Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sinus Paranasalis (SPN) terdiri dari empat sinus yaitu sinus maxillaris,

Anatomi Sinus Paranasal Ada empat pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (simptoms kurang dari 3 minggu), subakut (simptoms 3 minggu sampai

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kompleksitas dari anatomi sinus paranasalis dan fungsinya menjadi topik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior). 1

ANATOMI DAN FUNGSI SINUS PARANASAL

BAB 2 ANATOMI SEPERTIGA TENGAH WAJAH. berhubungan antara tulang yang satu dengan tulang yang lainnya. 7

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi-Fisiologi SISTEM PERNAFASAN (Respiratory System) by : Hasty Widyastari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dasar diagnosis rinosinusitis kronik sesuai kriteria EPOS (European

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidung luar dan hidung dalam. Struktur hidung luar ada 3 bagian yang dapat

Rhinosinusitis. Bey Putra Binekas

BAB 1 PENDAHULUAN. pakar yang dipublikasikan di European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tulang kepala yang terbentuk dari hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. 7 Sinus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara fisiologis hidung berfungsi sebagai alat respirasi untuk mengatur

TRAUMA MUKA DAN DEPT. THT FK USU / RSHAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI

ALAT PERNAFASAN DIBAGI MENJADI 2, YAITU:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TUTORIAL 2 SISTEM TUBUH 2. Sistem Respirasi Manusia

PENUNTUN KETERAMPILAN KLINIS. PEMERIKSAAN HIDUNG Dan PEMASANGAN TAMPON BLOK 2.6 GANGUAN RESPIRASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saluran pernafasan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang muncul membingungkan (Axelsson et al., 1978). Kebingungan ini tampaknya

Gambar klasifikasi Le Fort secara sistematis

Kaviti hidung membuka di anterior melalui lubang hidung. Posterior, kaviti ini berhubung dengan farinks melalui pembukaan hidung internal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

BAB I PENDAHULUAN. WHO menunjukkan jumlah perokok di Indonesia menduduki peringkat ketiga

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 CELAH LANGIT-LANGIT. yaitu, celah bibir, celah langit-langit, celah bibir dan langit-langit. Celah dari bibir dan langitlangit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RINOSINUSITIS KRONIS

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Rinosinusitis kronis disertai dengan polip hidung adalah suatu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. paranasal dengan jangka waktu gejala 12 minggu, ditandai oleh dua atau lebih

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Anatomi Palatum 12

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

Yani Mulyani, M.Si, Apt STFB

Validasi Foto Polos Sinus Paranasal 3 Posisi untuk Diagnosis Rinosinusitis Kronik

BAB III METODE DAN PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik Ilmu Kesehatan THT-KL RSUD

BAB III METODE DAN PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Moewardi

Penatalaksanaan Epistaksis

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

BAB I PENDAHULUAN. saluran nafas yang menyebabkan gangguan kesehatan saat partikel tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Laporan Kasus SINUSITIS MAKSILARIS

KORELASI VARIASI ANATOMI HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS BERDASARKAN GAMBARAN CT SCAN TERHADAP KEJADIAN RINOSINUSITIS KRONIK

OSTEOLOGI AXIALE I D R H. H E R L INA P R AT IWI

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Menurut Badan Pusat Statistik BPS (2010), diketahui jumlah penduduk

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI DEDI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 SINDROMA WAJAH ADENOID. Sindroma wajah adenoid pertama kali diperkenalkan oleh Wilhelm Meyer (1868) di

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. organisme berbahaya dan bahan-bahan berbahaya lainnya yang terkandung di

BAB 8 SISTEMA RESPIRATORIA

Systema Respiratorium (Sistem Pernapasan)

INDERA PENCIUMAN. a. Concha superior b. Concha medialis c. Concha inferior d. Septum nasi (sekat hidung)

Author : Edi Susanto, S.Ked. Faculty of Medicine University of Riau. Pekanbaru, Riau. 0 Files of DrsMed FK UNRI (

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tidak menguntungkan. Hidung berbentuk piramid, kira-kira dua perlima bagian

