ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III TANGGUNG JAWAB PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI DALAM MENYELENGGARAKAN PENGURUSAN SATUAN RUMAH SUSUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BANDUNG,

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 15 /PERMEN/M/2007 TENTANG TATA LAKSANA PEMBENTUKAN PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN SEDERHANA MILIK

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 Tahun 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN ( PPPSRS ) KOMERSIAL HUNIAN JAKARTA MUKADIMAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Suatu Tinjauan Falsafah Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm Universitas Indonesia

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN (P3SRS) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG RUMAH SUSUN. Oleh Elsi Kartika Sari*) Abstrak

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PERATURAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 1 TAHUN 1991 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2011 TEN TANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 3 TAHUN 2005 T E N T A N G RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab II. Tinjauan Umum Tentang Rumah Susun / Kondominium

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

BAB I PENDAHULUAN. hidup untuk masyarakat dan dirinya dalam menampakkan jati diri. 1

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN AKTA PENDIRIAN, ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA PERHIMPUNAN PENGHUNI RUMAH SUSUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

CAMBRIDGE CONDOMINIUM - MEDAN Gugatan Perbuatan Melawan Hukum Perkara Perdata No.597Pdt.G/2013/PN.MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN

RUMAH SUSUN BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN BONE LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 26 TAHUN 2009 DISUSUN OLEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1985 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGELOLAAN RUMAH SUSUN DAN PERMASALAHANNYA DITINJAU DARI PRESPEKTIF PENERAPAN UU.NO.20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

POKOK-POKOK PENGETAHUAN TENTANG RUMAH SUSUN. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya bagaimana

ANGGARAN DASAR PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN (PPPSRSH) PALADIAN PARK APARTEMEN MUKADIMAH

OLEH : KEPALA KANTOR WILAYAH BPN PROVINSI DKI JAKARTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebutuhan akan tempat tinggal semakin terasa mendesak dikarenakan

Undang Undang No. 16 Tahun 1985 Tentang : Rumah Susun

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB II TINJAUAN UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 110 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat dan sangat pesat. Masyarakat berbondong-bondong datang ke

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

PENGALIHAN IJIN MENEMPATI RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2012

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa negara menerapkan pemisahan antara pusat pemerintahan atau

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT SELAKU KETUA BADAN KEBIJAKSANAAN DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN NASIONAL

LEMBARAN DAERAH KOTA PEKANBARU Nomor : 14 Tahun : 2002 Seri : D Nomor : 13

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Sebagai

WALIKOTA DEPOK PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA DEPOK NOMOR 93 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 17 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG

IKATAN ALUMNI CEDS UI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1994 TENTANG PENGHUNIAN RUMAH OLEH BUKAN PEMILIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. tinggal. Dimana tempat tinggal atau rumah merupakan kebutuhan dasar yang akan

BAB II DASAR HUKUM (PAYUNG HUKUM) KEPEMILIKAN RUMAH SUSUN DENGAN SISTEM STRATA TITLE DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. segala aspeknya melainkan hanya mengatur salah satu aspeknya, yaitu tanah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 97 TAHUN 1996 TENTANG PERSETUJUAN PERUBAHAN ANGGARAN DASAR KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 12 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 11 TAHUN

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN RUMAH SUSUN SEDERHANA SEWA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

IKATAN KELUARGA ALUMNI PENDIDIKAN KESEHATAN PANTI RAPIH (IKADIKTIRA) Sekretaris Akper Panti Rapih Jl. Kaliurang KM 14 Yogyakarta (0274)

ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA U-GREEN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR : 942 TAHUN 1991 TENTANG

TINJAUAN YURIDIS KEPEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN OLEH WARGA NEGARA ASING DI INDONESIA (MENURUT UNDANG- UNDANG NO. 20 TAHUN 2011 TENTANG RUMAH SUSUN)


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992 TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN RUMAH SUSUN HUNIAN GRAHA CEMPAKA MAS JAKARTA PUSAT

IKATAN ZEOLIT INDONESIA (Indonesian Zeolite Association)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG RUMAH SUSUN (RUSUN)

