Merayakan Bulan Gus Dur dalam Maulid dan Natal!

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

PERSATUAN DAN KERUKUNAN

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Persatuan Dalam al-quran dan Sunnah

UKDW BAB I. (Bandung: Pustaka Setia, 2015), h

BAB IV ANALISIS TENTANG TOLERANSI MASYARAKAT ISLAM TERHADAP KEBERADAAN GEREJA PANTEKOSTA DI DESA TELAGABIRU

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

PEMANTAPAN KERUKUNAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA DALAM MENCEGAH BERKEMBANGNYA FAHAM RADIKAL PUSAT KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KEMENTERIAN AGAMA

BAB IV ANALISIS. Pustaka Pelajar, 2001, hlm Azyumardi Azra, Kerukunan dan Dialog Islam-Kristen Di Indonesia, dalam Dinamika

BAB I PENDAHULUAN. sekali. Selain membawa kemudahan dan kenyamanan hidup umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. beragama itu dimungkinkan karena setiap agama-agama memiliki dasar. damai dan rukun dalam kehidupan sehari-hari.

Polemik di balik istiiah 'Islam Nusantara'

Universitas Sumatera Utara REKONSTRUKSI DATA B.1. Analisa

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan. Tak ada dua individu yang memiliki kesamaan secara

Pengalaman dan Perjuangan Perempuan Minoritas Agama Menghadapi Kekerasan dan Diskriminasi Atas Nama Agama

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Isra Miraj Nasional, Jakarta, 7 Juni 2013 Jumat, 07 Juni 2013

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Nasional, Jakarta, 27 Desember 2012 Kamis, 27 Desember 2012

ARTIKEL ILMIAH POPULER STUDY EXCURSIE

BAB V PENUTUP. mempertahankan identitas dan tatanan masyarakat yang telah mapan sejak lama.

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia

BAB V PENUTUP. Al-Quran yang ditelaah melalui konsep Pendidikan Islam, penulis menemukan

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011

pendekatan agama-budaya atasi terorisme

BAB V PENUTUP Kesimpulan

Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?

sambutan Presiden RI pada Perayaan Natal Bersama Nasional, 27 Desember 2010 Senin, 27 Desember 2010

KESINAMBUNGAN AGAMA-AGAMA

BAB 1 PENDAHULUAN. dari segala dimensi. Sebagai sebuah bangsa dengan warisan budaya yang

Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sehingga tidak memicu terjadinya konflik sosial didalam masyarakat.

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Waisak Nasional Tahun 2013, Jakarta, 26 Mei 2013 Minggu, 26 Mei 2013

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

Hari Raya Korban? (Idul Adha)

Pendidikan Agama Islam

Hari Raya Korban? Hari Raya Korban? (Idul Adha) (Idul Adha) Yesus menyatakan:

Persatuan Islam dalam Perspektif Imam Shadiq

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

EFEK KESEHARIAN TAKWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISIS PERAN ULAMA DALAM MENDIDIK AKHLAK REMAJA. A. Analisis Akhlak Remaja di Desa Karanganom

BAB V PENUTUP. dalam penelitian novel Saya Mujahid Bukan Teroris karya Muhammad B.

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB IV ANALISIS PERAN ORGANISASI PEMUDA DALAM MEMBINA KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dewasa ini penyimpangan sosial di Indonesia marak terjadi dengan

Gereja dan Toleransi Beragama (Usaha GBKP Semarang dalam mewujudkan Toleransi antar umat beragama) FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

BAB IV ANALISIS DATA

MEMBANGUN KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA: Perspektif Sosiologis. Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi Guru Besar Sosiologi IAIN Sunan Ampel

EMPAT AGENDA ISLAM YANG MEMBEBASKAN

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

C. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

PENTINGNYA TOLERANSI DALAM PLURALISME BERAGAMA

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN. a. Keharusan saling mengenal, b. Keberagamaan keyakinan, c. Keberagamaan etnis.

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

Materi PAI. Bab IX Meneladani Perjuangan Rasulullah Saw di Madinah. Oleh Yuliandre

BAB I PENDAHULUAN. harus dijaga di Indonesia yang hidup di dalamnyaberbagai macam suku, ras,

11. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar (SD)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Dalam menjalani kehidupan sosial dalam

Dawam Rahardjo: Saya Muslim dan Saya Pluralis

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

Bagaimana agar intoleransi tak berlanjut sesudah pilkada DKI Jakarta?