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ORGAN-ORGAN SYSTEMA RESPIRATORIUM : 1. NASUS 2. PHARYNX 3. LARYNX 4. TRACHEA 5. 2 BRONCHI PRIMARII 6. BRONCHIOLUS & SALURAN-SALURAN UDARA YANG LEBIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis Dan Penatalaksanaan Rinosinusitis Dengan Polip Nasi

Universitas Indonusa Esa Unggul FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT Jurusan Perekam Medis dan Informasi Kesehatan ANATOMI FISIOLOGI

BAB II ANATOMI. Sebelum memahami lebih dalam tentang jenis-jenis trauma yang dapat terjadi pada mata,

BAB 3 DIAGNOSA DAN PERAWATAN BINDER SYNDROME. Sindrom binder merupakan salah satu sindrom yang melibatkan pertengahan

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Untuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

2.1. Sinusitis Maksilaris Odontogen

BENDA ASING HIDUNG. Ramlan Sitompul DEPARTEMEN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Papilloma sinonasal diperkenalkan oleh Ward sejak tahun 1854, hanya mewakili

Transkripsi:

Presentator Moderator : Ernest Yoice Yuana : dr. Taufiqurrahman

Sinonasal Anatomy, Function, and Evaluation

Perkembangan embriologi cavitas nasi & sinus nasalis -> bentuk anatomis SPN Embriologi 1. kepala embrio -> struktrur 2 cavitas nasi yang dapat dibedakan 2. dinding nasal lateral berinvaginasi -> lipatan dan celah

Minggu ke-4 sd ke-8 kehamilan -> Perkembangan bag. cavitas nasi yang terpisah sbg processus frontonasal & processus maxillaries Processus frontonasal tumbuh di atas forebrain yang sedang tumbuh & ikut membentuk lempeng (placode) olfaktori nasal Prominencia nasalis medial et lateral berkembang pada sisi yang sama dengan lempeng olfaktori nasi -> nares

Lempeng nasal berinvaginasi -> meatus nasi (nasal pit) & kemudian saccus nasi Fusi antara prominencia nasi medial dengan processus maxillaris membentuk maxilla bagian atas dan philtrum (cekungan kecil antara hidung dan bibir atas) dari bibir atas

Septum berkembang dari pertumbuhan linea mediana posterior dari processus frontonasal dan perluasan linea mediana dari mesoderm processus maxillaris

Palatum primer & sekunder berfusi pada bidang axial -> memisahkan cavitas nasi & nasopharynx dari cavitas oral dan oropharynx. Septum descenden menyatu dengan palatum yang berfusi -> membentuk dua cavitas nasi yang dapat dibedakan

Kegagalan fusi dari prominensia nasi medial dengan procesuss maxillaris atau kegagalan fusi dari palatum celah bibir (labioschisis) atau deformitas palatum

Minggu ke-6 -> mesenkim akan membentuk dinding nasi lateral yang simpleks (sederhana) Minggu ke-7 -> terbentuk tiga alur axial, yang berkembang (meninggi) membentuk tiga struktur seperti turbin

Minggu ke-10 -> perkembangan sinus maxillaris diawali dengan invaginasi dari meatus media Processus uncinatus dan bulla ethmoidalis membentuk celah sempit yang disebut hiatus semilunaris

Minggu ke-14 -> cellulae ethmoidalis anterior muncul sbg beberapa bentuk invaginasi pada meatus media bagian atas & cellulae ethmoidalis posterior membentuk lantai dari meatus nasi superior Minggu ke-36: -Dinding nasal lateral berkembang dengan baik & concha telah menyerupai proporsi dewasa - Semua sinus paranasal tampak dalam berbagai derajat perkembangan yang berbeda (Sinus ethmoidalis -> sinus maxillaris -> sphenoidalis -> sinus frontalis)

Sinus ethmoidalis -> struktur sentral dari hidung dengan anatomi yang kompleks Bagian lateralnya : membentuk dinding medial orbital Facies posterior : sinus sphenoidalis Facies superior : basis cranii pada fossa cranii anterior