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

BAB I PENDAHULUAN. Dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan

PENGURUS PUSAT PERHIMPUNAN ERGONOMI INDONESIA INDONESIAN ERGONOMIC SOCIETY

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Semakin mahalnya harga tanah karena banyak yang membutuhkan tanah untuk pembangunan perumahan, pemerintah membangun rumah susun terutama untuk warga masyarakat yang kurang mampu. Keberadaan rumah susun diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (selanjutnya disingkat UU No. 16/1985), dengan diundangkannya Undang 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut UU No. 20/2011), UU No. 16/1985 dinyatakan tidak berlaku sesuai dengan yang dimaksud oleh Pasal 118 ayat (1) UU No. 20/2011 bahwa Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3318) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Dengan pertimbangan ingin mengetahui lebih mendalam mengenai Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (dalam Undangundang No. 20/2011 disebut dengan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun) dan ketentuan Pasal 118 ayat (2) UU No. 20/2011 bahwa semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini, maka dalam pembahasan berikutnya UU No. 16/1985 dan UU No. 20/2011 akan digunakan keduanya. 1

2 Maksud diundangkannya UU No. 16/1985 dapat dilihat pada Konsideran bagian menimbang UU No. 16/1985 sebagai berikut: a. bahwa untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah; b. bahwa dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna tanah bagi pembangunan perumahan dan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuansatuan yang masingmasing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat; Pembangunan rumah susun sebagaimana tersebut di atas dimaksudkan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan peningkatan taraf hidup rakyat, khususnya dalam usaha pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok akan perumahan sebagaimana diamanatkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara, diperlukan peningkatan usaha-usaha penyediaan perumahan yang layak, dengan harga yang dapat dijangkau oleh daya beli rakyat terutama golongan masyarakat yang mempunyai penghasilan rendah. Pembangunan rumah susun tersebut dengan pertimbangan untuk lebih meningkatkan kualitas lingkungan pemukiman terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat tetapi hanya tersedia luas tanah yang terbatas, dirasakan perlu untuk membangun perumahan dengan sistem lebih dari satu lantai, yang dibagi atas bagian-bagian yang dimiliki bersama dan satuan yang masing-masing dapat dimiliki secara terpisah untuk dihuni, dengan memperhatikan faktor sosial budaya yang hidup dalam masyarakat.

3 Pembangunan rumah susun untuk kepentingan masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, pada perkembangan berikutnya rumah susun dibangun untuk kepentingan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas yang sering disebut dengan apartemen atau kondominium. Meskipun satuan rumah susun dibangun untuk kepentingan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas, hingga saat ini belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur masalah apartemen melainkan mengatur mengenai satuan rumah susun. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut dasar yang digunakan adalah UU No. 16/1985. 1 Mengenai rumah susun diartikan oleh Pasal 1 angka 1 UU No. 20/2011 jo UU 16/1985 sebagai berikut: Rumah Susun" adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagianbersama, benda-bersama dan tanah bersama. Bagian bersama maksudnya bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Benda bersama maksudnya benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Tanah bersama maksudnya sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batas-batasnya dalam persyaratan izin 1 Erwin Kallo, Panduan Hukum Untuk Pemilik/Penghuni Rumah Susun (Kondominium, Apartemen dan Rusunami), Minerva Athena Pressindo, Jakarta, 2009, hlm. 14.

4 bangunan. 2 Sedangkan satuan rumah susun adalah rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Rumah susun sebagaimana Pasal 1 angka 1 UU No. 20/2011 jo UU 16/1985 diartikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama. Jadi rumah susun merupakan suatu bangunan bertingkat, dibangun dalam satu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distruktur secara horizontal dan vertikal, dapat dimiliki secara terpisah, untuk tempat hunian. Hal ini berarti bahwa rumah susun merupakan suatu bangunan bertingkat yang tidak terpisahkan untuk tempat hunian. Rumah susun sebagai satuan rumah susun maksudnya rumah susun yang tujuan peruntukan utamanya digunakan secara terpisah sebagai tempat hunian, yang mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Rumah susun dibangun dalam suatu lingkungan maksudnya adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang di atasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, yang secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman. Rumah susun merupakan bagian bersama 2 Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana Predana Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 92.

