KARAKTERISTIK PELLET KAYU GMELINA (Gmelina arborea Roxb.)

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI

PENGARUH PERSENTASE PEREKAT TERHADAP KARAKTERISTIK PELLET KAYU DARI KAYU SISA GERGAJIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK CAMPURAN BATUBARA DAN VARIASI ARANG SERBUK GERGAJI DENGAN PENAMBAHAN ARANG TEMPURUNG KELAPA DALAM PEMBUATAN BRIKET

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TOREFAKSI TERHADAP SIFAT FISIK PELLET BIOMASSA YANG DIBUAT DARI BAHAN BAKU TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

LAPORAN HASIL PENELITIAN PEMBUATAN BRIKET ARANG DARI LIMBAH BLOTONG PABRIK GULA DENGAN PROSES KARBONISASI SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. dan kotoran ternak. Selain digunakan untuk tujuan primer bahan pangan, pakan

Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non-Karbonisasi

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

EFEK PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP SIFAT MEKANIK BRIKET DARI TEMPURUNG KELAPA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

Pemanfaatan Limbah Tongkol Jagung dan Tempurung Kelapa Menjadi Briket Sebagai Sumber Energi Alternatif dengan Proses Karbonisasi dan Non Karbonisasi

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

DATA PENGAMATAN HASIL PENELITIAN

PEMANFATAN LIMBAH SERBUK GERGAJI ULIN DAN KAYU BIASA SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PENGGANTI BAHAN BAKAR MINYAK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3.1 Arang tempurung kelapa dan briket silinder pejal

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

METODOLOGI PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Sebenarnya kebijakan pemanfaatan sumber energi terbarukan pada tataran lebih

Jurnal Penelitian Teknologi Industri Vol. 6 No. 2 Desember 2014 Hal :

BAB III METODE PENELITIAN

Analisis Variasi Suhu Tekan Pada Karakteristik Briket Arang Ampas Tebu sebagai Bahan Bakar Alternatif

TINJAUAN PUSTAKA. Suprihatin (1999) dan Nisandi (2007) dalam Juhansa (2010), menyatakan

V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. adanya energi, manusia dapat menjalankan aktivitasnya dengan lancar. Saat

TEKNOLOGI PEMBUATAN BIOBRIKET DARI LIMBAH BAGLOG

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

PENINGKATAN KUALITAS BIOBRIKET KULIT DURIAN DARI SEGI CAMPURAN BIOMASSA, BENTUK FISIK, KUAT TEKAN DAN LAMA PENYALAAN

BAB I PENDAHULUAN. bahan bakar, hal ini didasari oleh banyaknya industri kecil menengah yang

BAB III METODE PENELITIAN

Biomas Kayu Pellet. Oleh FX Tanos

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan pasokan energi dalam negeri. Menurut Pusat Data dan Informasi Energi dan

Studi Kualitas Briket dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan Perekat Limbah Nasi

STUDI MUTU BRIKET ARANG DENGAN BAHAN BAKU LIMBAH BIOMASSA

PENENTUAN TEMPERATUR TERHADAP KEMURNIAN SELULOSA BATANG SAWIT MENGGUNAKAN EKSTRAK ABU TKS

PEMANFAATAN LIMBAH DAUN DAN RANTING PENYULINGAN MINYAK KAYU PUTIH (Melaleuca cajuputi Powell) UNTUK PEMBUATAN ARANG AKTIF

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali Indonesia. Selain terbentuk dari jutaan tahun yang lalu dan. penting bagi kelangsungan hidup manusia, seiring dalam

II. DESKRIPSI PROSES

1. Pengertian Perubahan Materi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. minyak bumi semakin menipis bisa dilihat dari produksi minyak bumi dari tahun

OPTIMASI BENTUK DAN UKURAN ARANG DARI KULIT BUAH KARET UNTUK MENGHASILKAN BIOBRIKET. Panggung, kec. Pelaihari, kab Tanah Laut, Kalimantan Selatan

