BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 56 SERI E

dokumen-dokumen yang mirip
BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN SITUBONDO

PERATURAN WALIKOT,A SURAKARTA NOMOR : 23 TAHVN 2iOIO TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN 'TERNAK BIBPT WALIKOTA SURAKARTA,

P E R A T U R A N D A E R A H

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2010

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 7 TAHUN 2012

L E M B A R A N D A E R A H PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN TERNAK DAERAH

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 2 TAHUN 2010 TENTANG PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 63 SERI E

BUPATI TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK BUPATI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR

TENTANG BUPATI BALANGAN

-3- BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 39 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 18 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN TERNAK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIKKA,

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR : 6 TAHUN 2011 T E N T A N G POLA PENGEMBANGAN TERNAK PEMERINTAH DI KABUPATEN KAPUAS

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 32 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN MUARO JAMBI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 37 SERI E

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 21 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 13 SERI C

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTRA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 6 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 1 SERI C

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 39 SERI B

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 94

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 19 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 54 SERI E

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN WALIKOTA SAMARINDA NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BARITO UTARA PERATURAN BUPATI BARITO UTARA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 76/HUK/2006 TENTANG

BERITA DAERAH PERATURAN BUPATI CIANJUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 4 Juli 1950) jo.

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 107 TAHUN 2000 TENTANG PINJAMAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 34 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 859 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 48 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 26 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 607 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 42 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 915 TAHUN 2011 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR BAGI USAHA MIKRO DAN KECIL

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 29 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 14 TAHUN 2014 SERI A.5...

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA TUNTUTAN GANTI KERUGIAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

SALINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR: 5 TAHUN 2003 SERI: E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 50 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA PETERNAKAN DAN PENDAFTARAN PETERNAKAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 82/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS BIBIT TERNAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPAHIANG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYALURAN DAN PENGELOLAAN DANA BERGULIR PEMERINTAH KABUPATEN KEPAHIANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MIMIKA NOMOR 21 TAHUN 2012 T E N T A N G RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MIMIKA,

BUPATI TRENGGALEK SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2011 SERI C.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN PASAR

PEMERINTAH KABUPATEN MERANGIN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 42 TAHUN 2012 T E N TA N G

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 4 TAHUN 2O17 TENTANG TATA CARA PEMBAGIAN DANA DESA DI KABUPATEN PATI TAHUN ANGGARAN 2017

PEMERINTAH KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG HARI NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2006 NOMOR 2 SERI B PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2005 TENTANG PAJAK RESTORAN

PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR : 546 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PENJUALAN KENDARAAN PERORANGAN DINAS DAN KENDARAAN DINAS OPERASIONAL

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA

PEMERINTAH KOTA PAGARALAM

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 8

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK PARKIR

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 9 SERI E

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA PROBOLINGGO DAN BUPATI PROBOLINGGO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK PENERANGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKABUMI,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 27 SERI D

BUPATI SUKABUMI PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKABUMI NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PENJUALAN PRODUKSI USAHA DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2006 NOMOR 18 SERI E NOMOR SERI 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 15 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2012 NOMOR 11 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2011 NOMOR 07 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK SARANG BURUNG WALET

Transkripsi:

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 56 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 370 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN TERNAK BIBIT MILIK PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA BUPATI BANJARNEGARA Menimbang : a. bahwa dalam rangka upaya optimalisasi sumber daya dan pemberdayaan masyarakat melalui gaduhan ternak dapat berjalan sesuai dengan tujuan, maka dipandang perlu untuk diatur dengan Pedoman Penyebaran dan Pengembangan Ternak Bibit Milik Pemerintah Kabupaten Banjarnegara; b. bahwa untuk maksud tersebut diatas perlu ditetapkan dengan Peraturan Bupati; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara RI Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 2824);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4477) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Meneteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; 8. Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyebaran dan Pengembangan Ternak Bibit Pemerintah Provinsi Jawa Tengah;

9. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2008 Nomor 7 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 99); 10. Peraturan Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kerjasama Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Tahun 2009 Nomor 4 seri E, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banjarnegara Nomor 115); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN PENYEBAR- AN DAN PENGEMBANGAN TERNAK BIBIT MILIK PEMERINTAH KABUPATEN BANJARNEGARA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan : 1. Pemerintah adalah Pemerintah Kabupaten Banjarnegara. 2. Bupati adalah Bupati Banjarnegara. 3. Dinas adalah Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banjarnegara. 4. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan Kabupaten Banjanegara. 5. Rekening Kas Daerah adalah Rekening Kas Daerah Kabupaten Banjarnegara. 6. Kawasan Peternakan adalah kawasan yang timbul akibat adanya peternak, baik difasilitasi oleh pemerintah dan lembaga lainnya, maupun kawasan yang timbul karena usaha peternakan dari masyarakat itu sendiri. 7. Wilayah penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu tempat di wilayah penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu kecamatan atau lebih.