ETIKA. Membangun Masyarakat Islam Modern. Informatika. Dr. Rais Hidayat.

KESEPAKATAN PEMUKA AGAMA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. umum dikenal dengan masyarakat yang multikultural. Ini merupakan salah satu

I. PENDAHULUAN. agama-agama asli (agama suku) dengan pemisahan negeri, pulau, adat yang

Plenary Session III : State and Religion-Learning from Best Practices of each Country in Building the Trust and Cooperation among Religions

UJIAN SEMESTER I SEKOLAH BINA NUSANTARA Tahun Ajaran

BAB IV ANALISIS PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA. maka dalam bab ini peneliti kemukakan secara garis besar mengenai

BAB IV KESIMPULAN. dipenuhi dengan budaya-budaya yang beragam di mana mengakui keberagaman,

BAB IV PENUTUP. tesis ini untuk menjawab rumusan masalah dapat penulis uraikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Tidak hanya menyebarkan di daerah-daerah yang menjadi

Sambutan Presiden RI pada Musabaqah Tilawatil Qur'an, 5 Juni 2010 Sabtu, 05 Juni 2010

BAB IV ANALISIS UPAYA DAN KENDALA REKONSILIASI KONFLIK PORTO-HARIA. Dengan mencermati realita konflik yang terjadi di Negeri Porto-Haria,

Romo PC. Siswantoko, Pr Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam/Devisi Sosial Politik KWI

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Quran 1430 H, Senin, 07 September 2009

Bung Karno, pohon sukun dan Pancasila

Pendidikan Agama Islam Bab 11 ISLAM DAN TOLERANSI

BAB IV ANALISIS. A. Faktor-faktor Penghambat

BAB I PENDAHULUAN. keberagamaan, cita-cita, perspektif, orientasi hidup. Tingginya pluralisme bangsa Indonesia membuat potensi konflik bangsa

Siaran Pers Kemendikbud: Penguatan Pendidikan Karakter, Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional Senin, 17 Juli 2017

LEONARD PITJUMARFOR, 2015 PELATIHAN PEMUDA PELOPOR DALAM MENINGKATKAN WAWASAN KESANAN PEMUDA DI DAERAH RAWAN KONFLIK

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Isra Mi'raj Nabi Muhammad SAW, Jakarta, 30 Juni 2011 Kamis, 30 Juni 2011

RASULULLAH SAW DALAM MEMBINA UMMAT PERIODE MADINAH

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

KONFLIK KEAGAMAAN DI SUMENEP MADURA (Studi Perebutan Otoritas antara Kyai Tradisional dan Walisongo Akbar)

PERAN PANCASILA SEBAGAI ALAT PEMERSATU BANGSA

Edisi Pelajaran Kearifan Dari Kasus Ahok

WAJAH ISLAM YANG SEBENARNYA

SAUDARA BELAJAR BERJALAN

Dewi Purnamawati. Muallaf

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Cap Go Meh tahun 2013, Jakarta, 24 Februari 2013 Minggu, 24 Pebruari 2013

BUPATI SEMARANG SAMBUTAN BUPATI SEMARANG PADA ACARA PERAYAAN NATAL TAHUN 2015

BAB II KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis

BAB IV ANALISIS TOLERANSI ANTAR UMAT BERAGAMA DALAM AL-QURAN TELAAH PENDIDIKAN ISLAM

ISLAM, DEMOKRASI DAN TANTANGAN GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Restu Nur Karimah, 2015

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR SEKOLAH MENENGAH ATAS/MADRASAH ALIYAH/SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN (SMA/MA/SMK/MAK)

