BAB I PENDAHULUAN. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata Bioskop

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Soraya Desiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. dan bagaimana konsumen dipengaruhi oleh lingkungannya, kelompok referensi,

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat setiap bisnis film di bioskop tetap eksis dan mulai mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dari rutinitas yang mereka lakukan. Untuk menghilangkan ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya judul film yang muncul di bioskop bioskop di Indonesia saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bioskop berasal dari kata BOSCOOP (bahasa Belanda yang juga berasal dari Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan dunia usaha saat ini telah membawa para pelaku dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. diminati oleh masyarakat perkotaan saat ini adalah hiburan perfilman.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebutuhan bagi mereka untuk melepaskan penat dan kejenuhan dengan mencari

BAB V PENUTUP. kesimpulan untuk menjawab tujuan pembelajaran studi kasus ini, yaitu :

2015 KAJIAN VISUAL POSTER FILM DRAMA PENDIDIKAN SUTRADARA RIRI RIZA PRODUKSI MILES FILMS

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Tabel 1.1 Daftar Jumlah Penonton Bioskop BlitzMegaplex PVJ Bandung Tahun Jumlah Penonton

I. PENDAHULUAN. melalui tayangan cerita yang ditampilkan dalam film tersebut. Cerita yang ada

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kemajuan teknologi telah menjadi bagian terpenting dalam pembuatan film

BAB I PENDAHULUAN. Beberapa tahun belakangan ini, Indonesia mengalami krisis moneter yang

BAB I PENDAHULUAN. pada E-CINEMA yang saat ini berpotensi cukup baik dalam perkembangan Cinema. Eresto, Ecinema, Elounge, 7 KTV dan Banquet Service.

BAB I PENDAHULUAN. Bagas Laksawicaka Gedung Bioskop di Kota Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. film merupakan media massa yang digemari oleh masyarakat di Indonesia.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2009 TENTANG PERFILMAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengolah unsur-unsur tadi, film itu sendiri mempunyai banyak unsur-unsur

BAB I PENDAHULUAN. bioskop, fashion, food court, tempat bermain anak, ruang pameran, fitness, meeting

BAB I PENDAHULUAN. sampai pada titik berjaya di sekitar tahun Pada saat itu layar tancap

BAB I PENDAHULUAN. mengambil sikap dalam menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang

BAB I PENDAHULUAN. lepas dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang ditandai. hingga mampu menembus ruang dan waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Iklan merupakan salah satu komponen marketing mix yang umum

BAB III OBJEK PENELITIAN. akan pengalaman film, berdasarkan tiga karakter, yaitu : dilengkapi dengan tekhnologi bioskop terbaik

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menguji bagaimana pengaruh citra film Indonesia

RechtsVinding Online Mengembalikan Kejayaan Perfilman Indonesia Melalui Penyempurnaan Undang-Undang Perfilman

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

perkembangan fotografi yang berkembang pesat setelah ditemukannya... a. kamera obscura b. phenakistoscope c. kodak d. kinetoscope

1.1 LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

BAB I PENDAHULUAN. Banyak film- film layar lebar horror Indonesia yang sekarang hampir setiap

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan masyarakat. Televisi sebagai media massa memiliki

Operation Quality Management [ Service Blueprint Cineplex 21 Group ]

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kini, film merupakan salah satu pilihan utama masyarakat untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. negeri. Akhir tahun 1990an dan awal 2000, pembuat-pembuat film dengan budget

BAB I PENDAHULUAN. ingin disampaikan kepada masyarakat luas tentang sebuah gambaran, gagasan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk hidup yang bergerak aktif dengan segudang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain walaupun kita berbeda dibelahan bumi. Walaupun dibelahan. banyak dipilih untuk menyampaikan berbagai pesan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Teknologi-teknologi baru yang muncul semakin pesat belakangan ini

BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I

BAB I PENDAHULUAN. terlihat di kota Yogyakarta. Ini terlihat dari banyaknya komunitaskomunitas

BAB I PENDAHULUAN. Kota Yogyakarta adalah kota yang relatif aman, stabil dan mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum Objek Penelitian Gambaran Singkat Blitzmegaplex Cabang Miko Mall

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pesan yang ingin disampaikan kepada masyarakat. Menurut John Vivian, film bisa

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat khususnya bagi mereka yang tinggal di kota besar seperti Bandung,

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak bisa apa apa di bawah bayang bayang kekuasaan kaum pria di zaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB 1 PENDAHULUAN. bencana bagi perekonomian global khususnya melanda negara-negara yang

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini perkembangan teknologi tanpa disadari telah mempengaruhi hidup kita.

