai makanan menurut nicia/jabatan meliputi produsen, konsumen, dan pengurai. Rantai makanan dimulai dari organisme autotrof dengan

PIL (Penyajian Informasi Lingkungan)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Prosedur Pelaksanaan ANDAL

I. PENDAHULUAN. Primata merupakan salah satu satwa yang memiliki peranan penting di alam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang mencapai sekitar pulau. Perbedaan karakteristik antar pulau

Lampiran 3. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Ekologi

C. Model-model Konseptual

PENYEBARAN KOMUNITAS FAUNA DI DUNIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pembahasan Video : 2/SMP/Kelas 7/BIOLOGI/BAB 11/BIO smil/manifest.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Habitat 2.2 Komunitas Burung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 50. Pengantar Ekologi dan Biosfer. Suhu Suhu lingkungan. dalam pesebaran. membeku pada suhu dibawah 0 0 C,dan protein.

I. PENDAHULUAN. Berkurangnya luas hutan (sekitar 2 (dua) juta hektar per tahun) berkaitan

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

I. PENDAHULUAN. dunia. Frekuensi erupsi Gunungaapi Merapi yang terjadi dalam rentang waktu 2-

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pendekatan Konservasi Melalui Aspek Medis Teknik medis konservasi mulai diperlukan dengan mempertimbangkan adanya berbagai ancaman yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kukang di Indonesia terdiri dari tiga spesies yaitu Nycticebus coucang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jenis Bahaya Geologi

TINJAUAN PUSTAKA. Langkat. Pulau Sembilan ini memiliki luas ± 15,65 km 2 atau ± 9,67% dari total

Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak

DAMPAK PEMBANGUNAN PADA KOMPONEN IKLIM

BAB I PENDAHULUAN. dan kuat yang sebarannya hanya terdapat di pulau-pulau kecil dalam kawasan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

RUANG LINGKUP EKOLOGI

BUKU CERITA DAN MEWARNAI PONGKI YANG LUCU

I. PENDAHULUAN. Amfibi merupakan salah satu komponen penyusun ekosistem yang memiliki

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1999 Tentang : Pengawetan Jenis Tumbuhan Dan Satwa

Beruang Kutub. (Ursus maritimus) Nana Nurhasanah Nabiilah Iffatul Hanuun

I. PENDAHULUAN. paling tinggi di dunia. Menurut World Wildlife Fund (2007), keanekaragaman

1. Kebakaran. 2. Kekeringan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rukmana (1997), sistematika tanaman jagung (Zea mays L.) adalah sebagai

I. PENDAHULUAN. Semua lahan basah diperkirakan menutupi lebih dari 20% luas daratan Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VII KEBAKARAN HUTAN

BAB I PENDAHULUAN. kelembaban. Perbedaan ph, kelembaban, ukuran pori-pori, dan jenis makanan

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 1. Pengetahuan Dasar GeografiLatihan Soal Objek studi geografi. Objek formal. Objek material.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Geografi LINGKUNGAN HIDUP DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN I. K e l a s. Kurikulum 2006/2013. A. Pengertian Lingkungan Hidup

PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1999 TENTANG PENGAWETAN JENIS TUMBUHAN DAN SATWA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

BAB I PENDAHULUAN. menempatkan Indonesia pada peringkat keempat negara-negara yang kaya

Modul 1. Hutan Tropis dan Faktor Lingkungannya Modul 2. Biodiversitas Hutan Tropis

Kuliah ke-2. R. Soedradjad Lektor Kepala bidang Pengelolaan Sumberdaya Alam

I. PENDAHULUAN. 2007:454). Keanekaragaman berupa kekayaan sumber daya alam hayati dan

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tentang. sumber daya alam. Pasal 2 TAP MPR No.IX Tahun 2001 menjelaskan

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

PERATURAN PEMERINTAH Nomor 68 Tahun 1998, Tentang KAWASAN SUAKA ALAM DAN KAWASAN PELESTARIAN ALAM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies

Transkripsi:

