BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

FAJAR DWI ATMOKO F

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. proses perkembangan yang serba sulit dan masa-masa membingungkan

BAB I PENDAHULUAN. apabila individu dihadapkan pada suatu masalah. Individu akan menghadapi masalah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

PENDAHULUAN Latar Belakang Memasuki era globalisasi yang penuh dengan persaingan dan tantangan, bangsa Indonesia dituntut untuk meningkatkan Sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Santrock, 2000) yang menyatakan bahwa tugas perkembangan yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

AGAR MATERI INI BERMANFAAT. Jangan Biarkan HATI ini MATI. Jangan Biarkan HATI ini SAKIT

BAB I PENDAHULUAN. manusia pada dasarnya disebabkan karena adanya perubahan dan perkembangan baik

BAB I PENDAHULUAN. proses pendidikan yang harus dilalui baik pendidikan keluarga maupun

BAB I PENDAHULUAN. bagi perubahan besar sebuah negara. Ujung tombak sebuah negara ditentukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. hal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia,1998), seringkali menjadi tema dari banyak artikel, seminar, dan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Berpacaran sebagai proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal, merupakan periode selanjutnya dari masa remaja. Sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. akhirnya menikah. Pada hakikatnya pernikahan adalah ikatan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

P U T U S A N. Nomor : 1053/Pdt.G/2011/PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. perilaku menyimpang. Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dewasa dikatakan waktu yang paling tepat untuk melangsungkan pernikahan. Hal

BAB II TINJAUAN TEORI. yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Remaja sebagai bagian dari masyarakat merupakan mahluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pernikahan merupakan salah satu tahapan dalam kehidupan manusia. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan menjadi tempat yang penting dalam perkembangan hidup seorang manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan pertumbuhan tersebut, salah satu fase penting dan menjadi pusat

2016 FENOMENA CERAI GUGAT PADA PASANGAN KELUARGA SUNDA

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB KENAKALAN REMAJA PADA SISWA SMP PGRI 4 KOTA JAMBI. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Suka bolos, berkelahi dengan anak sini dan luar, suka minum-minum, suka merokok, pernah bantah guru

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Definisi Perkawinan, Perceraian serta akibat-akibat Hukumnya.

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. langgeng hingga akhir hayat mereka. Namun, dalam kenyataannya harapan

I. PENDAHULUAN. Keluarga adalah sekelompok individu yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kanak-kanak, relasi dengan orangtua sangat menentukan pola attachment dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN 1.5. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

Faktor-Faktor Pembentuk Kepribadian Matang. Pada Dewasa Awal. Yang Mengalami Perceraian Orangtua. Wisnu Sri Hertinjung; Arizka Diah Prawitasari

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai. Ketidakseimbangan jumlah antara laki-laki dan perempuan banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. Kasus perceraian di Indonesia saat ini bukanlah menjadi suatu hal yang asing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB XII PERILAKU MENYIMPANG

Hubungan antara Persepsi Anak Terhadap Perhatian Orang Tua dan Intensitas Komunikasi Interpersonal dengan Kepercayaan Diri pada Remaja Difabel

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Menurut World Health Organization (WHO (2010) remaja

perkawinan yang buruk dimana apabila antara suami istri tidak mampu lagi mencari jalan penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak (Hu

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

Transkripsi:

BAB I PENDAHALUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah fase kedua dalam kehidupan setelah fase anak-anak. Fase remaja disebut fase peralihan atau transisi karena pada fase ini belum memperoleh status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja disebut dengan masa kritis, suatu fase adanya banyak permasalahan dalam perkembangan, kepekaan terhadap stimulus dari luar, kondisi psikis yang labil dan mudah terbawa arus lingkungan. Fase remaja juga merupakan fase yang sulit dan berpengaruh terhadap masa dewasa nantinya dan peran orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan dalam melewati fase tersebut (Monks dkk, 2002). Dengan demikian penting sekali kiranya peran keluarga bagi anak atau remaja, karena keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah menghormati orang yang lebih tua serta membantu menyelesaikan berbagai masalah yang timbul. Pendidikan anak dalam keluarga merupakan awal dan sentral bagi seluruh pertumbuhan dan perkembangan anak menjadi individu dewasa. Kasih sayang orang tua bersifat menghangatkan, memberi rasa aman, dan mampu mengembangkan kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta bimbingan agar anak berani dan mampu dalam menghadapi kehidupan. 1