8. Lokasi penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu tempat di wilayah penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu desa atau lebih dalam satu kecamatan yang diprioritaskan untuk penyebaran dan pengembangan ternak. 9. Kelompok peternak adalah gabungan anggota masyarakat yang melakukan usaha ternak yang tumbuh berdasarkan keakraban, keserasian serta kesamaan kepentingan dalam mengelola usaha ternak untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 10. Peternak penggaduh yang selanjutnya disebut Penggaduh adalah peternak perseorangan yang tergabung dalam wadah kelompok yang berdasarkan suatu perjanjian tertentu memelihara ternak gaduhan. 11. Pola gaduhan adalah pola penyebaran dan pengembalian ternak pemerintah sesuai dengan ketentuan. 12. Ternak pokok adalah ternak bibit yang diserahkan kepada Penggaduh untuk dikembangkan. 13. Ternak bibit adalah ternak yang mempunyai kemampuan dan persyaratan tertentu untuk dikembangbiakkan dan atau digunakan untuk menghasilkan ternak produksi. 14. Ternak majir adalah ternak jantan/betina yang alat reproduksinya tidak dapat berfungsi dan dinyatakan majir oleh petugas yang berwenang. 15. Ternak afkir adalah ternak gaduhan yang sudah pernah beranak di penggaduh kemudian reproduksi dan fisik tidak layak lagi sebagai bibit untuk digaduhkan dan dinyatakan ternak afkir oleh Petugas atau Pejabat yang berwewenang. 16. Potong paksa adalah suatu tindakan menjual ternak secara darurat dikarenakan keadaan ternak yang kritis. 17. Village Breeding Centre (VBC) adalah suatu kawasan pengembangan peternakan yang berbasis pada usaha pembibitan ternak rakyat yang tergabung dalam kelompok peternak pembibit. 18. Redistribusi ternak adalah penyebaran ternak setoran layak bibit kepada Penggaduh yang memenuhi persyaratan yang ditentukan. 19. Penghapusan ternak adalah tindakan penghapusan ternak dari administrasi penyebaran dan pengembangan ternak.

20. Ternak Pemerintah Daerah yang selanjutnya disebut ternak adalah semua ternak bibit yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Banjarnegara dan dari sumber dana lainnya yang pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten Banjarnegara berikut keturunannya yang merupakan setoran dari pola gaduhan. 21. Petugas Peternakan Kecamatan adalah seseorang yang mendapatkan surat tugas dari Pejabat yang berwewenang untuk melayani fungsi peternakan di Kecamatan. 22. Panitia Penilaian dan Penjualan Ternak yang selanjutnya disingkat P3T adalah penilaian dan penjualan terhadap ternak setoran dan ternak afkir, berdasarkan Keputusan Kepala Dinas. 23. Panitia Penilai Resiko Ternak Pemerintah yang selanjutnya disingkat P2RTP adalah penilaian terhadap ternak yang mati, majir, hilang dan penundaan penyetoran berdasarkan Keputusan Kepala Dinas. 24. Panitia Penghapusan Ternak Pemerintah yang selanjutnya disingkat P2TP adalah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas. 25. Tim Seleksi Calon Penggaduh yang selanjutnya disingkat TSCP adalah yang dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Dinas. 26. Bagi hasil anak adalah sistim gaduhan dengan pembagian keuntungan antara pemberi gaduhan dan Penggaduh yang berasal dari hasil penjualan anak keturunannya. 27. Setor anak adalah sistim gaduhan dengan pola gaduhan ternak pokok betina dengan tujuan perkembangbiakan menghasilkan anak dimana Penggaduh wajib menyetorkan sebagian anak keturunannya kepada pemilik modal (ternak) dan setelah melunasi maka Penggaduh mendapatkan hasil berupa ternak induk pokoknya. 28. Penggemukan/kereman adalah sistim gaduhan dengan ternak pokok berjenis kelamin jantan dengan pembagian keuntungan dari hasil penambahan berat badan atau kenaikan harga ternak.

BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Maksud ditetapkan Peraturan Bupati ini adalah sebagai pedoman bagi kelompok peternak dan Penggaduh untuk melaksanakan pola gaduhan ternak bibit. (2) Penyebaran dan pengembangan ternak bertujuan untuk membentuk kawasan peternakan, meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan populasi dan produksi ternak dalam rangka memberdayakan masyarakat melalui wadah kelompok tani ternak. BAB III LOKASI PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN Pasal 3 (1) Wilayah/lokasi penyebaran ternak terkonsentrasi dalam satu kawasan berdasarkan hasil identifikasi serta sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kecamatan. (2) Penyebaran dan pengembangan ternak didukung sarana dan prasarana yang memadai serta memenuhi akses ketersediaan modal. (3) Lokasi penyebaran ternak ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas. Pasal 4 Lokasi penyebaran ternak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. bebas dari penyakit hewan menular; b. sesuai dengan sosial budaya masyarakat setempat; c. sesuai dengan tata ruang Kabupaten/Kecamatan; d. didukung dengan potensi pengembangan usaha peternakan. Pasal 5 (1) Setiap jenis ternak yang akan disebarkan harus sesuai dengan lokasi penyebaran dan persyaratan teknis yang telah ditentukan.

(2) Setiap jenis ternak yang akan dikembangkan harus disesuaikan dengan daya tampung lokasi dan kemampuan penggaduh dalam memelihara ternak sebagai ternak unggulan dilokasi yang bersangkutan. BAB IV PERSYARATAN CALON PENGGADUH Pasal 6 (1) Penggaduh ditetapkan melalui Keputusan Kepala Dinas berdasarkan hasil seleksi/identifikasi calon penggaduh. (2) Persyaratan umum calon penggaduh : a. mempunyai tempat tinggal tetap; b. sudah berkeluarga dan tidak menggantungkan hidupnya pada orang tua/orang lain; c. sudah menjadi anggota kelompok; d. mempunyai pengalaman dan ketrampilan serta kemampuan memelihara dan memanfaatkan ternak; e. bersedia mengikuti petunjuk dan bimbingan teknis yang diberikan oleh petugas dari Dinas yang menangani peternakan; f. berbadan sehat dan berkelakuan baik. BAB V POLA GADUHAN Pasal 7 Ternak bibit yang diberikan kepada Penggaduh adalah sapi, kambing dan domba. Pasal 8 (1) Tata cara pengembalian ternak sapi bibit yang diberikan kepada Penggaduh dengan sistim bagi hasil anak : a. seekor sapi betina, setelah ternak tersebut beranak dan anaknya mencapai umur 4 6 bulan, Penggaduh wajib mengembalikan anak tersebut kepada P3T untuk dijual/dilelang;

b. setelah induk dipelihara selama 5 (lima) tahun maka induk tersebut diserahkan kepada P3T untuk digaduhkan kembali atau dijual/dilelang untuk ternak induk yang sudah afkir. (2) Tata cara pengembalian ternak sapi bibit yang diberikan kepada Penggaduh dengan sistim penggemukan/kereman : a. sekor sapi jantan, dipelihara selama 6 (enam) bulan dan maksimal 12 (dua belas) bulan, penggaduh wajib mengembalikan sapi jantan tersebut kepada P3T untuk dijual/dilelang; b. keuntungan didapat berasal dari pertambahan berat badan ternak atau harga. (3) Tata cara pengembalian ternak bibit yang diberikan kepada penggaduh dengan sistim setor 2 (dua) anak : a. untuk ternak sapi : 1. seekor sapi betina, setelah ternak tersebut beranak dan anaknya mencapai umur sama dengan ternak pokok gaduhan saat diterima, Penggaduh wajib mengembalikan anak tersebut sebanyak 2 (dua) ekor kepada Pemerintah untuk diredistribusikan; 2. setelah ternak induk sebagaimana dimaksud pada angka 1 dipelihara selama 5 (lima) tahun dan Penggaduh telah memenuhi kewajibannya maka induk tersebut menjadi hak milik Penggaduh. b. untuk ternak kambing/domba : 1. seekor kambing/domba betina, setelah ternak tersebut beranak dan anaknya mencapai umur 8 (delapan) bulan, Penggaduh wajib mengembalikan anak tersebut sebanyak 2 (dua) ekor kepada Pemerintah untuk diredistribusikan; 2. seekor kambing/domba jantan, dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Penggaduh wajib mengembalikan 1 (satu) ekor anak umur 8 (dalapan) bulan kepada Pemerintah untuk diredistribusikan; 3. setelah ternak induk sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan 2 dipelihara selama 2 (dua) tahun dan Penggaduh telah memenuhi kewajibannya maka induk tersebut menjadi hak milik Penggaduh.