Dinding lateral sinus ethmoidalis (lamina papiracea) -> membentuk dinding setipis kertas pada sisi medial orbital Lamina vertikal pada linea mediana os ethmoidal tersusun atas pars superior dari fossa cranii anterior -> crista galli pars inferior dari cavitas nasi yang disebut lamina perpendicular os ethmoidal turut membentuk septum nasi

Atap ethmoidalis berartikulasi dengan lamina cribiformis pada lamella lateral dari lamina cribiformis ( lapisan tulang tertipis di seluruh basis cranii) Panjang dari lamella lateralis tergantung pada posisi lamina cribiformis pada bagian atap ethmoidalis

1. Keros tipe 1: lamina terletak 1-3 mm di bawah atap ethmoidal, (membentuk lamella lateral yang pendek atau tidak ada sama sekali ) 2. Pada Keros tipe 2 : jarak 4-7 mm. 3. Keros tipe 3 : jarak 8-16 mm, yang membentuk lamella lateralis vertikal yang panjang B: Keros 1 skull base with the uncinate processes attaching superiorly to the skull base. 14, left uncinate process attaching superiorly to the skull base. C: Keros 3 skull base with uncinate processes attaching laterally to the lamina papyracea

Sinus ethmoidalis terbagi oleh satu seri recessus (cekungan) yang dibatasi oleh 5 bagian tulang / lamella; 1. Processus uncinatus 2. Bulla ethmoidalis 3. Lamella basalis 4. Concha superior 5. Concha suprema

Perkembangan aerasi selama perkembangan fetus -> cellulae etmoidalis. Penonjolan aerasi ke anterior pada perlekatan turbinasi/concha media,cellulae udara -> agger nasi. Processus uncinatus merupakan tulang berbentuk L berjalan -> anterosuperior ke posteroinferior.

Bulla ethmoidalis / lamella sekunder -> cellulae ethmoidalis anterior yang paling konstan ukurannya dan biasanya terbesar. Ke arah superior, bulla dapat mencapai atap ethmoidal dan membentuk dinding posterior dari recessus frontalis. Dapat terjadi pneumatisasi bulla ethmoidal minimal atau tidak terjadi sama sekali -> 8% individu

Lamella basalis menandai garis pembagi antara sinus ethmoidalis anterior & posterior. Bag. inferior dari lamella basalis -> konka media di dinding nasal lateral pada bidang axial & berperan dalam stabilisasi konka pada bedah endoskopik sinus. Varian perkembangan ini dikenal sebagai cellulae Onodi (menyebabkan tereksposenya nervus optikus dalam lumen sinus ethmoidalis)

Lamella sinus ethmoidalis dipisahkan oleh satu seri yang terdiri atas empat recessus: - recessus frontalis - Infundibulum - sinus lateral - recessus spheno-ethmoidalis

Ostium sinus maxillaris terletak profunda terhadap infundibulum ethmoidalis di bagian lateral processus uncinatus Kompleks osteomeatal (OMC) merupakan area yang dilingkupi konka media di sisi medial, lamina papiracea di sisi lateral, lamella basalis di bagian posterior & superior Recessus spheno-ethmoidalis terletak pada ujung posterior dari meatus superior yang mengalirkan cairan sinus ethmoidalis posterior dan sinus sphenoidalis secara terpisah, diluar OMC

Arteri ethmoidalis anterior dari a.ophtalmica pada orbital & melintas melalui foramen ethmoidalis anterior -> cellulae ethmoidalis anterior. Arteri tsb khas melintasi ethmoidal -> dekat dengan basis cranii Area dimana a. ethmoidalis anterior memasuki fossa cranii anterior melalui lamella lateralis -> bag. terlemah dari basis cranii, yang memiliki 1/10 dari kekuatan atap ethmoidalis

Sinus maksilla > ruang terpneumatisasi dalam os maxilla & merupakan sinus paranasal terbesar

Dinding anterior -> membentuk permukaan facialis dari maxilla Dinding posterior -> membatasi fossa infratemporal Dinding medial -> membentuk dinding lateral cavitas nasi Lantai dari sinus maxillaris -> processus alveolaris Dinding superiornya -> lantai orbital

