BAB IV PROSES PEMBAGIAN DALAM PERJANJIAN KAWUKAN (BAGI HASIL) TERNAK DI KECAMATAN TANJUNG KEMUNING KABUPATEN KAUR

dokumen-dokumen yang mirip
UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS HUKUM PERJANJIAN KAWUKAN (BAGI HASIL) TERNAK MENURUT HUKUM ADAT BESEMAH DI KECAMATAN TANJUNG KEMUNING KABUPATEN KAUR

BAB IV PENUTUP. 1. Penyelesaian konflik sosial yang timbul dari pemasangan tapal batas

BAB IV FAKTOR PENYEBAB ISTERI TIDAK MENDAPATKAN HARTA TERHADAP HARTA PENINGGALAN SUAMI DALAM HUKUM ADAT

BAB IV HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN SANKSI PIDANA ADAT TERHADAP PENCURIAN TERNAK PADA MASYARAKAT DI DESA LAGAN KECAMATAN TALANG EMPAT

BAB IV BENTUK PERJANJIAN PAROAN (BAGI HASIL PEMELIHARAAN KERBAU) MENURUT HUKUM ADAT LEMBAK DI KECAMATAN TALANG EMPAT KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV PENUTUP. 1. Bahwa setiap produk makanan dalam kemasan yang beredar di Kota. Bengkulu wajib mencatumkan label Halal, karena setiap orang yang

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

SILABUS. 1. Nama Mata Kuliah : Hukum Kekeluargaan dan Waris Adat 2. SKS Mata Kuliah : 2 SKS / 3 Rombel 3. Deskripsi Singkat Mata Kuliah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB IV KENDALA YANG DIHADAPI TOKO MARSUDIN SAGALA

BAB IV. mengusai suatu tanah, di masa lalu haruslah membuka hutan terlebih dahulu,

UNIVERSITAS BENGKULU FAKULTAS HUKUM

KEDUDUKAN ANAK KAUNAN YANG DIANGKAT OLEH TOPARENGNGE (KAUM BANGSAWAN) DALAM PEMBAGIAN WARISAN MASYARAKAT TONDON DI KABUPATEN TORAJA UTARA

DAFTAR PUSTAKA. Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, Raja Grafindo Persada,

BAB IV PENUTUP. Simpulan dan Saran-saran. 1. Bahwa proses mangain marga kepada laki-laki di luar marga Batak Toba

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir, Muhammad, Hukum Perikatan. Bandung: Alumni. Ali, Moch. Chidir, Achmad Samsudin, Mashudi, Pengertian-Pengertian

Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Diponegoro Semarang 2010

BAB V PENUTUP. kualitatif penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

DAFTAR PUSTAKA. A. Pittlo, 1978, Pembuktian dan Daluarsa, Terjemahan M. Isa Arif, PT Intermasa,

BAB V PENUTUP. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dirumuskan dapat ditarik. Hukum Adat Kecamatan Jerebu u Kabupaten Ngada.

BAB IV PENUTUP. 1. Pendapat hakim Pengadilan Agama Kelas I A Bengkulu mengenai hubungan

DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan. Perbankan, dalam pasal 1 angka 2 dinyatakan bahwa:

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

DAFTAR PUSTAKA. Amanat, Anisitus, 1996, Pembahasan Undang-Undang Perseroan Terbatas 1995

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa upaya

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

DAFTAR PUSTAKA. Abdoel Djamali, 2009, Pengantar Hukum Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. A, Kohar, 1984, Notarial Berkomunikasi,Alumni, Bandung

UTHI CHAFIDZAH NAFSIKA C

DAFTAR PUSTAKA. Commerce, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta, Indonesia,PT. Refika Aditama, Bandung, 2004.

DAFTAR PUSTAKA. Achmad Sanusi, Pengantar Ilmu Hukum dan Pengantar Tata Hukum. Indonesia, Tarsito, Bandung, 1991.