Deskripsi METODE PEMBUATAN BAHAN BAKAR PADAT BERBASIS ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes)

BAB I PENDAHULUAN. terpenting di dalam menunjang kehidupan manusia. Aktivitas sehari-hari

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang keberadaanya dialam terbatas dan akan habis. dalam kurun waktu tertentu, yaitu minyak bumi, gas alam, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif penghasil energi yang bisa didaur ulang secara terus menerus

PEMANFAATAN LIMBAH SEKAM PADI MENJADI BRIKET SEBAGAI SUMBER ENERGI ALTERNATIF DENGAN PROSES KARBONISASI DAN NON-KARBONISASI

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BRIKET ORGANIK TERHADAP TEMPERATUR DAN WAKTU PEMBAKARAN

Simposium Nasional Teknologi Terapan (SNTT) ISSN: X

I. PENDAHULUAN. Persediaan minyak bumi di dunia mulai berkurang, sehingga perlu dicari

OPTIMASI PRODUKSI BIOBRIKET DARI KULIT BUAH KARET

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran untuk mencari alternatif sumber energi yang dapat membantu

SEMINAR TUGAS AKHIR. Oleh : Wahyu Kusuma A Pembimbing : Ir. Sarwono, MM Ir. Ronny Dwi Noriyati, M.Kes

PENGARUH PERBANDINGAN MASSA ECENG GONDOK DAN TEMPURUNG KELAPA SERTA KADAR PEREKAT TAPIOKA TERHADAP KARAKTERISTIK BRIKET

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari

Aditya Kurniawan ( ) Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi semakin meningkat seiring dengan laju pertumbuhan

STUDI PEMBUATAN ARANG AKTIF DARI TIGA JENIS ARANG PRODUK AGROFORESTRY DESA NGLANGGERAN, PATUK, GUNUNG KIDUL, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PENDAHULUAN

PENERAPAN IPTEKS PEMANFAATAN BRIKET SEKAM PADI SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGGAANTI MINYAK TANAH. Oleh: Muhammad Kadri dan Rugaya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus akan mengakibatkan menipisnya ketersediaan bahan. konsumsi energi 7 % per tahun. Konsumsi energi Indonesia tersebut

STUDI VARIASI KOMPOSISI BAHAN PENYUSUN BRIKET DARI KOTORAN SAPI DAN LIMBAH PERTANIAN. Santosa, Mislaini R., dan Swara Pratiwi Anugrah

Pulp dan kayu - Cara uji kadar lignin - Metode Klason

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

PENDAHULUAN. diperbahurui makin menipis dan akan habis pada suatu saat nanti, karena itu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMANFAATAN GETAH RUMBIA SEBAGAI PEREKAT PADA PROSES PEMBUATAN BRIKET ARANG TEMPURUNG KELAPA

Pembuatan Biocoal Sebagai Bahan Bakar Alternatif dari Batubara dengan Campuran Arang Serbuk Gergaji Kayu Jati,Glugu dan Sekam Padi

RANCANG BANGUN MESIN PENYULING MINYAK ATSIRI DENGAN SISTEM UAP BERTINGKAT DIKENDALIKAN DENGAN MIKROKONTROLLER DALAM UPAYA PENINGKATAN MUTU PRODUK

PEMANFAATAN LIMBAH GERGAJIAN BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN ARANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BRIKET ARANG DARI SERBUK GERGAJIAN KAYU MERANTI DAN ARANG KAYU GALAM

IV PEMBAHASAN 4.1 Nilai ph dan Kadar Ekstraktif Kayu (Kelarutan Air Panas)

PENGARUH VARIASI KOMPOSISI BIOBRIKET CAMPURAN ARANG KAYU DAN SEKAM PADI TERHADAP LAJU PEMBAKARAN, TEMPERATUR PEMBAKARAN DAN LAJU PENGURANGAN MASA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Indonesia menyebabkan industri kehutanan mengalami krisis bahan baku.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumber energi alternatif dapat menjadi solusi ketergantungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