N. infraorbitalis melintasi lantai orbital kemudian keluar dari pars anterior maxilla melalui foramen infraorbitalis Kanal n. infraorbitalis berhubungan dengan sinus maksilla pada 14% kasus & beresiko cedera pada bedah endoskopik sinus. Radiks dens molar I & II -> berhubungan dengan sinus maksillapada 2% kasus (beresiko mengalami fistula oroantral )

Ostium alami dari sinus maxillaris membuka pada bagian superior dinding medial dan bermuara pada infundibulum ethmoidalis Kadang-kadang cellulae Haller (cellulae ethmoidalis yang mengalami pneumatisasi ke lateral diantara sinus maksilla & lantai orbita) -> menimbulkan potensi gangguan drainase sinus

Ukuran sinus frontalis bervariasi tgt derajat pneumatisasi Bag.anterior sinus frontalis 2x ketebalan bagian posterior Aliran ostium -> di bag. posteromedial dari dasar sinus

Variasi aliran keluar sinus frontal tgt pada pneumatisasi sel udara ethmoid di sekitarnya & posisi procesus uncinatus Sel agger nasi atau bulla ethmoid dapat mengobstruksi aliran sinus frontal melalui penyempitan recesus frontalis

Sinus sphenoidalis memiliki banyak kaitan neurovascular yang penting Arteri karotis interna berjalan di lateral sinus sphenoidalis -> timbulnya prominensia (tonjolan) pada sisi lateral dinding sinus sphenoidalis pada 65% individu Sekitar 25% dari kapsula ossea yang memisahkan a. karotis interna dari sinus sphenoidalis secara parsial berhubungan secara anatomis

Derajat pneumatisasi diklasifikasikan menjadi tiga tipe; 1. Tipe sellar (86%), 2. Tipe presellar (11%) 3. Tipe conchal (3%)

Tipe presellar & conchal -> banyak tjd pada anak-anak karena perkembangan normal sinus sphenoidal lengkap/sempurna pada usia 20 tahun Tipe sellar, -> dinding superior menonjol ke inferior melalui sella turcica dan kelejar pituitary

Ostium sinus sphenoidalis bermuara ke recessus sphenoethmoidalis Suatu studi anatomis mengenai ostium sinus sphenoidalis mengidentifikasi -> ujung posteroinferior konka superior sbg penanda terbaik untuk mengidentifikasi asal ostium sinus sphenoidalis Ostium -> medial terhadap konka superior pada 83% kasus & lateralnya pada 17% kasus

Konka inferior tumbuh secara bilateral dari dinding lateral cavitas nasal dari skeleton tulang sentral yang dilingkupi lapisan mukosa Masing-masing turbinasi inferior berartikulasi dengan lamina perpendicular os palatine dan facies nasalis os maksilla Turbinasi/concha inferior membantu regulasi temperature dan kelembapan nasal melalui anyaman (arcade) vaskular

Septum nasi : - memisahkan 2 cavitas nasi - menyokong struktur hidung - mempengaruhi aliran udara pada cavitas nasi

Septum membranacea menghubungkan columella dengan kartilago quadrangulare. Kartilago quadrangulare menyusun sebagian besar septum anterior

Lamina perpendicular os ethmoidal membentuk tulang bagian 1/3 atas dari septum nasi Os vomer -> menyusun tulang bag. Posteroinferior Os nasal, os frontal, os maxilla, dan os palatine masing-masing memberikan bag. krista nasi pada bagian tepi septum

Valvula nasi merupakan -> bag. yang bebas bergerak (mobile) -> mengatur aliran udara & jembatan skeleton- ujung hidung Bag. tersempit & memiliki resistensi/tahanan udara terbesar Valvula nasal -> area antara ujung kaudal dari kartilago lateralis nasi bag atas & septum superior. (biasanya membentuk sudut 10-15 )

