Arsip dan Naskah Banten yang tersimpan di Luar Negeri Titik Pudjisatuti 1 1. Pengantar Banten sebagai salah satu kesultanan Islam terbesar di Nusantara pada abad ke-16--17 telah menarik perhatian banyak peneliti. Tidak heran jika kita mendapatkan buku-buku atau artikel yang mengkaji Banten dari berbagai sudut pandang keilmuan. Dalam penelitiannya para peneliti telah menggunakan sumber tertulis asing dan lokal yang ditulis oleh orang Banten sendiri sebagai bahan kajiannya. Di antara para peneliti Banten yang memanfaatkan sumber lokal itu adalah Husein Djajadiningrat, Pigeaud dan De Graaf, Talens, Ota, dan Pudjiastuti. Sumber lokal yang saya maksud di sini adalah surat Sultan-Sultan dan bangsawan Banten dan naskah-naskah lama Banten. Dari pengamatan saya, surat-surat sultan-sultan dan bangsawan Banten yang dikenal sebagai arsip merupakan alat uji yang akurat untuk mengungkapkan kebenaran sejarah yang terkandung dalam naskah Banten. Sedangkan naskah lama Banten adalah naskah-naskah klasik Banten yang isinya antara lain tentang sejarah, hukum, dan bahasa. Menurut Lohanda (1998), arsip adalah salah satu bentuk dokumen tertulis yang dapat berfungsi sebagai pembuka pintu gerbang masa lalu. Melalui arsip kita tidak hanya menemukan catatan kegiatan yang besar-besar, seperti peralihan kekuasaan, nama-nama penguasa, intrik-intrik istana, dan sebagainya, tetapi juga tentang kegiatan kehidupan masyarakat, seperti masalah pertanian, cacah jiwa, kesehatan dan sebagainya. Sementara itu, naskah lama adalah bahan tulisan tangan yang minimal telah berusia 50 tahun. Melalui naskah lama kita dapat mengetahui berbagai hal yang pernah terjadi di masa lalu, seperti: keadaan masyarakat, bahasa yang digunakan, adat istiadat yang berlaku, situsi politik, ekonomi, dan lain sebagainya. 1 Titik Pudjiastuti pengajar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI). Alamat penulis: FIB-UI, Kampus UI, Depok Gedung III, Depok 16424. telp/faks: 021 78880208, email: titikpuji@yahoo.com
Berdasarkan penelitian yang pernah saya lakukan, ditemukan bahwa arsip dan naskah Banten cukup banyak yang tersimpan di luar negeri. Sehubungan dengan itu, pada kesempatan ini saya akan mengemukakan hal tersebut. Namun sebelum itu, perlu saya tegaskan lebih dahulu bahwa arsip Banten yang akan saya bicarakan adalah surat-surat kesultanan Banten yang berupa surat pribadi sultan atau bangsawan Banten yang ditulis secara formal atau informal dan ditujukan kepada raja atau penguasa mancanegara atau lembaga tertentu yang ditulis pada kurun waktu abad ke-17 19. Adapun naskah-naskah Banten yang akan saya tampilkan saya batasi pada naskah-naskah Banten yang teksnya berisi tentang sejarah Banten. 2. Arsip Banten Kurun waktu abad ke-17 sampai dengan ke-19 sangat penting bagi Banten karena pada masa-masa inilah Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya menjadi salah satu kerajaan Islam di Nusantara yang kuat secara politis maupun ekonomis, tetapi kemudian juga merupakan saat kehancuranya. Pada masa itu, Kesultanan Banten mengadakan kontak dengan berbagai penguasa mancanegara, antara lain Raja Inggris, Raja Denmark, dan juga para petinggi kolonial Belanda. Kontak antara sultan atau penguasa dan petinggi kesultanan Banten dengan para penguasa mancanegara itu terwujud dalam bentuk surat menyurat. Dalam hal ini, surat yang saya maksudkan adalah Dari penelusuran arsip Banten dapat diketahui bahwa suarat-surat kesultanan Banten yang berada di mancanegara tersimpan di lima tempat, yaitu: 1. Public Record Office (PRO). 2 Di tempat ini ditemukan 12 surat. Surat tertua berangka tahun 1605, yaitu surat Raja Banten untuk King James I, isinya ucapan selamat atas pengangkatannya sebagai Raja Inggris. Adapun surat termuda berangka tahun 1682, adalah surat dari Sultan Abu-al Fath Abdul Fatah untuk Raja Charles II. Isinya minta bantuan untuk berperang melawan putranya, Sultan Haji. 2. The British Library (BL) London. Di tempat ini hanya terdapat 2 surat. Kedua surat dikirim pada tahun yang sama yaitu 1811 dan isinya pun sama, yaitu surat dari Pangeran Anom dan pangeran Achmad untuk Raja Inggris, isinya kedua pangeran ini minta bantuan Inggris untuk membantu mereka melawan Belanda. 2 sekarang bernama The National Archives, London
