BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)

FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH

LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN

REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG

PERFORMAN EKONOMI KAMBING KABOER DAN KAMBING KACANG PADA KONDISI STASIUN PENELITIAN CILEBUT

MORTALITAS PRASAPIH KAMBING KACANG DAN BOERKA DI STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

EVALUASI GENETIK PEJANTAN BOER BERDASARKAN PERFORMANS HASIL PERSILANGANNYA DENGAN KAMBING LOKAL

KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Kacang pada Priode Prasapih

PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS

PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR

PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI

PENGARUH FAKTOR NON GENETIK TERHADAP BOBOT LAHIR KAMBING BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG SEI PUTIH

KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN PRODUKSI KAMBING BOER, KACANG DAN PERSILANGANNYA PADA UMUR 0 3 BULAN (PRASAPIH)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

PENGARUH EFEK TETAP TERHADAP BOBOT BADAN PRASAPIH DOMBA PRIANGAN

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk

BOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN

Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih

PEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem pemeliharaan ternak kambing dikecamatan Bangun Purba kabupaten Deli Serdang propinsi Sumatera

KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH

Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang

PENGAMATAN POTENSI REPRODUKSI KAMBING BETINA YANG DI PELIHARA SECARA TRADISIONAL DI DAERAH PESISIR KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA

POTENSI KERAGAMAN SUMBERDAYA GENETIK KAMBING LOKAL INDONESIA

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

POLA PERTUMBUHAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG BETINA DI KABUPATEN GROBOGAN (Growth Pattern of Body Weight of Female Kacang Goats in Grobogan Regency)

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENAMPILAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING F-1 ANGLO NUBIAN PERANAKAN ETAWAH, F-2 SAPERA, DAN PERANAKAN ETAWAH

I. PENDAHULUAN. atau peternak kecil. Meskipun bukan sebagai sumber penghasilan utama, kambing

STUDI PERBANDKNGAN MIKROBA RUMEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

PRODUKTIVITAS DAN NILAI EKONOMI USAHA TERNAK KAMBING PERAH PADA SKALA KECIL

PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

STRATEGI PEMANFAATAN PLASMA NUTFAH KAMBING LOKAL DAN PENINGKATAN MUTU GENETIK KAMBING DI INDONESIA

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

SKRIPSI OLEH : RINALDI

PRODUKTIVITAS INDUK DALAM USAHA TERNAK KAMBING PADA KONDISI PEDESAAN

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

ANALISIS POTENSI REPRODUKSI KAMBING KACANG DI WILAYAH PESISIR KEPULAUAN WANGI-WANGI, KABUPATEN WAKATOBI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

AGRIBISNIS TERNAK KAMBING BERBASIS TANAMAN JERUK DI KABUPATEN KARO-SUMUT

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

STUDI KOMPARATIF METABOLISME NITROGEN ANTARA DOMBA DAN KAMBING LOKAL

Peta Potensi Genetik Sapi Madura Murni di Empat Kabupaten di Madura. Nurgiartiningsih, V. M. A Bagian Produksi Ternak Fakultas Peternakan UB, Malang

UJI ADAPTASI DOMBA KOMPOSIT PADA KONDISI USAHA PETERNAKAN RAKYAT DI PEDESAAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

PENAMPILAN REPRODUKSI DOMBA LOKAL YANG DISINKRONISASI DENGAN MEDROXY PROGESTERON ACETAT PADA KONDISI PETERNAK DI KELURAHAN JUHUT, KABUPATEN PANDEGLANG

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

Pengaruh Musim Kawin Terhadap Produktifitas Induk Kambing PE Pada Kondisi Pedesaan

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

KARAKTERISTIK MORFOLOGIK KAMBING SPESIFIK LOKAL DI KABUPATEN SAMOSIR SUMATERA UTARA

Analisis litter size, bobot lahir dan bobot sapih hasil perkawinan kawin alami dan inseminasi buatan kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

THE EFFECT OF CROSSES HAMSTER CAMPBELL NORMAL WITH HAMSTER CAMPBELL PANDA AND PARENT AGE WHEN MATED TO THE APPEARANCE OF CHILDRENS PRODUCTION