2 Namun disisi lain, keluarga sering kali menjadi sumber konflik bagi sejumlah orang. Suasana keluarga yang tidak harmonis sering mendorong terjadinya konflik antara kedua orang tua. Salah satu hal yang menjadi ketakutan besar bagi seorang anak adalah perceraian orangtua. Ketika perceraian terjadi, anak akan menjadi korban utama. Orangtua yang bercerai harus tetap memikirkan bagaimana membantu anak untuk mengatasi penderitaan akibat perpisahan orangtuanya. Kasus perceraian semakin marak terjadi di lingkungan sekitar melalui pemberitaan mass media. Tahun 2009 lalu, perkara perceraian yang diputus Pengadilan Agama/Mahkamah Syar iyah mencapai 223.371 perkara. Namun demikian, selama sembilan tahun terakhir, tiap tahun rata-rata terdapat 161.656 perceraian. Artinya, jika diasumsikan setahun terdapat dua juta peristiwa perkawinan, maka 8 % di antaranya berakhir dengan perceraian (dalam Hermansyah, 2010). Sedangkan tingkat perceraian di kota Surakarta sendiri di pertengahan tahun 2011 lalu telah mencapai 890 kasus, Dari jumlah tersebut, sebanyak 543 kasus perceraian ialah karena gugatan istri. Data dari Pengadian Negeri Surakarta hingga Nopember 2011 (543) kasus gugat cerai yang dilakukan oleh istri ke suaminya mengalami kenaikan 10 persen dari tahun 2010 lalu yang mencapai (504). Namun, yang menarik kasus talak cerai yang dilakukan suami ke istrinya juga mengalami kenaikan, dimana tahun 2010 lalu suami yang talak cerai istrinya mencapai 228 kasus, tapi di bulan Nopember 2011 sudah mencapai angka 230

3 kasus. Hal yang sama juga terjadi pada 2012 ini. Dari 152 angka perceraian, sebanyak 104 kasus adalah gugat cerai. Perceraian yang terjadi pada pasangan suami istri, apapun alasannya, akan selalu berakibat buruk pada anak, meskipun dalam kasus tertentu perceraian dianggap merupakan alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk Martina Rini (dalam Amelia, 2008). Perceraian antara sepasang suami istri hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak dan untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa pasangan suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri (Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 39 dalam Amelia, 2008). Perceraian orangtua dianggap sebagai salah satu penyebab utama kegagalan masa depan anak. Anak dapat kehilangan orientasi masa depan karena kehilangan kasih sayang orangtua. Pada umumnya setiap anak menginginkan keutuhan keluarga. Menurut Wardoyo (dalam Amelia, 2008) perceraian merupakan kegagalan dalam mengembangkan dan menyempurnakan cinta antara suami-istri. Perceraian merupakan pengalaman yang menyedihkan dan menyakitkan pada suami, istri maupun anak-anak. Perceraian orang tua adalah suatu hal yang sangat berpengaruh pada kondisi kejiwaan anak terutama yang berkaitan dengan emosinya, apalagi pada saat perceraian terjadi anak berada pada usia remaja, yaitu usia labil dimana seorang anak remaja berada masa pencarian jati diri, anak juga cenderung kurang

4 bisa mengendalikan emosi yang ada pada dirinya, hal ini tidak akan baik jika ditambah dengan masalah perceraian yang terjadi pada kedua orang tuanya. Oleh sebab itu dalam sebuah keluarga peran orang tua sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan seorang anak remaja. Fungsi keluarga adalah memberi pengayoman sehingga menjamin rasa aman, maka dalam masa kritisnya seorang anak remaja benar-benar membutuhkan realisasi fungsi tersebut. Menurut Hetherington, Anderson, & Hagan (dalam Novitasari,2006) perceraian merupakan hal yang sangat emosional yang menenggelamkan anak ke dalam konflik. Konflik adalah suatu aspek kritis keberfungsian keluarga yang seringkali lebih berat dari pada pengaruh struktur keluarga terhadap perkembangan anak. Sepertiga anak terus memperlihatkan kemarahan akibat tidak dapat tumbuh dalam keluarga utuh dan lebih cenderung mengingat konflik dan stress yang mengitari perceraian tersebut sepuluh tahun kemudian, ada kekhawatiran bila mereka tidak dapat hidup lebih baik dari orang tuanya. Sedangkan pada anak perempuan usia remaja, lebih sering terlibat konflik dengan ibunya, berperilaku dengan cara-cara yang tidak terpuji, memiliki harga diri yang rendah dan mengalami lebih banyak masalah hubungan heteroseksual. Menurut hasil penelitian Hetherington, peristiwa perceraian itu menimbulkan ketidakstabilan emosi, mengalami rasa cemas, tertekan, dan kemarahan. Sedangkan Mary Ainsworth menjelaskan bahwa sikap anak itu sebagai pertanda adanya terikatan kuat antara anak dengan orangtua. Main dan Weston juga memperlihatkan dalam kelompok anak yang mengalami perceraian orang tua ada anak yang tidak memberikan reaksi atas kepergian orang tuanya.