(4) Tata cara pengembalian ternak bibit yang diberikan kepada Penggaduh melalui program VBC (Village Breeding Centre) adalah sebagai berikut : a. untuk ternak sapi : 1. seekor sapi betina, program VBC (Village Breeding Centre) dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun, penggaduh wajib mengembalikan 1 (satu) ekor anak betina hasil keturunan ternak yang dipelihara setara dengan ternak pokok yang diterima; 2. apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sapi betina yang dipelihara melahirkan anak jantan maka anak tersebut digemukkan, selanjutnya dijual/dilelang untuk membeli sapi betina setara dengan ternak pokok yang diterima; 3. setelah induk dipelihara selama 3 (tiga) tahun dan Pengg aduh telah menyetorkan 1 (satu) ekor anak hasil keturunan ternak yang dipelihara maka induk tersebut menjadi hak milik Penggaduh. b. untuk ternak kambing/domba : 1. seekor kambing/domba betina program VBC (Village Breeding Centre), dalam jangka waktu 2 (dua) tahun penggaduh wajib mengembalikan 2 (dua) ekor anak betina hasil keturunan ternak yang dipelihara setara dengan ternak pokok yang diterima; 2. apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun kambing/domba yang dipelihara melahirkan anak jantan maka anak tersebut digemukkan, selanjutnya dijual/dilelang untuk membeli kambing/domba betina setara dengan ternak pokok yang diterima; 3. seekor kambing/domba jantan program VBC dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, Penggaduh wajib mengembalikan 1 (satu) ekor ternak betina setara dengan ternak pokok yang diterima; 4. setelah induk dipelihara selama 2 (dua) tahun dan penggaduh telah menyetorkan 2 (dua) ekor anak hasil keturunan ternak ya ng dipelihara maka induk tersebut menjadi hak milik Penggaduh.

Pasal 9 Pembagian hasil dari penjualan/pelelangan ternak adalah sebagai berikut : a. Sistim bagi hasil anak Penggaduh ternak sapi berhak menerima sebesar 70 % dari hasil penjualan/pelelangan anak keturunan ternak pokok yang dipelihara, sedangkan sebesar 30 % digunakan sebagai berikut : 1. sebesar 20 % disetor ke rekening kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah Kabupaten; 2. sebesar 10 % untuk operasional Kabupaten/Kecamatan. b. Sistim penggemukan/kereman Harga ternak pokok awal tetap menjadi milik pemerintah daerah dan disetorkan ke rekening kas daerah sedangkan penggaduh ternak sapi berhak menerima sebesar 70 % dari hasil penambahan berat badan atau peningkatan harga dan 30 % dari hasil penambahan berat badan atau peningkatan harga digunakan sebagai berikut : 1. sebesar 20 % disetor ke rekening kas daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah Kabupaten; 2. sebesar 10 % untuk operasional Kabupaten/Kecamatan. BAB VI TATA CARA PENJUALAN TERNAK Pasal 10 (1) Penggaduh melalui Ketua/Pengurus Kelompok berkewajiban menyampaikan laporan kepada Dinas melalui Petugas Peternakan Kecamatan apabila terdapat ternak setoran dan ternak pengemukan sudah jatuh tempo. (2) Kepala Dinas menugaskan P3T untuk melaksanakan penilaian dan penjualan ternak. (3) P3T melaporkan hasil penilaian dan penjualan ternak kepada Kepala Dinas.