BAB I PENDAHULUAN. olahraga dengan penggunaan teknik super slow motion berjudul ASA.

BAB I PENDAHULUAN. para rumah produksi film berlomba-lomba dalam meningkatkan mutu film, yang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri hiburan (entertainment) nasional maupun global

BAB I PENDAHULUAN. pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak atau sesaat.

BAB I PENDAHULUAN. pada dasarnya di takdirkan untuk menjadi seorang pemimpin atau leader, terutama

TUGAS AKHIR BIOSKOP DI SINGARAJA KABUPATEN BULELENG-BALI STUDI AKUSTIK RUANG PERTUNJUKAN FILM BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. diproduksi semenarik mungkin agar penonton tidak merasa bosan. Berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi mempengaruhi kompleksitas sistem sosial budaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 102/PMK. 011/2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup, yang juga sering disebut movie atau sinema. Film adalah sarana

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Hal ini sudah mulai terlihat dari alunan musikalnya yang unik, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan penerangan (Shadily, 1980, p.1007). bergerak. Dalam bahasa Indonesia, dahulu dikenal istilah gambar hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. merek sangat berperan penting dalam menarik perhatian dari konsumen. Salah satu

SINEPLEX DAN SINEMATEX DI YOGYAKARTA Dengan pendekatan desain arsitektur post modern

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya sineas-sineas muda seperti Raditya Dika, Pandu. Birantoro (kru film Superman, Smallville), M Taufik Pradana (Sutradara

BAB I PENDAHULUAN. Ray Sahetapy, Jupiter, Asya Shara, Ardina Rasti, dan Ki Joko Bodo.

Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya sebagai media hiburan saja melainkan sebagai media komunikasi

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I PENDAHULUAN. saja. Film dapat juga disimpan dan diputar kembali dalam media digital. 1

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. merupakan pelopor jaringan Cineplex di Indonesia. Jaringan bioskop ini tersebar

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. animasi 2,5 dimensi bergenre drama tentang tentang berkurangnya populasi

PENDAHULUAN BAB I. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Kondisi geografis Indonesia menyebabkan adanya keanekaragaman,

KETIKA KOMUNITAS FILM MELIHAT LEMBAGA SENSOR FILM. Filosa Gita Sukmono Budi Dwi Arifianto

BAB I PENDAHULUAN. video dan audio video (film). Selama ini kebanyakan orang tidak menyadari hal itu

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Film merupakan salah satu produk media massa yang selalu berkembang

BAB I PENDAHULUAN. dalam alur ceritanya yang berbeda-beda. Film yang bertemakan horor yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. editing, dan skenario yang ada sehingga membuat penonton terpesona. 1

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Saat ini, media komunikasi berkembang secara menonjol

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dikomunikasikan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.

dapat dilihat bahwa media massa memiliki pengaruh yang besar dalam

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. dengan 4 buah teater reguler dan 2 buah teater Premiere. Cinema XXI yang diberi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Pemasaran merupakan segala kegiatan usaha untuk membujuk,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), kata Bioskop merupakan pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang disorot sehingga dapat bergerak dan berbicara. Pada awalnya, bioskop lahir sebagai sebuah respon terhadap kebutuhan kolektif yang bentuknya hiburan. Bioskop selalu dijadikan sarana untuk melepas penat secara kolektif oleh perorangan, keluarga hingga komunitas. Bioskop merupakan tempat paling ideal untuk mengapresiasi film. Dengan karakteristik tempat yang nyaman, layar lebar di ruangan gelap, tempat duduk yang berundak dengan kursi yang empuk, serta kualitas suara yang sangat memanjakan merupakan kriteria bioskop yang mendukung film bisa ditonton dengan sempurna. Menurut UU Perfilman tahun 2009, film dimaknai sebagai karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukan. Film yang biasanya diputar di bioskop Indonesia terbagi menjadi dua jenis yaitu film Impor (film Hollywood, Eropa, Asia, dan Mandarin) dan film

