LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI MAKANAN ASIN, SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN DENGAN HIPERTENSI PADA PENDERITA OBESITAS DI INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tahun. Menurut data dari Kementerian Negara Pemberdayaan

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB 1 : PENDAHULUAN. merupakan salah satu faktor resiko mayor penyakit jantung koroner (PJK). (1) Saat ini PJK

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. dimana tekanan darah meningkat di atas tekanan darah normal. The Seventh

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN. mengalirkan darah ke otot jantung. Saat ini, PJK merupakan salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

KORELASI PERILAKU MEROKOK DENGAN DERAJAT HIPERTENSI PADA PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN BANJARBARU

BAB I PENDAHULUAN. secara Nation Wide mengingat prevalensinya cukup tinggi umumnya sebagian

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. kematian berasal dari PTM dengan perbandingan satu dari dua orang. dewasa mempunyai satu jenis PTM, sedangkan di Indonesia PTM

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

Karakteristik Umum Responden

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu penyakit tidak menular (PTM) yang meresahkan adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB II TINJAUAN TEORITIS. darah arteri meningkat melebihi batas normal.menurut World. (2001) seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. otak atau penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan otot

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat melaksanakan masing-masing tugasnya (Kertohoesodo, 1979).

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB II TINJAUAN TEORITIS. antara curah jantung (Cardiac Output = CO) dan tekanan vaskuler

BAB 1 PENDAHULUAN. tanpa gejala, sehingga disebut sebagai Silent Killer (pembunuh terselubung).

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

BAB 1 PENDAHULUAN. membangun sumber daya manusia berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. angka kematian penyakit tidak menular (PTM). Hal ini sesuai dengan data World

BAB I PENDAHULUAN. begitu pula dengan permasalahan kardiovaskuler dan DM (Marliyanti, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. batas-batas tekanan darah normal yaitu 120/80 mmhg. Penyebab hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. darah, hal ini dapat terjadi akibat jantung kekurangan darah atau adanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesejahteraan penduduk saat ini diketahui menyebabkan peningkatan usia harapan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

Hipertensi (Tekanan Darah Tinggi)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penduduk Indonesia pada tahun 2012 mencapai 237,64 juta jiwa. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI MAKANAN ASIN, SAYURAN DAN BUAH-BUAHAN DENGAN HIPERTENSI PADA PENDERITA OBESITAS DI INDONESIA Disusun Oleh : AFNI, S.Gz Rr. NUR FAUZIYAH, SKM, MKM MILADIL FITRA, SKM NURRACHMA SARI, S.Gz BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014

SUSUNAN TIM PENELITI NO NAMA JURUSAN JABATAN 1. Afni, S.Gz Mahasiswa Magister IKM Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat Koordinator Peneliti FKM UI 2. Rr. Nur Fauziyah, SKM, MKM Mahasiswa Program doktoral IKM FKM UI Pembantu Peneliti 3. Miladil Fitra, SKM Mahasiswa Magister IKM Jurusan Kesehatan Lingkungan Pembantu Peneliti FKM UI 4. Nurrachma Sari, S.Gz Mahasiswa Magister IKM Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat FKM UI Pembantu Peneliti

KATA PENGANTAR Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas karunia dan ridhonya sehingga laporan akhir penelitian analisis lanjut Riskesdas 2014 ini dapat diselesaikan pada waktu yang tepat. Judul pada penelitian ini mengalami tiga kali perubahan. Pada awalnya penelitian ini berjudul Hubungan Obesitas dan Pola Konsumsi dengan hipertensi di Indonesia. Kemudian atas masukan dari para pakar judul penelitian ini berubah menjadi Hubungan Obesitas, Pola Konsumsi Garam dan Serat dengan Hipertensi Di Indonesia. Pada akhirnya judul ini kembali mengalami perubahan Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Asin, Sayuran dan Buah Buahan dengan Hipertensi Pada Penderita Obesitas di Indonesia. Perubahan judul dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran dan hasil analisa secara lebih spesifik baik dari segi variabel independen, variabel dependen maupun subjek penelitian. Pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada : 1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI, terutama tim sekretariat analisis lanjut yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk ikut berpartisipasi pada kegiatan ini. 2. Seluruh Tim Reviewer yang telah memberikan banyak masukan kepada peneliti mulai dari penulisan proposal sampai penulisan laporan akhir penelitian ini. 3. Dekan FKM Universitas Indonesia atas izin yang diberikan kepada peneliti dan tim. 4. Ibu Nur Fauziyah, SKM, MKM yang selalu memberikan semangat, waktu dan tenaga serta bersedia menjadi tempat curhat peneliti dalam menyelesaikan kegiatan analisis lanjut ini. 5. Teman-teman anggota tim yang telah memberikan sumbangsih pemikiran, tenaga dan waktu untuk menyelesaikan kegiatan analisis lanjut riskesdas 2014. 6. Orang tua dan keluarga tercinta yang selalu memberikan dorongan dan doa restu. 7. Teman-teman peserta analisis lanjut dari FKM UI Loli dan Okky, terima kasih atas kerjasama dan diskusinya. 8. Seluruh pihak yang telah membantu peneliti yang tidak bisa peneliti disebutkan satu persatu. i

Peneliti sadar bahwa laporan akhir analisis lanjut ini masih perlu pendalaman dan kajian lebih lanjut. Peneliti berharap semoga laporan ini dapat menjadi salah satu pijakan dan bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dan pengelola program gizi ditingkat propinsi sampai puskesmas dalam upaya pencegahan dan penanggulangan masalah hipertensi di Indonesia. Akhir kata penulis berharap semoga laporan kegiatan analisis lanjut ini dapat memberikan manfaat kepada seluruh pembaca. Jakarta, 2014 Penyusun ii