Transkripsi:

KARAKTERISTIK PELLET KAYU GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) Moeh. Hady Akbar Zam, Syahidah, dan Beta Putranto Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin Makassar Kampus Unhas Tamalanrea : Jl. P. Kemerdekaan Km. 10 Tlp. (0411) 585917 Makassar 90245 Email : hadyzam@rocketmail.com ABSTRAK KIMIA KAYU, PULP DAN KERTAS Upaya pemanfaatan limbah menjadi barang yang berguna harus terus digalakkan, demikian pula dengan limbah kayu baik yang dihasilkan dari kegiatan pemanenan maupun dari limbah pengolahan kayu. Salah satu bentuk pemanfaatan limbah kayu adalah mengolah limbah menjadi pellet kayu sebagai salah satu jenis energi alternatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pellet yang dibuat dari serbuk limbah kayu gmelina. Kayu gmelina dibuat serbuk menggunakan hammer mill lalu disaring menggunakan saringan 22 dan 40 mesh. Serbuk ini dibiarkan hingga mencapai kadar air kering udara dan selanjutnya dimasukkan ke dalam cetakan lalu dipanaskan dan dikempa menggunakan hot press selama 20 menit dengan tekanan 100 kg/cm 2. Suhu yang digunakan saat pengempaan adalah 90 o C, 110 o C, dan 130 o C dan masing-masing suhu diulangi sebanyak tiga kali. Selanjutnya dilakukan pengujian pellet kayu dengan variabel pengamatan meliputi kadar air, kerapatan, kadar abu, nilai kalor, waktu penyalaan, dan laju pembakaran. Karakteristik pellet tersebut kemudian dibandingkan dengan standar pellet dari Austria, Selandia Baru, dan Swedia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pellet kayu gmelina tidak memenuhi standar Austria, Selandia Baru, dan Swedia. Semakin tinggi suhu yang diberikan menghasilkan kadar air pellet yang lebih rendah, kerapatan yang lebih tinggi, kadar abu yang relatif sama, nilai kalor yang lebih tinggi, waktu penyalaan yang lebih cepat, dan laju pembakaran yang relatif sama. Kata kunci: Pellet, kerapatan, kadar air, nilai kalor, kadar abu PENDAHULUAN Minyak bumi sebagai salah satu sumberdaya alam yang tak terbarukan merupakan sumber energi yang telah lama digunakan di seluruh dunia. Sumber energi ini menjadi salah satu penyebab pemanasan global, dimana sisa pembakarannya berupa gas karbondioksida (CO 2 ) merupakan penyebab terjadinya efek rumah kaca yang berdampak pada berbagai masalah lingkungan. Selain itu, masalah kelangkaan dan semakin naiknya harga minyak bumi di pasaran dunia merupakan masalah lain yang juga perlu mendapatkan perhatian serius. Kondisi ini memaksa untuk mencari sumber-sumber energi alternatif yang murah dan terbarukan. Saat ini, perkembangan sumber energi terbarukan semakin pesat untuk mewujudkan sumber energi yang murah, mudah diperoleh, dan ramah lingkungan. Berbagai sumber energi tersebut seperti pemanfaatan energi matahari, air, dan udara, serta pengolahan bahan baku dari berbagai jenis tumbuhan untuk biodiesel dan bioetanol. Selain itu, ada juga yang kembali mengelola sumberdaya alam penghasil energi yang paling kuno yaitu kayu. Kayu merupakan salah satu sumber energi yang diharapkan dapat menggantikan sumber bahan bakar minyak dan gas bumi. Jika kayu langsung dijadikan sebagai bahan bakar mempunyai sifat-sifat yang kurang menguntungkan, antara lain mempunyai kadar air tinggi, volumeneous, mengeluarkan asap, banyak abu, dan nilai kalornya rendah. Salah satu bentuk pemanfaatan kayu sebagai sumber energi antara lain briket arang dan pellet kayu. Namun pembuatan briket arang mempunyai kelemahan yaitu kotor dalam hal pengemasan dan saat pemakaian. 275

