Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

dokumen-dokumen yang mirip
SEBAGAI PENGHAMBAT CENDAWAN TULAR TANAH

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Yulin Lestari 1) Rasti Saraswati 2) Chaerani 2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. Pengaruh Seduhan Kompos terhadap Pertumbuhan Koloni S. rolfsii secara In Vitro A B C

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kedelai menjadi tanaman terpenting ketiga setelah padi dan jagung

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

KEMAMPUAN PENGHAMBATAN

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. mengalami peningkatan. Salah satu faktor yang menyebabkan penurunan produksi

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran, Indonesia ABSTRACT

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pisang Cavendish merupakan komoditas pisang segar (edible banana) yang

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

UJI HAYATI MIKORIZA Glomus fasciculatum TERHADAP PATOGEN Sclerotium rolfsii PADA TANAMAN KACANG TANAH (Arachis hypogaea L. var.

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Uji Antagonis Trichoderma sp. Terhadap Fusarium sp. Secara In Vitro (Metode Dual Kultur)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculantum Mill.) merupakan salah satu komoditas

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi penyakit busuk pangkal batang (Ganodermaspp.) Spesies : Ganoderma spp. (Alexopolus and Mims, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KEMAMPUAN PENGHAMBATAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tumbuhan, Bidang

BAB I PENDAHULUAN. Strain bakteri yang menguntungkan dalam meningkatkan pertumbuhan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang cukup penting di Indonesia, yaitu sebagai sumber protein nabati.

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

PENGENDALIAN Sclerotium rolfsii Sacc. PENYEBAB PENYAKIT REBAH-SEMAI KACANG TANAH DENGAN PEMANFAATAN Streptomyces sp. SEBAGAI AGEN PENGENDALIAN HAYATI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 2 Pengaruh kombinasi varietas, aplikasi mulsa, serta aplikasi PGPR terhadap insidensi penyakit busuk pangkal

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KANDUNGAN PASIR PADA MEDIA SEMAI TERHADAP PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Sclerotium rolfsii Sacc) PADA PERSEMAIAN TANAMAN CABAI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. seluruh dunia dan tergolong spesies dengan keragaman genetis yang besar.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Siklus hidup Streptomyces spp. (

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

PENGHAMBATAN SERANGAN Sclerotium rolfsii PENYEBAB REBAH KECAMBAH PADA KEDELAI DENGAN BAKTERI KITINOLITIK

Kompos, Mikroorganisme Fungsional dan Kesuburan Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

TINJAUAN PUSTAKA. Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Layu Fusarium Pada Pisang

HASIL DAN PEMBAHASAN

serum medium koloni Corynebacterium diphtheria tampak putih keabuabuan, spesimenklinis (Joklik WK, Willett HP, Amos DB, Wilfert CM, 1988)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25

II. TINJAUAN PUSTAKA. Benih adalah ovule atau bakal biji yang masak yang mengandung suatu

BAB I PENDAHULUAN. bunga anggrek yang unik menjadi alasan bagi para penyuka tanaman ini. Di

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

FUSI GEN KITINASE Aeromonas caviae WS7b DENGAN PROMOTOR sigb DARI Bacillus subtilis 168 DAN EKSPRESINYA PADA Escherichia coli ADE SAPUTRA

TERM OF REFFERENCE (TOR) PENINGKATAN SERAPAN HARA, PENGISIAN TONGKOL, DAN PENCEGAHAN SERANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN PADA TANAMAN JAGUNG (Zea mays)

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Mariana Sofiani, Syamsuddin Djauhari, Luqman Qurata Aini

BAHAN DAN METODE. Bahan

A. Latar Belakang Masalah

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max (L) Merill).