PERENCANAAN PERBAIKAN HABITAT SATWA LIAR BURUNG PASCA BENCANA ALAM GUNUNG MELETUS Oleh : I R W A N T O, 2006 1. PENDAHULUAN Bencana alam gunung meletus merupakan suatu daya alam yang dapat merusak hutan dan habitat satwa liar bahkan memusnakan kehidupan yang ada di wilayah tersebut. Gunung meletus adalah gejala vulkanis yaitu peristiwa yang berhubungan dengan naiknya magma dari dalam perut bumi. Magma adalah campuran batu-batuan dalam keadaan cair, liat serta sangat panas yang berada dalam perut bumi. Aktifitas magma disebabkan oleh tingginya suhu magma dan banyaknya gas yang terkandung di dalamnya sehingga dapat terjadi retakan-retakan dan pergeseran lempeng kulit bumi. Magma dapat berbentuk gas padat dan cair. Proses terjadinya vulkanisme dipengaruhi oleh aktivitas magma yang menyusup ke lithosfer (kulit bumi). Apabila penyusupan magma hanya sebatas kulit bumi bagian dalam dinamakan intrusi magma. Sedangkan penyusupan magma sampai keluar ke permukaan bumi disebut ekstrusi magma. Letusan eksplosif atau bertahap, yang mengeluarkan abu panas, aliran pyroklastik, gas dan debu. Kekuatan-kekuatan letusan bisa menghancurkan bangunan-bangunan, hutanhutan dan infrastruktur yang dekat dengan gunung berapi dan gas-gas beracun bisa mematikan. Abu panas jatuh sejauh berkilo-kilo meter di sekitar gunung, membakar dan mengubur tempat-tempat hunian. Debu bisa terbawa angin dalam jarak yang jauh, dan jatuh sebagai polutan di tempat-tempat hunian yang jauh sekali jaraknya. Lava cair yang dilepas dari kawah vulkanis dan bisa mengalir berkilo-kilo meter jauhnya sebelum akhirnya membeku. Panas lava akan membakar sebagian besar barang-barang yang berada pada jalur aliran lava. Gunung-gunung berapi bersalju menderita karena cairnya es yang menyebabkan aliran-aliran puing-puing dan tanah longsor yang bisa mengubur bangunanbangunan. Letusan gunung berapi bisa mengubah pola-pola cuaca setempat, dan menghancurkan ekologi setempat. Gunung berapi juga menyebabkan gerakan kuat ke atas dari daratan selama proses pembentukannya. www.irwantoshut.com 1

Ciri ciri gunung api yang akan meletus, antara lain: 1) Suhu di sekitar gunung naik. 2) Mata air mejadi kering 3) Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang kadang disertai getaran (gempa) 4) Tumbuhan di sekitar gunung layu, dan 5) Binatang di sekitar gunung bermigrasi. Peristiwa vulkanik yang terdapat pada gunung berapi setelah meletus (post vulkanik), antara lain: terdapatnya sumber gas H2 S, H2O,dan CO2 dan Sumber air panas atau geiser. Sumber gas ini ada yang sangat berbahaya bagi kehidupan. 2. SATWA BURUNG Untuk merencanakan perbaikan habitat satwa liar burung pasca bencana alam gunung meletus perlu diketahui terlebih dahulu jenis-jenis satwa dan habitat yang akan dikelola : 2.1. Maleo (Macrochepalon maleo) Maleo yang nama latinnya Macrocephalon Maleo merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi dan aktivitas sehari-hari hanya berjalan dengan bertumpu pada kekuatan kakinya yang kokoh. Ciri-cirinya, antara lain tubuhnya lebih besar dari entok, serta sebagian besar warna badannya hitam mengkilap, namun pada bagian lehernya berwarna putih. Burung yang hidup di hutan yang jauh dari kebisingan. Ciri lainnya, maleo memiliki jambul pada bagian kepala. Keunikan burung ini yakni berat telurnya berkisar 220-253 gram, atau lima kali lebih besar dari telur ayam. Maleo sendiri bertelur dengan cara menggali lubang di tanah berpasir dengan kedalaman antara 50-80 centimeter. Lubang itu kemudian ditutup pasir dengan cakarnya yang kokoh, sehingga telur akan mendapat kehangatan dari pasir penutupnya, dan baru menetas setelah hari ke-69 hingga 72. www.irwantoshut.com 2

Gambar.1. Maleo (Macrochepalon maleo) 2.2. Merak Hijau (Pavo muticus) Hidup di alam terbuka dan padang rumput dan dapat dijumpai di Pulau Jawa. Merak merupakan jenis burung yang indah dan helita, mempunyai ukuran yang besar dengan kaki yang panjang dan ramping. Merak jantan mempunyai bulu ekor panjang yang sangat indah dan dapat direntangkan seperti kipas raksasa. Kalau pada saat musim kawin merak jantan sering memperagakan penutup ekornya untuk menarik sang betina. Gambar.2. Merak Hijau (Pavo muticus) www.irwantoshut.com 3