KACANG GOATS DOE PRODUCTIVITY IN KEDUNGADEM SUB-DISTRICT BOJONEGORO REGENCY

KARAKTERISTIK BANGSA DOMBA EKOR TIPIS (DET) DAN KODISINYA SAAT INI DI INDONESIA

Bachtar Bakrie, Neng Risris Sudolar, Heni Wijayanti

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

RESPON TIGA RUMPUN KAMBING TERHADAP PEMBERIAN TAMBAHAN KONSENTRAT

PERFORMA DOMBA KOMPOSIT HASIL PERSILANGAN ANTARA DOMBA LOKAL SUMATERA DENGAN DOMBA RAMBUT GENERASI PERTAMA DAN KEDUA

EVALUASI GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN ANAK DARI JANTAN MUDA UJI PROGENI PADA KAMBING PE

PENYEDIAAN BIBIT UNGGUL RUMINANSIA KECIL YANG DIHASILKAN BADAN LITBANG PERTANIAN

PENDAHULUAN. prolifik (dapat beranak lebih dari satu ekor dalam satu siklus kelahiran) dan

Pertumbuhan Anak Kambing Peranakan Etawah (PE) Sampai Umur 6 Bulan di Pedesaan

Transkripsi:

BOBOT LAHIR BEBERAPA GENOTIPE KAMBING HASIL PERSILANGAN (Average Birth Weight of Several Crossing of Goat Genotipes) SIMON ELIESER, MERUWALD DOLOKSARIBU, FERA MAHMILIA, ANDI TARIGAN dan ENDANG ROMJALI Loka Penelitian Kambing Potong, PO Box 1, Galang, Sumatera Utara ABSTRACT A Study of birth weight of several goat crossings was conducted at Lolit Kambing Potong Sei Putih. Data of birth weight were obtained for 74 lambs generated of goat Kacang (100 %); LB1 (crossing of 50% Kacang x 50% Boer); LB2 (crossing of 25% Kacang x 75% Boer), which were crossed with ram Boer goat (B). Beside that, goat Kacang x Kacang (LL) and PE x PE (PE). Overall average birth weight were 2.777 ± 0.103 Kg, 2.342 ± 0.110 Kg, 2.195 ± 0.192 Kg, 1.860 ± 0.088 Kg, 1.854 ± 0.153 Kg and 1.411 ± 0.102 Kg for original Boer goat, LB2, LB3, LB1, PE and LL respectively. Data was analyzed by using SAS programme. The results showed that the average birth weight of original Boer (B) was significantly different (p<0.05) with all goat crossings. However, birth weight of LB3 was not significant different with LB1, LB2, and PE. Mean while, the birth weight of PE and LB1 was significant different to LB2, and birth weight of LL was significant (p<0.05) to all goat crossings. Further more, the only factor affecting (p 0.05) birth weight was type of birth but not sex. It was concluded that crossing of local goat (Kacang) x Boer was able to increase the birth weight to approximately 30 60%. Key words: Crossing of Goat, birth weight, sex and litter size ABSTRAK Penelitian untuk mengetahui bobot lahir beberapa bangsa kambing hasil persilangan telah dilakukan di Stasiun Percobaan Lolit Kambing Potong Sei Putih. Materi dan metodologi penelitian yang digunakan meliputi betina kambing kacang murni (100% darah kacang (L), betina Kambing kacang hasil persilangan (LB1 = 50% darah kacang, 50% darah Boer; LB2 = 25% darah kacang, 75% darah Boer) dikawinkan dengan pejantan Boer murni (B). Selain itu dilakukan juga persilangan antara betina kacang dengan pejantan kacang murni (LL) dan persilangan antara betina kambing PE dengan pejantan PE untuk melengkapi data sebagai pembanding. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bobot lahir beberapa bangsa kambing yang disilangkan. Dari data 74 ekor bobot lahir anak yang dianalisis dengan menggunakan model SAS diperoleh bahwa bobot lahir kambing Boer murni (B = 4 ekor anak) paling tinggi (2,777 ± 0,183 kg) kemudian diikuti oleh bobot lahir hasil persilangan LB1 dengan B (LB2 = 14 ekor anak) 2,342 ± 0,110 kg; persilangan LB2 dengan B (LB3 = 6 ekor anak) 2,195 ± 0,192 kg; persilangan L dengan B (LB1 = 21 ekor anak) 1,860 ± 0,088 kg; persilangan PE dengan PE ( PE = 7 ekor anak) 1,854 ± 0,153 kg dan yang paling rendah persilangan L dengan L (LL = 22 ekor anak) 1,411 ± 0,102 kg. Hasil analisis data dengan menggunakan model linear dari SAS (1994) menunjukkan bahwa bobot lahir kambing Boer murni (B) berbeda pada P<0,05 dibanding semua hasil persilangan. Bobot Lahir LB3 tidak berbeda dengan bobot lahir LB1, LB2 dan PE; namun bobot lahir PE dan LB1 berbeda dengan LB2. Bobot lahir LL berbeda pada P<0,05 dengan semua bobot lahir kambing hasil persilangan. Jenis kelamin tidak mempengaruhi bobot lahir betina (33 ekor = 2,019 ± 0,084 kg) dan jantan (41 ekor = 2,127 ± 0,071 kg). Sebaliknya tipe kelahiran mempengaruhi bobot lahir P<0,01 bobot lahir kembar (14 ekor = 1,820 ± 0,110 kg); tunggal (58 ekor = 2,327 ± 0,067 kg). Dari hasil analisis dapat disimpulkan sementara bahwa persilangan kambing lokal (kacang) dengan Boer meningkatkan bobot lahir berkisar 30 sampai 60%. Kata kunci: Kambing persilangan, bobot lahir, jenis kelamin dan tipe kelahiran PENDAHULUAN Permintaan produk perternakan khususnya daging di Indonesia akhir-akhir ini semakin meningkat, baik untuk konsumsi dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor dalam bentuk ternak hidup. Ternak kambing merupakan salah satu jenis ternak yang memiliki prospek 369