BAB IV HAMBATAN PENERAPAN PUTUSAN MUSYAWARAH MUFAKAT RAJO PENGHULU TERHADAP PELANGGARAN KESUSILAAN DI KOTA BENGKULU

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain :

BAB V PENUTUP. 1. Proses pelaksanaan upacara adat 1 Sura dalam pelaksanaanya terdapat dua

III. METODE PENELITIAN. yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris, pendekatan yuridis normatif

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pustaka, 1976), hlm ), hlm 6

PELAKSANAAN PERJANJIAN PENERBITAN CREDIT CARD PADA BANK RAKYAT INDONESIA CABANG SUKOHARJO

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, PT.Citra Aditya, Bandung, 1994

BAB III PENUTUP. kecamatan juhar. Adanya tanah komunal yang dimana hasil dari tanah yang

BAB III PENUTUP. perjanjian konsinyasi dalam penjualan anjing ras di Pet Gallery Sagan

DAFTAR PUSTAKA. Fathoni, A. (2006). Metode Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

PELAKSANAAN PERJANJIAN BAGI HASIL GADUH

PELAKSANAAN PEWARISAN HAK ATAS TANAH DI KOTA SURAKARTA. ( Studi Kasus Penetapan Pengadilan Negeri Nomor : 170/Pdt.P/2014/PN.Skt

BUKU RENCANA PROGRAM KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) DAN BAHAN AJAR HUKUM ADAT

Daftar Pustaka. Ade Saptomo, 2010, Hukum dan Kearifan Lokal Revitalisasi Hukum Adat Nusantara, PT. Grasindo, Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

PELAKSANAAN GADAI TANAH PERTANIAN DI DESA TANRARA KECAMATAN BONTONOMPO SELATAN KABUPATEN GOWA

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan alam kehidupan sekitarnya. 1. ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad, 1982, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung , 1993, Hukum Perdata Indonesia, Citra

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Tim Penyusun Bagian Hukum dan Masyarakat

Daftar Pustaka. Adjie, Habib, 2009, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai. Pejabat Publik, Bandung: PT. Refika Aditama.

DAFTAR PUSTAKA. Buku. Badrulzaman, Darus Mariam, 2001, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung

DAFTAR PUSTAKA. Affandi, Ali, 2000, Hukum Waris Hukum Keluarga Hukum Pembuktian, Rineka Cipta, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Progresif, Sinar Grafik, Jakarta, 2010; C.S.T. Kansil, Penggantar Ilmu Hukum, Balai Pustaka, Jakarta, 1989;

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. jawab orang tua terhadap kesejahteraan anak-anak ditinjau dari Undang-

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Chidir, 2005, Badan Hukum, cet ke 3, Alumni, Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Kualifikasi pulsa telepon seluler sebagai obyek hukum adalah: sebagai suatu obyek hubungan hukum.

DAFTAR PUSTAKA. Arsyad, L Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi. Daerah, Edisi Kedua. Yogyakarta: BPFE

A. Latar Belakang Masalah

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

DAFTAR PUSTAKA. Ahmad, Baharuddin, 2008, Hukum Perkawinan di Indonesia, Studi Historis Metodologi, Syari ah Press, Jambi.

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan. dapat disimpulkan sebagai berikut :

1 Hilman Hadikusuma, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, CV Mandar Maju, Bandung, 2003, hlm.

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. sedang pihak lain menuntut pelaksanaan janji itu. 1. perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata adalah Suatu perjanjian adalah

BAB I PENDAHULUAN. seperti: investasi dalam pembelian ternak, pembelian tanah pertanian, atau

DAFTAR PUSTAKA. A. Buku Abdurrachman, Hukum Adat Menurut Perundang-undangan Republik Indonesia, Cendana Press, Jakarta, 1984.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan: Bumi air dan kekayaan

DAFTAR PUSTAKA. Adiwinata,S, Perkembangan Hukum Perdata / Adat Sejak tahun 1960, Bandung, Alumni, 1970

DAFTAR PUSTAKA. Asmawi, Mohammad. Nikah (dalam Perbincangan dan Perbedaan). Yogyakarta:

SILABUS. Kompetensi Dasar. Alokasi Waktu Indikator Pencapaian Jenis penilaian. Sumber Bahan. Pembelajaran

DAFTAR PUSTAKA. Ali, Moch Chidin, dkk Pengertian Pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata. Bandung: Mandar Maju.

DAFTAR PUSTAKA. Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Press, Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Agus Yudha Hernoko. Hukum Perjanjian Asas Proposionalitas dalam KontrakKomersial. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan tanah hak kepada pihak lain untuk selama-lamanya (hak atas tanah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat diberikan kesimpulannya sebagai berikut. Khusus yakni : Perdasus Nomor 18 Tahun 2008 tentang Perekonomian

sebagaimana tunduk kepada Pasal 1131 KUHPer. Dengan tidak lahirnya jaminan fidusia karena akta fidusia tidak didaftarkan maka jaminan tersebut

DAFTAR KEPUSTAKAAN. Abrar Saleng Hukum Pertambangan. Yogyakarta: UII Press.

pertanahan untuk diterbitkan sertifikat tanah.