Akhiran saraf n. trigeminus di kavum nasi memberikan sensasi pada aliran udara nasal Blokade reseptor ini mengakibatkan hilangnya sensasi terhadap obstruksi hidung Beberapa macam deformitas intranasal menyebabkan obstruksi nasal Evaluasi penyebab anatomis -> membimbing ahli bedah u/ menentukan prosedur terbaik untuk megkoreksi obstruksi

Evaluasi: Anamnesis riwayat penyakit secara seksama Kongesti hidung Tersumbat Kualitas tidur yang jelek atau susah bernafas saat tidur Perlu dianamnesis juga mengenai penyebab lain dari obstuksi nasal: rinitis alergi, sinusitis akut atau kronik, atau obat-obatan yang menginduksi rhinitis

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan eksternal dan internal dengan rhinoskopi anterior Endoskopi Pemeriksaan diulangi setelah dilakukan dekongesti hidung Obstruksi yang hilang setelah dengosti disebabkan oleh kelainan mukosa

Pasien deviasi septum -> kel. obstruksi kronis,biasanya unilateral, mungkin disertai riwayat trauma nasal sebelumnya Pemeriksaan rhinoskopi anterior & endoskopi nasal mencatat adanya deviasi septal serta derajatnya. Evaluasi columella dari bawah -> evaluasi defleksi septal kaudal (bisa tidak terevaluasi dengan tepat pada rhinoskopi standar)

Treatment pada obstruksi nasal akibat deviasi septum -> septoplasty Pasien dengan deviasi septum yang dilakukan septoplasty secara umum melaporkan perbaikan yang signifikan pada obstruksi nasal dalam 3-6 bulan & menggunakan medikasi yang lebih sedikit daripada pasien lainnya

Tidak ada test tunggal preoperatif yang dapat memprediksi kesuksesan outcome Rinomanometri digunakan sebagai terapi tambahan untuk mencatat adanya obstruksi & derajat perbaikan postoperatif tidak digunakan secara luas di klinik Lokasi deformitas septum berkaitan dengan outcome bedah & resistensi jalan nafas post operasi

Katup nasal adalah bagian tersempit dari jalan nafas di hidung dan menjadi resistensi terbesar aliran udara nasal Abnormalitas pada bagian ini menyebakan obstruksi Dua tipe disfungsi katup nasal: Disfungsi pada regio katup nasal Colapsnya struktur katup nasi

Tipe obstruksi katup nasal: Tipe I disebabkan oleh: Hipertrofi konkha Deviasi septum Tipe II disebabkan oleh: Kolapsnya struktur katup nasal itu sendiri Kolapsnya katup nasal disebabkan oleh: Sebagian besar iatrogenik Sebagian keciil kongenital

Penemuan fisik yang khas : bentuk hidung seperti jam pasir atau terjepit Kolapsnya kartilago alar pada sat inspirasi kuat Lekukan alar yang dalam

Pada rinoplasti kolapsnya katup nasal disebabkan : Penyempitan ujung hidung yang agresif Overreseksi dari crus lateral Displasmen kartilago alar yang lemah Penyempitan yang berlebihan dorsum nasi overreseksi kartilago lateral Displasmen dari os nasal pendek

Koreksi : Spreader graft Alar batten graft Flaring suture Overlay graft Lateral suture suspension Cottle manouver Modified cottle manouver

konkha inferior berefek pada aliran udara pada katup nasal tergantung pada derajat pembesaran konkha Selama inspirasi ujung anterior konkha inferior pada bagian katup nasal menghasilkan sampai 2/3 resistensi di saluran dafas atas Pembesaran konkha inferior dapat menyebabkan obstruksi nasal akibat peningkatan resistensi

Penyebab inflamasi konkha: Rhinitis alergi Rhinitis non alergi Rhinitis medikamentosa

Inflamasi yang menetap glandula mukosa membesar & kolagen terkumpul di dasar membran mukosa nasal ireversibel hipertrofi

Terapi hipertrofi konka: Antihistamin Decongestan Intranasal steroid Injeksi steroid intra konkha Stabilizer sel mast Imunoterapi pembedahan