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV Pellet kayu merupakan salah satu solusi dari kebutuhan sumber energi dari kayu. Dengan mengolah limbah kayu menjadi pellet dapat menghasilkan pellet kayu yang memiliki kadar air dan kadar abu yang rendah sehingga menghasilkan panas yang tinggi dan lebih bersih dibandingkan dengan kayu bakar biasa. Proses pembuatannyapun tidak menimbulkan pencemaran udara. Pengemasan dan pemakaian pellet kayu juga sangat mudah dan praktis serta tidak kotor. Di negara-negara Eropa dan Amerika pellet kayu telah berkembang sangat pesat, bahkan telah menjadi bahan bakar penghangat ruangan dan dijadikan sebagai sumber energi di beberapa pabrik. Kebutuhan pellet kayu sangat tinggi di Eropa dan Amerika, dari aspek ekonomi sangat potensial sebagai salah satu komoditi ekspor. Gmelina (Gmelina arborea Roxb.) termasuk tanaman penghasil kayu yang produktif. Banyak ditanam sebagai tanaman pelindung dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai tanaman komersil. Semua bagian pohon dapat dimanfaatkan, mulai dari batang, cabang bahkan ranting. Berdasarkan uraian tersebut maka dianggap perlu melakukan penelitian tentang karakteristik pellet yang dibuat dari kayu gmelina sebagai salah satu sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. BAHAN DAN METODE Kayu gmelina sebagai bahan baku digiling menggunakan hammer mill lalu disaring menggunakan ayakan 22 mesh dan 40 mesh. Serbuk yang lolos dari ayakan 22 mesh dan tertahan di ayakan 40 mesh adalah serbuk yang digunakan. Serbuk ini dibiarkan hingga mencapai kadar air kering udara. Selanjutnya serbuk yang telah kering udara kemudian ditimbang sebanyak 1,5 gram kemudian dimasukkan ke setiap lubang alat cetak yang terdiri atas 9 lubang dengan diameter lubang masing-masing 0,8 cm dan tinggi lubang 6 cm. Alat cetak yang telah berisi serbuk dipanaskan hingga mencapai suhu yang dikehendaki yaitu 90ºC, 110ºC, dan 130ºC, kemudian dipress dengan tekanan 100 kg/cm². Sesudah mengalami pengepresan, didiamkan selama 20 menit dan sampel dikeluarkan dari alat cetak. Pembuatan pellet pada setiap suhu perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Karakteristik pellet yang diamati adalah kadar air, kerapatan, kadar abu, nilai kalor, waktu penyalaan dan laju pembakaran. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Hasil penelitian mengenai kadar air pellet kayu gmelina dari berbagai perlakuan suhu dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai rata-rata persentase kadar air pellet lebih rendah dibandingkan dengan kayu solidnya sebagai kontrol. Sedangkan pada pellet terjadi kecenderungan semakin tinggi suhu yang diberikan maka kadar airnya semakin rendah. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air pellet, sehingga dilakukan Uji Tukey untuk melihat perbedaan kadar air di antara perlakuan. Hasil Uji Tukey menunjukkan bahwa kadar air kontrol berbeda sangat nyata dengan pellet. Kadar air pellet dengan perlakuan suhu 130 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 110 C, begitu pula perlakuan suhu 110 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 90 C. Hal tersebut terjadi diduga oleh karena pemberian suhu tinggi pada proses pembuatan pellet menyebabkan kadar air menjadi rendah karena adanya pelepasan air pada saat pemanasan. Air akan terlepas dan menguap ke udara selama proses pemanasan. Selain kehilangan air, ketika kayu dipanaskan (suhu di bawah 140 o C), kayu juga akan kehilangan zat ekstraktif yang bersifat volatil dan menyebabkan penurunan laju absorbsi dan desorbsi kayu, berkurangnya gugus hidroksil, dan berkurangnya komponen hemiselulosa (Hill, 2006). Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar air ketika suhu yang diberikan meningkat. Banyaknya air yang terlepas sangat dipengaruhi oleh waktu dan suhu yang diberikan. Sementara itu perbedaan kadar air yang terjadi saat suhu dinaikkan dan sebagian 276