RINGKASAN EKSEKUTIF Analisis lanjut merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan analisis lanjut dan mendalam terhadap data Riskesdas tahun 2013 yang telah dikumpulkan. Penelitian ini berjudul Hubungan Tingkat Konsumsi Makanan Asin, Sayuran dan Buah buahan dengan Hipertensi Pada Penderita Obesitas di Indonesia. Penelitian ini dilakukan oleh Afni, S.Gz bersama 3 orang rekan mahasiswa dari Faklutas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayuran dan buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin tingginya angka kejadian hipertensi di Indonesia yang menunjukkan trend dan kondisi yang mengkhawatirkan, dan menjadi faktor resiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler di seluruh belahan dunia, sehingga tidak mengherankan jika hipertensi selalu disebut sebagai The Silent Killer. Selain itu hipertensi yang terjadi pada masa kini juga menyerang masyarakat yang berusia produktif. Hal ini tentu akan menimbulkan dampak buruk terhadap kualitas kesehatan dan tingkat produktifitas. Dari ketiga variabel yang menjadi fokus peneliti terlihat bahwa konsumsi buah- buahan yang sering memiliki efek mencegah hipertensi setelah mempertimbangkan variabel lain (usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok). Merujuk pada hasil penelitian ini, diharapkan para pemangku kebijakan dan pengelola program gizi dapat lebih mempopulerkan dan mensosialisasikan Tumpeng Gizi yang terdapat dalam buku Pesan Gizi Seimbang yang baru diluncurkan oleh Kementerian Kesehatan RI tahun 2013. iii

ABSTRAK Pada tahun 2008, di seluruh dunia, sekitar 40% dari orang dewasa berusia 25 keatas telah didiagnosis dengan hipertensi. Jumlah orang dengan kondisi ini meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008. Konsumsi makanan merupakan salah satu faktor yang berhubungan langsung dengan status kesehatan disamping infeksi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayuran dan buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia. Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional menggunakan sumber data sekunder dari Riskesdas 2013. Pengolahan data dilakukan dalam rentang waktu 3 bulan (Oktober s.d Desember 2014). Analisis dilakukan secara bivariat dan multivariat menggunakan metode uji Chi square dan Multiple Logistic Regression Test. Hasil studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat konsumsi makanan asin dan buah-buahan dengan hipertensi serta tidak ada hubungan bermakna tingkat konsumsi sayur dengan hipertensi. Setelah mempertimbangkan faktor lain (usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok) uji regresi logistik menunjukkan bahwa konsumsi buah-buahan dengan frekuensi sering menjadi faktor dominan dan memiliki efek protektif dalam mencegah terjadinya hipertensi yaitu sebesar 0,74 kali. Oleh karena itu, tingkat konsumsi buah-buahan harus lebih ditingkatkan untuk mencegah hipertensi. kata kunci : hipertensi, makanan asin, sayur dan buah iv

DAFTAR ISI Halaman Judul... Susunan Tim Peneliti... Surat Keputusan Penelitian... Kata Pengantar... i Ringkasan Eksekutif... iii Abstrak... iv Daftar Isi... v Daftar Tabel... vii Daftar Gambar/Grafik... viii Daftar Lampiran... vii BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang b. Rumusan Masalah c. Pertanyaan Penelitian d. Tujuan e. Manfaat f. Hipotesis..................... 1 5 6 7 7 8 BAB II Tinjauan Pustaka I. HIPERTENSI a. Pengertian Hipertensi b. Patogenesis Hipertensi c. Gejala Klinis Hipertensi d. Diagnosis Hipertensi e. Pengukuran Tekanan Darah f. Jenis- jenis Hipertensi g. Faktor Resiko Hipertensi h. Penatalaksaan Hipertensi II. DIET DASH a. Diet DASH b. Upaya Penerapan DASH BAB III METODE PENELITIAN a. Kerangka Teori b. Kerangka Konsep c. Tempat dan Waktu d. Desain e. Populasi dan Sampel f. Variabel g. Defenisi Operasional h. Instrumen dan Cara Pengumpulan Data i. Manajemen dan Analisis Data BAB IV HASIL a. Hasil b. Pengujian Hipotesis........................................................................ 9 9 13 13 14 15 15 16 25 27 27 30 35 35 36 36 36 36 37 38 39 42 53 v

BAB V PEMBAHASAN I. Pembahasan a. Konsumsi buah b. Konsumsi Makanan Asin c. Konsumsi Sayur d. Usia dan Hipertensi e. Jenis Kelamin dan Hipertensi f. Aktifitas fisik dan Hipertensi g. Kebiasaan merokok dan Hipertensi II. Keterbatasan Penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan b. Saran c. Ucapan Terima Kasih.................................... 55 55 56 57 59 60 60 60 61 62 62 62 DAFTAR PUSTAKA... 63 LAMPIRAN... vi

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah dari International Society Of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO Tahun 2003... 12 Tabel 2.2 Diatary Approaches to Stop Hypertension (DASH ) Diet Basisc Based on 2,000 kcal diet... 30 Tabel 3.1 Defenisi Operasional... 38 Tabel 3.2 Instrumen Penelitian... 39 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Gambaran subjek penelitian menurut usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok pada penduduk dewasa yang berusia antara 25-45 tahun berdasarkan data Riskesdas 2013... 42 Gambaran subjek penelitian menurut proporsi hipertensi pada penduduk dewasa yang berusia antara 25-45 tahun berdasarkan data Riskesdas 2013... 44 Gambaran subjek penelitian menurut tingkat konsumsi makanan asin, konsumsi sayur-sayuran dan konsumsi buah-buahan pada penduduk dewasa yang berusia antara 25-45 tahun berdasarkan data Riskesdas 2013... 45 Hubungan usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 47 Hubungan tingkat konsumsi makanan asin dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013... 50 Hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayur dan buah dengan hipertensi pada penderita obesitas setelah mempertimbangkan variabel lain (usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok) berdasarkan data Riskesdas 2013... 52 vii

