KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 67/MPP/Kep/3/2000 TENTANG

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 311/MPP/Kep/10/2001 TENTANG

Pgs. DIREKTUR JENDERAL

PETUNJUK PELAKSANAAN NO.1

Kop Surat Ditjen PLN. Kanada dan Turki Tahun Kuota 2. DIRUT PT. (P) KBN Kepala POPDI Pulau Batam 4. Kepala IPSKET Pulau Bintan di TEMPAT

4. Sdr. Kepala IPSKET Pulau Bintan di Tempat EDARAN

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No. 231 Tahun 1997 Tentang : Prosedur Impor Limbah

Menteri Perindustrian Dan Perdagangan Republik Indonesia. KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN NOMOR : 364/MPP/Kep/8/1999 TENTANG

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 17/M-DAG/PER/9/2005

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 10/M-DAG/PER/6/2005 TANGGAL 10 JUNI 2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR DAN IMPOR INTAN KASAR

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 24/M-DAG/PER/6/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA 12/M-DAG/PER/6/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 40/MPP/Kep/1/2003 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

Menteri Perdagangan Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA : 04/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG KETENTUAN EKSPOR TIMAH BATANGAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33/M-DAG/PER/8/2010

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 73/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KEGIATAN USAHA PENJUALAN BERJENJANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Surat Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri No. 298/DJPLN/X/2001 Tanggal 4 Oktober 2001 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 36/M-DAG/PER/8/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ALTERNATIF 2 PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 39/M-DAG/PER/10/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG JADI OLEH PRODUSEN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32/MPP/KEP/1/2003 TENTANG KETENTUAN EKSPOR PRODUK INDUSTRI KEHUTANAN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 550/MPP/Kep/10/1999 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 751/MPP/Kep/11/2002 TENTANG KETENTUAN IMPOR BESI ATAU BAJA CANAI LANTAIAN

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN NOMOR 35/M-DAG/PER/5/2012

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI

: PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PENJUALAN LANGSUNG.

Menteri Perdagangan Republik Indonesia NOMOR : 43/M-DAG/PER/10/ /M-DAG/PER/9/2007

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 20/M-DAG/PER/7/2011 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 141/MPP/Kep/3/2002 TENTANG NOMOR PENGENAL IMPORTIR KHUSUS (NPIK)

113/PMK.011/2011 BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PEMBUATAN TINTA K

Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.137/MPP/Kep/6/1996 Tentang : Prosedur Impor Limbah

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 327/MPP/Kep/7/1999

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109/PMK. 011/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Barang Modal. Bukan Baru.

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Mencabut Peraturan Dewan Pertahanan Negara Nomor 14 dan Menetapkan Peraturan T

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26/M-DAG/PER/12/2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERDAGANGAN LUAR NEGERI NOMOR : 05/DAGLU/PER/6/2008 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN,

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN RI NOMOR 417/MPP/Kep/6/2003 TANGGAL 17 JUNI 2003 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 711/MPP/Kep/12/2003

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 45/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG ANGKA PENGENAL IMPORTIR (API)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Angka Pengenal Importir.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Perdagangan Dunia) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3564); 2.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 418/MPP/Kep/6/2003 TENTANG KETENTUAN IMPOR NITRO CELLULOSE (NC)

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 732/MPP/Kep/10/2002 TENTANG TATA NIAGA IMPOR TEKSTIL

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 28/M-DAG/PER/6/2009 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2011, No Daya Saing lndustri Sektor Tertentu Untuk Tahun Anggaran 2011; c. bahwa dalam rangka pemberian Bea Masuk Ditanggung Pemerintah atas imp

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 58/M-DAG/PER/12/2010 TENTANG KETENTUAN IMPOR BARANG MODAL BUKAN BARU

KETUA DEWAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM/BINTAN/KARIMUN

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 7/MPP/Kep/1/2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/M-DAG/PER/1/2007 TENTANG VERIFIKASI ATAU PENELUSURAN TEKNIS IMPOR KERAMIK

P E R A T U R A N MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

2017, No menetapkan Peraturan Menteri Perdagangan tentang Ketentuan Ekspor Sisa dan Skrap Logam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 199

2013, No bejana tekan dan tangki dari logam, serta pembuatan mesin pertanian dan kehutanan telah memenuhi kriteria penilaian dan ketentuan baran

SALINAN MENTERI NOMOR DENGAN. Pembuatan. elektronika. barang. terhadap. impor. c. bahwa. telah memenuhi. Komponen. dan bahan. Bea Masuk.