2 Indonesia. Berikut Tabel 1.1 adalah data perbandingan jumlah film impor dan film Indonesia yang diputar di bioskop Tabel 1.1 Jumlah Film Indonesia dan Film Impor yang Diputar di Bioskop Indonesia Jenis Film Tahun 2009 2010 2011 2012 Jumlah Film Indonesia 85 81 83 84 333 Film Impor 112 136 165 160 573 Jumlah 197 217 248 244 906 Sumber: Hasil pengolahan data dari Kharisma Jabar Film (November, 2012) Berdasarkan Tabel 1.1, dapat kita lihat bahwa perbandingan jumlah film Indonesia dan film impor yang diputar di bioskop mencapai 2:1 lebih banyak film impor. Produksi film Indonesia dari tahun 2009 2012, rata rata masih 80 film per tahun. Hal ini sesungguhnya cukup menggembirakan, mengingat produksi film Indonesia sempat mati suri pada tahun 1990an dan baru mulai bangkit pada awal tahun 2000. Tabel 1.2 menunjukan perkembangan jumlah produksi film Indonesia dari tahun 2001 2012 yang semakin meningkat setiap tahunnya.

3 Tabel 1.2 Jumlah Produksi Film Indonesia Tahun 2001-2012 Tahun Jumlah Produksi Film 2001 4 2002 9 2003 12 2004 21 2005 33 2006 33 2007 53 2008 88 2009 85 2010 81 2011 83 2012 84 Total 586 Sumber: Lembaga Sensor Film dan Kharisma Jabar Film, tahun 2012 Periode tahun 2000-an menunjukan bahwa perfilman Indonesia bergerak ke arah yang lebih positif. Setiap tahunnya mengalami kenaikan jumlah produksi film dan puncaknya terjadi pada tahun 2008 yang meningkat hampir 40% dari tahun sebelumnya dan mulai stabil hingga tahun 2012. Hal ini yang menyebabkan industri hiburan di bidang film dan bioskop memiliki peluang besar untuk terus berkembang. Tempat pertunjukan film atau lebih sering disebut bioskop di Indonesia sendiri, saat ini dikuasai oleh dua pemain besar. Pertama adalah Grup 21 yang sudah sejak dari tahun 1986 berinvestasi di bidang pertunjukan film dan BlitzMegaplex yang baru hadir di tahun 2006. Seiring perkembangan waktu

4 banyak bioskop kecil yang tersebar di daerah - daerah menutup usahanya, dikarenakan tidak lagi mendapat pasokan film yang cukup dari importir maupun produser film Indonesia. Kehadiran teknologi DCP (Digital Cinema Projectionist) juga punya peranan besar dalam proses pengambilan keputusan menutup usaha para pemilik bioksop kecil tersebut. Modal yang besar, menjadikan Grup 21 bertahan menjadi pemimpin pasar bioskop Indonesia. Namun pada tahun 2006, dominasi Grup 21 mendapat tantangan besar dengan hadirnya kelompok usaha bioskop baru yang diberi nama Blitz Megaplex. Lucy Marlina (2008) dalam jurnalnya menyebutkan, Blitz Megaplex merupakan bioskop baru yang menawarkan konsep baru yang berbeda dengan Grup 21 yakni one stop entertainment. Dimana penonton bisa mendapat hiburan lain seperti makan di kafe, bermain game dan mendengakan musik di area bioskop. Kehadiran Blitz Megaplex ini cukup menimbulkan kecemasan bagi Grup 21, karena jumlah penonton mereka berkurang cukup drastis. Grup 21 mencoba menurunkan harga tiket, memperbaiki kualitas pelayanan, dan merenovasi banyak gedung bisokop agar tambil lebih mewah seperti Blitz dan memberikan nama baru bagi bioskop yang direnovasinya dengan nama bioskop 21, Cinema XXI, The Premier dan Imax. Melihat dari harga tiket, Grup 21 mencoba membagi segmentasi pasar penontonnya berdasarkan kelas ekonomi. Bioskop 21 dikhususkan bagi kelas menengah bawah, Cinema XXI untuk kelas menengah dan The Premier serta IMAX dibangun untuk segmentasi pasar kelas menengah atas.