DAFTAR GAMBAR/GRAFIK Gambar 3.1 Kerangka Teori... 35 Gambar 3.2 Kerangka Konsep... 35 Gambar 5.1 Gambaran subjek penelitian menurut usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok pada penduduk dewasa yang berusia antara 25-45 tahun berdasarkan data Riskesdas 2013... 44 Gambar 5.2 Gambaran subjek penelitian menurut proporsi hipertensi pada penduduk dewasa yang berusia antara 25-45 tahun berdasarkan data Riskesdas 2013... 45 Gambar 5.3 Gambaran subjek penelitian menurut tingkat konsumsi makanan asin, konsumsi sayur-sayuran dan konsumsi buah-buahan pada penduduk dewasa yang berusia antara 25-45 tahun 2013... 47 Gambar 5.4 Hubungan usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013... 49 Gambar 5.5 Hubungan tingkat konsumsi makanan asin dengan hipertensi pada penderita Obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013... 51 viii

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pada bab X, bagian kedua tentang penyakit tidak menular pasal 158-161 antara lain disebutkan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat melakukan upaya pencegahan, pengendalian, penanganan Penyakit Tidak Menular (PTM) beserta akibat yang ditimbulkan serta upaya sebagaimana dimaksud diatas untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemampuan berperilaku sehat dan mencegah terjadinya penyakit tidak menular (PTM) beserta akibat yang ditimbulkannya ( Kemenkes RI 2010). Penyakit tidak menular (PTM) diperkirakan sebagai penyebab 58 juta kematian pada tahun 2005 (WHO) dan 80% kematian tersebut terjadi di negara-negara yang berpendapatan rendah dan menengah. Penyakit tidak menular banyak ditemukan antara lain penyakit jantung dan pembuluh darah (30%), penyakit pernafasan kronik dan penyakit kronik lainnya (16%), kanker (13%) dan diabetes mellitus (2%). Penyakitpenyakit tersebut diatas umumnya terjadi di negara berkembang dan mengalami peningkatan kejadian dengan cepat yang berdampak pada peningkatan angka kematian dan kecacatan (Kemenkes,2010). Berdasarkan data mutakhir (BAPPENAS, 2004) yang diambil dari berbagai kota dan kabupaten yang mewakili daerah fiskal rendah, sedang dan tinggi ditemukan bahwa pola penyakit utama masih didominasi oleh penyakit-penyakit infeksi. Akan tetapi yang lebih menarik lagi ialah bahwa pada urutan 4-6 sudah banyak ditempati oleh penyakit non-infeksi khususnya penyakit hipertensi. Pada saat ini, manusia hidup dalam lingkungan yang berubah dengan cepat. Di seluruh dunia, kesehatan manusia sedang berbentuk oleh kekuatan besar yang sama: yaitu penuaan demografi, urbanisasi dan globalisasi yang cepat serta gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu contoh yang paling mencolok dari pergeseran ini adalah kenyataan bahwa penyakit tidak menular seperti penyakit jantung, kanker, diabetes dan penyakit paru-paru kronis telah mengambil alih penyakit menular sebagai penyebab 1

kematian terkemuka di dunia. Salah satu faktor risiko utama untuk penyakit tidak menular tersebut adalah hipertensi. Hipertensi sudah mempengaruhi satu miliar orang diseluruh dunia, dan menyebabkan serangan jantung dan stroke. Para peneliti telah memperkirakan bahwa tekanan darah yang meningkat dapat membunuh sembilan juta orang setiap tahun ( WHO,2013). Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah (sistolik atau diastolik) di dalam arteri melebihi batas normal yaitu >140/90 mm Hg (WHO, 2013). Pada tahun 2008, di seluruh dunia, sekitar 40% dari orang dewasa berusia25 keatas telah didiagnosis dengan hipertensi. Jumlah orang dengan kondisi ini meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008. Prevalensi hipertensi tertinggi di wilayah Afrika pada 40% orang dewasa berusia 25 tahun keatas, sedangkan prevalensi terendah ditemukan di Amerika yaitu sebesar 35% (WHO, 2013). Berdasarkan data Riskesdas 2013, Penyakit tidak menular, terutama hipertensi terjadi penurunan dari 31,7 persen tahun 2007 menjadi 25,8 persen tahun 2013. Namun demikian, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013. Prevalensi hipertensi di perkotaaan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, selain itu prevalensi cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah dan kelompok tidak bekerja. Kemungkinan hal ini disebabkan ketidaktahuan tentang pola makan yang baik. Peningkatan prevalensi hipertensi dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk, penuaan dan faktor resiko perilaku seperti diet yang tidak sehat, penggunaan alkohol, kurangnya aktifitas fisik, obesitas dan paparan stres secara menerus (WHO, 2013). Faktor resiko pada hipertensi meliputi faktor yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin riwayat keluarga, ras dan genetik, sedangkan faktor yang dapat diubah antara lain konsumsi garam, obesitas, aktifitas fisik, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol ( Brown, 2011). Obesitas merupakan epidemi di negara Amerika. Kelebihan berat badan atau obesitas menyebabkan resiko untuk sejumlah penyakit, termasuk penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, kanker, stroke, penyakit kandung empedu, osteoarthritis dan gangguan pernapasan. Risiko terkena penyakit ini bahkan lebih tinggi ketika berat terkonsentrasi pada daerah pinggang (lemak perut). Prevalensi obesitas terus mengalami peningkatan. Menurut National Institutes of Health, 60% orang dewasa Amerika 2