5 maksudnya bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. Rumah susun merupakan benda bersama maksudnya benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Rumah susun dibangun dalam tanah bersama, maksudnya adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang di atasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan izin bangunan. Rumah susun dapat dimiliki oleh perorangan atau badan hukum sesuai dengan Pasal 1 angka 9 UU No. 16/1985 bahwa pemilik adalah perseorangan atau, badan hukum yang memiliki satuan rumah susun yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum sebagaimana Pasal 1 angka 16 UU No. 20/2011. Badan hukum adalah badan hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana Pasal 1 angka 17 UU No. 20/2011. Sedangkan Penghuni menurut Pasal 1 angka 19 UU No. 20/2011 jo Pasal 1 angka 10 UU No. 16/1985 adalah perseorangan yang bertempat tinggal dalam satuan rumah susun. Uraian sebagaimana tersebut di atas berkaitan dengan asas pembangunan rumah susun, dan kemudian dilanjutkan dengan aspek kepenghunian setelah rumah susun dibangun. Rumah susun sebagai milik bersama, maka perlu dibentuk perhimpunan pemilik dan penghuni satuan rumah susun (selanjutnya disingkat PPPSRS) atau juga dikenal dengan istilah perhimpunan penghuni rumah susun

6 (selanjutnya disingkat PPRS) sesuai dengan Pasal 1 angka 21 UU No. 20/2011 jo Pasal 19 UU No. 16/1985 yang menentukan bahwa penghuni rumah susun wajib membentuk PPRS. Perhimpunan pemilik dan penghuni menurut Pasal 1 angka 11 UU No. 16/1985 adalah perhimpunan yang anggotanya terdiri dari para pemilik dan penghuni. Kewajiban membentuk PPRS sesuai dengan yang dimaksud oleh Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (selanjutnya disebut PP No. 4/1988) bahwa penghuni dalam suatu lingkungan rumah susun baik untuk hunian maupun bukan hunian wajib membentuk perhimpunan penghuni untuk mengatur dan mengurus kepentingan bersama yang bersangkutan sebagai pemilikan, penghunian, dan pengelolaannya. Pembentukan perhimpunan penghuni dilakukan dengan pembuatan akta yang disahkan oleh Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II, dan untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Perhimpunan penghuni dapat mewakili para penghuni dalam melakukan perbuatan hukum baik ke dalam maupun ke luar pengadilan. Perhimpunan penghuni diberi kedudukan sebagai badan hukum berdasarkan undang-undang ini, mengenai bentuk badan hukum tersebut baik dalam UU No. 16/1985 maupun PP No. 4/1988 tidak memberti penjelasan lebih lanjut. Perhimpunan penghuni berkewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya.

7 Perhimpunan penghuni berkewajiban untuk mengurus kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan pemilikan dan penghuniannya. Perhimpunan penghuni dapat membentuk atau menunjuk badan pengelola, menurut Pasal 1 angka 12 UU No. 16/1985, badan pengelola adalah badan yang bertugas untuk mengelola rumah susun. Badan pengelola bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang bertugas untuk menyelenggarakan pengelolaan yang meliputi pengawasan terhadap penggunaan bagian bersama, benda bersama, tanah bersama, dan pemeliharaan serta perbaikannya. Perhimpunan penghuni, oleh UU No. 16/1985 diberi kedudukan sebagai badan hukum dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, sehingga dapat bertindak ke luar dan ke dalam atas nama pemilik, dan dengan wewenang yang dimilikinya dapat mewujudkan ketertiban dan ketenteraman dalam lingkungan rumah susun. Pengelolaan rumah susun dilakukan secara bersama oleh para penghuni, yang pada akhirnya diwajibkan membentuk PPRS, setelah PPRS sementara yang dijalankan oleh pengembang resmi dibubarkan, 3 yang berarti bahwa PPRS pada awalnya dikelola oleh pengembang dan kemudian dibentuk PPRS resmi setelah PPRS sementara bentukan pengembang dibubarkan. Ketika PPRS dikelola oleh pengembang meskipun sifatnya sementara, dalam menjalankan tugas dan wewenangnya tidak bersifat independen dan sangat berpihak pada pihak pengembang. Kondisi yang demikian ini sangat merugikan penghuni, misalnya yang terjadi pada pengembang yang membangun apartemen WPR yang terletak di 3 Ibid., hlm. 98.