5 Tabel 1.3 di bawah ini adalah pertumbuhan pembangunan jumlah Cinema XXI dan Blitz Megaplex sejak tahun 2006 2012: Tabel 1.3 Jumlah Pertumbuhan Bioskop Cinema XXI dan Blitz Megaplex Bioskop Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Total Cinema XXI 5 1 4 11 6 2 8 36 Blitz Megaplex 1 2 1 1 1 1 2 9 Sumber: Menjegal Film Indonesia (2011) Berdasarkan Tabel 1.3, setiap tahunnya Blitz terus beruaha memperluas area usahanya hingga beberapa kota di luar pulau Jawa seperti Batam dan Kepulauan Riau. Bisokop XXI juga melakukan ekspansi dengan membangun banyak bioskop setiap tahunnya yang tersebar di seluruh Indonesia. Gambar 1.1 di bawah ini menunjukan grafik jumlah layar yang dimiliki oleh Grup 21 untuk setiap kategori bioskop yang dimilikinya

6 400 350 300 250 200 150 100 282 337 25 1 50 0 21 XXI The Premier Imax Sumber: http://filmindonesia.or.id/article/risalah-2012-jumlah-bioskop-bertambah-harga-tiket-naik (24 Februari 2013) Gambar 1.1 Jumlah Layar Milik Grup 21 di Indonesia Berdasarkan Kategori Bioskop Gambar 1.1 diatas menunjukan dari 712 layar yang dimiliki Grup 21, kategori XXI menguasai 52.25% dari jumlah layar keseluruhan. Kategori 21 hanya 43.72%, Premier 3.88% dan IMAX hanya sebesar 0.66%. Menurut data yang diambil dari artikel yang ditulis oleh Deden Ramadani Risalah 2012: Jumlah Bioskop Bertambah, Harga Tiket Naik (2013), persebaran bioskop milik Grup 21 ini juga tidak merata di seluruh Indonesia. Lebih dari 70% terletak di Pulau Jawa, sisanya tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Riau, Bali, dan Maluku. Di pulau Jawa sendiri, selain di Jabodetabek, Grup 21 banyak membangun bioskop XXI di Bandung, karena Bandung merupakan kota yang perkembangan bisokopnya cukup pesat. Oleh karena itu, peneliti fokus pada bioskop XXI di

7 Bandung. Berikut Tabel 1.4 adalah daftar bioskop Cinema XXI yang ada di Bandung beserta dengan jumlah layar yang dimiliki. Tabel 1.4 Daftar Bioskop Cinema XXI dan Jumlah Layar di Bandung Nama Bioskop Jumlah Layar CIWALK XXI 8 EMPIRE XXI 6 BTC XXI 5 BSM XXI 5 FESTIVAL CITYLINK XXI 6 Total 30 Sumber : http://www.21cineplex.com/theaters, Berdasarkan Tabel 1.4, Ciwalk XXI merupakan bioskop paling besar yang ada di Bandung karena memiliki delapan buah layar dalam satu bioskop. Sedangkan Empire XXI memiliki enam layar dan lainnya memiliki masing masing lima layar di setiap bioskopnya. Festival Citylink XXI sendiri merupakan bioskop yang baru selesai dibangun di Bandung akhir bulan Desember 2012, dengan jumlah layar sebanyak enam buah. Hasil wawancara dengan Ketua Kharisma Jabar Film, mengatakan Bandung adalah salah satu kota penyumbang penonton yang banyak. Tidak hanya untuk film impor, film Indonesia juga cukup laris setiap kali diputar di Bandung. Sayangnya, pertumbuhan jumlah bioskop dan produksi film Indonesia di