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN. REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 111/MPP/Kep/2/2002 TENTANG SURAT KETERANGAN ASAL ("CERTIFICATE OF ORIGIN")

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/PMK.011/2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 41/M-DAG/PER/9/2009 TENTANG KETENTUAN EKSPOR KOPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M-DAG/PER/6/2005 TANGGAL 30 JUNI 2005 TENTANG KETENTUAN EKSPOR ROTAN

M E M U T U S K A N : : PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PERGUDANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No Harmonized System 2017 dan ASEAN Harmonised Tariff Nomenclature 2017, perlu melakukan penyesuaian terhadap komitmen Indonesia berdasar

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. Surat Keterangan Asal. Barang. Indonesia. Tata Cara Ketentuan. Pencabutan.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 128/PMK.011/2014 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERDAGANGAN. Impor Besi. Baja. Ketentuan Impor.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 54/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG KETENTUAN UMUM DI BIDANG IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

108/PMK.011/2011 BEA MASUK DITANGGUNG PEMERINTAH ATAS IMPOR BARANG DAN BAHAN GUNA PEMBUATAN DAN PER

SALINAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 399KMK.01/1996 TENTANG GUDANG BERIKAT MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

SALINAN 7/PMK.011/ TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 27/M-DAG/PER/7/2008

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

2 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik I

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. 590/MPP/Kep/10/1999 T E N T A N G

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 360/MPP/Kep/5/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2002 TENTANG TINDAKAN PENGAMANAN INDUSTRI DALAM NEGERI DARI AKIBAT LONJAKAN IMPOR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.202, 2009

SURAT PENGANTAR NOMOR SP- 7 /BC.22/ Mei Surat Menteri Perdagangan 1 (satu) Disampaikan dengan hormat untuk

Menimbang : Mengingat :

Transkripsi:

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 67/MPP/Kep/3/2000 TENTANG KETENTUAN KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN R.I. Menimbang : a. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan dan mengembangkan ekspor Tekstil dan produk Tekstil khususnya ke Negara-negara Kuota, perlu ditetapkan langkah-langkah penyempurnaan sistem manajemen kuota yang transparan sehingga pemanfaatan kuota lebih optimal dan lebih menjamin kepastian berusaha bagi dunia usaha; b. bahwa dalam rangka meningkatkan ekspor Tekstil dan produk Tekstil (TPT) khususnya ke negara kuota, maka dipandang perlu memberikan kemudahan dalam proses penerbitan Surat Keterangan Ekspor Tekstil (SKET); c. bahwa sehubungan dengan hal tersebut pada butir a. dan b. di atas, maka perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Mengingat : 1. Bedrijfsreglementerings ordonnantie Tahun 1934 (Staatsblad 1938 Nomor 86); 2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 260 Tahun 1967 tentang Penegasan Tugas dan Tanggung Jawab Menteri Perdagangan Dalam Bidang Perdagangan Luar Negeri; 3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 136 Tahun 1999 tentang Kedudukan, Tugas, Susunan dan Tata Kerja Departemen sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 147 Tahun 1999; 4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 355/M Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabinet Periode Tahun 1999-2004; 5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 444/MPP/Kep/II/1998 jo. Nomor 24/MPP/Kep/1/1999 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perindustrian dan Perdagangan;

6. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 558/MPP/Kep/12/1998 tentang Ketentuan Umum Di Bidang Ekspor sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 146/MPP/Kep/1999; 7. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 53/MPP/Kep/2/2000 tentang Pengambil-alihan Kuota Tekstil dan produk Tekstil. M E M U T U S K A N Mencabut : Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 374/MPP/KEP/8/1998 tentang Ketentuan Ekspor Kuota Tekstil dan Produk Tekstil dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 366/MPP/KEP/8/1999 tentang Perubahan pasal 11 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 374/MPP/KEP/8/1998 tentang Ketentuan Ekspor Kuota Tekstil dan Produk Tekstil. Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANG-AN TENTANG KETENTUAN KUOTA EKSPOR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL Pasal 1 Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) adalah serat, benang, tekstil lembaran, pakaian jadi dan barang jadi lainnya terbuat dari tekstil yang termasuk dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia dengan Pos tarif HS Ex-42.02, 50.01 s/d 63.10, Ex-64.05, Ex-65.01, Ex-65.02, Ex-65.03, Ex- 65.04, Ex-65.05, Ex-70.19, Ex-94.04, Ex-96.12. 2. Eksportir Terdaftar Tekstil dan Produk Tekstil (ETTPT) adalah perusahaan yang diizinkan mengekspor TPT Kuota oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 3. Negara Kuota adalah negara pengimpor yang berdasarkan suatu Perjanjian Bilateral TPT memberlakukan Kuota terhadap Impor Kategori dan atau Group TPT tertentu dari Indonesia untuk Tahun Kuota tertentu. 4. Tahun Kuota adalah jangka waktu 12 (dua belas) bulan berlakunya kuota yang tanggal mulai dan akhirnya ditentukan dalam Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota. 5. Negara Non Kuota adalah negara pengimpor TPT yang tidak memberlakukan Kuota terhadap impor TPT dari Indonesia. 6. Kuota adalah jumlah maksimum yang diizinkan diekspor ke Negara Kuota

7. Kategori dan atau Group TPT adalah kelompok TPT tertentu sesuai kesepakatan antara negara pengimpor dan pengekspor. 8. TPT Kuota adalah Kategori dan atau Group TPT yang dikenakan kuota. 9. TPT Non Kuota adalah Kategori dan atau Group yang tidak dikenakan kuota. 10. Kuota Dasar ("Base Level Quota") adalah kuota awal tahun yang berasal dari Kuota Dasar tahun sebelumnya ditambah Kuota Pertumbuhan, yang besarnya sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota. 11. Kuota Pertumbuhan (KPt) adalah Kuota Tambahan yang diberikan oleh Negara Kuota pada periode Tahun Kuota berjalan yang persentasenya berdasarkan Perjanjian Bilateral dan yang diatur dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). 12. Kuota Kerja ("Working Level")/Kuota Disesuaikan ("Adjusted Level") adalah Kuota Dasar ("Base Level Quota") Tahun Kuota berjalan, dikurangi jumlah Kuota Pinjaman Tahun Kuota sebelumnya ditambah dengan Kuota Pertukaran ("Shift"), Pergeseran ("Swing"), Kuota yang tidak direalisasi ("Carry Over"), Kuota Pinjaman ("Carry Forward") dan Kuota Transfer Antar Negara ("Swap") yang disetujui dalam Perjanjian Bilateral antara Indonesia dan Negara Kuota. 13. Kuota Tetap (KT) adalah Kuota yang berasal dari Kuota Dasar yang dialokasikan dalam Tahun Kuota berjalan kepada ETTPT tertentu dan dapat dialokasikan kembali kepada ETTPT sesuai dengan jumlah realisasi KT tahun sebelumnya. 14. Penitipan adalah KT yang tidak dapat direalisasikan seluruh atau sebagian pada Tahun Kuota berjalan yang diserahkan oleh ETTPT kepada Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 15. Pengalihan Kuota Tetap adalah pemindahan KT dari ETTPT kepada ETTPT lainnya. 16. Kuota Sementara Murni (KSM) adalah Kuota yang berasal dari Kuota Dasar dikurangi dengan KT yang dialokasikan. 17. Kuota Sementara Munri Sisa (KSM-S) adalah Kuota yang berasal dari sisa KSM. 18. Kuota Fleksibilitas (KF) adalah Kuota yang berasal dari "Carry Over", "Swing", "Swap", dan sisa dari KSM dan KSM-S, KT yang dititipkan. 19. Kuota Spesial Shift (KSS) adalah Kuota yang berasal dari pertukaran antar kategori tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT. 20. Kategori Donor adalah Ketegori tertentu yang berdasarkan Perjanjian Bilateral TPT dapat dijadikan sebagai sumber donor (penjamin) yang dapat dipertukarkan dengan kategori tertentu lainnya. 21. Kategori Penerima adalah Kategori tertentu yang berdasarkan Perjanjian Bilateral TPT dapat menerima Kategori Donor tertentu lainnya yang dipertukarkan.