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Kedelai. diberi nama nodul atau nodul akar. Nodul akar tanaman kedelai umumnya dapat

PERLAKUAN AGEN ANTAGONIS DAN GUANO UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT DAN HAMA PENGGEREK BUAH TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill) DI LAPANGAN

Transkripsi:

4 Tinggi tanaman kumulatif dikonversi menjadi LADKT (luasan area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman) menggunakan rumus sama seperti perhitungan LADKP. KB dihitung dengan rumus (Sutopo 2002): Perhitungan masing-masing parameter dikoreksi dengan menggunakan faktor koreksi yang dihitung dengan rumus (Abbot 1925): P' = (P-K)/(100-K) x 100 P' = persentase kematian, tinggi tanaman dan kemampuan berkecambah terkoreksi K = persentase kematian, tinggi tanaman, dan kemampuan berkecambah pada kontrol Intensitas penyakit, tinggi tanaman, dan kemampuan berkecambah pada hari tertentu untuk masing-masing cara aplikasi pada kontrol tanpa Streptomyces digunakan sebagai faktor koreksi IP, TT dan KB perlakuan Streptomyces. Nilai negatif pada semua parameter pengamatan dibuat positif dengan konstanta tertentu untuk kemudian dianalisis secara statistik. Analisis sidik ragam dilakukan menggunakan program Statistical Analysis System (SAS) versi 9.1 terhadap LADKP, LADKT, dan KB. Beda nyata antar perlakuan diuji menggunakan uji jarak berganda Duncan pada taraf nyata 5 %. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji in vitro kemampuan penghambatan Streptomyces spp. Hasil uji antagonis Streptomyces spp. menggunakan sel secara langsung (Tabel 1) menunjukkan bahwa isolat yang mempunyai aktivitas penghambatan tertinggi terhadap S. rolfsii adalah LSW 05 dengan persentase penghambatan sebesar 84 %, kemudian disusul oleh SSW 02 (63 %), LBR 02 (57 %) dan PS 4-16 (33 %). PD 2-9 dan LSW 1 memiliki aktivitas penghambatan yang rendah berturut-turut 11 % dan 5 %. Aktivitas penghambatan dari keenam isolat terhadap pertumbuhan miselium S. rolfsii terlihat pada Gambar 1. Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp. Persentase Penghambatan * koloni sel * filtrat kultur LSW 05 84 0 SSW 02 63 31 LBR 02 57 28 PS 4-16 33 31 PD 2-9 11 21 LSW 1 5 0 * Rata-rata dari dua ulangan yang diukur pada hari ke-7 setelah inkubasi. Filtrat Streptomyces spp. pada umumnya mempunyai aktivitas penghambatan pertumbuhan S. rolfsii yang lebih rendah dibandingkan sel Streptomyces (Tabel 2, Gambar 2). SSW 02, PS 4-16, LBR 02, dan PD 2-9, menunjukkan aktivitas penghambatan pertumbuhan S. rolfsii sebesar 21-31% sedangkan dua isolat lainnya (LSW 05 dan LSW 1) tidak menunjukkan kemampuan aktivitas penghambatan. Isolat LSW 05 yang memiliki aktivitas penghambatan paling tinggi dalam uji antagonis sel ternyata tidak menunjukkan aktivitas penghambatan dalam uji antagonis filtrat. Filtrat dua isolat (SSW 02 dan LBR 02) menunjukkan penurunan aktivitas penghambatan hingga separuhnya dibandingkan dengan selnya, sedangkan filtrat isolat PD 2-9 justru mengalami peningkatan