kelebihan berat badan dan 35 % dianggap obesitas, sementara sekitar 25 % dari anakanak Amerika kelebihan berat badan atau obesitas. Jika kecenderungan ini terus berlanjut, lebih dari setengah orang dewasa Amerika mungkin akan mengalami obesitas pada tahun 2030 ( http://umm.edu/obesity). Prevalensi overweight dan obesitas meningkat sangat tajam di kawasan Asia- Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5% tergolong obes. Di Thailand, 16% penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obes. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada laki-laki dan 14,4% pada perempuan, sedangkan di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-laki dan perempuan masing masing adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue, 2000). Studi prospektif pada 300 wanita sehat usia 30-69 tahun di Framingham menemukan bahwa wanita dengan resiko status gizi lebih mengkonsumsi lebih banyak lemak, alkohol serta kurang mengkonsumsi serat, memiliki resiko 2-3 kali untuk menderita obesitas dan metabolik sindrom secara keseluruhan selama 12 tahun diikuti ( OR 2,3.95%CI:1.2, 4.3 dan 3,0. 95% CI:1.2, 7.6 (Millen et al, 2006). Data dari Riskesdas 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penduduk laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi dari tahun 2007 (13,9%) dan tahun 2010 (7,8%), sedangkan prevalensi obesitas perempuan dewasa (>18 tahun) 32,9%, naik 18,1% dari tahun 2007 (13,9%) dan 17,5% dari tahun 2010 (15,5%). Status gizi dewasa berdasarkan indikator lingkar perut (LP) menunjukkan bahwa prevalensi obesitas sentral penduduk umur 15 tahun menurut provinsi. Obesitas sentral dianggap sebagai faktor risiko yang berkaitan erat dengan beberapa penyakit kronis. Untuk laki-laki dengan LP >90 cm atau perempuan dengan LP >80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral (WHO Asia-Pasifik, 2005). Secara nasional, prevalensi obesitas sentral adalah 26.6 persen, lebih tinggi dari prevalensi pada tahun 2007 (18,8%). Prevalensi obesitas sentral terendah di Nusa Tenggara Timur (15,2 %) dan tertinggi di DKI Jakarta (39,7 %). Sebanyak 18 provinsi memiliki prevalensi obesitas sentral di atas angka nasional, yaitu Jawa Timur, Bali, Riau, DI Yogyakarta, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, Kepulauan Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, Papua Barat, Kalimantan Timur, Bangka Belitung, Papua, Gorontalo, Sulawesi Utara, dan DKI Jakarta. 3

Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih (Nurkhalida, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Bogalusa Heart Study, yang dilakukan untuk menilai intake pada 1181 orang berusia 19-38 tahun (38,1% pria, 25% ras Afrika Amerika dan 75% kulit putih) dihubungkan dengan faktor resiko metabolik sindrom, menunjukkan hasil bahwa konsumsi buah dan sayuran yang kurang serta konsumsi minuman yang manis merupakan faktor yang berhubungan dengan sindrom metabolik pada jenis kelamin spesifik dan ras tertentu pada suatu populasi (Sunmi Yoo et al, 2004). Kebiasaan mengkonsumsi sayuran <7 kali seminggu. Secara keseluruhan 86% penduduk Indonesia umur 10 tahun ke atas mengkonsumsi buah - buahan <7 kali dalam seminggu, hanya 2% penduduk yang mengkonsumsi buah-buahan 14 kali seminggu. Penelitian Hatma pada empat etnis (Minangkabau, Jawa, Sunda dan Bugis) di Indonesia memperoleh hasil bahwa tingginya asupan asam lemak jenuh rata-rata 21% energi total. Sementara menurut anjuran AHA (American Heart Association), asupan asam lemak jenuh <10% energi total. Usia merupakan salah satu faktor resiko terjadinya hipertensi, karena semakin tua usia seseorang maka akan semakin beresiko untuk menderita hipertensi. Hal ini senada dengan hasil studi yang dilakukan pada pekerja di Perusahaan Migas X, menunjukkan hasil bahwa usia merupakan variabel yang paling dominan berhubungan dengan terjadinya hipertensi. Pekerja yang berumur >40 tahun mempunyai risiko mengalami hipertensi 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan pekerja yang berumur <40 tahun, setelah dikontrol oleh indeks massa tubuh dan pendidikan (Makara Seri Kesehatan, 2013). Jenis kelamin menentukan rasio peningkatan tekanan darah sistolik. Seseorang dengan jenis kelamin pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan dengan wanita. Hal ini disebabkan oleh beban kerja yang lebih berat pada pria dengan rasio sekitar 2,29 mmhg untuk peningkatan tekanan darah sistolik (Nurkhalida, 2003). Secara umum aktifitas fisik penduduk tergolong kurang aktif sebesar 26,1%. perilaku sedentari 3-5,9 jam pada kelompok umur 10 tahun sebesar 42,0%, sedangkan sedentari 6 jam perhari hampir 1 dari 4 penduduk.proporsi perilaku sedentari 6 jam 4