pengembangan yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Populasi kambing di Indonesia mencapai 14,6 juta ekor (DITJEN PETERNAKAN, 2000) dan didominasi oleh jenis kambing lokal dengan ukuran tubuh yang relatif kecil, namun memiliki prolifikasi yang tinggi. Tingkat kepemilikan kambing yang secara rata-rata hanya berkisar antara 2 7 ekor menunjukan bahwa penyebaran ternak ini cukup luas dan melibatkan cukup banyak petani/peternak. Kondisi ini menempatkan ternak kambing dalam posisi yang penting dalam usaha tani, karena peningkatan atau penurunan produktivitas ternak ini akan memberi pengaruh terhadap tingkat kesejahteraan petani/ peternak secara nasional. Berdasarkan kebutuahan pasar, permintaan ternak kambing dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu: 1). Permintaan lokal (dalam negeri) untuk kambing yang memiliki kondisi badan tidak terlalu besar namun masih memenuhi persyaratan terutama untuk tujuan upacara keagamaan dan juga untuk pedagang sate. 2). Pemintaan ekspor untuk kambing dengan ukuran tubuh yang lebih besar (35 40 kg). Bertolak dari permintaan pasar tersebut, maka arahan penelitian lebih ditekankan pada peningkatan produktivitas kambing lokal selain melalui seleksi didalam kambing Lokal sendiri untuk pemantapan sesuai permintaan lokal, juga dilakukan persilangan antara kambing lokal dengan kambing Boer terutama untuk pemenuhan permintaan ekspor. Salah satu bangsa kambing Lokal yang paling dominant dipelihara petani/peternak adalah kambing kacang. Kambing Kacang telah beradaptasi dengan lingkungan setempat dan memiliki keunggulan pada tingkat kelahiran anak (litter size) yang cukup tinggi (OBST et al., 1980 dan SAKUL et al., 1994). Namun demikian kambing Kacang ini juga memiliki keterbatasan dengan rataan bobot badan dewasa yang cukup rendah yaitu sekitar 22 kg. Kambing Boer adalah kambing tipe pedaging yang telah berkembang di Afrika Selatan. Pemuliabiakan kambing Boer telah dilakukan lebih dari 50 tahun, sehingga kambing tersebut telah dianggap superior diantara kambing tipe pedaging lainnya. Kambing Boer betina dapat dikawinkan pada umur 10 bulan dengan jumlah anak sekelahiran dari satu sampai tiga ekor. Rata-rata pertambahan bobot badan harian sampai umur 12 bulan adalah 200 250 g/hari. Bobot badan dewasa adalah 110 135 kg untuk jantan dan 90 100 kg untuk betina (MASON, 1988). Upaya peningkatan produktivitas kambing lokal telah dilakukan oleh DE HAAS (1978) dengan persilangan antara kambing kerdil Afrika (Small East African Goats) dengan kambing Boer. Hasil penelitian menunjukkan pertambahan bobot badan anak sampai disapih meningkat dari 32 g/hari pada kambing lokal menjadi 62 g/hari pada kambing persilangan. Hasil pengamatan pada generasi pertama (F1) persilangan Kacang dengan Boer ( KB ) menunjukan terjadi peningkatan yang nyata pada beberapa tolok ukur produktivitas. Rataan bobot sapih (umur 90 hari) kambing persilangan mencapai 13,02 ± 3,2 kg yaitu 38,6% lebih tinggi dibandingkan kambing Kacang, sedangkan bobot badan umur satu tahun 70-90% lebih tinggi dibandingkan kambing Kacang. Pengamatan pada generasi kedua F2 persilangan Kacang dengan Boer dengan melakukan interse mating menunjukan bahwa keragaan persilangan kambing Kacang dengan kambing Boer secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang. Penelitian terhadap persilangan antara kambing jantan KB dengan kambing Kacang dengan komposisi genotipa 25% Boer dan 75% Kacang menunjukan bahwa kinerja produksi kambing persilangan secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang (SETIADI et al., 2001). Rangkaian kegiatan penelitian ini nantinya diharapkan dapat terciptanya kambing kambing komposit (Kacang, Boer dan PE) yang memiliki keunggulan selain produktivitasnya yang tinggi juga mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis Indonesia. MATERI DAN METODE Materi kambing yang digunakan dalam penelitian ini adalah kambing yang digunakan dalam kegiatan Penelitian Peningkatan Produktivitas Kambing Potong Lokal Melalui Persilangan Antara Kambing Potong Lokal Dengan Kambing Unggul Boer. Materi yang digunakan meliputi kambing Kacang betina dikawinkan dengan kambing 370