5 aktivitas hambatan 2 kalinya. Sementara itu aktivitas hambatan oleh sel dan filtrat PS 4-16 tampak stabil. Perbedaan kemampuan keenam filtrat isolat dalam menghambat pertumbuhan S. rolfsii ditunjukkan oleh pertumbuhan miselium S. rolfsii ke arah Streptomyces (Gambar 2). LSW 05 SSW 02 LBR 02 PS 4-16 PD 2-9 LSW 1 Gambar 1 Variasi aktivitas penghambatan pertumbuhan koloni Sclerotium rolfsii oleh sel Streptomyces spp. pada hari ke-5. LSW 05 SSW 02 LBR 02 PS 4-16 PD 2-9 LSW 1 Gambar 2 Variasi aktivitas penghambata pertumbuhan koloni S. rolfsii oleh filtrate kultur Streptomyces spp. pada hari ke-5. Uji In Planta Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. LSW 05 dan PS 4-16 dipilih untuk diuji secara in planta berdasarkan daya hambat terhadap pertumbuhan S. rolfsii hasil uji in vitro. Gejala penyakit mulai tampak pada hari keempat setelah tanam berupa pertumbuhan miselium S. rolfsii yang menutupi permukaan tanah dan kecambah mulai layu (Gambar 3). Gambar 3 Kecambah tomat yang layu setelah terserang S. rolfsi. 0 1 2 3 Gambar 4 Tanaman yang terserang S. rolfsii pada berbagai cara aplikasi Streptomyces; 0= kontrol, 1= seedcoating, 2= siram, 3=seedcoating+siram. Keparahan penyakit pada tanaman yang terinfeksi S. rolfsii secara signifikan dipengaruhi oleh cara aplikasi Streptomyces spp. (P=0.0005), tetapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan isolat Streptomyces spp. (Tabel 2). Pada pot yang tidak terinfestasi S. rolfsii cara aplikasi juga berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan gejala penyakit (P=0.0001), sedangkan perlakuan isolat Streptomyces spp. tidak berpengaruh. Interaksi antar kedua faktor perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap keparahan penyakit, baik pada tanaman dalam pot yang diinfestasi maupun yang tidak tdiinfestasi S. Rolfsii. Oleh karena itu, pengaruh tiap cara aplikasi dirata-ratakan dari penjumlahan pengaruh ketiga isolat Streptomycs, dan pengaruh perlakuan tiap isolat Streptomyces

6 dirata-ratakan dari penggabungan ketiga cara aplikasi (Tabel 3 dan 4). Penyiraman merupakan cara aplikasi Streptomyces yang terbaik dalam menurunkan keparahan penyakit, baik pada tanaman yang terserang S. rolfsii maupun pada tanaman pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii, dengan nilai LADKP berturut-turut sebesar -1360 (Tabel 3) dan -174 (Tabel 4). Penekanan nilai LADKP dengan cara siram ini jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai LADKP pada cara seedcoating dan kombinasi kedua cara aplikasi pada kondisi pot terinfestasi patogen maupun tanpa patogen. Meskipun secara statistik tidak berpengaruh nyata terhadap LADKP (P=0.0750), isolat LSW 05 mampu menekan LADKP hingga sebesar -906 pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii, sedangkan isolat PS4-16 hanya sebesar -31 (Tabel 3). Kemampuan LSW 05 dalam mengurangi keparahan penyakit menurun jika diaplikasikan secara kombinasi dengan PS4-16. Pada tanaman dalam pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii, penekanan gejala pembusukan tanaman oleh ketiga perlakuan Streptomyces berkisar dari -110 sampai -112 (Tabel 4). Tabel 2 Nilai probabilitas (P) F hitung 1 untuk luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP), luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) dan kemampuan berkecambah benih (KB) tomat Perlakuan Dengan Sclerotium rolfsii Tanpa Sclerotium rolfsii LADKP LADKT KB (%) LADKP LADKT KB (%) Cara aplikasi 0.0005 0.3421 0.0042 0.0001 0.0013 0.6688 Isolat Streptomyces 0.0750 0.1319 0.0007 0.9947 0.8582 0.5042 Cara aplikasi isolat Streptomyces 0.1667 0.2647 0.6858 0.4068 0.2697 0.9372 1 F hitung dianggap signifikan jika P 0.05. Tabel 3 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) 1 tomat yang ditanam pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii Seedcoating -550 323-370 -199 b Siram -2393-1222 -464-1360 a Seedcoating + Siram 225 806-49 327 b Rata-rata Streptomyces 2-906 a -31 b -295 ab Tabel 4 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan penyakit (LDKP) 1 tomat yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii Seedcoating -92-125 -70-96 b Siram -174-171 -176-174 a Seedcoating + Siram -62-38 -89-63 b Rata-rata Streptomyces 2-110 a -112 a -112 a