SYARIAT ISLAM DAN KETERBATASAN DEMOKRASI

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

Merayakan Bulan Gus Dur dalam Maulid dan Natal! Oleh: Hendra Sunandar Akhir tahun 2015 menjadi terasa spesial, pasalnya antara umat Islam dan Nasrani sama-sama merayakan hari keagamaannya secara bergiliran. Umat Islam merayakan Maulid Nabi Muhammad Saw pada 24 Desember 2015, sedangkan umat Nasrani merayakan Natal yang jatuh keesokan harinya, yakni 25 Desember 2015. Tak hanya itu, Desember juga dikenal sebagai bulannya Gus Dur, Bapak Pluralisme di Indonesia. Dikenal sebagai bulannya Gus Dur, karena di bulan Desember inilah Gus Dur meninggalkan kita. Seperti kita ketahui, Gus Dur meninggal pada 30 Desember 2009 silam. Meskipun telah tiada, banyak pelajaran yang diwariskan olehnya untuk generasi setelahnya, seperti ide membumikan toleransi, menghargai antar umat beragama dan pribumisasi Islam. Sebagai generasi yang lahir setelah Gus Dur, penting bagi kita untuk dapat mewariskan ide-idenya agar tetap utuh, supaya kehidupan harmoni dalam bingkai ke-indonesiaan bisa terwujud, seperti yang diperjuangkan Gus Dur ketika masih hidup. Hal itu karena Indonesia adalah negara yang multikultural sehingga perbedaan tidak bisa dihindari. Perayaan keagamaan di antara dua agama yang waktunya berdekatan ini menjadi unik karena tidak saja merepresentasikan corak beragaman di Indonesia, tetapi juga sebagai bentuk upaya untuk merefleksikan betapa pentingnya hidup rukun di antara umat beragama. Ke-Indonesiaan! Itu lah kunci agar antar umat beragama bisa saling bergandengan tangan. Saya tidak tahu, apakah Gus Dur sedang tersenyum atau tidak melihat keindonesiaan saat ini, pasalnya keberhasilan membangun kultur toleransi di Indonesia masih diwarnai beda pendapat. Ada yang memandang bahwa Indonesia menjadi salah satu negara percontohan bagi penerapan toleransi di dunia, seperti yang dikatakan oleh Uskup Agung Jakarta, Ignatius Suharyo (25/12/2015). Namun, ada juga yang menganggap bahwa toleransi masih menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi pemerintah saat ini, seperti yang diutarakan oleh beberapa LSM yang bergerak di isu interfaith. Misalnya, laporan terakhir yang diluncurkan oleh Wahid Institute menunjukkan bahwa tindakan intoleransi hingga akhir tahun 2014 mencapai 154 peristiwa. Lebih jauh, laporan ini juga menemukan bahwa aktor pelanggaran justru datang dari aparat negara, khususnya kepolisian dan pemerintah kabupaten/kota, seperti terkait kasus penyegelan rumah ibadah dan diskriminasi atas dasar agama. Perbedaan pendapat tentang capaian kerhasilan membangun toleransi merupakan hal yang wajar, tetapi yang paling terpenting dan tak boleh dilupakan adalah dakwah mengenai ajaran toleransi antar umat beragama jangan sampai putus. Toleransi harus terus ditularkan kepada anak-anak sejak dini.

Pentingnya membangun toleransi ini sebagaimana yang dikutip dari Hans Kung, seorang teolog asal Jerman yang berkata Nothing peace among nation, without peace among religion. Adalah benar, bahwa agama menjadi salah satu faktor determinan yang menentukan untuk mencapai perdamaian antar negara. Berbagai kasus di Timur Tengah sudah membuktikan bahwa kegagalan membangun perdamaian antar agama bisa berujung pada perang antar bangsa yang sampai saat ini belum usai. Di sisi lain, hingga saat ini kita masih memiliki beragam problem toleransi, seperti kasus yang menimpa Jemaah Syiah di Madura, Ahmadiyah di Cikeusik dan Lombok, serta GKI Yasmin yang belum menemukan titik terang. Indonesia sedikit beruntung karena tidak seperti negara di Timur Tengah, dimana konflik antar umat beragama menelan korban jutaan orang dan kerugian yang tak ternilai akibat kerusakan perang karena doktrin keagamaan. Anda bisa bayangkan, jika agama dijadikan alasan untuk berkonflik, lalu antar pemeluknya saling melakukan peperangan, mungkin semua orang akan punah karena akan saling menghabisi dan tak ada satupun yang tersisa, seperti yang termaktub dalam penyelesaian konflik model Shakespeare menurut sastrawan Amos Oz. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana rumitnya hidup dalam kultur kekerasan seperti itu. Yang pasti, hidup dalam bayang-bayang teror jelas tidak menyenangkan bagi siapapun, karena Anda akan selalu hidup dalam ketakutan akan dipantau dan menjadi target penembakan. Jelas, ini melanggar hak asasi manusia untuk hidup. Oleh karenanya, upaya pencegahan terhadap terror atas dasar agama adalah satu kewajiban yang perlu dilakukan secara rutin tanpa henti. Mengutip Kuntowijoyo, pelabuhan terakhir ajaran agama adalah untuk masyarakat. Karena melalui masyarakatlah, manusia akan hidup, mereka akan saling menjaga harmonisasi kerukunan, saling mengasihi. Disitulah agama seharusnya diposisikan. Bukan sebagai perjuangan yang harus ditegakkan demi kepentingan Tuhan. Dalam konteks relasi Islam dan Nasrani, catatan sejarah menunjukkan tidak sebaik apa yang diharapkan saat ini. Perang Salib telah membawa preseden buruk dalam pendekatan historis untuk melihat sisi perdamaian antar kedua agama ini karena perbedaan pemahaman dan kepentingan politik. Namun, tak ada gunanya juga untuk mengorek-orek kisah pahit yang tertuang dalam Perang Salib, jika hanya mengingatkan kita pada duka lama. Sudah sebaiknya kita melupakan duka Perang Salib untuk kemudian diisi oleh upaya membumikan ukhuwah basyariah (persaudaraan kemanusiaan). Melupakan yang buruk dan mengingatkan sisi baik adalah salah satu cara guna menjaga harmonisasi. Menurut penulis, upaya harmonisasi ini bisa dilakukan melalui 3 prinsip yakni: membangun etika perdamaian, persaudaraan, dan kasih sayang. Jika terjadi sinergi diantara ketiganya, maka hubungan manis antar umat beragama akan dapat terwujud. Pertama, etika perdamaian. Hal ini didasarkan pada prinsip perdamaian yang membawa sikap legowo di antara berbagai kelompok. Sikap legowo akan membawa antar pemeluk agama pada sikap rendah diri, tidak