8 Bandung, berbanding terbalik dengan jumlah penonton film Indonesia itu sendiri. Berikut Tabel 1.5 adalah raihan jumlah penonton film Indonesia dan film impor di seluruh Bioskop Cinema XXI yang ada di Bandung. Tabel 1.5 Daftar Jumlah Penonton Film Indonesia dan Film Impor di seluruh Cinema 21 Bandung Nama Bioskop Jumlah Penonton Film Indonesia Film Impor 2009 2010 2011 2009 2010 2011 Ciwalk 233,794 117,030 112,531 792,748 948,245 668,291 Empire 584,484 292,574 281,328 396,374 474,123 334,146 Galaxy 467,587 234,059 225,063 132,125 158,041 111,382 BSM 350,691 175,544 168,797

9 396,374 474,123 334,146 BTC 280,552 140,435 135,038 396,374 474,123 334,146 Jumlah 1,917,108 959,642 922,757 2,113,995 2,528,655 1,782,111 Sumber: Hasil pengolahan data dari Kharisma Jabar Film Berdasarkan Tabel 1.5 dapat dilihat perkembangan jumlah penonton film impor mengalami kenaikan pada tahun 2010 dan mengalami penurunan pada tahun 2011. Hal ini dikarenakan, karena pada awal tahun 2011 terjadi suatu permsalahan bahwa film film yang diimpor oleh Grup MPAA (film film Hollywood) dilarang masuk ke Indonesia karena belum menyelesaikaan masalah pajak. Tetapi di pertengahan tahun 2012, setelah kisruh pajak film impor bisa diselesaikan, film film dari MPAA bisa masuk dan diputar kembali di seluruh bioskop di Indonesia. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab turunnya jumlah penonton film impor pada tahun 2011 Berbeda dengan film Indonesia di setiap tahunnya, terjadi penurunan yang cukup siginifikan dari tahun 2010 yang mencapai 50%. Penurunan ini juga terjadi kembali pada tahun 2011 sekitar 5%. Data diatas juga menunjukan bahwa jumlah penonton film indonesia yang paling banyak di kota Bandung terdapat di Empire XXI. Bioskop BSM XXI berada di urutan kedua, dan diurutan berikutnya ada BTC XXI dan Ciwalk XXI. Data untuk bioskop Festival Citylink XXI belum ada, dikarenakan baru selesai dibangun pada akhir Desember 2012. Deden Ramadani (2013) menulis di artikelnya bahwa penurunan jumlah penonton di hampir seluruh bioskop termasuk Cinema XXI, salah satunya karena faktor kenaikan harga tiket bioskop yang cukup drastis sejak pertengahan tahun

10 2012 hingga sekarang. Kategori Cinema XXI secara umum mengalami kenaikan harga tiket dari Rp 15.000 Rp 75.000 menjadi Rp 20.000 Rp 75.000. Artinya rata rata yang sebelumnya Rp 33.511 menjadi Rp 35.165 (naik sebesar Rp 1.654 atau 4.94%) untuk pemutaran film biasa, dan dari Rp 38.467 menjadi Rp 39.529 (naik sebesar Rp 792 atau 2.06%) untuk pemutaran film 3D. Selain karena faktor kenaikan harga, terdapat faktor lain yang disinyalir menjadi penyebab utama menurunnya jumlah penonton film Indonesia yaitu, ketidakpercayaan masyarakat terhadap citra film Indonesia yang secara kualitas masih dibawah rata rata dan hanya menjual cerita horor serta sex. Gambar 1.2 di bawah ini merupakan hasil pra penelitian penulis yang mengambil sampel secara acak terhadap pengunjung bioskop Empire XXI Bandung yang membahas mengenai perbandingan jenis film pilihan penonton ketika hendak menonton di Empire XXI Bandung. Jenis Film Yang Paling Sering Ditonton 0% 13% 60% 27% Film Indoensia Film Hollywood Film Asia Film Eropa Sumber: Pra Penelitian (pada 15 orang) September 2012 Gambar 1.2