Kacang jantan dan Kambing PE betina dikawinkan dengan Kambing PE jantan yang digunakan sebagai kontrol. Kemudian dilakukan persilangan antara kambing Kacang dengan kambing Boer (interse mating) untuk menghasilkan keturunan B1 (Kaboer 1), demikian juga dilakukan persilangan antara Kaboer1 dan Kaboer 2 dengan kambing Boer untuk menghasilkan kambing Kaboer 2 dan Kaboer 3. Data yang dikumpulkan meliputi: bobot lahir, tipe kelahiran, sex dan mortalitas anak saat dilahirkan. Kemudian data dianalisis dengan model linear dari SAS (1994) sebagai berikut: Y ijkl = U + A i + B j + C k + D ijkl dimana: Y ijkl = Bobot Lahir U = rataan umum A I = pengaruh bangsa B j = pengaruh tipe kelahiran C k = pengaruh sex D ijkl = pengaruh sisa Bobot lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Selama tahun 2003 jumlah anak yang dilahirkan dan hidup sebanyak 74 ekor. Rataan bobot lahir anak yang paling tinggi dijumpai pada hasil perkawinan Kambing Boer dengan Boer (2,777 ± 0,183 kg) sedangkan bobot lahir yang paling kecil pada hasil perkawinan antara kambing kacang dengan kacang (1,411 ± 0,102). Tabel 1 berikut ini menyajikan hasil analisis bobot lahir beberapa bangsa kambing yang disilangkan (dikawinkan). Dari data pada Tabel 1 tampak bahwa bobot lahir kambing Boer murni paling tinggi dan menunjukkan perbedaan nyata (P 0,05) dibanding bobot lahir pada jenis kambing lainnya. Bobot lahir kambing BB3 (2,195 ± 0,192 kg) berada diantara bobot lahir kambing BB1, PE dan BB2 dan secara statistik tidak berbeda. Terjadinya penurunan bobot lahir pada kambing BB3 diduga akibat terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding). Sesuai pendapat INIGUS et al. (1993) yang menyatakan inbreeding terjadi akibat dari proses acak yang terjadi pada populasi yang kecil atau pada perkawinan langsung antara individu yang hubungannya dekat dalam populasi yang besar. Inbreeding mengurangi tingkat heterizigisitas dalam populasi. Inbreeding umumnya mengurangi produksi. Bobot lahir kambing BB2 (2,342 ± 0, 110 kg) berbeda dengan BB! (1,859 ± 0,088 kg) dan PE (1,853 ± 0,153 kg). Bobot lahir BB2 ini tidak jauh berbeda dari yang dilaporkan SETIADI et al. (2001) bahwa bobot lahir persilangan antara kambing Boer dengan kambing Kacang sebesar 2, 42 ± 0,60 kg. Tabel 1. Pengaruh bangsa terhadap bobot lahir anak Bangsa anak Notasi Uji statistik Ulangan (n) Rataan bobot lahir (kg) (LSMEAN) BB a 4 2,777 ± 0,183 BB1 b 21 1,859 ± 0,088 BB2 c 14 2,342 ± 0, 110 BB3 bc 6 2,195 ± 0,192 LL d 22 1,411 ± 0,102 PE B 7 1,853 ± 0,153 Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan pada P <0,05) BB = Boer murni BB1 = Boer 50%; Lokal 50% BB2 = Boer 75%; Lokal 25% BB3 = Boer 87,5% ; Lokal 12,5% LL = Lokal murni (kambing kacang) PE = Peranakan Etawah 100% Jenis kelamin Dari 33 ekor anak kambing betina dan 41 ekor anak kambing jantan yang diamati ternyata secara statistik tidak ada pengaruh jenis kelamin terhadap bobot lahir. Namun secara angka bobot lahir jantan (rataan bobot lahir 2,127 ± 0,071 kg) relatif lebih tinggi dibanding bobot lahir betina (rataan bobot lahir 2,019 ± 0,084 kg) sesuai dengan yang dilaporkan SETIADI et al. (2001) bahwa bobot lahir anak jantan lebih besar dibanding anak betina tetapi secara statistik tidak menunjukkan perbedaan. Tabel 2 berikut ini menyajikan pengaruh jenis kelamin terhadap bobot lahir anak. 371