3. Royal Library (RL) Copenhagen. Di tempat penyimpanan arsip ini terdapat 5 surat Banten. Surat tertua dari tahun 1671, yaitu surat Sultan Abu-al Fath Abdul Fatah untuk Raja Denmark, Christian V. Isinya pemberitahukan bahwa sultan mengizinkan orang Denmark menetap di Banten. Sedangkan surat termuda berangka tahun 1675, surat Sultan Abu-al Fath Abdul Fatah untuk Raja Denmark, Christian V, isinya laporan tentang dua orang Petor Denamark yang tidak jujur dalam berdagang. 4. Algemeen Rijks-archief (ARA) Denhaag. 3 Di tempat penyimpanan arsip nasional Belanda ini hanya dijumpai 6 surat. Keenam surat yang terdapat di sini berangka tahun 1619, ditulis dan dikirim oleh para petinggi Banten, yaitu Pangeran Gebang, Pangeran Hupaptih dan Pangeran Ranamanggala yang ditujukan kepada Kapiten Moer, isinya antara lain persetujuan untuk berdamai dengan Belanda asalkan Belanda tidak berlaku curang. 5. Universiteits-Bibliotheek (UB) Leiden. Di tempat ini terdapat 24 surat. Surat yang tertua berangka tahun 1792, dikirim oleh Sultan Abul Mfakhir Muhammad Aliuddin ditujukan kepada Gubernur Jenderal Willem Arnold Alting, isinya melaporkan tentang pembajakan lada di Lampung. Sedangkan surat yang termuda berangka tahun 1819 adalah surat dari Cornelis Theodorus Elout. komisaris jendral Hindia Belanda untuk Sultan Banten Mahmud Safiuddin, isinya mohon pamit karena akan kembali ke Belanda. Ke-49 surat kesultanan Banten ini ditulis dengan tulisan Arab, Jawi, dan Pegon dalam bahasa Arab, Melayu dan Jawa. Isinya sangat beragam di antaranya tentang pembelian dan penjualan, sewa menyewa rumah/gedung, hutang-piutang, perang, rekomendasi pengiriman utusan Banten ke luar negeri, pengangkatan seorang raja atau petinggi Banten, kasus pembunuhan, penganiyaan, dan lain sebagainya. 3. Naskah-Naskah Banten Warna sejarah yang termuat dalam karya sastra klasik Banten tampil dalam dua versi, yaitu Sajarah Banten Besar (disingkat SBB) dan Sajarah Banten Kecil (disingkat SBK). 3 Sekarang bernama Nationale Archief, Denhaag
SBB adalah teks-teks Sajarah Banten yang isinya menceritakan sejarah Banten secara panjang lebar, mengkaitkan Banten dengan tradisi sejarah yang lebih tua dari kurun zaman Tanah Jawa sebelum Islam, masa Islam sampai dengan masa awal kolonial Belanda, ketika Banten berada dalam puncak kejayaannya. Adapun SBK adalah teks-teks Sajarah Banten yang isinya berpusat pada perseteruan atau peperangan antara ayah dan anak -- Sultan Ageng Tirtayasa melawan Sultan Abdul Nashar Abul Qahar yang terkenal dengan sebutan Sultan Haji -- sampai habisnya kesultanan Banten di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Berdasarkan informasi dari beberapa katalog naskah diketahui bahwa naskahnaskah Banten baik dari versi SBB maupun SBK banyak yang tersimpan di mancanegara, yaitu di Leiden- Belanda dan London -Inggris. 1. Di Perpustakaan Universitas (Universiteits-Bibliotheek) Leiden Belanda tersimpan 14 naskah, terdiri atas 9 naskah teks versi SBB; 5 naskah di antaranya berangka tahun 1144 H (1732 M) dan 4 teks versi SBK, semuanya mencantumkan angka tahun penulisan/penyalinannya yaitu 1827, 1887. dan 1906. 2. Di Perpustakaan KITLV-Leiden, Belanda Di perpustakaan ini hanya ada 1 naskah, tetapi di dalamnya terdapat kedua teks versi Banten, yaitu SBB dan SBK. Naskah ini berangka tahun 1890. 3. Di The British library. Di perpustakaan ini juga hanya tersimpan 1 naskah dari versi teks SBB, sayangnya naskah ini tidak lengkap dan tidak bertanggal. 4. Penutup Berdasarkan pengamatan atas berbagai karangan yang memperbincangkan masalah Kesultanan Banten sejak berkembangnya di abad ke-16 sampai dengan keruntuhannya di abad ke-19, terkesan bahwa kebanyakan peneliti sejarah Banten masih lebih banyak menggunakan sumber-sumber tertulis asing, seperti dokumen Portugis, Inggris, dan Belanda sebagai bahan kajiannya. Sementara itu, sumber-sumber tertulis lokal yang dihasilkan oleh orang Banten sendiri, seperti surat-surat yang ditulis oleh Sultan-Sultan dan bangsawan Banten serta teks-teks sastra yang bermuatan sejarah seperti teks SB
belum secara maksimal dimanfaatkan. Hal ini mungkin karena kebanyakan peneliti belum mengetahui keberadaan surat-surat dan naskah-naskah sejarah Banten atau karena meeka beranggapan naskah-naskah hanya fiktif, sehinga tidak layak digunakan sebagai sumber sejarah. Kartodirdjo (1984: 212) memang beranggapan bahwa walaupun karya sastra sejarah merupakan gudang data tetapi sejarawan yang arif jangan menggunakannya selama tidak dikuatkan oleh sumber-sumber independen yang dekat dengan masa terjadinya peristiwa yang bersangkutan atau kredibilitas penyusun naskah terjamin, baik data maupun tujuan penulisannya. Pandangan ini berbeda dengan Guillot dkk (1996:12) yang mengatakan bahwa meskipun sumber-sumber tertulis lokal umumnya digubah dalam karya sastra, tetapi isinya tetap dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah, hanya memang untuk mengkajinya diperlukan ketelitian dan kecermatan dalam membacanya. Menurut pengamatan saya dengan mempelajari arsip dan naskah lama, kita dapat memetik kearifan dari apa yang telah terjadi di masa lampau dan membandingkannya dengan peristiwa yang tengah berlangsung pada masa kini. Dapat dikatakan kedua bahan sejarah Banten (arsip surat dan naskah-naskah Banten) ini saling mendukung, yang satu berfungsi sebagai bukti bagi yang lainnya.