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan uraian analisis data dan wawancara dengan narasumber

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

: HUSEIN YUSUF EFFENDI

PELAKSANAAN PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH PERTANIAN BERDASARKAN HUKUM ADAT (Studi kasus di Desa Mudal Kabupaten Boyolali)

DAFTAR PUSTAKA. Amirin, M. Tatang, 2000, Menyusun Rencana Penelitian, Raja Grafindo Persada,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa lepas dari dasar falsafah

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Batu Bacan merupakan batu hidup yang akan berubah warnanya

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

DAFTAR PUSTAKA. A.Rahman I.Doi, Penjelasan Lengkap Hukum-Hukum Allah (Syariah), Raja. Grafindo Persada, Jakarta, 2002.

BAB V PENUTUP. dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Memberikan Kredit Dengan Jaminan Fidusia. tahun 1999 tentang jaminan fidusia.

DAFTAR PUSTAKA. Agus, Budi Riswandi, Hukum dan Internet di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2003.

DAFTAR PUSTAKA. Sastroatmojo, Arso, 2008, Hukum Perkawinan, Bulan Bintang, Jakarta. Abdurrahman, 2003, Masalah-Masalah Hukum Perkawinan Di Indonesia,

SISTEM HUKUM ADAT SISTEM HUKUM? (Apakah Sistem Hukum Itu?) 2

DAFTAR PUSTAKA. Algra N.E et.al, 1983.Kamus Istilah Hukum Fockema Andreae Belanda-Indonesia, Bina Cipta Jakarta

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peralihan hak atas tanah Kalakeran di Minahasa dapat dikatakan sah,

D A F T A R R E F E R E N S I

Transkripsi:

59 BAB IV PROSES PEMBAGIAN DALAM PERJANJIAN KAWUKAN (BAGI HASIL) TERNAK DI KECAMATAN TANJUNG KEMUNING KABUPATEN KAUR Pada dasarnya, sistem pembagian hasil yang akan diterapkan dalam suatu perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak sesuai hukum adat Besemah. Sistem pembagian perjanjian kawukan ternak diterapkan adalah tergantung dengan jumlah kaki atau kuku hewan ternak yang dibayar sewaktu aqad berlangsung, kalau misalnya si pengawuk ingin menumpang dua kaki berarti menumpang setengah, dengan demikian pengawuk menunggu sampai hewan ternak tersebut beranak satu ekor sehingga pengawuk akan mandapatkan anak ternak dan dengan demikian setelah mereka selesai melaksanakan pembagian berdasarkan jumlah kaki atau kuku hewan yang dikawukkan tersebut, mereka si pemilik dan si pengawuk bisa berakhir, namun seandainya ingin diteruskan lagi tergantung dengan kesepakatan mereka. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tamang, Bapak Karsun, dan Bapak Agus, menyatakan bahwa: 54) 1. Perjanjian kawukan ini dapat diperbaharui di pertengahan jalan, sehingga perjanjian kawukan ini tidak bersifat tetap. 2. Apabila kawukan satu kaki berarti pihak yang melakukan kawukan akan mendapat satu ekor ternak setelah berkembang biak sebanyak tiga ekor. Mei 2014 54 ) wawancara dengan Bapak Tamang, Karsun, dan Agus (Pengawuk ternak), tanggal 19 59

60 3. Apabila kawukan satu kuku berarti pihak yang melakukan kawukan mendapatkan satu ekor ternak setelah berkembang biak sebanyak tujuh ekor tenak. 4. Apabila sapi tersebut berkembangbiak dan mengahasilkan sapi jantan maka pembagian hasilnya tetap sama seperti sapi betina. Berdasarkan wawancara penulis dengan pemuka-pemuka adat bahwa mengenai ketentuan-ketentuan dalam pembagian hasil kawukan ternak di atas bahwa setiap masyarakat yang melakukan bagi hasil pemeliharaan ternak pembagian hasilnya akan dibagi seperti yang telah disebutkan di atas, karena hal seperti itu sudah menjadi adat di wilayah Kecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten Kaur. Menurut pengawuk ternak dari masing-masing desa yakni Desa Pelajaran, Desa Tanjung Kemuning, dan Desa Tinggi Ari yang telah disebutkan di atas yang telah melakukan perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak ini, menyatakan bahwa hewan ternak yang akan dikawukan hanya ternak betina saja, karena pada dasarnya yang menjadi tujuan dalam pelaksanaan perjanjian kawukan hewan ternak sistem perkaki atau perkuku ini akan mendapatkan anaknya, hanya saja sistemnya menunggu sampai hewan ternak yang diperjanjikan tersebut beranak dan sistem bagi hasil dengan melalui perantara kaki atau kuku hewan ternak yang dikawukkan tersebut. 55) Mei 2014 55) Wawancara dengan Bapak Tamang, Karsun, dan Agus (Pengawuk ternak), tanggal 18