lebih banyak pada perempuan, pendididkan rendah, tidak bekerja dan tinggal didaerah perkotaan (Riskesdas 2013). Proporsi perokok di Indonesia saat ini sebesar 29,3% (24% perokok setiap hari) dan 5,0% perokok kadang-kadang. Proporsi perokok terbanyak aktif setiap hari pada usia 30-34 tahun sebesar 33,4% dan umur 35-39 tahun sebesar 32,2%. Proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan (47,5% banding 1%). Berdasarkan jenis pekerjaan petani/nelayan/buruh adalah proporsi aktif setiap hari sebesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lain (Riskesdas 2013). B. RUMUSAN MASALAH Hipertensi sebagai salah satu penyakit yang memberikan kontribusi besar terhadap terjadinya kesakitan dan kematian. Prevalensi hipertensi di dunia terus mengalami peningkatan sejak tahun 1980 sampai tahun 2008, jumlahnya meningkat mulai dari 600 juta orang menjadi 1 miliar orang. Berdasarkan data Riskesdas 2013, prevalensi hipertensi mengalami penurunan dari 31,7% tahun 2007 menjadi 25,8% tahun 2013. Namun demikian, terjadi peningkatan prevalensi hipertensi berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis nakes dan minum obat hipertensi) dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013. Usia rawan mengalami hipertensi terjadi pada kisaran 25-45 tahun. Peningkatan penyakit hipertensi mulai terjadi ketika seseorang memasuki usia paruh baya yaitu sekitar usia 40 tahun bahkan bisa berlanjut samapi usia lebih dari 60 tahun apabila tidak ditanggulangi sedini mungkin (Bustan, 2007). Kejadian penyakit hipertensi tidak terlepas dari berbagai faktor resiko baik yang tidak dapat diubah seperti usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dan genetik maupun dari faktor yang dapat diubah seperti konsumsi garam, obesitas, hiperlipidemia, aktifitas fisik, konsumsi lemak jenuh, kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol ( Brown, 2011). Obesitas merupakan suatu keadaan dimana terdapat jaringan adipose dalam proporsi abnormal dalam tubuh. timbulnya hipertensi pada orang yang obesitas diduga berkaitan dengan meningkatnya volume plasma dan curah jantung akibat berbagai perubahan hormonal, metabolik, neurologi dan hemodinamik yang terjadi pada obesitas (Sanif, 2008). 5

Berat badan dan indeks massa tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah terutama tekanan darah sistolik. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang yang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan seseorang dengan berat badan normal. Menurut Mc.Mahon (1987) dalam Kodim(2004), obesitas meningkatkan resiko hipertensi 2 sampai 6 kali lebih besar daripada berat badan normal. Peningkatan asupan garam dalam makanan beriringan dengan peningkatan tekanan darah. Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena dapat menarik cairan diluar sel agar tidak dikeluarkan, sehingga meningkatkan volume dan tekanan darah. Berdasarkan uraian diatas, terlihat bahwa hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang dapat menimbulkan kematian, sehingga harus ditanggulangi secara cepat dan tepat. Oleh karena itu perlu diteliti hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayur-sayuran dan buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas berdasarkan data Riskesadas 2013. C. PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana gambaran subjek penelitian menurut usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok pada usia 25-45 tahun berdasarkan data Riskesdas 2013? 2. Bagaimana gambaran proporsi hipertensi pada penderita obesitas berdasarkan data Riskesdas 2013? 3. Bagaimana gambaran tingkat konsumsi makanan asin pada penderita obesitas berdasarkan data Riskesdas 2013? 4. Bagaimana gambaran tingkat konsumsi sayur-sayuran pada penderita obesitas berdasarkan data Riskesdas 2013? 5. Bagaimana gambaran tingkat konsumsi buah-buahan pada penderita obesitas berdasarkan data Riskesdas 2013? 6. Bagaimana hubungan tingkat konsumsi makanan asin dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013? 7. Bagaimana hubungan tingkat konsumsi sayur-sayuran dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013? 8. Bagaimana hubungan tingkat konsumsi buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013? 6

9. Bagaimana hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayur dan buah dengan hipertensi pada penderita obesitas setelah mempertimbangkan variabel lain (usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok) berdasarkan data Riskesdas 2013? D. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayur dan buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas di Indonesia. 2. Tujuan Khusus a) Diperoleh informasi tentang proporsi hipertensi pada penderita obesitas b) Diperoleh informasi tentang tingkat konsumsi konsumsi makanan asin pada penderita obesitas c) Diperoleh informasi tentang tingkat konsumsi sayur pada penderita obesitas d) Diperoleh informasi tentang tingkat konsumsi buah-buahan pada penderita obesitas e) Diperoleh informasi tentang hubungan tingkat konsumsi makanan asin dengan hipertensi pada penderita obesitas f) Diperoleh informasi tentang hubungan tingkat konsumsi sayur dengan hipertensi pada penderita obesitas g) Diperoleh informasi tentang hubungan tingkat konsumsi buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas h) Diperoleh informasi tentang faktor dominan yang berperan dengan kejadian hipertensi setelah mempertimbangkan faktor usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok E. MANFAAT 1. Bagi Masyarakat Melalui publikasi artikel ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap kejadian hipertensi terutama bagi kelompok usia produktif berusia antara 25-45 tahun di seluruh wilayah Indonesia. 7