3. PERENCANAAN PENGELOLAAN HABITAT Satu aspek yang diperlukan adalah pengelolaan satwa dan habitatnya di dalam kawasan pasca bencana alam gunung meletus yang dapat dilakukan melalui pembinaan habitat dan pembinaan populasi. Pembinaan habitat merupakan kegiatan untuk memperbaiki keadaan habitat guna mempertahankan keberadaan atau menaikan kualitas tempat hidup satwa agar dapat hidup layak dan mampu berkembang. Sedangkan pembinaan populasi dimaksudkan untuk menjamin kondisi kualitas dan kuantitas populasi satwa di dalam kawasan agar tetap stabil sesuai daya dukungnya (carrying capacity). 3.1. PENGERTIAN DAN BATASAN Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembang biakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung organisme disebut daya dukung habitat. Dalam hidupnya, satwa liar burung membutuhkan pakan, air dan tempat berlindung dari panas dan pemangsa serta tempat untuk bersarang, beristirahat dan memelihara anaknya. Seluruh kebutuhan tersebut diperoleh dari lingkungannya atau habitat dimana satwa liar hidup dan berkembang biak. Dilihat dari komposisinya di alam, habitat satwa liar terdiri dari 3 komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: 1. Komponen biotik meliputi: vegetasi, satwaliar, dan organisme mikro. 2. Komponen fisik meliputi: air, tanah, iklim, topografi, dll. 3. Komponen kimia, meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik maupun komponen fisik. Secara fungsional, seluruh komponen habitat di atas menyediakan pakan, air dan tempat berlindung bagi satwa liar burung. Jumlah dan kualitas ketiga sumber daya fungsional tersebut akan membatasi kemampuan habitat untuk mendukung populasi satwa liar. Komponen fisik habitat (iklim, topografi, tanah dan air) akan menentukan www.irwantoshut.com 4

kondisi fisik habitat yang merupakan faktor pembatas bagi ketersediaan komponen biotik di habitat tersebut. Di lingkungan dengan kondisi fisik yang ekstrim, aktivitas biologi relatif kurang berkembang, sedangkan di lingkungan yang kondisi fisiknya sesuai, interaksi dalam ekosistem, habitat secara efektif akan membatasi pertumbuhan populasi satwa liar. Suatu habitat yang digemari oleh suatu jenis satwa belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis satwa yang lain karena pada dasarnya setiap jenis satwa memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda. Berkurangnya habitat disebabkan karena beberapa faktor. Ada tiga faktor utama yang dinilai sangat mempengaruhi terhadap perubahan habitat, yaitu: aktivitas manusia, satwa liar dan bencana alam seperti gunung meletus. 3.2. RUANG LINGKUP PENGELOLAAN SATWA LIAR Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar adalah: Mempertahankan keanekaragaman spesies. Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan. Untuk dapat melakukan pengelolaan satwa liar diperlukan pengetahuan mengenai biologi, ekologi dan perilaku satwa liar. Satwa liar di alam berinteraksi dengan lingkungan atau habitatnya, baik komponen biotik maupun abiotik. Interaksi antara satwa liar dengan lingkungannya dinamakan ekologi satwa liar yang merupakan dasar bagi pengelolaanya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung pertumbuhan populasi satwa liar hingga mencapai batas maksimum kemampuannya. Populasi satwa liar di alam dapat naik turun, atau stabil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), imigrasi dan emigrasi. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor-faktor ekologis habitatnya, yaitu: ketersediaan pakan, air, tempat berlindung, perubahan vegetasi, iklim, pemangsaan, penyakit, bencana alam, dan aktivitas manusia (vandalisme). www.irwantoshut.com 5

Gambar 3. Ruang Lingkup, Sasaran, Tujuan dan Proses Pengelolaan Satwa Liar www.irwantoshut.com 6