8 Surabaya Barat, yang selama ini tidak ada transparansi terhadap pengelolaan keuangan yang diperoleh dari para penghuni dalam bentuk iuran bulanan, setiap pengaduan tidak segera mendapat penanganan, para penghuni yang membeli secara tunai tidak segera mendapatkan kepastian hukum atas terbitnya sertipikat sebagaimana dijanjikan, kegiatan-kegiatan untuk promosi tanpa dikomunikasikan kepada penghuni dan lain sebagainya. Berdasarkan uraian sebagaimana tersebut di atas, maka yang dipermasalahkan adalah: a. Legitimasi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun sebagai suatu badan hukum b. Tanggung jawab Perhimpunan Pemilik dan Penghuni dalam penyelenggarakan pengurusan satuan rumah susun 2. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui dan menganalisis Legitimasi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun sebagai suatu badan hukum. b. Untuk mengetahui dan menganalisis tanggung jawab Perhimpunan Pemilik dan Penghuni dalam penyelenggarakan pengurusan satuan rumah susun. 3. Manfaat Penelitian a. Manfaat teoritis, untuk menambah khasanah ilmu hukum khususnya di bidang pengelolaan rumah susun oleh PPRS.

9 b. Manfaat praktis, sebagai masukan bagi para pihak yang mempermasalahkan mengenai keberadaan PPRS yang berpihak kepada pengembang. 4. Tinjauan Pustaka Dasar pembangunan rumah susun pertama-tama adalah ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUPA, bahwa atas dasar hak menguasai dari Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum. Perkataan bersamasama dengan orang lain menunjukkan bahwa hak atas tanah dapat dimiliki atau dikuasai secara bersama-sama dengan orang lain. 4 Maksud dimiliki adalah bahwa satuan rumah susun tersebut penguasaannya didasarkan atas hak milik dengan bukti sertipikat hak atas satuan rumah susun. Boedi Harsono 5 mengemukakan bahwa berkenaan dengan tanda bukti hak milik atas satuan rumah susun adalah sertipikat hak milik satuan rumah susun merupakan suatu kreasi baru dalam perundang-undangan pertanahan, terdiri atas salinan buku tanah hak milik atas satuan rumah susun, surat ukur dari tanah bersama, dan gambar denah satuan rumah susun yang bersangkutan. 4 Ibid., hlm. 81. 5 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan, Jakarta, 2003, hlm. 364.

10 Pembangunan rumah susun di samping merupakan salah satu alternatif pemenuhan kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal atau hunian bagi warga kota yang pada penduduknya, juga merupakan pengembangan wilayah kota secara vertikal. Pembangunan rumah susun dapat dikonsumsikan untuk masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas, menengah dan ke bawah. Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh pemerintah atau pengembang. Dari aspek penguasaannya, rumah susun dapat dikuasai dengan cara pembelian atau sewa menyewa. 6 Rumah susun ternyata tidak hanya diperuntukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah saja, melainkan juga dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyakarat yang berpenghasilan menengah ke atas atau menengah. Rumah susun yang diselenggarakan oleh pemerintah biasahnya rumah susun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Komarudin, bahwa Rumah susun dikenal beberapa tipe, antara lain: 7 a. rumah susun mewah yang penghuninya sebagian besar tenaga kerja asing; b. rumah susun golongan menengah yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan menengah ke atas; c. rumah susun sederhana yang dihuni oleh masyarakat golongan berpenghasilan menengah dan rendah, dan d. rumah susun murah yang dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah. 6 Urip Santoso, Op. Cit, hlm. 77-78. 7 Komarudin, Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman, Yayasan REI, Rakasindo, Jakarta, 1997, hlm. 165.

11 Rumah susun yang dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah ke bawah bisa diperoleh melalui jual beli yang dikenal dengan rumah susun milik (rusunami) maupun melalui sewa menyewa yang dikenal dengan rusunawa (rumah susun sewa). Pembangunan rumah susun khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke atas disebut apartemen 8 harus berlandaskan pada asas kesejahteraan bersama, keadilan, merata serta menjaga keserasian dan keseimbangan dalam perikehidupan, untuk itu penghuni yang berada dalam kawasan hunian rumah susun/apartemen sudah seharusnya turut bertanggung jawab atas pengelolaan hunian di lingkungan komunitasnya, maksudnya bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan hunia rumah susun/apartemen menjadi hak dan kewajiban bersama segenap penghuni rumah susun. Dengan adanya kebersahaam para penghuni untuk mengelola rumah susun, perlu adanya suatu kesepakatan bersama dengan maksud dapat menjaga keharmonisan di antara penghuninya, yang dibuat dalam bentuk organisasi. Adanya keharmonisan antar penghuni rumah susun/apartemen tersebut dengan pertimbangan bahwa satu bangunan bersama untuk tempat bersama tidak jarang terjadi suatu ganggungan meskipun kualitasnya kecil, bila dibiarkan akan berpotensi menjadi besar jika tidak segera ditanggulangi. Pengelolaan bersama oleh para penghuni suatu rumah susun pada akhirnya diwajibkan membentuk PPRS, setelah PPRS sementara yang dijalankan oleh pengembang resmi dibubarkan. Perhimpunan ini merupakan paguyuban warga yang 8 Erwin Kallo, Op. cit., hlm. 96-97.