2. Bagi Program a) Sebagai bahan evaluasi program bagi tenaga pelaksana gizi dan Posbindu PTM baik di tingkat puskesmas maupun di tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten dan Propinsi di Indonesia. b) Sebagai materi penyuluhan promosi kesehatan tentang pencegahan dan penanggulangan hipertensi secara umum maupun khusus pada penderita obesitas. 3. Bagi Instansi Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pengambil kebijakan dibidang kesehatan dalam penyusunan dan perencanaan teknis penanggulangan hipertensi. F. HIPOTESIS a. Ada hubungan tingkat konsumsi makanan asin dengan hipertensi pada penderita obesitas usia 25-45 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 b. Ada hubungan tingkat konsumsi sayur dengan hipertensi pada penderita obesitas usia 25-45 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 c. Ada hubungan tingkat konsumsi buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas usia 25-45 tahun di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 d. Ada hubungan tingkat konsumsi makanan asin, sayur dan buah-buahan dengan hipertensi pada penderita obesitas setelah mempertimbangkan variabel lain (usia, jenis kelamin, aktifitas fisik dan kebiasaan merokok) berdasarkan data Riskesdas 2013. 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. HIPERTENSI a. Pengertian Hipertensi Tekanan darah merupakan desakan darah terhadap dinding-dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan bervariasi sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan paling tinggi terjadi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi yaitu tekanan diastolik (Kaplan M. Norman, 1998; ) Price, Sylvia Anderson, et.al, 1995). Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh darah. Seseorang dengan hipertensi akan memiliki tekanan darah yang tidak normal. Penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala awal pada hipertensi. Pada kondisi ini, arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sehingga sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit. Ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis, darah memaksa melewati jalam yang sempit itu, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Balch, James S, dan Balch, Phillis A, 1990; Gunawan, 2001; Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager, 2003). Tekanan darah digolongkan normal jika tekanan darah sistolik tidak melampaui 140 mmhg dan tekanan darah diastolik tidak melampaui 90 mmhg dalam keadaan istirahat, sedangkan hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal. Tekanan darah normal pada tiap orang bervariasi sesuai usia, sehingga setiap diagnosis hipertensi harus bersifat spesifik usia. Secara umum, seseorang dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140 mmhg sistolik atau 90 mmhg diastolik ditulis 140/90. (Balch, James S, dan Balch, Phillis A, 1990; Gunawan, 2001; Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager, 2003). Hipertensi adalah desakan darah yang berlebihan dan hampir konstan pada arteri. Hipertensi juga disebut dengan tekanan darah tinggi, tekanan tersebut 9

dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah sehingga hipertensi ini berkaitan dengan kenaikan tekanan sistolik dan tekanan diastolik. Standar hipertensi adalah sistolik 140 mmhg dan diastolik 90 mmhg (Gunawan, 2001). Tekanan darah tinggi adalah tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 150-180 mmhg. Tekanan diastolik biasanya juga akan meningkat dan tekanan diastolik yang tinggi misalnya 90-120 mmhg atau lebih, akan berbahaya karena merupakan beban jantung (Kaplan M. Norman, 1998). Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmhg dan tekanan darah sama dengan atau lebih dari 160/95 mmhg dinyatakan sebagai hipertensi. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 mmhg dengan batas normalnya 120/80 mmhg (Suyono-Slamet, 2001). Menurut Jan A. Staessen, et.al., Seseorang dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik (TDS) 140 mmhg atau tekanan darah diatolik (TDD) 90 mmhg. Beberapa tahun lalu WHO memberi batasan TDS 130-139 mmhg atau TDD 85-89 mmhg sebagai batasan normal tinggi. Dengan makin banyaknya penelitian tentang komplikasi hipertensi terhadap Kardiovaskuler dan Ginjal, maka ditetapkan batasan tekanan darah untuk hipertensi semakin rendah. Vasum et.al dalam penelitiannya menyatakan bahwa tekanan darah normal tinggi (prehipertensi) yaitu sistolik 130 sampai dengan 139 mmhg, distolik 85 s/d 89 mmhg mempunyai risiko tinggi untuk kejadian kardiovaskuler dibandingkan dengan kelompok tekanan darah optimal sistolik <120 mmhg dan distolik <80 mmhg. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah sistolik/diastolik 140/90 mmhg dengan batas normalnya 120/80 mmhg (Suyono-Slamet, 2001; Mosterd Arend, D Agostino Ralph B, Silbershatz Halit, et.al, 1999). Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti Stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), Penyakit Jantung Koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit tersebut dapat pula menyebabkan Gagal Ginjal, Penyakit Pembuluh lain, Diabetes Mellitus dan lain-lain (Suyono-Slamet, 2001; Mosterd Arend, D Agostino Ralph B, Silbershatz Halit, et.al, 1999). Hipertensi dianggap sebagai faktor risiko utama stroke, dimana stroke merupakan penyakit yang sulit disembuhkan dan 10

mempunyai dampak yang sangat luas terhadap kelangsungan hidup penderita dan keluarganya. Hipertensi sistolik dan distolik terbukti berpengaruh pada kejadian stroke. Dikemukakan bahwa penderita dengan tekanan diastolik diatas 95 mmhg mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk terjadinya infark otak dibanding dengan tekanan diastolik kurang dari 80 mmhg, sedangkan kenaikan sistolik lebih dari 180 mmhg mempunyai risiko tiga kali terserang stroke iskemik dibandingkan dengan dengan tekanan darah kurang 140 mmhg. Akan tetapi pada penderita usia lebih 65 tahun risiko stroke hanya 1,5 kali daripada normotensi (Yundini, 2006; Bustan, M.N., 1997). Sasaran pengobatan hipertensi untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler dan ginjal. Dengan menurunkan tekanan darah kurang dari 140/90 mmhg, diharapkan komplikasi akibat hipertensi berkurang. Klasifikasi prehipertensi bukan suatu penyakit, tetapi hanya dimaksudkan akan risiko terjadinya hipertensi. Terapi non farmakologi antara lain mengurangi asupan garam. Olah raga, menghentikan rokok dan mengurangi berat badan, dapat dimulai sebelum atau bersama-sama obat farmakologi (Bustan, M.N., 1997). Peningkatan tekanan darah didalam artei dapat terjadi melalui beberapa cara yaitu : 1) jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya. 2) arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut, sehingga darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh darah yang lebih sempit daripada biasanya dan menyebabkan tekanan darah menjadi naik. Kondisi inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya menebal dan kaku karena aterosklerosis. Melalui cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat vasokontradiksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena rangsangan saraf atau hormon didalam darah. 3) bertambahnya cairan dalam sirkulasi dapat menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dalam tubuh, hal ini mengakibatkan volume darah meningkat dan tekanan darah juga ikut meningkat. 11