22. Kuota Pinjaman (KP) adalah Kuota yang dipinjam dari Kuota Dasar Tahun Kuota berikutnya yang digunakan pada Tahun Kuota berjalan sesuai dengan perjanjian Bilateral. 23. Kewajiban Ekspor (KE) adalah keharusan untuk merealisasikan kuota untuk ekspor TPT dari penerima Kuota yang terdiri dari KT, KPt, KSM, KSM-S, KF, KSS dan KP. 24. Prestasi Realisasi (PR) adalah prestasi dari ETTPT tertentu diukur dari realisasi ekspor terhadap KE dalam suatu tahun Kuota. 25. Prestasi Realisasi Nasional (PRN) adalah realisasi ekspor Nasional terhadap Kuota Kerja ("Working Level") tahun berjalan. 26. Surat Keterangan Ekspor TPT (SKET) adalah Dokumen Penyerta TPT Kuota yang diekspor dari wilayah Pabean Republik Indonesia ke Negara Kuota yang membuktikan bahwa TPT Kuota tersebut berasal dari Indonesia dan telah memenuhi Perjanjian Bilateral TPT antara Indonesia dan Negara Kuota, yaitu berupa : a. Visaed Commercial Invoice; b. Export Licence; c. SKA Form K atau d. SKA Form N. 27. Instansi Penerbit Surat Keterangan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil (IPSKET) adalah Instansi yang diberi pelimpahan wewenang oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mendaftarkan dan menerbitkan SKET serta menanda-sahkan Tanda Bukti Pengalihan Hak Kuota (TBPHK), yaitu : a. Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) daerah tekstil; b. PT (Persero) Kawasan Berikat Nusantara; c. Satuan Pelaksana Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam; d. Instansi lain yang ditetapkan oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 28. Alokasi kuota proporsional per-wilayah IPSKET adalah jumlah yang dialokasikan kepada masing-masing IPSKET berdasarkan proporsi jumlah perusahaan ETTPT yang telah memiliki Kode Komputer pada saat Kuota Global akan dialokasikan. 29. Kuota Global adalah sejumlah kuota Tekstil dan Produk Tekstil yang dialokasikan kepada IPSKET untuk dibagikan kepada para ETTPT. Pasal 2 EKSPORTIR TERDAFTAR TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (ETTPT) (1) Ekspor TPT Kuota hanya dapat dilaksanakan oleh Eksportir yang mendapat pengakuan sebagai ETTPT oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atas nama Menteri Perindustrian dan Perdagangan.