12 memiliki/menghuni (owner unit) rusun di lingkungan hunian rusun yang akan bertugas mengurus kepentingan bersama dengan dibantu oleh penyelenggara pembangunan (pengembang). 9 PPRS awalnya bersifat sementara yang diselenggarakan oleh pengembang, meskipun demikian tidak ada suatu batasan mengenai kapan PPRS tidak lagi diselenggarakan oleh pengembang yang sifatnya hanya sementara tersebut. Meskipun PPRS tidak lagi diurus oleh pengembang, dalam pelaksanaan pengurusan dibantu oleh penyelenggara pembangunan/pengembang. Di atas telah disinggung bahwa para penghuni untuk mengelola rumah susun/apartemen perlu membentuk organisasi. Organisasi dalam pengelolaan rusun telah diatur dalam UU No. 16/1985. Berpijak pada UU ini, maka telah ditetapkan pihak-pihak yang terlibat dalam pembangunan dan pengelolaan rusun di antaranya adalah : 10 1. Penyelenggara pembangunan (Pengembang) Sejalan dengan ketentuan UU No. 16/1985 Pasal 6, dijelaskan bahwa yang bisa bertindak sebagai penyelenggara pembangunan rusun (dalam hal ini adalah pengembang) bisa berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi, Badan Usaha Milik Swasta, Swadaya Masyarakat, atau Kerjasama antara badan-badan tersebut di atas. UU No. 20/2011 tidak mengatur mengenai penyelenggara pembangunan rusun, mengatur mengenai pengelola rumah susun. 9 Ibid., hlm. 98. 10 Adrian Stedi, Hukum Rumah Susun dan Apartemen, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm. 277.

13 Sebagai penyelenggara pembangunan, pada tahap permulaan pengelolaan, pengembang akan bertindak sebagai pengurus PPRS Sementara sampai nantinya terbentuk pengurus PPRS definitif (yang dibentuk oleh para penghuni rusun). Masing-masing pihak (pengembang dan penghuni) nantinya mempunyai hak dan kewajiban yang akan diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRS termasuk tata tertib (house rule) penghunian dan pengelolaan. 2. Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) Pembentukan PPRS ini dituangkan dalam suatu AD/ART yang wajib dipatuhi segenap penghuni/pemilik. PPRS ini mempunyai kedudukan sebagai badan hukum yang berkewajiban mengurus kepentingan bersama para pemilik dan penghuni yang bersangkutan dengan kepemilikan, penghunian, dan pengelolaan rusun yang mereka huni bersama. Dengan mengedepankan azas musyawarah dan mufakat serta kekeluargaan, warga penghuni rusun bisa memiliki Pengurus PPRS untuk keperluan tersebut di atas. Bila musyawarah dan mufakat tidak tercapai, pemilihan dengan pemungutan suara terbanyak bisa dilakukan. Ada beberapa tugas pokok yang diemban kalangan pengurus PPRS, di antaranya adalah: 11 a. Mengesahkan AD/ART PPRS yang disusun oleh Pengurus dalam Rapat Umum; b. Membina para penghuni akan pentingnya kesadaran hidup bersama secara serasi, selaras, dan seimbang dalam rumah susun dan lingkungannya; 11 Serial Rumah Susun, Apartemen, Majalah, Gramedia, Jakarta, hlm. 25.