Tabel 2. Pengaruh jenis kelamin terhadap bobot lahir anak Jenis kelamin Notasi Uji statistik Ulangan (n) Rataan bobot lahir (kg) (LSMEAN) Betina a 33 2,019 ± 0,084 Jantan a 41 2,127 ± 0,071 Sex = Tidak berbeda (ns) Tipe kelahiran Hasil uji statistik terhadap tipe kelahiran menunjukkan bahwa, tipe kelahiran sangat bepengaruh terhadap bobot lahir anak (P 0,01). Rataan bobot lahir anak tipe tunggal (n = 58 ekor) adalah 2,326 ± 0,067 kg jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan bobot lahir anak tipe kembar (n = 14 ekor) 1,820 ± 0,110 kg. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan SETIADI et al. (2001) bahwa bobot lahir anak tunggal jauh lebih tinggi dibanding anak yang kelahiran kembar. Tabel 3 menampilkan pengaruh tipe kelahiran terhadap bobot lahir anak. Tabel 3. Pengaruh tipe kelahiran terhadap bobot lahir anak Tipe kelahiran Notasi Uji statistik Ulangan (n) Rataan bobot lahir (kg) (LSMEAN) Tunggal A 58 2,326 ± 0,067 Kembar B 16 1,820 ± 0,110 Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan pada P<0,01 Mortalitas anak Mortalitas anak saat dilahirkan secara total mencapai 18,7% (lahir 91 ekor mati 17 ekor). Mortalitas paling tinggi dijumpai pada anak hasil perkawinan kambing kacang dengan kacang 36,4 % kemudian diikuti mortalitas hasil perkawinan PE dengan PE 28,6% sedang yang paling kecil dijumpai pada persilangan kambing kacang dengan Boer 14,3%. Tingginya mortalitas ini diakibatkan terutama karena kondisi ternaknya. Kambing kacang dan PE yang dimiliki saat ini merupakan kambing yang baru pertama kali beranak sehingga mortalitasnya anaknya akan lebih tinggi bila dibanding kambing yang telah beranak 3 sampai 4 kali. Keadaan ini sesuai dengan hasil yang dilaporkan MARAI et al. (2001) bahwa mortalitas pada beranak pertama dan kedua akan kemudian akan menurun seterusnya pada beranak ke tiga sampai ke enam dan akan naik kembali pada kambing yang bernak ke tujuh dan seterusnya. Untuk lebih lengkapnya lihat Tabel 4. Tabel 4. Mortalitas anak saat lahir beberapa genotipe kambing hasil persilangan Bangsa anak Anak hidup (ekor) Anak mati (ekor) Mortalitas (%) BB 4 1 25 BB1 21 3 14,3 BB2 14 2 14,3 BB3 6 1 16,7 LL 22 8 36,4 PE 7 2 28,6 Mortalitas anak hasil perkawinan kacang dengan kacang cukup tinggi diduga diakibatkan karena kambing kacang tersebut kebanyakan baru beranak pertama. KESIMPULAN Dari hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan sementara sebagai berikut: 1. Persilangan Kambing Kacang dengan kambing unggul Boer meningkatkan bobot lahir anak sekitar 40 60% dibanding dengan perkawinan antara kambing kacang dengan kacang. 2. Tipe kelahiran mempengaruhi bobot lahir anak. Tipe kelahiran tunggal lebih berat dibandingkan dengan kembar. 3. Bobot lahir persilangan Boer dengan Kacang (anak 50% Boer dan 50% Kacang; 87,5% Boer dan 12,5% Kacang) tidak menunjukkan perbedaan dengan bobot lahir anak hasil perkawinan PE dengan PE. 372