7 Pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii cara aplikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman tetapi sangat berpengaruh (P=0.0013) pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii (Tabel 1). Secara statistik isolat Streptomyces tidak berpengaruh signifikan terhadap tinggi tanaman, baik pada pot yang terinfestasi maupun tidak terinfestasi dengan S. rolfsii. Kedua faktor perlakuan tidak berinteraksi mempengaruhi tinggi tanaman pada kedua kondisi infestasi patogen (Tabel 1). Dengan demikian pengaruh masing-masing cara aplikasi dapat dirataratakan rata dari penjumlahan pengaruh ketiga isolat Streptomyces, dan pengaruh perlakuan masing-masing isolat Streptomyces dirataratakan dari penjumlahan ketiga cara aplikasi (Tabel 5 dan 6). Tabel 5 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) 1 pada tomat yang ditanam pada pot yang diinfestasi S. rolfsii Seedcoating 111 74 105 96 a Siram 174 86 92 118 a Seedcoating + Siram 70 52 125 82 a Rata-rata Streptomyces 2 118 a 71 a 107 a Tabel 6 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap luas area di bawah kurva perkembangan tinggi tanaman (LADKT) 1 pada tomat yang ditanam pada pot tidak diinfestasi dengan S. rolfsii Seedcoating 72 115 85 91 b Siram 131 182 128 147 a Seedcoating + Siram 77-1 40 39 c Rata-rata Streptomyces 2 93 a 99 a 85 a taraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan. Penyiraman merupakan cara aplikasi terbaik dalam meningkatkan tinggi tanaman pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii dengan nilai LADKT 147 dibandingkan dengan kedua cara aplikasi lainnya, berturutturut 91 dan 39 untuk cara seedcoating dan kombinasi kedua cara aplikasi (Tabel 6). Hal yang sama juga terlihat pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii, meskipun secara statistik cara aplikasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman (Tabel 5). Streptomyces isolat LSW05 meningkatkan tinggi tanaman pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii secara lebih baik dengan nilai LADKT 118 dibandingkan dengan isolat PS4-16 dengan nilai LADKT 71. Kemampuan LSW 05 ini sedikit menurun jika dikombinasikan dengan PS4-16. Isolat PS4-16 hanya dapat meningkatkan tinggi tanaman jika pot tidak terinfestasi oleh S. rolfsii, dengan nilai LADKT 99, yang setara dengan nilai LADKT pada LSW 05 sebesar 93 (Tabel 6). Tabel 7 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap persentase perkecambahan benih tomat 1 yang ditanam pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05+PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi 2 Seedcoating 94 41 100 78 a Siram 82-18 36 33 b Seedcoating + Siram 33-33 42 14 b Rata-rata Streptomyces 2 70 a -3 b 59 a