14 c. Mengangkat pengurus PPRS sesuai dengan hasil Rapat Umum; d. Mengawasi pekerjaan Badan Pengelola dalam rangka pengelolaan satuan rumah susun beserta hak bersama atas Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama. Adapun gambaran mengenai susunan organisasi PPRS terdiri dari : seorang keetua, seorang sekretaris, seorang bendahara, seorang pengawas pengelola, dan penambahan jumlah keanggotaan dan jabatan pengurus PPRS disesuaikan dengan jumlah anggota dan kebutuhan yang perlu diatur dan dikelola kemudian. 3. Badan Pengelola Setelah pengurus PPRS terbentuk, maka untuk pengelolaan rumah susun perlu dibentuk Badan Pengelola Rusun. Badan Pengelola ini dapat saja dibentuk oleh penghimpunan yang terdiri dari orang yang ditunjuk PPRS yang selanjutnya diberi upah dan biaya-biaya yang nilainya akan disetujuk penghuni melalui Rapat Umum Anggota PPRS. Badan Pengelola yang melaksanakan pengelolaan rusun ini bertanggungjawab pada PPRS dan Pengurus akan mempertanggungjawabkan pelaksanaan pengeloaan pada Rapat Umum Anggota (RUA). Berdasarkan pada pengalaman yang selam ini terjadi, pembentukan Badan Pengelola Rusun lasimnya diserahkan kepada manajemen properti yang profesional. Namun demikian, PPRS bisa membentuknya sendiri. Adapun Tugas Badan Pengelola Rusun adalah sebagai berikut: 12

15 a. Mengadakan pemeriksaan, pemeliharaan, kebersihan, dan perbaikan rumah susun dan lingkungannya secara rutin pada Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama; b. Mengawasi ketertiban dan keamanan penghuni serta penggunaan Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama sesuai peruntukannya; c. Memberikan laporan secara berkala kepada Pengurus Perhimpunan Penghuni sekurang-kurangnya setiap tiga bulan; d. Mempertanggungjawabkan kepada Pengurus Perhimpunan Penghuni tentang penyelenggaraan pengelolaan. 4. Penghuni Yang dimaksud dengan penghuni adalah para pemilik unit Sarusun yang nantinya menjadi anggota PPRS. Mereka adalah penghuni yang memiliki hak suara dalam menentukan jalannya pengelolaan rumah susun secara lebih terorganisir. Sebagai pemilik sekaligus penghuni rusun, memiliki hak-hak tertentu, diantaranya adalah: 13 a. Hak memilih dan dipilih untuk menjadi Pengurus PPRS sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRS; b. Berhak mengajukan usul, pendapat, dan menggunakan atau mengeluarkan hak suara yang dimilikinya dalam Rapat Umum PPRS sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Rapat Umum atau Rapat Umum Luar Biasa 12 Ibid. 13 Adrian Stedi,, Op. cit.

16 sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRS; c. Berhak memanfaatkan dan memakai pemilikan dan/atau penggunaan satu rumah susun secara tertib dan aman sesuai dengan keperluan, termasuk bagian bersama dan tanah bersama; d. Berhak mendapat perlindungan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRS. Selain hak, setiap penghuni rumah susun juga memiliki kewajibankewajiban tentunya yang telah ditetapkan bersama. Adapun kewajiban-kewajiban itu umumnya meliputi: a. Memenuhi dan melaksanakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPRS, termasuk tetapi tidak terbatas, peraturan tata tertib dan peraturan-peraturan lainnya baik yang diputuskan dalam Rapat Umum atau Rapat Luar Biasa Perhimpunan Penghuni atau oleh Pengurus atau oleh Badan Pengelola yang disetujui oleh Pengurus; b. Memenuhi segala peraturan dan ketentuan yang berlaku yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah yang mengatur tentang rumah susun; c. Membayar kewajiban keuangan yang dipungut oleh Penghimpunan Penghuni dan/atau Badan Pengelola, sesuai dengan syarat-syarat yang telah diperjanjikan antara Pengurus dan Badan Pengelola ataupun berdasarkan ketentuan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Penghimpunan Penghuni;