KIMIA KAYU, PULP DAN KERTAS besar air yang terlepas terjadi saat awal pemanasan. Jika dibandingkan dengan standar kadar air pellet kayu dari Austria (maks. 12 %), Selandia Baru (maks. 8 %), dan Swedia (maks. 10 %), maka kadar air pellet kayu gmelina dari semua perlakuan suhu telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh ketiga negara tersebut. Gambar 1. Kadar Air Rata-rata Pellet Kayu Gmelina Kerapatan Kerapatan pellet kayu gmelina dari berbagai perlakuan suhu dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Kerapatan Rata-rata Pellet Kayu Gmelina Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kerapatan pellet lebih tinggi dibandingkan kontrol. Sedangkan pada pellet terjadi kecenderungan semakin tinggi suhu yang diberikan pada proses pembuatan maka kerapatannya semakin tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh terhadap kerapatan pellet, sehingga dilakukan Uji Tukey untuk melihat perbedaan kerapatan di antara perlakuan. Hasil Uji Tukey menunjukkan bahwa kerapatan kayu solid berbeda sangat nyata dengan pellet kayu. Kerapatan pellet dengan perlakuan suhu 130 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 110 C, begitu pula perlakuan suhu 110 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 90 C. Hal ini terjadi diduga oleh karena pemberian tekanan yang tinggi pada saat 277

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV proses pembuatan pellet menyebabkan kerapatan pellet menjadi tinggi, saat pemberian tekanan yang tinggi juga diikuti dengan pemberian panas sehingga lignin yang ada pada kayu melemah disertai dengan adanya hemiselulosa yang terdegradasi mengakibatkan terjadinya ikatan silang antara lignin yang satu dengan yang lain saat suhu kembali normal (Hill, 2006). Jika dibandingkan dengan standar kadar air pellet dari Selandia Baru (min. 641 kg/m 3 = 0,641 g/cm 3 ), dan Swedia (min. 600 kg/m 3 = 0,6 g/cm 3 ), maka kerapatan pellet kayu gmelina dari semua perlakuan suhu telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh kedua negara tersebut. Sedangkan untuk Austria tidak ada standar yang disebutkan untuk kerapatan. Kadar Abu Kadar abu pellet kayu gmelina dari berbagai perlakuan suhu dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 3 berikut : Gambar 3. Kadar Abu Rata-rata Pellet Kayu Gmelina Gambar 3 menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar abu kayu solid sebagai kontrol dan pellet dengan berbagai perlakuan suhu relatif sama. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pellet pada berbagai perlakuan suhu dan kontrol berpengaruh tidak nyata terhadap kadar abu. Abu ialah mineral pembentuk abu yang tertinggal setelah lignin dan selulosa habis terbakar (Dumanauw, 1990). Abu yang tersisa dari proses pembakaran terdiri atas bahan-bahan anorganik pada kayu sedangkan bahan organiknya habis terbakar. Sjostrom (1995) mengemukakan bahwa abu asalnya terutama dari berbagai garam yang diendapkan dalam dinding-dinding sel dan lumen. Endapan yang khas adalah berbagai garam-garam logam, seperti karbonat, silikat, oksalat, dan fosfat. Komponen logam yang paling banyak jumlahnya adalah kalsium diikuti kalium dan magnesium. Dalam proses pengabuan, bahanbahan organik yang terkandung dalam kayu akan terbakar sedangkan bahan-bahan anorganik akan tertinggal. Pada proses pembuatan pellet kayu tidak dapat mengubah bahan anorganik yang memang sudah ada dalam kayu. Jika dibandingkan dengan standar kadar abu pellet kayu dari Negara Austria (maks. 0,5 %), Selandia Baru (maks. 1 %), dan Swedia (maks. 0,1 %), maka kadar abu pellet kayu gmelina dari semua perlakuan suhu hanya memenuhi standar dari Selandia Baru, sedangkan standar Austria dan Swedia tidak terpenuhi. 278