DAFTAR PUSTAKA ---------------------. Evaluasi Peningkatan Kambing Persilangan. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Peternakan APBN Tahun Anggaran 1999/ 2000. Edisi Khusus. Buku 1. Penelitian Ternak Ruminansia Kecil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan ABDUL WAHID, T.K. MUKHERJEE and M.M. DAHLAN. 1978. Breeding and selection for improvement of goats in Malaysia. In: Breeding for ruminant production in the tropics. KASSIM B. (Ed.). Proc. of the workshop organised jointly by the Society for the Advancement of Breeding Researches in Asia and Oceania (SABRAO) and the Malaysian Society of Animal Production. pp. 19 41. AMIR, P. and H.C. KNIPSCHEER. 1989. Conducting On-farm Animal Research: Procedures and Economic Analysis. Winrock Intern. Inst. For Agric. Devel. Res. Centre. Singapore National Printers Ltd., Singapore. ANONYMOUS. 2000. Buku Statistik Peternakan 2000. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. ANONYMUS. 2000. Buku Statistik Peternakan 2000. Direktorat Jenderal Peternakan. Jakarta. DE HAAS, H.J. 1978. Growth of the Boer goat crosses in comparison with indegenous Small East African goats in Kenya. Tropenlandwrit 79: 7 12 (ABA 47,1861). INIGUEST, L., W.A PATTIE dan B. GUNAWAN. 1993. Aspek-aspek pemuliaan domba ditekankan terutama pada lingkungan tropis yang lembab di Indonesia. MARAI, I.F., F.I. ABOU-FANDOUD, A.H. DAADER and A.A. ABU-ELLA. 2001. Reproductive doe traits of Nubian (Zaraibi) goats breed, under Nile Delta conditions. Small Ruminant Research. Thed J. of the International Goat Association. MASON, I.L. 1988. American Boer Goat Association. 2002. Brochure. OBST, J.M., T. BOYER and T. CHANIAGO. 1980. Reproductive performances of Indonesian sheep and goats. Proc. Australian Society of Anim. Prod. 13: 321 324. SAKUL, H., G.E. BRADFORD and SUBANDRIYO. 1994. Prospects for genetic improvement of small ruminants in Asia. Proc. Symposium: Strategic Development for Small Ruminant Production in Asia and Pasific. SR-CRSP Univ. Calif. Davis. SETIADI, B., SUBANDRIYO, M. MARTAWIJAYA, K. DIWYANTO, I-K SUTAMA, U. ADIATI, D. YULISTIANI, L. PRAHARANI dan D. PRIYANTO. 2001. Analisis keunggulan genetik kambing persilangan. No. Protokol RK/BRE/I-01/ APBN 2000. Laporan Kegiatan Penelitian APBN T.A. 2000. Balai Penelitian Ternak. SOESETYO, R.H.B. and I.W, NURSITA. 1989. Small Ruminan Research and Development in East Java. In: Subandriyo, A. Djajanegara and I.W. Mathius (ed.). Sheep and Goats Research for Development. Proceedings of a Workshop, Bogor, West Java, Indonesia, October 18 19. pp. 9 19. STATISTICAL ANALYSIS SYSTEM. 1994. SAS/STAT Guide for Personal Computers. Version 6 th Ed. SAS Institute Inc. Carry, NC., USA. WELLER, J.I. 1994. Economic Aspects of Animal Breeding. Chapman & Hall, London. DISKUSI Pertanyaan: 1. Kambing kacang sebagai plasma nutfah perlu dilestarikan, sehingga persilangan antara Kacang X Boer cukup sampai F 1 saja untuk disebarkan ke lapangan, karena ada pengalaman di Sulawesi Tengah sudah sulit untuk mendapatkan domba ekor gemuk. 2. Apakah kambing Boer dapat beradaptasi baik dengan kondisi di Indonesia? 3. Apakah tidak diuji interaksi antara jenis kelamin dengan bangsa dan lainnya? 4. Di dalam masyarakat disebutkan non signifikan, tetapi ada pernyataan seperti angka bobot lahir anak jantan lebih tinggi dari betina. 5. Dilakukan seleksi pada kambing kacang tetapi tidak disebutkan bagaimana kriteria seleksinya? 373