(2) Perusahaan yang dapat diakui untuk pertama kali sebagai ETTPT adalah perusahaan produsen yang mengajukan surat permohonan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri atau pejabat yang ditunjuk dengan mengisi Formulir yang telah ditentukan dan ditanda-sahkan oleh IPSKET dimana perusahaan berdomisili. (3) Surat permohonan tersebut pada ayat (1) harus dilengkapi dengan dokumen : a. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); b. Izin Usaha Industri (IUI) atau Tanda Daftar Industri (TDI); c. Realisasi ekspor sendiri TPT Non Kuota; d. Tanda Daftar Perusahaan (TDP); e. Berita Acara Pemeriksaan fisik kantor dan unit produksi serta kapasitas produksi perusahaan yang ditanda-sahkan oleh pejabat IPSKET dimana perusahaan berdomisili. (4) Bagi Perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai ETTPT Non Produsen sebelum Keputusan ini dikeluarkan dinyatakan tetap berlaku dan hanya berhak memperoleh KT yang dimiliki. (5) Bagi perusahaan yang telah memperoleh pengakuan sebagai ETTPT, wajib melaporkan kepada Instansi Penerbit ETTPT untuk setiap perubahan. Pasal 3 KUOTA TETAP (KT) (1) Penetapan KT dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam 2 Tahap dan diumumkan melalui IPSKET setempat sebagai berikut : a. Untuk KT Tahap I (sementara) diumumkan selambat-lambatnya pada Minggu Keempat bulan Desember Tahun Kuota berjalan. b. Untuk KT Tahap II (definitif) diumumkan selambat-lambatnya pada Minggu Ketiga bulan Januari Tahun Kuota berikutnya. (2) Apabila KT yang dialokasikan pada ayat (1) huruf b tidak sesuai dengan perhitungan dari ETTPT maka ETTPT dapat mengajukan permohonan peninjauan ulang. (3) ETTPT yang memiliki KT dan merealisasikan ekspornya pada Tahun Kuota berjalan memperoleh alokasi KT untuk Tahun Kuota berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan b. (4) ETTPT dapat mengalihkan KT miliknya kepada ETTPT lain secara langsung dan melaporkan kepada IPSKET setempat untuk mendapat pengesahan.

Pasal 4 KUOTA PERTUMBUHAN (KPt) (1) ETTPT Pengusaha Kecil dan Koperasi (ETTPT-PKK) dapat mengajukan permohonan KPt Tahun Kuota berikutnya kepada IPSKET setempat. (2) Sumber KPt untuk ETTPT-PKK berasal dari Pertumbuhan Kuota Dasar. (3) Jumlah dan Jenis KPt diberikan secara proporsional kepada masing-masing IPSKET secara Global oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (4) Untuk memperoleh KPt, setiap ETTPT-PKK harus memenuhi Persyaratan Kriteria Pengusaha Kecil dan Koperasi (PKK) Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Pasal 5 KUOTA SEMENTARA MURNI (KSM) (1) ETTPT yang memiliki unit produksi baik yang memiliki KT maupun yang tidak memiliki KT dapat mengajukan permohonan memperoleh KSM kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (2) ETTPT produsen yang memiliki KT atau tidak memiliki KT yang melaksanakan ekspor TPT Non Kuota, dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh KSM atau KSM Insentif (KSMin) pada jenis kategori yang sama kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (3) Sumber KSM Nasional yang tersedia dihitung berdasarkan selisih antara Kuota Dasar dengan alokasi KT Nasional. (4) KSM dialokasikan secara proporsional kepada ETTPT berdasarkan Prestasi Realisasi (PR) masing-masing ETTPT. (5) Penetapan alokasi KSM untuk masing-masing ETTPT, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui IPSKET setempat. (6) ETTPT yang mempunyai Prestasi Realisasi paling sedikit 90% dari Kewajiban Ekspor (KE) pada Tahun Kuota berikutnya, jumlah KSM yang direalisasikan dapat menjadi KT.