Tabel 2.1 Klasifikasi Pengukuran Tekanan Darah dari International Society Of Hypertension (ISH) For Recently Updated WHO Tahun 2003 Kategori Sistolik(mmHg) Diastolik (mmhg) Optimal < 120 dan < 80 Normal <130 dan < 85 Normal Tinggi/ Pra Hipertensi 130 139 atau 85 89 Hipertensi Derajat I 140 159 atau 90 99 Hipertensi Derajat II 160 179 atau100 109 Hipertensi Derajat III 180 atau 110 Sumber: (Brookes-Linda, 2004) Menurut Linda Brookes, The update WHO/ISH hypertension guideline, yang merupakan divisi dari National Institute of Health di AS secara berkala mengeluarkan laporan yang disebut Joint National Committee on Prevention, Detectioan, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. Laporan terakhir diterbitkan pada bulan Mei 2003, memberikan resensi pembaharuan kepada WHO/ISH tentang kriteria hipertensi yang dibagi dalam empat kategori yaitu optimal, normal dan normal tinggi/prahipertensi, kemudian hipertensi derajat I, hipertensi derajat II dan hipertensi derajad III (Brookes-Linda, 2004). Prahipertensi, jika angka sistolik antara 130 sampai 139 mmhg atau angka diastolik antara 85 sampai 89 mmhg. Jika orang menderita prahipertensi maka risiko untuk terkena hipertensi lebih besar. sebagai contoh, seseorang yang masuk kategori prahipertensi dengan tekanan darah 130/85mmHg - 139/89mmHg mempunyai kemungkinan dua kali lipat untuk mendapat hipertensi dibandingkan dengan yang mempunyai tekanan darah lebih rendah. Jika tekanan darah anda masuk dalam kategori prahipertensi, maka dianjurkan melakukan penyesuaian pola hidup yang dirancang untuk menurunkan tekanan darah menjadi normal (Bustan, M.N., 1997; Brookes-Linda, 2004). Hipertensi derajat I. Sebagian besar penderita hipertensi termasuk dalam kelompok ini. Jika kita termasuk dalam kelompok ini maka perubahan pola hidup 12

merupakan pilihan pertama untuk penanganannya. Selain itu juga dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah (Sutedjo, 2002; Brookes-Linda, 2004; Sheps, Sheldon G, 2005; Staessen A Jan, Jerzy Gasowsky, Ji G Wang, et. Al, 2000). Hipertensi derajat II dan III. kelompok ini memiliki risiko terbesar untuk terkena serangan jantung, stroke atau masalah lain yang berhubungan dengan hipertensi. Pengobatan untuk setiap penderita dalam kelompok ini dianjurkan menggunakan kombinasi dari dua jenis obat tertentu diiringi oleh perubahan pola hidup (Sutedjo, 2002; Brookes-Linda, 2004). b. Patogenesis Hipertensi Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/co) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/pr). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan/atau ketahanan peripheral (Kaplan M. Norman, 1998). Berbagai faktor dapat mempengaruhi konstriksi dan relaksasi pembuluh darah yang berhubungan dengan tekanan darah. Jika seseorang dalam kondisi emosi yang hebat, maka sebagai respon, korteks adrenal mengekskresi efinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Selain itu korteks adrenal mengekskresi kortisol dan steroid lainnya, yang bersifat memperkuat respon vasokontriksi pembuluh darah. Vasokokntriksi mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelapsan renin. Renin akan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi enzim ACE (angiotensin Converting Enzym) menjadi angiotensin II. Suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. c. Gejala Klinis Hipertensi Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa: (Corwin, Elizabeth J., 2001). 13

1. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat tekanan darah intrakranium. 2. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi. 3. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf. 4. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasiglomerolus. 5. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang dan pusing (Mansjoer-Arif, 2001). d. Diagnosis Hipertensi Menurut Slamet Suyono (2001), evaluasi pasien hipertensi memiliki tiga tujuan utama yaitu : 1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi. 2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan. 3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan. Data yang diperlukan untuk evaluasi diperoleh melalui anamnesis, pemeriksaan (fisik, laboratorium dan penunjang). Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor pasien, alat dan tempat pengukuran. (Suyono-Slamet,2001). Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderita, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok, konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrol atera (Mansjoer-Arif, 2001). 14