Konkha bulosa adalah pneumatisasi dari konkha media Adalah variasi anatomi yang paling sering dengan incidensi >25% lapisan dalam konkha bulosa adalah epitel respirasi drainase melalui ostium ke resesus frontalis atau hiatus semilunaris Perkembangan konkha media obstuksi nasal menutup OMC predisposisi infeksi sinus

Jika ditemukan pembesaran konkha saat endoskopi suspek konka bulosa Ditegakan dengan CT scan pneumatisasi konkha media Terapi eksisi endoskopi dinding lateral konkha yang mengalami pneumatisasi

Kegagalan khoana untuk tumbuh dengan baik Insidensi 1 per 5000 kelahiran Perbandingan perempuan dan laki-laki 2:1 Pada bayi atresia bilateral menyebabkan obstuksi berat segera terjadi distres respirasi Bila salah satu sisi hidung tidak bisa dimasuki cateter atau NGT suspek atresia Atresia unilateral tidak mengancam kehidupan bayi mengganggu saat masa akhir anak-anak atau remaja

Gejala atresia khoana: Sumbatan pada hidung unilateral Rhinorhea Obstukif sleep apnea Diagnosis CT scan &endoskopi Bila terjadi atresia khoana mungkin terdapat kelainan lain: OME Penyakit saluran nafas atas dan bawah Kelainan jantung Kelainan gastrointestinal

Atresia Khona bilateral dapat disertai dengan: Kelainan jantung CHARGE syndrome (colobomas, herat defect, choanal atresia, retarded growth, genitourinary hipoplasi and ear anomalies) Obstruktif sleep apnea Gangguan hematologi Gagal tumbuh

Penatalaksanaan Sebagian besar dengan transnasal repair dengan atau tanpa stenting Posterior septal window Dilatasi khoana Transpalatal repair dengan stenting Penggunaan inhibitor trofoblas topikal (mitomycin) saat pembedahan dapat meningkatkan patensi khoana

Merupakan kelainan multifaktorial Ditandai dengan: Massa edematosa di kavum nasi memicu drainase sinus Kehilangan penciuman Obstruksi

Penyebab belum jelas Diterapkan di beberapa penelitian: Alergi Asma RSK Intoleransi aspirin Cystuc fibrosis

Pada sebagian besar Polip nasi (80 90 %) adanya eosinofil jaringan mukosa dan faktor yang potensial memicu pengeluaran eosinofil - diduga sebagi agen etiologi Inflamasi sinonasal polip membesar dan bertambah jumlahnya obstruksi nasi blokade ostium infeksi sinus

Terapi polip nasi: Steroid sistemik Antibiotik jika dijumpai skret yang purulen Bedah endoskopi pada polip yang berat dan resisten terhadap pengobatan yang maksimal Polip nasi yang berhubungan dengan asma cenderung berat terutama pada aspirin-sensitive asthmstic sukar disembuhkan dengan terapi obat dan pembedahan

Tiga fungsi mayor hidung adalah: Penghidu Respirasi Proteksi

Hidung menghangatkan udara yang diinspirasi sampai dengan suhu 37 0 C untuk memfasilitasi pertukaran gas di alveolus Kelembabapan yang diciptakan oleh sistem sinonasal pada udara pernafasan dapat mencapai sekitar 85%, mengurangi efek pengeringan udara pernafasan dan secara bermakna menguntungkan pertukaran gas di saluran nafas bagian bawah Pelembab tersebut berasal dari kandungan air yang berada pada mukus hasil transudasi dari pembuluh darah dan disuplai oleh glandula nasalis.