Pasal 11 (1) Ternak setoran dari penggaduh dan ternak penggemukan diseleksi oleh P3T. (2) P3T sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Dinas. Pasal 12 (1) P3T menetapkan ternak setoran anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a. (2) P3T menetapkan ternak pokok afkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b. (3) P3T menetapkan ternak penggemukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a. Pasal 13 (1) Harga penjualan ternak setoran anak, ternak pokok afkir dan ternak penggemukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), (2) dan (3) adalah harga setiap ekor dari masing-masing jenis ternak, berdasarkan harga pasar yang berlaku pada saat penjualan. (2) Setiap penjualan ternak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan Berita Acara Penjualan oleh P3T dan disampaikan kepada Kepala Dinas. Pasal 14 Penyetoran untuk Pendapatan Asli daerah dari hasil penjualan ternak dilaksanakan oleh Bendahara Penerima Dinas selambat-lambatnya 1 (satu) kali 24 jam pada hari kerja.

BAB VII REDISTRIBUSI TERNAK Pasal 15 (1) Penggaduh melalui Ketua/Pengurus kelompok berkewajiban menyampaikan laporan kepada Dinas melalui Petugas Peternakan Kecamatan apabila terdapat ternak setoran yang siap diredistribusikan. (2) Kepala Dinas menugaskan TSCP untuk melaksanakan identifikasi/seleksi calon lokasi, kelompok dan Penggaduh. (3) TSCP melaporkan hasil identifikasi/seleksi calon lokasi, kelompok dan Penggaduh kepada Kepala Dinas. Pasal 16 (1) TSCP menyeleksi, menerima ternak setoran dan diredistribusikan ke kelompok/penggaduh yang sudah diidentifikasi/seleksi. (2) TSCP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Kepala Dinas. Pasal 17 (1) Ternak setoran yang sudah diseleksi TSCP dan dinyatakan tidak layak bibit diserahkan ke P3T untuk dijual/dilelang. (2) Hasil penjualan ternak setoran tidak layak bibit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Daerah. Pasal 18 Pengembalian penyetoran anak gaduhan ternak dengan sistim setor 2 (dua) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) adalah sebagai berikut : a. apabila pada 1 kelompok sudah ada 10 (sepuluh) ekor sapi betina atau lebih sebagai ternak pokok dan sudah ada setoran 11 ( sebelas) ekor anak, maka ketentuannya sebagai berikut :

1. setoran anak sapi sebanyak 10 (sepuluh) ekor diredistribusikan dan dikembangkan (digaduhkan) kembali. 2. setoran yang ke 11 (sebelas) sebanyak 1 (satu) ekor dijual sebagai insentif dengan pembagian : a) operasional kelompok : 15 % b) operasional perangkat desa : 10 % c) operasional Petugas Peternakan Kecamatan : 10 % d) operasional Kecamatan : 10 % e) operasional Kabupaten : 25 % f) Pendapatan Asli Daerah : 30 % b. Apabila pada 1 (satu) kelompok sudah ada 10 (sepuluh) ekor kambing/domba betina atau lebih sebagai ternak pokok dan sudah ada setoran 20 ekor anak, maka ketentuannya sebagai berikut : 1. setoran anak kambing/domba sebanyak 15 (lima belas) ekor diredistribusikan dan dikembangkan (digaduhkan) kembali dan 5 (lima) ekor dijual sebagai insentif. 2. hasil penjualan ternak kambing/domba digunakan dengan pembagian : a) operasional kelompok : 15 % b) operasional perangkat desa : 10 % c) operasional Petugas Peternakan Kecamatan : 10 % d) operasional Kecamatan : 10 % e) operasional Kabupaten : 25 % f) Pendapatan Asli Daerah : 30 % BAB IX RESIKO DAN PENGHAPUSAN TERNAK PEMERINTAH Pasal 19 (1) Apabila paket ternak bibit yang dipelihara oleh penggaduh mati atau hilang bukan karena kesalahan atau kelalaian penggaduh maka penggaduh bebas dari tanggung jawab untuk mengganti ternaknya.