17 d. Memelihara, menjaga, mengatur, memperbaiki rusun dan lingkungan atas Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama, e. Memelihara, menjaga, mengatur, memperbaiki rusun yang memilikinya dan dihuninya; f. Menunjang terselenggaranya tugas-tugas pokok Pengurus PPRS dan Badan Pengelola; g. Membina hubungan antar sesama penghuni satuan rusun yang selaras berdasarkan atas kekeluargaan dan makna-makna kehidupan bermasyarakat dan berbangga Indonesia. 5. Metode Penelitian a. Pendekatan Masalah Masalah dalam tesis ini didekati dengan menggunakan metode conceptual approach dan case approach. 14 Conceptual approach, yaitu pendekatan yang dilakukan oleh peneliti dengan mengidentifikasi serta membahas didasarkan atas literatur dan pendapat para sarjana sebagai penunjang yang sifatnya menjelaskan lebih lanjut peraturan perundang-undangan. Sedangkan pendekatan secara case approach maksudnya menganalisis suatu permasalahan hukum yang terjadi pada lingkungan apartemen, dengan cara melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait. b. Sumber Bahan Hukum 2006, hlm. 93. 14 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,

18 Bahan hukum jika ditinjau dari segi mengikatnya, dibedakan sebagai berikut: - Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat, berupa peraturan perundang-undangan dalam hal ini Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun; Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun; dan Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor: 06/KPTS/BKP4N/ 1995 tentang Pedoman Pembuatan Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Penghuni Rumah Susun, dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 serta peraturan lainnya yang berkaitan dengan materi peralihan hak atas tanah serta pendaftarannya. - Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yaitu literatur maupun karya ilmiah para sarjana yang berkaitan dengan materi yang dibahas. c. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Langkah pengumpulan bahan hukum dalam tulisan ini adalah melalui studi kepustakaan, yaitu diawali dengan inventarisasi semua bahan hukum yang terkait dengan pokok permasalahan, kemudian diadakan klasifikasi bahan hukum yang terkait dan selanjutnya bahan hukum tersebut disusun dengan sistematisasi untuk lebih mudah membaca dan mempelajarinya. d. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

19 Langkah pembahasan dilakukan dengan menggunakan penalaran yang bersifat deduktif dalam arti berawal dari pengetahuan hukum yang bersifat umum yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan literatur, yang kemudian diimplementasikan pada permasalahan yang dikemukakan sehingga diperoleh jawaban dari permasalahan yang bersifat khusus. Pembahasan selanjutnya digunakan penafsiran sistematis dalam arti mengkaitkan pengertian antara peraturan perundang-undangan yang ada serta pendapat para sarjana. 6. Pertanggungjawaban Sistematika Pertama-tama diawali dengan Pendahuluan, yang diletakkan pada Bab I. Bab ini berisi gambaran umum permasalahan sebagai pengantar pada bab berikutnya, sehingga yang diuraikan pada bab ini hanya mengenai pokok-pokok pembahasannya, yang akan dijabarkan dalam bab berikutnya. Sub bab pendahuluan ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka dan metode penelitian dan pertanggungjawaban sistematika. Kemudian Bab II, dengan judul bab Legitimasi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Sebagai Suatu Badan Hukum. Bab ini dikaji untuk menjawab permasalahan kapan Legitimasi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun sebagai suatu badan hukum, untuk menjawab permasalahan yang selama ini ada suatu sumbatan hubungan antara penghuni apartemen dengan pengembang berkaitan dengan PPPSRS/PPRS. Sub babnya terdiri dari Dasar Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun,

20 Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun Sebagai Badan Hukum Berbentuk Perkumpulan dan Tugas dan Wewenang Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun. Selanjutnya Bab III, dengan judul bab Tanggung Jawab Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Dalam Menyelenggarakan Pengurusan Satuan Rumah Susun. Bab ini dikaji untuk menjawab permasalahan bagaimana tanggung jawab Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun dalam penyelenggarakan pengurusan rumah susun, untuk membahas mengenai kewajiban untuk memberikan ganti kerugian terhadap penghuni yang menderita kerugian akibat tidak segera menanggapi keberatan para penghuni baik mengenai kurang terbukanya pengelolaan maupun permasalahan lain yang merugikan penghuni. Sub babnya terdiri dari Kewajiban PPPSRS/PPRS dalam Penyelenggaraan Pengurusan Rumah Susun, Pelaksanaan Kepengurusan Rumah Susun Oleh Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun dan Bentuk Tanggung Jawab Perhimpunan Pemilik dan Penghuni dalam Mengurus Satuan Rumah Susun. Terakhir Bab IV, dengan judul bab Penutup. Pada bab ini disajikan dalam bentuk jawaban atas masalah dengan sub babnya terdiri dari Simpulan dan Saran sebagai sumbangan pemikiran atas pemecahan masalah.