6. Kambing Boer lebih baik dari kambing lokal dimana hanya dilihat dari bobot lahir saja, kemudian bagaimana dengan faktor lainnya setelah di lapangan karena dikhawatirkan malah kambing Boer akan lebih rendah dengan kambing lokal? 7. Apakah dilihat juga faktor kesehatan terutama ketahanan terhadap endoparasit? 8. Pemberian nama KABOER jangan diganti sebagai penghargaan kepada peneliti sebelumnya (B. Setiadi). 9. Apakah kambing Boer cukup tahan terhadap panas dan apakah juga faktor pertumbuhannya harus diperhatikan juga? Jawaban: 1. Kelestarian plasma nutfah kambing kacang akan tetap diperhatikan karena koleksi kambing Kacang di kantor kami sekitar 100 ekor. 2. Kambing Boer di Sumatera Utara cukup baik beradaptasi karena keberadaannya sudah lebih dari 10 tahun yang lalu. 3. Tidak diuji interaksinya karena data yang diperoleh masih minim sehingga tidak ada manfaatnya. 4. Terima kasih atas sarannya dan akan dikoreksi pada makalah. 5. Untuk kriteria KABOER 1, 2 dan 3 yang terbaik berdasarkan produksi induk yang tinggi dan anak yang tinggi, saran-saran yang lain akan ditambahkan dalam masalah. 6. Kami akan berhati-hati sehingga di lapang akan dilihat faktor sosial budaya masyarakat dan kesehatan ternak, karena jika yang dikembangkan di lapangan hasil terbaik dari lokasi penelitian, maka masyarakat akan kesulitan karena input yang harus dikeluarkan juga tinggi. 7. Masalah kesehatan akan diperhatikan sebelum disebar ke lapangan. 8. Pemberian nama tidak akan diganti. 9. Faktor adaptasi akan mendapat perhatian, karena dari pengalaman menunjukkan bahwa 3 bulan pertama kambing Boer tidak tahan terhadap panas, tetapi setelah 3 bulan pertama sudah terbiasa dengan kondisi setempat. 374