sombong, dan tidak merasa ajaran yang dianut sebagai pemilik kebenaran dan memojokkan agama lain. Etika tersebut tertuang dalam QS. 8:61 yang berbunyi, Dan jika mereka (musuh) condong ke perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakkal kepada Allah. Ayat ini membawa umat Islam untuk memiliki sikap berserah dan tidak ada yang harus diperjuangkan dengan darah. Dalam buku Islam dan Liberalisme, karya Budhy Munawar Rachman dijelaskan bahwa ayat ini diturunkan saat kondisi masyarakat Madinah saat itu dihiasi konflik antar kelompok, dan perdamaian terjadi jika ada perjanjian bersama. Perjanjian ini merupakan bentuk kesepakatan dan membutuhkan sikap saling berserah diantara yang berkonflik. Kedua, etika persaudaraan. Ini terkait dengan adanya perasaan satu hati di antara pemeluk agama. Konsep yang lazim disebut ukhuwah ini membawa batas antar pemeluk agama menjadi minim karena perasaan satu hati sudah menghubungkan kelompok-kelompok yang ada. Perasaan satu hati akan membuat antar pemeluk menjadi saling pengertian, menjaga satu sama lain, serta tidak saling melukai. Prinisip ini pula tertuang dalam QS. 49; 10 yang berbunyi: Sesungguhnya, mereka yang beriman adalah bersaudara. Perlu dicatat, persaudaraan tidak hanya dianjurkan sesama muslim saja (ukhuwah Islamiyah), hal itu adalah keliru. Memang kita akui, Al Quran turun ke Bumi menggunakan Bahasa Arab, yakni yang mencirikan pada salah satu bangsa. Tetapi bukan berarti bahwa Al Quran hanya berlaku pada satu bangsa tersebut. Sebagai contoh, misalnya tertuang kalimat dalam Al Quran yang berbunyi, ya ayyuha alnas (wahai manusia). Oleh karena bisa dipahami bahwa Al Quran juga diperuntukkan bagi seluruh manusia yang ada di Bumi yang sifatnya majemuk, bukan untuk kalangan muslim saja. Tidak ada satu kalimat dalam Al Quran yang berbunyi, ya ayyuha al-arabi (wahai orang Arab). Oleh karenanya, sangat jelas bahwa Islam bukan agama yang eksklusif, tetapi agama yang merahmati semua golongan. Dengan demikian, kata-kata bernuansa majemuk di dalam Al Quran tadi mengindikasikan bahwa Islam sangat mendorong adanya rasa persaudaraan antar sesama manusia yang termaktub dalam Al Quran. Kembali mengutip Budhy Munawar Rachman, bahwa tidak ada satu teks dalam Al Quran yang memberikan hak istimewa kepada seseorang hanya karena memeluk agama Islam. Hal ini semakin menumbuh suburkan etika persaudaraan yang harus dilakukan secara rutin, karena antar pemeluk agama tidak ada yang posisinya lebih tinggi atau rendah. Semuanya berada pada posisi sejajar. Ketiga, etika kasih sayang. Orang beragama yang diisi oleh penafsiran yang berorientasi pada kasih sayang tidak saja mendamaikan, tetapi juga menyejukkan. Orang yang memiliki rasa kasih sayang terhadap umat lain tidak akan melakukan hal-hal yang melukai dan mencederai atas dasar agama. Kasih sayang adalah sikap yang tertuang secara harfiah dalam Islam. Misalnya saja, dalam Al Quran, tedapat kata Rahman (kasih) sebanyak 57 kali, dan Rahman (sayang) sebanyak 106 kali. Kata yang juga menjadi kata sifat Allah tersebut sangatlah popeler dalam Al Quran, yang kemudian dapat diringkas dalam QS.21:107 yang berbunyi, Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta

alam. Perasaan kasih sayang antar umat beragama bisa tercermin dari sikap saling menghormati, tolong menolong, serta saling melindungi antar umat beragama guna mencegah konflik sosial. Menyerukan tali kasih adalah inti dari ajaran Islam, bukan terus merajut tali pertengkaran yang justru merusak kebhinnekaan. Ketika Anak Muda Bicara Toleransi Alangkah senangnya jika anak muda saat ini ikut berkontribusi dalam misi membangun toleransi antar umat beragama. Seperti yang dipaparkan oleh mantan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII), Dinno Munfaidzin Imamah. Dinno adalah salah satu dari sekian banyak anak muda yang peduli tentang toleransi antar umat beragama. Aktivis PMII yang juga masuk kategori Gusdurian ini, telah mengabdikan dirinya untuk menyebarkan pesan damai dan pentingnya toleransi bagi anak-anak muda. Redaksi SuaraKebebasan.org melakukan perbincangan dengannya terkait hal ini. Menurut Dinno, Momentum perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw dan Nabi Isa al-masih itu sangat baik, positif dalam membangun bangsa ini. Syukur Alhamdulillah masyarakat kita sudah semakin arif, progresif dalam beragama. Kerukunan terjalin dari Sabang sampai Merauke. Masjid Istiqlal menyediakan lahan parkirnya untuk perayaan Natal di Katedral, Banser menjaga perayaan. NU dan Muhammadiyyah sebagai representasi umat Islam terbesar mengucapkan selamat Natal, dan begitu sebaliknya. ujarnya. Sebagai mantan ketua Jaringan Alumni PB PMII, Dinno banyak terlibat dalam perjuangan isu-isu toleransi. Hal itu termaktub kegiatan rutinnya yang seringkali diminta untuk menjadi narasumber dalam kegiatan kaderisasi ke-nuan. Sehingga tak heran, kecintaan terhadap Gus Dur sangatlah besar. Menurutnya, agama sama sekali tidak mengajarkan kekerasan. Agama tidak mengajarkan pemeluknya untuk bersikap radikal. Kita harus mencontoh sikap Nabi Muhammad SAW yang santun dalam sikap dan perbuatan, halus budi perkertinya, serta tidak dendam, begitupun dengan Nabi Isa al Masih. Pungkasnya. Tentunya, ada banyak anak muda yang memiliki pandangan seperti Dinno. Dirinya menyadari bahwa upaya membangun toleransi tidak bisa dilakukan secara mandiri atau satu kelompok saja. Tetapi harus dilakukan lewat sinergi dengan banyak pihak. Yang penting dilakukan saat ini adalah tokoh agama dan pemimpin mampu merangkul, memberikan pemahaman dan kesadaran anak muda untuk sama-sama hidup damai antar umat beragama. Anak muda harus cerdas, progresif, dan cinta tanah air. ujar pria yang juga dikenal sebagai penulis buku Siasat Politik NU ini. Tak hanya mengingatkan kepada para pemimpin, Dinno pun juga meyakini bahwa radikalisme, terorisme, ISIS dan kekerasan bukanlah ajaran yang bersumber pada agama yang menempatkan keluhuran moralitas. Dinno adalah satu dari sekian banyak anak muda yang peduli tentang masa depan toleransi di Indonesia, di samping pihak lain yang juga berkontribusi. Kita juga selalu berharap, pandangan inklusif masih menjadi mainstream yang menghiasi Indonesia di masa depan.