5 Bahkan ketika orangtua kembali, reaksi anak ambivalen, kadang-kadang antusias dan malah menjauhi orangtuanya ( Novitasari, 2006). Akibat lain dari perceraian menurut Gerungan (2000) yakni munculnya kecenderungan perilaku delinquency pada remaja. Ditambahkan oleh Aldi (dalam Atmoko, 2010) diperoleh hasil penelitian tentang kenakalan remaja sebagai salah satu perilaku menyimpang hubungannya dengan keberfungsian sosial keluarga di Pondok Pinang pinggiran kota metropolitan Jakarta. Adapun ukuran yang digunakan untuk mengetahui kenakalan seperti yang disebutkan dalam kerangka konsep yaitu (1) kenakalan biasa (2) Kenakalan yang menjurus pada pelanggaran dan kejahatan dan (3) Kenakalan Khusus. Responden dalam penelitian tersebut berjumlah 30 responden, dengan jenis kelamin laki-laki 27 responden, dan perempuan 3 responden. Mereka berumur antara 13 tahun-21 tahun. Terbanyak mereka yang berumur antara 18 tahun-21 tahun. Bentuk kenakalan mereka dari responden 30 remaja yakni berbohong = 30%; Pergi keluar rumah tanpa pamit = 30%; Keluyuran = 28%; Begadang = 26%; membolos sekolah = 7%; Berkelahi dengan teman = 17%; Berkelahi antar sekolah = 2%; Buang sampah sembarangan = 10%; membaca buku porno = 5%; melihat gambar porno = 7%; menonton film porno = 5%; Mengendarai kendaraan bermotor tanpa SIM = 21%; Kebutkebutan/mengebut = 19%; Minum-minuman keras = 25%; Kumpul kebo = 5%; Hubungan sex diluar nikah = 12%; Mencuri = 14%; Mencopet = 8%; Menodong = 3%; Menggugurkan Kandungan = 2%; Memperkosa = 1%; Berjudi = 10%; Menyalahgunakan narkotika = 22%; Membunuh = 1%.

6 Demikian akibatnya pada remaja yang mengalami perceraian orang tua yakni adanya kecenderungan perilaku delinquency pada remaja Hasil penelitian dari studi kasus di Desa Pengauban Kabupaten Indramayu (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009) menunjukkan beberapa dampak dari perceraian yakni: (1) Dampak perceraian terhadap kesadaran diri. Dalam penelitian ini sebagian besar anak-anak korban perceraian cenderung tidak dapat mengontrol emosi mereka, hal demikian tidak lepas dari peran orangtua karena rata-rata orangtua yang sudah bercerai tidak dapat mengontrol emosi mereka sendiri, anak merasa kecewa, frustrasi, dan dia ingin melampiaskannya dengan melakukan hal-hal yang berlawanan dengan peraturan, memberontak dan sebagainya. (2) Dampak perceraian orang tua terhadap pengaturan diri. Dalam pengaturan diri sebenarnya anak-anak korban perceraian tidak menerima keputusan orangtua, ini membuktikan bahwa sebenarnya anak tidak menginginkan orangtua mereka berpisah, anak menjadi terpukul, hal ini juga yang membuat anak-anak korban perceraian jadi kurang berprestasi, murung dan anak merasa bersalah dan merasa bahwa dirinya yang menjadi penyebab perceraian. Selain itu anak korban perceraian menjadi mudah marah karena mereka sering melihat permasalahan orangtua karena perilaku orangtua merupakan contoh kongkrit bagi anak-anak. (3) Dampak perceraian terhadap motivasi. Anak korban perceraian memiliki tingkat motivasi yang kurang bagus karena mereka mengalami trauma secara psikis yang berkaitan dengan kehidupan mereka. (4) Dampak perceraian terhadap empati yang timbul dengan teman sebaya. Anak korban perceraian sering merasa iri dengan teman-teman sebaya mereka yang memiliki keluarga yang utuh,

7 hal semacam ini jika tidak di arahkan sejak dini tidak menutup kemungkinan akan menimbulkan perilaku negatif mereka. (5) Dampak perceraian terhadap perilaku sosial anak korban perceraian mengalami ketidakstabilan emosi, dikarenakan tekanan batin pada anak, anak menjadi tertekan dan status sebagai anak cerai menjadikan perasaannya berbeda dari anak-anak yang lain, anak mempunyai rasa minder, kurang percaya diri bahkan ia menjadi kehilangan jati diri dan identitas sosialnya, dan ia juga merasa dikucilkan oleh teman-temannya. Dari beberapa kasus nyata tersebut di atas, maka dapat dibuat rumusan masalah yang sangat menarik perhatian peneliti untuk mengungkap tentang bagaimana kecenderungan perilaku delinquency pada remaja yang mengalami perceraian orang tua. Mengacu dari rumusan masalah tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Perilaku Delinquency pada Remaja yang Mengalami Perceraian Orang tua. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini disesuaikan dengan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kecenderungan perilaku delinquency pada remaja yang orang tuanya bercerai? C. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis

8 Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi, khususnya yang berkaitan dengan dampak perceraian orang tua terhadap kecenderungan perilaku delinquency remaja. 2. Manfaat praktis a. Subyek Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai wacana pemikiran dan pemahaman bagi subyek agar dapat menerima dan menjadikan perceraian orangtua sebagai pelajaran hidup, serta dapat dijadikan acuan untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi akibat dari perceraian orang tua. b. Keluarga subyek Bagi keluarga subyek, hal ini merupakan salah satu cara untuk memberikan pengertian tentang dampak perceraian di dalam keluarga dan dampaknya terhadap anak-anak mereka. c. Masyarakat Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai perceraian yang menjadi fenomena di masyarakat sehingga tercipta situasi kondusif bagi korban perceraian.