3.3. PEMBINAAN POPULASI DAN HABITAT SATWA A. Pembinaan Populasi 1. Pengelolaan Populasi Satwa Burung Untuk mengelola kawasan yang dilindungi, pengelola perlu mengukur kebutuhan ekologi dari spesies, memantau ukuran dan struktur umur populasi, kesehatan dan fluktuasi populasi. Dalam situasi di alam, populasi spesies menurun, jatuh dan mungkin mengalami kepunahan lokal. Berbagai faktor penyebab spesies menjadi langka dan terancam antara lain: hilang atau rusaknya bagian vital dari habitatnya, tingginya mortalitas atau rendahnya reproduksi, perubahan iklim, geologi atau evolusi. Berbagai upaya dalam pembinaan populasi satwa burung disusun kebijakan dan strategi konservasi dengan kerjasama berbagai instansi dan LSM serta organisasi/badan dunia yang interes terhadap flora-fauna. Sedangkan pembinaan populasi satwa burung di Kawasan pasca bencana alam gunung meletus ditempuh berupa: 1. Inventarisasi, 2. Pengamanan, 3. Penyadaran masyarakat, 4. Recovery habitat dan introduksi. Pengelolaan satwa liar di kawasan pasca bencana alam gunung meletus dapat ditingkatkan secara intensif, sehingga dapat dihasilkan daya dukung yang optimal. Untuk menetapkan daya dukung habitat dibutuhkan informasi mengenai biologi dan ekologi satwa liar. Prioritas utama adalah mengetahui terlebih dahulu mengenai populasi, pergerakan, pertumbuhan, dan potensi habitat. Pengelolaan diprioritaskan kepada perbaikan dan seleksi populasi. Tindakan pembinaan populasi dan habitat satwa sasaran penekannya terhadap populasi yang kurang, lebih dan stabil. Terhadap populasi yang kurang pembinaan yang dilakukan berupa perbaikan habitat dan penambahan populasi. Sedangkan untuk populasi yang stabil pembinaan yang dilakukan berupa pemeliharaan dan pengamanan kawasan. www.irwantoshut.com 7

Kerangka pemikiran upaya pembinaan populasi dan habitat satwa di gambarkan sebagai berikut (Gambar 4). Gambar 4. Alur Pikir Pembinaan Populasi dan Habitat Satwa Burung B. Pembinaan Habitat Dalam pembinaan habitat satwa liar ada tiga komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: komponen biotik (meliputi: vegetasi, satwaliar, dan organisme mikro), komponen fisik (meliputi: air, tanah, iklim, topografi, dll.) dan komponen kimia (meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik maupun komponen fisik). 1. Pengelolaan Pakan Berdasarkan jenis pakan dan kebiasaan makannya maka satwa dapat dibedakan sebagai satwa pemakan buah dan biji (frugivor), rumput, daun, pucuk (herbivora), pemakan serangga (insectivor), pemakan daging (karnivora) dan pemakan segalanya (omnivora). Upaya dalam pengelolaan pakan biasanya berupa peningkatan kualitas dan kuantitas. Untuk penanaman kawasan pasca bencana gunung meletus yang ditujukan www.irwantoshut.com 8

untuk habitat satwa liar burung Maleo dan Merak diusahakan jenis yang merupakan pakan satwa tersebut. 2. Pengelolaan Air Untuk memenuhi kebutuhan satwa akan air untuk minum, berkubang, dll selain memanfaatkan air bebas dari alam (sungai, air hujan, embun dan sumber-sumber lain) diperlukan sarana tambahannya. Misalnya, pembuatan tempat minum, pembuatan kubangan dan kontrol terhadap kualitas air. 3. Pengelolaan Pelindung (Cover) Kebutuhan perlindungan dari terik matahari, hujan dan pemangsa, sangat dibutuhkan satwa. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang pola penggunaan ruang setiap spesies satwa. Pengelolaan cover berkaitan erat dengan pengaturan vegetasi. Selain itu perlu diketahui juga tentang preferensi habitat setiap spesies satwa. Kegiatan yang mungkin dilakukan dalam pengelolaan pelindung misalnya peningkatan jumlah pohon peneduh yang dibutuhkan oleh satwa. Dalam perbaikan habitat memerlukan pengkajian terhadap aspek penyebab kerusakan habitat dan daya dukung habitat yang dibutuhkan oleh setiap satwa. Seperti diketahui bahwa maleo ketika bertelur akan membenamkan telurnya kedalam pasir, sehingga perlu disediakan tempat untuk hewan itu bertelur. C. Pemantauan Populasi dan Habitat Pemantauan biasanya bertujuan untuk mengetahui kecenderungan jumlah populasi spesies flora dan fauna setelah bencana gunung meletus, pengukuran keberhasilan reproduksi dan penilaian kualitas atau kondisi spesies dan habitat. Populasi satwa di dalam habitatnya dapat mengalami fluktuatif. Kegiatan pembinaan populasi satwa merupakan upaya pengelolaan untuk menjamin kemantapan jumlah populasi dan jenis satwa di habitat alaminya. Parameter pemantauan yang diukur dalam pembinaan populasi adalah jumlah individu setiap jenis dan jumlah individu seluruh jenis. Selain itu parameter tambahan yang perlu diukur adalah frekwensi penemuan satwa dan jarak pandang rata-rata. www.irwantoshut.com 9