KIMIA KAYU, PULP DAN KERTAS Nilai Kalor Nilai kalor pellet kayu gmelina dari berbagai perlakuan suhu dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 4. 20.00 20.07 20.37 20.65 15.00 Nilai Kalor (MJ/kg) 10.00 5.00 8.56 0.00 Kontrol Suhu 90 C Suhu 110 C Suhu 130 C Perlakuan Gambar 4. Nilai Kalor Rata-rata Pellet Kayu Gmelina Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai kalor rata-rata pellet lebih tinggi dibandingkan kontrol. Sedangkan pada pellet terjadi kecenderungan semakin tinggi suhu maka nilai kalornya semakin tinggi. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh terhadap nilai kalor pellet, sehingga dilakukan Uji Tukey untuk melihat perbedaan kadar air di antara perlakuan. Hasil Uji Tukey menunjukkan bahwa nilai kalor kontrol berbeda sangat nyata dengan pellet kayu. Nilai kalor pellet kayu dengan perlakuan suhu 130 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 110 C dan perlakuan suhu 110 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 90 C. Hal ini terjadi diduga oleh karena adanya perbedaan kadar air yang ada pada kontrol dan pellet. Begitu pula yang terjadi pada pellet pada berbagai perlakuan. Selain itu perbedaan suhu pada tiap perlakuan mengakibatkan perbedaan jumlah zat ekstraktif yang hilang dan perbedaan struktur kimia yang terjadi seperti hemiselulosa yang terdegradasi. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cahyono dkk. (2008) bahwa nilai kalor dipengaruhi oleh kadar air, susunan kimia kayu, dan jenis kayu. Jika dibandingkan dengan standar nilai kalor pellet kayu dari Austria (min. 18 MJ/kg), Selandia Baru (min. 19,1 MJ/kg), dan Swedia (min. 16,9 MJ/kg), maka nilai kalor pellet kayu gmelina dari semua perlakuan suhu telah memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh ketiga negara tersebut. Waktu Penyalaan Waktu penyalaan pellet kayu gmelina dari berbagai perlakuan suhu dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 menunjukkan bahwa waktu penyalaan rata-rata pellet lebih cepat dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada pellet terjadi kecenderungan semakin tinggi suhu yang diberikan semakin cepat waktu penyalaannya. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh terhadap lama penyalaan, sehingga dilakukan uji Tukey untuk melihat perbedaan lama penyalaan di antara perlakuan. Hasil Uji Tukey menunjukkan bahwa waktu penyalaan kontrol berbeda sangat nyata dengan pellet kayu. Hal ini terjadi diduga karena akibat pengaruh luas permukaan partikel yang berbeda antara kayu solid dengan pellet yang dibuat dari serbuk kayu menyebabkan adanya perbedaan waktu penyalaan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Pratoto, dkk. (2010) bahwa tingginya densitas permukaan dari partikel kecil pada gilirannya meningkatkan luas kontak antara partikel biomassa dengan agen gasifikasi. Sedangkan waktu penyalaan pellet pada perlakuan suhu 130 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 110 C dan perlakuan suhu 110 C berbeda nyata dengan perlakuan suhu 90 C. Hal ini terjadi diduga 279