e. Pengukuran Tekanan Darah Menurut Roger Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer. Ada beberapa jenis spigmomanometer, tetapi yang paling umum terdiri dari sebuah manset karet, yang dibalut dengan bahan yang difiksasi disekitarnya secara merata tanpa menimbulkan konstriksi. Sebuah tangan kecil dihubungkan dengan manset karet ini. Dengan alat ini, udara dapat dipompakan kedalamnya, mengembangkan manset karet tersebut dan menekan akstremita dan pembuluh darah yang ada didalamnya. Bantalan ini juga dihubungkan juga dengan sebuah manometer yang mengandung air raksa sehingga tekanan udara didalamnya dapat dibaca sesuai skala yang ada (Kaplan M. Norman, 1998). Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: (Gunawan-Lany, 2005). 1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk ataupun berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat diletakkan dengan santai. 2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan angka yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring meskipun selisihnya relatif kecil. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang yang bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah. Tekanan darah yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan menyebabkan tekanan darah sedikit naik. 3. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3 kali berturutturut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah nilai yang terendah. 4. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang mengembang harus melingkari 80% lengan dan mencakup dua pertiga dari panjang lengan atas. f. Jenis-Jenis Hipertensi Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya dijumpai lebih kurang 90% dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu 10% 15

dari seluruh hipertensi (Suyono-Slamet, 2001; Gunawan-Lany, 2005). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar,yaitu:(suyono-slamet,2001; Gunawan-Lany,2005; Mansjoer-Arif,2001; Gunawan, 2001; Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager,2003; Brookes-Linda,2004; Sheps, Sheldon G, 2005; Kaplan M. Norman, 1998). 1. Hipertensi Primer Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar 90% pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Pengobatan hipertensi primer sering dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka yang kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat antihipertensi dapat digunakan, namun terkadang menimbulkan efek samping seperti meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar natrium (Na) dan kalium (K) didalam tubuh dan dehidrasi. 2. Hipertensi Sekunder Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder seperti: hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung dan ginjal, hipertensi diabetes melitus dan hipertensi sekunder lain yang tidak spesifik (Kaplan M. Norman,,1998). g. Faktor Risiko Hipertensi 1. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol a) Umur Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar risiko terserang hipertensi. Usia 40 tahun keatas memiliki risiko terkena hipertensi (Yundini, 2006; Bustan, M.N., 1997, Mansjoer-Arif, 2001). Seiring bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40% dengan kematian sekitar 50 % diatas usia 60 tahun (Nurkhalida, 2003). Arteri kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah meningkat seiring 16

bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berusia lima puluhan dan enam puluhan (Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager, 2003). Bertambahnya usia, risiko terjadi hipertensi juga meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon. Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu terjadinya hipertensi (Gunawan, 2001; Staessen A Jan, Jiguang Wang, Giuseppe Bianchi, Willem H Birkenhager, 2003). b) Jenis Kelamin Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah diperoleh angka hipertensi untuk pria 6,0% dan wanita 11,6%. Prevalensi di Sumatera Barat 18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta (Petukangan) diperoleh angka untuk pria 14,6% dan wanita 13,7% (Yundini, 2006; Bustan, M.N., 1997, Mansjoer-Arif, 2001). Ahli lain mengatakan pria lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29 mmhg untuk peningkatan darah sistolik (Nurkhalida, 2003). Sedangkan menurut Arif Mansjoer,dkk, pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya hipertensi (Mansjoer-Arif,2001). Menurut MN.Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen pada wanita (Bustan, M.N., 1997). Penelitian yang dilakukan pada anggota persatuan istri karyawan PT Angkasa Pura I Semarang membuktikan bahwa kejadian hipertensi terjadi 12,1% dengan IMT >25 sebanyak 36,4%, dengan lemak tubuh 32,0% sebanyak 21,2%, dengan lingkar pinggang 80 cm sebanyak 24,4%, dengan RLPP 0,8 sebanyak 27,3% dan dengan RLPTB 0,5 sebanyak 24,2% (Widyastuti et al 2004). c) Riwayat Keluarga Menurut Nurkhalida, seseorang dengan sejarah keluarga yang mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi (Nurkhalida, 2003). Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga 17

meningkatkan risiko terkena hipertensi terutama pada hipertensi primer (Nurkhalida, 2003). Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat (Chunfang Qiu, Michelle A. Williams, Wendy M. Leisenring, at. al., 2003). Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi (WHO dalam Soenarta Ann Arieska, 2005). Hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang memiliki orang tua dengan hipertensi maka sepanjang hidup mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60% (Sheps, Sheldon G, 2005) d) Genetik Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda dan gejala (Chunfang Qiu, Michelle A. Williams, Wendy M. Leisenring, at. al., 2003). 2. Faktor yang dapat diubah/dikontrol a) Kebiasaan Merokok Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari lama merokok, resiko terbesar juga bergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan menderita hipertensi daripada mereka yang tidak merokok (Price, Sylvia Anderson, et.al, 1995). Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi (Nurkhalida,2003). Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segera setelah isapan pertama. Seperti zat-zat kimia 18

lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin dapat mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmhg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan menghilang dan tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari (Sheps, Sheldon G, 2005). Kebiasaan merokok memiliki resiko untuk menderita hipertensi sebesar 1,11 kali dibandingkan yang tidak merokok (Rahajeng 2009). Merokok dan obesitas memberikan respon yang dapat meningkatkan resiko hipertensi (OR 1,22 95%CI,1,11-1,35) bila dibandingkan dengan mereka yang obesitas tetapi tidak merokok (Sihombing,2010). Lama merokok lebih dari 20 tahun memiliki resiko sebesar 1,5 kali untuk menderita hipertensi (Pradono,2010). b) Konsumsi Asin/Garam Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. (Gunawan-Lany, 2005; Radecki Thomas E. J.D, 2000). Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari (Kaplan M. Norman, 1998; Nurkhalida, 2003; Radecki Thomas E. J.D, 2000). Menurut Alison Hull, penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi pada beberapa individu. Asupan natrium 19