Untuk menjamin tingkat toleransi di masa depan, maka penting untuk kita mulai dengan mengajarkan toleransi kepada generasi muda karena generasi ini pula yang kerap menjadi sasaran empuk dari beberapa kelompok fundamentalis guna meregenerasi kelompok mereka. Oleh karenanya, kita yang memiliki pandangan inklusif harus mampun bersaing untuk memperebutkan generasi muda ini. Kepada merekalah, masa depan Indonesia dipertaruhkan! Toleransi Kultural, bukan Prosedural! Dalam publikasinya yang berjudul Toleration and Democracy, Rainer Forst yang merupakan seorang Professor Ilmu Politik yang berasal dari Johann Wolfgang Goethe University membagi toleransi menjadi dua jenis, yakni toleransi yang dibangun oleh kekuatan negara, dan toleransi yang dibangun oleh kultur dan kehendak bersama masyarakatnya. Saya biasa menyebut yang pertama sebagai toleransi prosedural, dan yang kedua sebagai toleransi kultural. Toleransi prosedural, dibangun atas dasar kebijakan negara dalam kuasa otoritas. Penerapan aturan yang berorientasi pada nilai toleransi ini pernah dilakukan oleh Raja Henry IV pada abad ke-16 di Perancis. Hal itu dimaksudkan untuk mengurangi konflik antara Protestan dan Katolik. Awalnya aturan ini disepakati, namun dalam pelaksanaannya tidak mencapai titik maksimal, karena kedua belah pihak sudah diisi oleh pandangan saling curiga. Toleransi kultural berusaha memutarbalikkan cara itu melalui penanaman nilai dalam jiwa manusia. Untuk itu, kampanye akan pentingnya toleransi perlu dilakukan secara berkelanjutan, terutama bagi kalangan anak muda. Toleransi jenis ini tidak saja terbatas pada aturan yang wajib ditaati, tapi tercermin dalam kesadaran bagi setiap umat manusia untuk saling menghormati agar manusia berorientasi pada nalar alamiah yang tidak dipaksakan atas dasar otoritas agama. Saya yakin, toleransi jenis ini akan tumbuh subur lebih lama, seperti yang dipercayai juga oleh Rainer Forst sebagai cara yang harus dibangun agar toleransi bisa dibangun secara keberlanjutan. Membangun toleransi kultural bisa dicapai melalui kampanye yang dilakukan secara rutin, membangun kesadaran berpikir bagi anak muda, serta diperlukan keikhlasan dalam menjalaninya. Keliatannya sederhana, tetapi tidak semua orang bisa melakukan hal ini. Belum lagi ditambah perlawanan dari kelompok-kelompok fundamentalis layaknya neo-khawarij. Jika toleransi dibangun atas dasar prosedural, maka jika aturan itu berubah maka akan berubah pula tingkah laku masyarakatnya, sehingga memiliki kesan periodik dan sementara. Berbeda dengan toleransi kultural yang dibangun atas dasar pemahaman yang terkandung dalam keyakinan masing-masing individu, sehingga bisa berlangsung secara berkelanjutan dan akan menular kepada generasi berikutnya. Di Bulan Gus Dur ini, penulis ingin mengingatkan seluruh elemen bangsa Indonesia untuk melakukan kampanye mengenai pentingnya toleransi kepada

siapapun. Terlebih, dalam hari perayaan keagamaan yang berdekatan ini memberikan hikmah bagi kita akan pentingnya membangun prinsip perdamaian, persaudaraan, kasih sayang antar sesama umat beragama. Sinergi antara Natal dan Maulid Nabi Muhammad Saw adalah hal yang perlu diapresiasi. Seperti yang termaktub dalam hubungan manis antara Masjid Istiqlal dan Gereja Katedral yang bersebelahan tetapi saling meminjamkan lahan parkir dalam kegiatan keagamaan. Hal ini sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Gus Dur, Tidak penting apapun agamamu, dan sukumu. Kalau kamu bisa lakukan yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu. Sebagai penutup, saya yakin jika sinergi antar umat beragama bisa terwujud secara berkelanjutan, Indonesia akan menjadi negara yang lebih damai dan toleran, dan masyarakatnya akan saling memberikan kebaikan antar sesama dan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. *** Hendra Sunandar adalah lulusan Program Studi Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.