(2) Dalam hal ternak majir bukan karena kesalahan penggaduh dan ternak yang harus dipotong paksa, maka penggaduh wajib menyerahkan ternak yang bersangkutan kepada P3T untuk dijual, dari hasil penjualan ternak tersebut penggaduh mendapat bagian 25 % (dua puluh lima persen), sedangkan sisa hasil penjualan sebesar 75 % (tujuh puluh lima persen) disetor ke Rekening Kas Umum daerah sebagai Pendapatan Asli daerah. Pasal 20 (1) Ternak yang mati, majir dan hilang yang menyebabkan pelunasan tertunda, bukan karena kesalahan atau kelalaian Penggaduh ditetapkan sebagai resiko ternak Pemerintah. (2) Penetapan suatu kejadian yang merupakan kesalahan, kelalaian dan kesengajaan Penggaduh ditentukan oleh P2RTP. Pasal 21 (1) Ternak yang mati, potong paksa dan hilang yang disebabkan bukan karena kesalahan Penggaduh serta ternak pokok yang sudah lunah dihapus dari daftar Penggaduh. (2) Penghapusan ternak dapat dilaksanakan apabila disertai kelengkapan administrasi sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. Pasal 22 (1) Untuk melaksanakan penghapusan ternak perlu dibentuk P2TP. (2) P2TP ditetapkan oleh Kepala dinas selanjutnya melaksanakan pemeriksaan kelengkapan administrasi ternak yang akan dihapus dan apabila dipandang perlu melaksanakan pemeriksaan lapangan. (3) Berdasarkan hasil pemeriksaan, maka P2TP menyampaikan laporan kepada Kepala Dinas yang dituangkan dengan Berita Acara Pemeriksaan. (4) Sesuai dengan Berita Acara P2TP maka Kepala Dinas selanjutnya menetapkan penghapusan ternak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

BAB X ADMINISTRASI DAN PELAPORAN Pasal 23 Pelaksanaan penyebaran dan pengembangan ternak dilaksanakan dengan surat perjanjian yang ditandatangani oleh Kepala Dinas dengan Penggaduh. Pasal 24 (1) Petugas Peternakan yang ada di Kecamatan menyampaikan laporan perkembangan ternak pemerintah setiap bulan kepada Dinas dengan tembusan kepada Camat setempat dan instansi terkait. (2) Dinas mengevaluasi laporan perkembangan ternak dari Petugas Peternakan Kecamatan untuk bahan penyusunan laporan perkembangan ternak pemerintah. (3) Kepala Dinas menyampaikan laporan perkembangan ternak pemerintah setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Bupati. BAB XI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 25 (1) Pelaksaan kegiatan penyebaran dan pengembangan ternak pemerintah menjadi tanggung jawab Kepala Dinas. (2) Kepala Dinas bertanggung jawab atas bimbingan dan pengawasan teknis penyebaran dan pengembangan ternak. BAB XII SANKSI ADMINISTRASI Pasal 26 Dalam hal ternak bibit yang dipelihara oleh Penggaduh mati, majir atau potong paksa karena kesalahan atau kelalaian Penggaduh, maka Penggaduh tetap wajib memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan dalam Surat Perjanjian.

Pasal 27 (1) Apabila Penggaduh menjual atau menghilangkan ternak pemerintah dengan sengaja maka Penggaduh berkewajiban mengembalikan ternak yang nilainya 1,5 (satu koma lima) kali nilai ternak pokok yang diterimanya selambat - lambatnya satu bulan setelah kejadian. (2) Apabila Penggaduh menukarkan ternak pemerintah tanpa seizin Petugas Peternakan menangani maka Penggaduh berkewajiban mengembalikan ternak yang nilainya 1,5 (satu koma lima) kali nilai ternak pokok yang diterimanya selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah kejadian. (3) Apabila Penggaduh memindah tangankan ternak pemerintah tanpa seizin Petugas Peternakan yang menangani maka ternak dapat ditarik tanpa ganti rugi. Pasal 28 Dalam hal ternak bibit yang diterima Penggaduh terjadi penundaan penyetoran keturunannya yang disebabkan karena kesalahan Penggaduh maka pemerintah berhak menarik kembali ternak pokok dari Penggaduh. BAB XIII PENUTUP Pasal 29 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan ini, sepanjang mengenai teknis pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Dinas.

Pasal 30 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Banjarnegara. Diundangkan di Banjarnegara Pada tanggal 8 Juni 2009 SEKRETARIS DAERAH, Cap ttd, S Y A M S U D I N Ditetapkan di Banjarnegara Pada tanggal 8 Juni 2009 BUPATI BANJARNEGARA, Cap ttd, D J A S R I BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 56 SERI E Salinan sesuai dengan aslinya Sekretaris Daerah, Syamsudin, S.Pd., M.Pd. Pembina Utama Muda NIP. 130 455 105