PROSIDING SEMINAR NASIONAL Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) XIV akibat kerapatan pellet, semakin tinggi kerapatan bahan bakar padat maka waktu penyalaannya semakin lambat (Widiarti dkk. 2010). Gambar 5. Waktu Penyalaan Rata-rata Pellet Kayu Gmelina Laju Pembakaran Laju pembakaran pellet kayu gmelina dari berbagai perlakuan suhu dan kontrol dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah ini: 280 Gambar 6. Laju Pembakaran Rata-rata Pellet Kayu Gmelina Gambar 6 menunjukkan bahwa laju pembakaran rata-rata pellet lebih besar dibandingkan dengan kontrol. Sedangkan pada pellet laju pembakaran pada berbagai perlakuan suhu relatif sama. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu berpengaruh terhadap laju pembakaran, sehingga dilakukan Uji Tukey untuk melihat perbedaan laju pembakaran di antara perlakuan. Hasil Uji Tukey menunjukkan bahwa laju pembakaran kontrol berbeda sangat nyata dengan pellet. Sedangkan laju pembakaran pellet kayu pada semua perlakuan suhu berbeda tidak nyata, artinya tidak ada pengaruh perlakuan suhu terhadap laju pembakaran pellet yang dihasilkan. Laju pembakaran kontrol dengan pellet berbeda sangat nyata akibat luas permukaan partikel yang berbeda antara kayu solid dengan pellet yang dibuat dari serbuk

KIMIA KAYU, PULP DAN KERTAS kayu yang menunjukkan perbedaan jenis bahan bakar. Selain faktor tersebut ada faktor lain yang mempengaruhi laju pembakaran. Saptoadi dan Himawanto (2011) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi laju pembakaran bahan bakar padat antara lain ukuran partikel, kecepatan aliran udara, suhu, jenis bahan bakar, tekanan, konsentrasi oksigen dan sifat dari reaksi elementer yang terjadi. KESIMPULAN 1. Pellet kayu gmelina yang dihasilkan dalam penelitian ini tidak memenuhi standar Austria, Selandia Baru dan Swedia 2. Semakin tinggi suhu yang diberikan, maka kualitas pellet yang dihaslkan semakin baik. DAFTAR PUSTAKA Cahyono, T. D., Z. Coto, dan F. Febrianto. 2008. Analisis Nilai Kalor dan Kelayakan Ekonomis Kayu Sebagai Bahan Bakar Subtitusi Batu Bara di Pabrik Semen. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/31208105116.pdf. [24 Maret 2011]. Dumanaw, J.F. 1990. Mengenal Kayu. Kanisius. Semarang. Hill, C. 2006. Wood Modification, Chemical, Thermal, and Other Processes. John Willey & Sons Ltd. Chicester. Pratoto, A., A. Sutanto, E. H. Praja, dan D. Armenda. 2010. Rancang Bangun Tungku Gasifier Untuk Penamnfaatan Tandan Kelapa Sawit Sebagai Sumber Energi. http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files/ft/snttm2010/359_prosiding %20DIGITAL%20SNTTM%20IX.pdf. [16 April 2011] Saptoadi, H. dan A. Himawanto. 2011. Pemodelan Matematis Distribusi Temperatur pada Proses Pembakaran di Rangka Bakar (Bagian 1 : Distribusi Temperatur pada Permukaan atas Bahan Bakar). http://eprints.ums.ac.id/970/1/5_harwin_ Saptoadi_Dwi_Aries_himawanto_Pemodelan_Matematis_di.doc. [24 Maret 2011]. Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu, Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Widiarti, E. S., Sarwono, dan R. Hantoro. 2010. Studi Eksperimental Karakteristik Briket Organik Dengan Bahan Baku Dari PPLH Seloliman. http://digilib.its.ac.id/public/its- Undergraduate-12999-Paper.pdf. [16 April 2011] 281