Beberapa metode yang digunakan dalam pemantauan populasi antara lain metode secara langsung yaitu: Drive Census dan Cruising Method dan metode secara tidak langsung yaitu: Track Counts (menghitung populasi melalui jejak kaki/teracak), pendugaan berdasarkan perubahan perbandingan, pellet group count, Metode transek, concentration count, dll. Penggunaan metode pemantauan harus disesuaikan dengan jenis satwanya dan waktu pengamatan yang tepat. Pemantauan habitat meliputi: perbaikan komponen habitat dan preferensi jenis terhadap habitatnya. Beberapa parameter yang diukur antara lain; vegetasi, satwa, dan penggunaan ruang. Hasil-hasil pemantauan akan berguna dalam banyak kepentingan manajemen kawasan pasca bencana alam gunung meletus secara keseluruhan antara lain: memutuskan apakah tindakan pengelolaan habitat cukup efektif dan berguna, perbaikan dalam implementasi pengelolaan habitat, memahami dinamika ekologis habitat dan mengetahui apakah pengelolaan habitat mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan populasi satwa. 4. KEBUTUHAN BANTUAN INTERNASIONAL Badan PBB FAO, UNESC0, UNEP adalah tiga badan PBB yang paling menaruh perhatian terhadap masalah lingkungan. Contoh proyek yang dibiayai adalah program pengembangan kawasan konservasi di Indonesia. Organisasi Multilateral Beberapa organisasi seperti Colombo Plan, OAS, EEC, dll. Contoh proyek yang dibiayai pelestarian penyu di Irian Jaya (Council of Europa). LSM dengan Program Internasional LSM, IUCN dan WWF adalah organisasi yang paling aktif di negara tropika, menyokong proyek lapangan di seluruh dunia untuk menetapkan dan mengelola kawasan yang dilindungi. Bantuan Bilateral CIDA - Canada; DANIDA - Denmark; USAID; DGIS Netherlands. Contoh proyek: School of Enviromental Conservation Bogor, Indonesia Bank Dunia dan Sumber-sumber lain. www.irwantoshut.com 10

6. KESIMPULAN Terdapat tiga faktor penyebab spesies menjadi langka atau terancam kepunahan yaitu: hilang atau rusaknya habitatnya, tingginya mortalitas atau rendahnya reproduksi dan perubahan iklim, geologi atau evolusi. Beberapa tindakan pengelolaan yang dapat dipertimbangkan untuk membantu suatu populasi kecil yang menurun atau terancam: menghentikan perubahan habitat, memperluas perlindungan koridor migrasi, tempat berkembangbiak, dan istirahat, mengembangkan pengelolaan habitat, melindungi spesies terancam secara aktif, mengurangi pemangsaan hewan muda secara fisik, pembiakan buatan, penyediaan komponen-komponen habitat,mngendalikan atau melenyapkan spesies eksotik, pengendalian atau pemusnahan satwa feral, mengurangi jumlah pemangsa, pengendalian penyakit, pemindahan sebagian populasi, pemasokan stok kembali, pengembangbiakan, dan membuat peraturan baru. Pengelolaan tetap harus disesuaikan dengan kebijakan, strategi, dan arahan pengelolaan dari masing-masing jenis kawasan yang dilindungi. Beberapa prinsip pokok yang harus diperhatikan dalam pengelolaan habitat agar tidak bertentangan dengan tujuan konservasi, ialah pertimbangan ekologis, prinsip keterpaduan, efektifitas kegiatan, dan secara teknis dapat dikerjakan serta secara ekonomi dapat dilaksanakan. www.irwantoshut.com 11