8 Tabel 8 Pengaruh aplikasi Streptomyces terhadap persentase perkecambahan benih tomat1 yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S.rolfsii Aplikasi LSW 05 PS 4-16 LSW 05 +PS 4-16 Rata-rata cara aplikasi Seedcoating 73 64 64 67 a Siram 78 78 61 72 a Seedcoating + Siram 75 80 70 75 a Rata-rata Streptomyces 75 a 74 a 65 a Cara aplikasi dan perlakuan isolat Streptomyces keduanya mempengaruhi persentase perkecambahan benih pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii secara nyata, berturut-turut pada P=0.0042 dan P=0.0007, tetapi tidak berpengaruh terhadap perkecambahan benih yang ditanam pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii. Kedua faktor tidak berinteraksi mempengaruhi persentase perkecambahan benih tomat, baik pada pot yang diinfestasi maupun tidak diinfestasi dengan S. rolfsii. Pada pot yang diinfestasi dengan S. Rolfsii, aplikasi Streptomyces dengan cara seedcoating meningkatkan perkecambahan benih tomat yang diinokulasi dengan patogen hingga 78%, jauh lebih tinggi daripada yang diaplikasikan dengan cara siram atau kombinasi seedcoating dan siram, berturut-turut 33 dan 14% (Tabel 7). LSW05 merupakan isolat Streptomyces terbaik dalam meningkatkan perkecambahan benih hingga 70% pada pot yang diinfestasi dengan S. rolfsii, tetapi kemampuan ini menurun menjadi 59% jika dikombinasikan dengan isolat PS4-16 yang sama sekali tidak mampu mengecambahkan benih (Tabel 7). Hal yang sama juga terlihat pada pot yang tidak diinfestasi dengan S. rolfsii (Tabel 8). Kemampuan Streptomyces dalam meningkatkan perkecambahan benih tampak lebih tinggi (65 75%) dalam kondisi media tanam tidak mengandung S. rolfsii (Tabel 8) jika dibandingkan dengan keadaan media tanam mengandung S. rolfsii (-3 70%). PEMBAHASAN Penekanan serangan OPT secara organik dapat dilakukan melalui penggunaan pupuk hayati dan mikroba agen pengendali hayati. Pupuk hayati secara tidak langsung dapat menginduksi kekebalan tanaman terhadap serangan patogen melalui peningkatan kebugaran tanaman. Mikroba pengendali hayati dapat bekerja secara langsung maupun tidak langsung menekan serangan patogen. Metabolit sekunder yang dihasilkan agen hayati dapat berdifusi ke dalam lingkungan pertumbuhannya dan bersifat antagonistik menghambat pertumbuhan cendawan dan bakteri patogen tanaman (Madigan et al. 2006, Todar 2008). Salah satunya adalah dibutyl phthalate yang dihasilkan oleh S. albidoflavus 321.2 dan diketahui memiliki aktivitas penghambatan yang kuat terhadap bakteri Gram positif maupun Gram negatif, dan juga terhadap cendawan unisel maupun filamen (Roy et al. 2006). Enzim kitinase dan β-1,3-glukanase yang diproduksi oleh Streptomyces mendegradasi kitin yang menyusun dinding sel cendawan dan menggunakannya sebagai sumber karbon (Yurnaliza 2002; Prapagdee et al. 2008). Secara tidak langsung agen hayati dapat menekan pertumbuhan patogen tanaman dalam rhizosfer melalui kemampuannya bersaing dengan patogen dalam memperoleh sumber makanan dan ruang dalam rhizosfer (Madigan et al. 2006). Enam isolat lokal Streptomyces spp. telah diuji kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan S. rolfsii secara in vitro. Tiga isolat memperlihatkan efektivitas penghambatan koloni S. rolfsii sebesar >50% jika diaplikasikan dalam bentuk sel hidup, tetapi efektivitas ini menurun 50-100% jika diaplikasikan dalam bentuk filtrat. Aktivitas penghambatan oleh filtrat yang rendah dibandingkan dengan sel hidup Streptomyces dapat disebabkan oleh 1) konsentrasi metabolit, 2) umur kultur, 3) jenis media, dan 3) kondisi pertumbuhan Streptomyces. Pada pengujian menggunakan sel, S. rolfsii diinfestasikan pada agar cawan yang sudah ditumbuhi Streptomyces selama tujuh hari. Dalam tenggang waktu tersebut Streptomyces telah mulai memproduksi senyawa metabolit yang konsentrasinya dalam agar semakin meningkat selama tujuh hari masa inkubasi berikutnya sejalan dengan pertumbuhan