Pasal 6 KUOTA SEMENTARA MURNI SISA (KSM-S) (1) ETTPT Produsen dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh KSM-S, kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (2) Sumber KSM-S berasal dari Sisa KSM. (3) ETTPT yang telah memperoleh KSM, tidak berhak memperoleh KSM-S kecuali apabila setlah dibagi kepada para ETTPT Pemohon masih terdapat sisa KSM-S. (4) Alokasi KSM-S untuk masing-masing ETTPT, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri melalui IPSKET setempat. Pasal 7 KUOTA FLEKSIBILITAS (KF) (1) ETTPT Produsen dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh KF, dengan cara : a. ETTPT-PKK dapat mengajukan permohonan kepada IPSKET setempat b. ETTPT-PMB dapat mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (2) Sumber KF berasal dari Kuota yang tidak direalisasikan pada Tahun Kuota sebelumnya (Carry Over), Pertukaran (Swing), Sisa KSM atau KSM-S, KT yang dititipkan dan Transfer Kuota Antar Negara (SWAP). (3) KF dialokasikan dalam 2 (dua) tahap pada Tahun Kuota berjalan. (4) Sumber KF yang tersedia dialokasikan kepada ETTPT-PKK sebesar 60% dan kepada ETTPT Pengusaha Menengah dan Besar (PMB) sebesar 40%. (5) ETTPT yang mengalihkan atau menitipkan 10% atau lebih dari KT yang dimiliki, tidak berhak memperoleh Kuota Fleksibilitas untuk kategori tersebut pada Tahun Kuota berjalan. (6) Jumlah dan Jenis Kategori TPT yang dapat dialokasikan sebagai KF untuk ETTPT-PKK, diberitahukan kepada masing-masing IPSKET oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (7) Jumlah dan Jenis Kuota untuk masing-masing wilayah IPSKET, dialokasikan secara Global dan proporsional sesuai dengan jumlah ETTPT-PKK oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (8) Penetapan alokasi KF untuk ETTPT-PKK, dilaksanakan oleh IPSKET setempat.

(9) Penetapan alokasi KF untuk ETTPT-PMB, dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. Pasal 8 KUOTA PINJAMAN (KP) (1) ETTPT Produsen dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh KP, dengan cara : (a) ETTPT-PKK dapat mengajukan permohoannnya kepada IPSKET setempat (b) ETTPT-PMB dapat mengajukan permohoannya kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan (2) Kuota Pinjaman (KP) dapat dialokasikan kepada ETTPT yang telah merealisasikan KT pada tahun kuota berjalan dengan ketentuan : (a) Pada 7 (tujuh) bulan pertama Tahun Kuota berjalan, ETTPT Pemilik KT dapat mengajukan KP maksimal sebesar persentase dari KT yang telah direalisasikan ETTPT yang bersangkutan dan besarnya persentase tersebut, sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT. (b) Dalam 5 (lima) bulan berikutnya pada Tahun Kuota berjalan, besarnya alokasi KP dapat lebih besar dari persentase KP sebagaimana pada huruf a di atas dengan memperhitungkan besarnya KT yang telah direalisasikan ETTPT yang bersangkutan, jumlah ETTPT Pemohon KP dan sisa Nasional KP untuk Kategori dan atau Group TPT yang tersedia. (3) Jumlah Kuota Pinjaman (KP) untuk ETTPT-PKK masing-masing wilayah IPSKET, dialokasikan secara Global berdasarkan persentase jumlah KT ETTPT-PKK oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri. (4) Penetapan alokasi KP untuk ETTPT-PKK, dilaksanakan oleh IPSKET setempat berdasarkan persentase tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral dari jumlah KT yang telah direalisasikan oleh masing-masing ETTPT-PKK. (5) Penetapan alokasi KP untuk WTTPT-PMB, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (6) Jumlah KP yang direalisasikan akan diperhitungkan pada Tahun Kuota berikutnya, kecuali jika tidak terjadi pemotongan Kuota Dasar secara Nasional oleh Negara Tujuan Ekspor. (7) ETTPT yang mangalihkan atau menitipkan 10% atau lebih dari KT yang dimiliki, tidak berhak mendapatkan Kuota Pinjaman untuk kategori tersebut pada Tahun Kuota berjalan. (8) Bagi ETTPT yang memiliki KT dan tidak memanfaatkan sebagian atau seluruh hak KP dalam Tahun Kuota berjalan, hak KP tersebut dapat dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang tidak memiliki KT dengan menggunakan jaminan perusahaan yang memiliki KT dan bersedia dipotong pada tahun kuota berikutnya.