61 Berdasarkan wawancara dengan pemuka adat Bapak Alian, Bapak Sailin dan Bapak N. Saudi bahwa pembagian hasil dalam kawukan ternak sapi seperti ini sudah ada dari dahulu secara turun-temurun dari nenek moyang dan sudah menjadi adat setempat. 56) Berdasarkan wawancara dengan salah satu masyarakat Desa Tinggi Ari yaitu Bapak Bunirwan yang juga pemilik ternak dengan mengkawukan (bagi hasil) ternak menyatakan bahwa ternak yang dikawukan telah berkernbangbiak dimana ternak tersebut menghasilkan 3 (tiga) ekor anak ternak maka hal ini pembagian hasilnya yakni satu ekor untuk si pengawuk, 2 (dua) ekor anak dan ternak yang dikawukan kembali menjadi untuk si pemilik. Hal ini senada dengan pendapat Bapak Bunirwan di Desa Tanjung Kemuning bahwa setelah mereka selesai melaksanakan pembagian berdasarkan jumlah kaki atau kuku hewan yang dikawukkan tersebut, mereka si pemilik dan si pengawuk bisa berakhir. Namun seandainya ingin diteruskan lagi tergantung dengan kesepakatan mereka. 57) Jadi dalam pembagian sistem kawukan (bagi hasil) ternak yang ada di Kecataman Tanjung Kemuning menurut adat Besemah menunjukkan bahwa pembagian ternak yang di kawukan setelah berkembangbiak di anggap sudah adil karena anak yang diperoleh si pengawuk yaitu anak pertama ternak yang di kawukan, tetapi tergantung dengan sistem perjanjian kawukan sewaktu aqad berlangsung. Apabila si pengawuk menumpang membeli dengan sistem perkuku maka si pengwauk akan mendapatkan anak ternak pertama setelah 56) Wawancara dengan Bapak alian, sailin, N. Saudi (Pemuka Adat), tanggal 15 Mei 2014 57) Wawancara dengan Bapak Bunirwan (pemilik ternak), tanggal 19 Mei 2014

62 ternak yang dikawukan terbsebut berkembangbiak 7 anak, begitu juga dengan sistem perkaki apabila si pengawuk menumpang satu kaki maka si pengawuk akan mendapatkan anak pertama setelah ternak tersebut berkembangbiak 3 anak. Sistem perjanjian kawukan ternak menurut hukum adat Besemah ini tentu saja berbeda dengan sistem-sistem perjanjian bagi hasil ternak yang ada di daerah lain, seperti sistem gaduhan ternak sapi bali di Kabupaten Luwu yang menunjukkan bahwa besar rata-rata keuntungan yang diperoleh peternak sistem gaduhan ternak sapi bali di Kecamatan Walenrang Utara Kabupaten Luwu dipengaruhi oleh lama pemeliharaan serta banyaknya penerimaan berupa sapi yang ditaksir kemudian di kurang dari biaya-biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak. Rendahnya keuntungan yang diperoleh peternak diakibatkan oleh biaya faktor-faktor produksi sangat besar seperti halnya tenaga kerja keluarga yang tidak diperhitungkan, pakan yang berasal dari rumput lapangan tidak dihitung sebagai faktor produksi, sedangkan perhitungan keuntungan semua hal tersebut sudah diperhitungkan, secara tunai peternak merasa untung dengan tenaga yang mereka tidak perhitungkan, dari hasil penelitian Hervian (2013) tentang bagi hasil pada pola gaduhan keuntungan yang diperoleh pemilik ternak lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh peternak, namun pola sistem gaduhan tetap terus dijalankan. Hal ini dikarenakan tidak ada pekerjaan lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