11 Jenis Film yang Paling Sering Ditonton di Bioskop Gambar 1.2 menunjukan bahwa 60% penonton lebih memilih film Hollywood, 25% memilih film Indonesia, 15% memilih film Eropa dan 0% memilih film Asia. Dari hasil wawancara singkat dengan para responden, alasan yang mereka kemukakan mengenai pilihannya enggan untuk menonton film indonesia yaitu variasi genre film yang ditawarkan kebanyakan horor yang menjurus ke sex, ceritanya kurang menarik dan banyak pesan yang tidak sampai ke penonton, kualitas suara dan teknik pengambilan gambar terlalu biasa, penggunaan efek visual juga masi rendah, promosi filmnya juga kurang, sehingga banyak yang tidak tahu jika ada satu atau beberapa film Indonesia yang sedang diputar di bioskop, serta film indonesia tidak lama setelah diputar di bioskop juga akan tayang di televisi. Hasil dari pra penelitian tersebut didukung juga oleh pernyataan Adrian Jonathan (2012) Konsensus yang beredar di masyarakat (dan media) pada umumnya: sinema Indonesia masih didominasi oleh film-film horor dan komedi cabul. Kenyataannya tidak begitu, setidaknya dalam segi konten ada keragaman tersendiri dalam film-film indonesia tahun ini. Sejak tahun 2009 2011 produksi film bergenre horor masih dibawah produksi film dengan genre drama, komedi dan yang lainnya. Berikut ini adalah Tabel 1.6 mengenai film indonesia berdasarkan genre. Tabel 1.6 Jumlah Film Berdasarkan Genre pada Tahun 2009 2011

12 Genre Film Tahun 2009 2010 2011 Drama 22 28 35 Komedi 26 20 13 Komedi Horror 4 3 12 Horror 22 19 10 Laga 3 0 8 Thriller 0 2 3 Musikal 1 3 2 Dokumenter 0 0 1 Fantasi 1 1 0 Animasi 1 0 0 Jumlah 80 76 84 Sumber: Lembaga Sensor Film dan http://filmindonesia.or.id/post/catatan-2011-menontonpenonton#.twoktxo9xiq Menurut data yang didapat dari Lembaga Sensor Film dan situs www.filmindonesia.or.id, perkiraan penonton terhadap dominasi film horor yang tayang di bioskop tidak terbukti. Film film yang banyak diproduksi pada tahun 2009 2011 yaitu bergenre drama dan komedi. Fakta ini tetap tidak bisa mengubah cara pandang penonton terhadap film Indonesia. Citra dari film Horror yang terkesan dibuat secara asal asalan, hanya menjual sensasi dan kurang berkualitas sangat berpengaruh terhadap film film indonesia sekalipun dengan genre dan cerita yang berbeda.. Penonton banyak yang tidak tahu, bahwa sebetulnya banyak film Indonesia yang bagus dan bahkan mendapatkan banyak penghargaan di skala Internasional. Berikut Tabel 1.7 adalah daftar film yang mendapat penghargaan di ajang internasional sejak tahun 2009 2012. Tabel 1.7 Daftar Film Yang Mendapatkan Penghargaan Internasional