(9) Alokasi kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (8) di atas, dialokasikan dalam bentuk KF dengan mengikuti ketentuan yang tercantum pada ayat (6) dan ayat (7). Pasal 9 KUOTA SPESIAL SHIFT (KSS) (1) ETTPT produsen yang memiliki KT Kategori Donor dan KT Kategori Penerima dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh KSS, dengan cara : (a) ETTPT-PKK dapat mengajukan permohonannya kepada IPSKET setempat. (b) ETTPT-PMB dapat mengajukan permohonannya kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (2) KSS dialokasikan kepada ETTPT yang memiliki ke dua KT kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 2 Tahap pada Tahun Kuota berjalan. (3) Jumlah dan Jenis Kategori KSS untuk ETTPT-PKK masing-masing wilayah IPSKET, dialokasikan secara Global oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri berdasarkan persentase tertentu sesuai dengan Perjanjian Bilateral TPT. (4) Penetapan alokasi KSS untuk ETTPT-PKK dilaksanakan oleh IPSKET setempat. (5) Penetapan alokasi KSS untuk ETTPT-PMB dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (6) KT kategori Donor yang dapat dipertukarkan untuk KSS adalah KT yang bukan berasal dari pengalihan dan atau KPt. (7) Jumlah KSS yang direalisasikan diperhitungkan sebagai KT kategori asalnya pada Tahun Kuota berikutnya. (8) ETTPT yang mengalihkan dan atau menitipkan 10% atau lebih dari KT kategori Donor atau KT kategori Penerima, tidak berhak memperoleh KSS pada Tahun Kuota berjalan. Pasal 10 KEMITRAAN (1) ETTPT produsen yang tidak dapat merealisasikan sendiri kuota ekspornya, dapat mengajukan permohonan kemitraan dengan ETTPT Produsen lainnya kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. (2) Jenis kuota TPT yang dapat dimitrakan meliputi KT, KSM, KSM-S, KF dan KPt.

(3) Kuota hasil kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dimitrakan kembali kepada ETTPT Produsen lainnya. Pasal 11 PENITIPAN KUOTA TETAP (1) ETTPT dapat mengajukan penitipan KT kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. setelah permohonan penitipan tersebut ditanda-sahkan oleh IPSKET setempat. (2) Jenis kuota yang dapat dititipkan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri adalah KT yang bukan berasal dari pengalihan. (3) Selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja sejak tanggal diterimanya penitipan KT dari ETTPT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IPSKET setempat harus sudah menggugurkan dan mengembalikan kategori tersebut sejumlah yang dititipkan kepada Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri dalam hal ini Direktur Ekspor Produk Industri dan Pertambangan. Pasal 12 PEMANTAUAN KUOTA TPT (1) Untuk membantu kelancaran pelaksanaan dan mendorong peningkatan ekspor TPT, perlu dilakukan pemantauan realisasi ekspor TPT Kuota dan Non Kuota oleh PT (Persero) Sucofindo. (2) Kegiatan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal 12 Keputusan ini dilaksanakan berdasarkan Perjanjian Kerja antara PT (P) Sucofindo dengan Departemen Perindustrian dan Perdagangan. (3) Pemantauan kuota tersebut, dilakukan dengan Sistim Manajemen Kuota Ekspor TPT yang dapat dimonitor oleh para Pengusaha TPT/Asosiasi melalui Web Site Kuota TPT. Pasal 13 SANKSI HUKUM (1) Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini dan ketentuan pelaksanaannya dapat dikenakan sanksi berupa pengurangan, pembekuan atau pencabutan Kuota TPT serta pembekuan atau pencabutan sebagai ETTPT. (2) Pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal 13 Keputusan ini dilakukan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 14 Pelaksanaan dari Keputusan ini, ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri.

Pasal 15 Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahui, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkan di dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di JAKARTA Pada tanggal 15 Maret 2000 MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA M. JUSUF KALLA