Mukosa sinonasal normal tersusun atas: lapisan epitelial, lamina propria, submukoksa dan periostium. Sel epitelial hidung sel columner pseudostratifikasi bersilia, dengan variasi jumlah sel goblet Di bawah epitelium terdapat : limfosit sel plasma makrofag anyaman vaskuler dan glandula

Vibrissae menyaring partikel besar masuk ke hidung Partikel yang lebih kecil menabrak mukosa sebagai akibat dari turbulensi aliran menempel pada mukosa hidung Partikel yang berukuran < 0,5 mikromilimeter lewat dari saringan hidung saluran nafas bawah

Laipisan mukous dibagi menjadi 2 lapisan luar lapisan dalam Sel goblet memproduksi glikoprotein yang menjadikan viskositas dan elastisitas dari lapisan luar dari mukus hidung Lapisan luar terletak pada bagian atas dari silia hidung Lapisan dalam terletak di sekitar silia Lapisan dalam dari mukus sangat kurang kental gerakan silia dapat dengan mudah mendorong lapisan luar mukus di atasnya yang berisi partikel yang terjebak

Lapisan mukosa dibersihkan ke arah nasofaring setiap 10-15 menit gerakan silia diganti oleh sekresi mukus baru oleh mukosa cavum nasi dan sinus Aktivitas silia dapat diperburuk oleh: penurunan kelembaban penurunan temperatur perlengketen dengan permukaan mukosa yang berhadapan

Waktu transit dari mukosilier diukur dengan saccharin test Butir sakarin diletakkan di bagian anterior cavum nasi larut dan ditranspor oleh sistem mukosilier ke nasofaring kemudian ke orofaring dimana rasa manis dapat dirasakan Waktu transport normal adalah kurang dari 20 menit sebagian besar subyek mendeteksi rasa manis dalam 10 menit.

Infeksi sinus berulang akibat peningkatan waktu transit mukosiliari paling banyak berkaitan dengan disfungsi silia primer maupun sekunder. Diskinesia silia primer (PCD) merupakan kelainan autosom resesif akibat defek struktur dan fungsi silia. 50% pasien dengan PCD juga menderita Sindrom Kartagener dengan bronkiektasis, sinusitis, dan situs inversus

PCD didiagnosis berdasarkan tanda-tanda klinis dengan pengukuran nitric oxide nasal dan evaluasi ultrastruktur silia. Pada studi mikroskop elektron, silia dari pasien PCD menunjukkan : - Presentase tinggi anomali silia dengan penurunan atau tidak adanya lengan dynein (dynein arms) - Tidak adanya radial spokes - Tanslokasi sepasang mikrotubular atau perubahan pasangan sentral

PCD dan diskinesia silia sekunder (SCD) secara fungsional sama tetapi secara ultrastruktur berbeda. SCD biasanya muncul selama atau setelah infeksi saluran respirasi dan biasanya bersifat reversibel.

SCD dikarakterisasi dengan presentase rendah anomali silia dan oleh pola perubahan ultrastruktural sekunder: - kelompok silia - penambahan atau delesi mikrotubul perifer - disorganisasi aksonema - disorientasi silia - diskontinuitas membrane aksonema - silia membengkak dengan sitoplasma yang berlebih

Sistem imun bawaan merupakan resistensi yang dibawa saat lahir yang telah ada saat terjadi paparan pathogen pertama kali. Epitel respirasi menjadi lini pertama pertahanan nasal dengan membentuk barier fisik yang dihubungkan oleh tight junction (taut erat). Mukosa nasal mensekresi enzim dan antibiotik peptide dengan efek antimikrobial langsung pada mukus

Neutrofil dan makrofag, yang memfagosit mikroba, membentuk pertahanan tingkat lanjut. Epithelium & fagosit membedakan self (bagian inang) dan non-self dengan reseptor pengenalan -> tipe yang larut atau terikat membran yang mengenali pola molekular terkait patogen(pamps) yang ditemukan pada parasit, virus, bakteri, jamur dan mikobakteria.

Respon imun-dapatan pada traktus sinonasal dimediasi oleh sel-sel dendritik (DCs), yang merupakan sel pengenalan antigen (APCs) yang terdapat dalam jumlah besar pada jaringan limfoid terkait nasofaring (NALT).

Respon imun-dapatan pada hidung dimulai dengan memproses dan mengenalkan antigen kepada sel T- helper oleh DCs Interaksi antara DCs, sel T dan sel B merupakan kunci utama NALT sel T dan B diangkut bersama drainase limfonodi dan kembali ke sisi efektor pada mukosa melalui aliran darah

Mohon Asupan