63 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab terdahulu, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut: 1. Bentuk dan sistem perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak menurut hukum adat Besemah di Kecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten Kaur dibuat secara lisan atau tidak tertulis, perjanjian kawukan tidak bersifat tetap karena perjanjian kawukan ini bisa diperbaharui, hanya berdasarakan kepercayaan dan tolong menolong antara si pemilik dengan si pengawuk. Sistem perjanjian kawukan ini dilakukan oleh Pemilik ternak dan Pengawuk, ternak terlebih dahulu diketahui ternak mana dan harga ternak yang ingin dikawukan tersebut, ternak yang akan dikawukan harus diketahui di mana tempat ternak itu dilepas, ternak yang akan dikawukan harus dibicarakan terlebih dahulu bersama keluarga. 2. Pembagian hasil antara si pemilik dan pengawuk dalam perjanjian Kawukan (bagi hasil) ternak menurut hukum adat Besemah di Kecamatan Tanjung Kemuning Kabupaten Kaur yaitu: Pembagian hasil ternak yang disesuaikan dengan modal pengawuk terhadap pemilik ternak, dimana sistemnya melalui pelantara kaki atau kuku ternak, apabila pengawuk membeli satu kaki dalam satu ekor ternak dihitung berdasarkan jumlah kaki artinya apabila ternak berkembangbiak menghasilkan satu anak 63

64 ternak, maka pengawuk mendapatkan satu kaki dari anak ternak tersebut, begitu juga dengan sistem kuku satu ekor ternak dibagi sesuai dengan jumlah kuku yang dibeli pengawuk, karena satu kaki terdiri dari dua kuku berarti dalam satu ekor terdapat delapan kuku, apabila pengawuk membeli satu kuku artinya jika ternak berkembangbiak maka pengawuk mendapatkan satu kuku. B. Saran Diharapkan lebih dapat ditingkatkan adanya upaya sosialisasi seperti penyuluhan mengenai sistem perjanjian kawukan (bagi hasil) ternak, sehingga dapat menambah pengetahuan bagi masyarakat serta mengerti tentang prosedur perjanjian khususnya mengenai bentuk perjanjian yang seharusnya dilaksanakan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1320 tentang syarat-syarat sahnya perjanjian.

65 DAFTAR PUSTAKA BUKU Ade Saptomo, Budaya Hukum dan Kearifan Lokal Sebuah Perspektif perbandingan, Fakultas Hukum Universitas Pancasila Press, Jakarta, 2013 Andry Harijanto Hartiman dkk, Bahan Ajar Hukum Adat, Fakultas Hukum UNIB, Bengkulu, 2007 Bushar Muhammad, Asas-asas Hukum Adat, PT Pradyana Paramita, Jakarta, 1994 CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka Jakarta, 1983 Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, Pradnja Paramita, Jakarta, 2010 Djumadi, Hukum Perubahan Perjanjian Kerja, Rajawali Pers, Jakarta, 1992 Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat, Alumni, Bandung, 1979, Hukum Perekonomian Adat, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1990 Ilham Bisri, Sistem Hukum Indonesia, Raja Grafindo, Jakarta, 2012 Iman Sudiyat, Hukum adat sketsa asas, Liberty, Yogyakarta, 1981 Jupriansyah, Perjanjian Paroan (Bagi Hasil Pemeliharaan Kerbau) Menurut Hukum Adat Lembak di Kecamatan Talang Empat Kabupaten Bengkulu Tengah, Skripsi, Fakultas Hukum UNIB, 2014 Merry Yono, Bahan Ajar Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum UNIB, Bengkulu, 2002, Ikhtisar Hukum Adat, Fakultas Hukum UNIB, 2006 Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2002, Meninjau Hukum Adat Indonesia, CV. Rajawali, 1981 Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Alumni Bandung, Jakarta, 1967, Kedudukan serta Perkembangan Hukum Adat Setelah Kemerdekaan, Inti Idayu Press, Jakarta, 1983,

66 Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa,Jakarta, 2002 Sugiyono, Metode Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2012 Suharsimi Arikunto,Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2010,Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2010 INTERNET Herukuswanto, Modul Hukumhttp://herukuswanto. dosen.narotama.ac.id /files/2011/05/modul-hukum- Adat-1-Pengertian-Hukum-Adat.pdf. pukul. 21.45 wib. tanggal 04 Maret 2014 Rizki, Aspek Keadilan Dalam Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian, http://eprints.uns.ac.id/9101/1/205541011201101361.pdf Pukul. 21.43 WIB. tanggal 26 Mei 2014 Tanpa nama, Pengertian hukum adat, http://statushukum.com/pengertian-hukumadat.html. pukul. 21.45wib. tanggal 04 Maret 2014

LAMPIRAN