9 koloni Streptomyces. Sedangkan pengujian filtrat menggunakan filtrat yang berasal dari kultur berumur 10 hari, sehingga konsentrasi senyawa metabolit sekundernya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan konsentrasi yang dihasilkan oleh sel Streptomyces yang tumbuh dan hidup selama 14 hari pada agar cawan uji. Media PDA yang digunakan pada pengujian sel mengandung glukosa dapat mendukung pertumbuhan sel Streptomyces dan produksi senyawa metabolit sekunder secara lebih baik dibandingkan dengan media ISP4 yang tidak mengandung glukosa. Faktor abiotik seperti ph media dan temperatur dapat mempengaruhi pertumbuhan Streptomyces dan produksi senyawa metabolitnya. Kondisi abiotik yang optimum untuk produksi metabolit masih belum diketahui. LSW 05 dan PS 4-16 dipilih berdasarkan hasil pengujian secara in vitro diuji lebih lanjut kemampuannya dalam menghambat serangan S. rolfsii pada tanaman tomat. LSW 05 dipilih karena mempunyai aktivitas hambatan tertinggi bila diaplikasikan dalam bentuk sel hidup meskipun filtratnya tidak mempunyai aktivitas hambatan. Sel dan filtrat PS4-16 mempunyai aktivitas hambatan yang stabil meskipun hanya ±30%. Kedua isolat diketahui dapat menghambat pertumbuhan beberapa mikroba patogen secara in vitro, antara lain B. subtilis, B. cereus, X. axanopodis, X. oryzae, R. solanacearum, Fusarium sp., dan R. solani (Papuangan, komunikasi pribadi). Diharapkan keduanya dapat menjadi mikroba pengendali hayati yang berspektrum luas. Pengujian pada tanaman mendapatkan hasil yang sejalan dengan hasil uji in vitro menggunakan sel, yaitu LSW 05 dapat menekan serangan S. rolfsii secara lebih baik daripada PS 4-16, meskipun tidak berbeda nyata menurut uji statistik. Isolat PS 4-16 selain kurang efektif menekan serangan S. rolfsii, juga sedikit mengurangi efektivitas LSW 05. Hal ini terlihat dari nilai LADKP kombinasi aplikasi kedua isolat yang lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi LSW 05 secara tunggal. Antagonisme antar isolat Streptomyces bisa saja terjadi. Organisme berinteraksi dengan organsime yang lainnya dalam komunitas alami ataupun satu dengan yang lainnya dalam kultur murni di laboratorium. Lingkungan memberi efek yang signifikan terhadap kemampuan tumbuh organisme (Madigan et al 2006). LSW 05 juga dapat meningkatkan persentase benih yang berkecambah secara signifikan dan sedikit meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan dengan isolat PS 4-16 dalam kondisi adanya patogen. Peningkatan berat kering, berat basah, jumlah dan ukuran daun tanaman tomat setelah pemberian Streptomyces juga dilaporkan oleh Romeiro et al. (1997). Peningkatan parameter-parameter agronomi ini dapat diakibatkan oleh pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dihasilkan Streptomyces. El Abyad et al. (1994) misalnya, melaporkan produksi ZPT indol-3- asam piruvat oleh S. Griseoflavus, sedangakan El Sayed et al. (1987) dalam El Abyad et al. (1994) mendeteksi produksi auksin oleh S. mutabilis dan S. atroolevaceus. Karena kemampuannya memproduksi zat pemacu tumbuh, Streptomyces digolongkan sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR, Romeiro et al. 1997) yang pada beberapa penelitian juga dilaporkan dapat menekan serangan patogen tanaman (Muthanas 2004). Dalam kondisi tidak ada infestasi S. rolfsii, pengaruh masing-masing isolat Streptomyces maupun kombinasi keduanya terhadap gejala penyakit, tinggi tanaman dan persentase perkecambahan benih tampak tidak berbeda nyata satu sama lain. Gejala penyakit yang terlihat pada kondisi ketiadaan S. rolfsii selain dapat diakibatkan oleh faktor abiotik seperti kelembaban tanah yang terlalu tinggi, juga dapat diakibatkan oleh mutu benih yang kurang baik, yang hanya dapat mencapai perkecambahan <80%. Cara aplikasi Streptomyces yang paling baik menekan serangan S. rolfsii adalah melalui penyiraman. Aplikasi dengan cara seedcoating dapat meningkatkan persentase benih yang berkecambah tetapi tidak cukup melindungi kecambah dari infeksi S. rolfsii lebih lanjut. Dalam lingkungan percobaan yang terkontrol pada media tanam steril di rumah kaca, aplikasi Streptomyces dengan cara siram sebanyak satu kali sudah dapat menekan serangan S. rolfsii pada tanaman muda (<40 hari). Untuk aplikasi Streptomyces di lapangan dengan kondisi telah terjadi kolonisasi oleh patogen tular tanah yang beragam, penyiraman satu kali mungkin tidak cukup melindungi tanaman yang lebih dewasa. Penambahan substrat spesifik seperti kitin pada media tanam atau formulasi seedcoating juga dapat meningkatkan pertumbuhan dan kolonisasi rhizosfer oleh Streptomyce,s lebih cepat dibandingkan dengan patogen, sehingga aktivitas penekanannya terhadap patogen lebih tinggi dan lama.