13 Tahun Judul Film Jumlah Penghargaan 2009 Kado Hari Jadi, Garuda di Dadaku, Merantau, Jamila dan Sang Presiden, Perempuan Berkalung Sorban dan Pintu Terlarang 2010 Madame X, Rumah Dara 5 2011 2012 The Mirror Never Lies, Negeri di Bawah Kabut, Prison and Paradise, Belkibolang, Jakarta Maghrib, Serdadu Kumbang dan The Perfect House Dilema, Lovely Man, Mata Tertutup, Parts of The Heart, Modus Anomali, Postcard From The Zoo, dan The Raid Sumber: http://cinemaque.blogspot.com/2011/12/update-penghargaan-internasional-untuk.html (29 Maret 2013) 12 17 16 Tabel 1.7 menunjukan bahwa citra mengenai film Indonesia yang tidak berkualitas dan didominasi film horor tidak lagi kuat. Banyak para pembuat film yang merencanakan dan membuat film dengan serius dan berhasil menghadirkan tema serta warna yang berbeda dari film Indonesia kebanyakan.. Akumulasi kekecewaan dan generalisasi yang dibuat oleh penonton terhadap film film indonesia yang muncul di bioskop bisa berdampak kepada hilangnya rasa percaya dan bangga terhadap film Indonesia. Hal ini yang menyebabkan pada akhirnya penonton membuat keputusan untuk memilih menonton film asing dibandingkan film Indonesia. Buchari Alma (2009:56) mengemukakan citra ini dibentuk berdasarkan impresi, berdasar pengalaman yang dialami seseorang terhadap sesuatu, sehingga akhirnya membangun suatu sikap mental. Sikap mental ini nanti dipakai sebagai

14 pertimbangan untuk mengambil keputusan, karena citra dianggap mewakili totalitas pengetahuan seseorang terhadap sesuatu. Kondisi persebaran bioskop yang tidak merata mengindikasikan banyak calon penonton di daerah, tidak punya akses untuk menonton film Indonesia di bioskop. Hal ini jelas mengurangi pendapatan jumlah penonton bagi produser film Indonesia. Penurunan jumlah penonton yang terus menerus dikhawatirkan akan berdampak negatif pada perkembangan film Indonesia. Para produser menjadi takut untuk membuat film yang berkualitas dengan melibatkan riset yang mendalam dan dana besar, serta para investorpun bisa menjadi enggan untuk memberikan dukungannya karena takut dana yang mereka keluarkan tidak kembali. Pada akhirnya ada beberapa produser, yang memilih jalur hanya mementingkan urusan komersil semata, dengan mengorbankan unsur cerita dan estetik di dalamnya. Mereka kembali memilih tema horor dengan diberikan sedikit bumbu komedi dan seks, yang menurut mereka film dengan jenis seperti ini yang bisa mendatangkan laba bagi mereka. Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperbaiki opini publik mengenai film Indonesia. Citra dari film indonesia harus dibangun perlahan dimulai dari konten, karakteristik film, komunikasi pemasaran mengenai filmnya, dan faktor kemudahan konsumen untuk menonton dan mendapatkan info mengenai film indonesia yang akan segera atau sedang tayang. Dengan hal ini, diharapkan penonton bisa lebih mengapresiasi film indonesia dan kembali memilih film indonesia untuk ditonton di bioskop.

15 Sehubungan dengan penjelasan yang telah dikemukakan, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai keputusan menonton dan dituangkan ke dalam skripsi dengan judul Pengaruh Citra Film Indonesia Terhadap Keputusan Menonton (Survei terhadap penonton Film Indonesia di Empire XXI Bandung). 1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana gambaran citra film Indonesia di kalangan penonton film di bioskop Empire XXI. 2. Bagaimana gambaran keputusan menonton film Indonesia di bioskop Empire XXI. 3. Seberapa besar pengaruh citra film Indonesia terhadap keputusan menonton film indonesia di bioskop Empire XXI. 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : 1. Gambaran terhadap citra film Indonesia yang diputar di Empire XXI 2. Gambaran terhadap keputusan menonton film Indonesia di Empire XXI 3. Pengaruh citra film Indonesia terhadap keputusan menonton film Indonesia di Empire XXI

16 1.4 Kegunaan Penelitian Dari hasil penelitian ini, terdapat kegunaan diantaranya : 1. Kegunaan Teoritis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu manajemen, khususnya ilmu manajemen pemasaran yang berkaitan dengan citra dan keputusan pembelian pada industri hiburan khususnya film dan bioskop. 2. Kegunaan Praktis Dari segi praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi suatu masukan bagi para produser film Indonesia untuk membantu meningkatkan citra film Indonesia yang pada akhirnya dapat meningkatkan keputusan menonton.