Sambungan diperlukan jika

dokumen-dokumen yang mirip
Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Sambungan Baut.

Jenis las Jenis las yang ditentukan dalam peraturan ini adalah las tumpul, sudut, pengisi, atau tersusun.

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Baut Pertemuan - 12

Pertemuan IX : SAMBUNGAN BAUT (Bolt Connection)

STRUKTUR BAJA 1 KONSTRUKSI BAJA 1

P ndahuluan alat sambung

BAHAN KULIAH STRUKTUR BAJA 1. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Informatika Undiknas University

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

Torsi sekeliling A dari kedua sayap adalah sama dengan torsi yang ditimbulkan oleh beban Q y yang melalui shear centre, maka:

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Batang Tarik Pertemuan - 2

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

Struktur Baja 2. Kolom

Komponen Struktur Tarik

I. Perencanaan batang tarik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Contoh Soal 1: Sambungan Sebidang/Tipe Tumpu Jawab :

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

VI. BATANG LENTUR. I. Perencanaan batang lentur

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

Desain Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa

A. IDEALISASI STRUKTUR RANGKA ATAP (TRUSS)

harus memberikan keamanan dan menyediakan cadangan kekuatan yang kemampuan terhadap kemungkinan kelebihan beban (overload) atau kekurangan

ANALISIS SAMBUNGAN ANTARA RIGID CONNECTION DAN SEMI-RIGID CONNECTION PADA SAMBUNGAN BALOK DAN KOLOM PORTAL BAJA

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

5ton 5ton 5ton 4m 4m 4m. Contoh Detail Sambungan Batang Pelat Buhul

ANALISIS SAMBUNGAN PAKU

BAB III LANDASAN TEORI. dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

NAMA ANGGOTA KELOMPOK 1:

MODUL 3 STRUKTUR BAJA 1. Batang Tarik (Tension Member)

BAB III LANDASAN TEORI. Kayu memiliki berat jenis yang berbeda-beda berkisar antara

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan Pada Pelat Lantai

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

V. BATANG TEKAN. I. Gaya tekan kritis. column), maka serat-serat kayu pada penampang kolom akan gagal

A. Struktur Balok. a. Tunjangan lateral dari balok

BAB 2 STUDI PUSTAKA. 2.1 Jenis-Jenis Material Baja Yang Ada di Pasaran. Jenis material baja yang ada di pasaran saat ini terdiri dari Hot Rolled Steel

ELEMEN STRUKTUR TARIK

Dinding Penahan Tanah

TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR KAYU UNTUK BANGUNAN GEDUNG

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB 1 PENDAHULUAN. perhitungan analisis struktur akan dihasilkan gaya-gaya dalam dari struktur baja

STUDI PERBANDINGAN STRUKTUR RANGKA ATAP BAJA UNTK BERBAGAI TYPE TUGAS AKHIR M. FAUZAN AZIMA LUBIS

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

BAB III LANDASAN TEORI. ur yang memikul gaya tarik aksial terfaktor N u harus memenuhi : N u. N n... (3-1)

PERENCANAAN ELEMEN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN SNI 1729:2015

X. TEGANGAN GESER Pengertian Tegangan Geser Prinsip Tegangan Geser. [Tegangan Geser]

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

Kuliah ke-6. UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI FAKULTAS TEKNIK Jalan Sudirman No. 629 Palembang Telp: , Fax:

Arah X Tabel Analisa Δs akibat gempa arah x Lantai drift Δs drift Δs Syarat hx tiap tingkat antar tingkat Drift Ke (m) (cm) (cm) (cm)

BAB V PEMBAHASAN. terjadinya distribusi gaya. Biasanya untuk alasan efisiensi waktu dan efektifitas

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING ) 1. DATA TUMPUAN. M u = Nmm BASE PLATE DAN ANGKUR ht a L J

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

DESAIN BATANG TEKAN PROFIL C GANDA BERPELAT KOPEL

4.3.5 Perencanaan Sambungan Titik Buhul Rangka Baja Dasar Perencanaan Struktur Beton Bertulang 15

PERHITUNGAN TUMPUAN (BEARING )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

ANALISA SAMBUNGAN BALOK DENGAN KOLOM MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT BERDASARKAN SNI DIBANDINGKAN DENGAN PPBBI 1983.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Sambungan Las Pertemuan - 14

BAB I PENDAHULUAN. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PERPUSTAKAAN PUSAT YSKI SEMARANG

PERENCANAAN RANGKA ATAP BAJA RINGAN BERDASARKAN SNI 7971 : 2013 IMMANIAR F. SINAGA. Ir. Sanci Barus, M.T.

a home base to excellence Mata Kuliah : Struktur Beton Lanjutan Kode : TSP 407 Pondasi Pertemuan - 5

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

BAB 2 SAMBUNGAN (JOINT ) 2.1. Sambungan Keling (Rivet)

Bab II STUDI PUSTAKA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

STUDI ANALISIS DAN EKSPERIMENTAL PENGARUH PERKUATAN SAMBUNGAN PADA STRUKTUR JEMBATAN RANGKA CANAI DINGIN TERHADAP LENDUTANNYA

BAB I PENDAHULUAN. Suatu konstruksi tersusun atas bagian-bagian tunggal yang digabung membentuk

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

STUDI EKSPERIMENTAL DAN ANALITIS KAPASITAS SAMBUNGAN BAJA BATANG TARIK DENGAN TIPE KEGAGALAN GESER BAUT

ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN KOLOM DENGAN MENGGUNAKAN SAMBUNGAN BAUT MUTU TINGGI (HTB) (Studi Literatur) TUGAS AKHIR

MODUL STRUKTUR BAJA II 4 BATANG TEKAN METODE ASD

ANALISIS PERILAKU STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN DAN TANPA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

BAB I PENDAHULUAN Umum. Pada dasarnya dalam suatu struktur, batang akan mengalami gaya lateral

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

SAMBUNGAN PADA RANGKA BATANG BETON PRACETAK

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

L p. L r. L x L y L n. M c. M p. M g. M pr. M n M nc. M nx M ny M lx M ly M tx. xxi

STUDI EKSPERIMENTAL VARIASI PRETENSION SAMBUNGAN BAUT BAJA TIPE SLIP CRITICAL

BAB III METODA PERANCANGAN. Mulai. Studi Literatur Struktur Atas Bangunan Dengan Konstruksi Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PBI 1983, pengertian dari beban-beban tersebut adalah seperti yang. yang tak terpisahkan dari gedung,

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. menjadi beberapa jenis, yaitu BJ 34, BJ 37, BJ 41, BJ 50, dan BJ 55. Besarnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

PERBANDINGAN BIAYA STRUKTUR BAJA NON-PRISMATIS, CASTELLATED BEAM, DAN RANGKA BATANG

Transkripsi:

SAMBUNGAN Batang Struktur Baja

Sambungan diperlukan jika a. Batang standar kurang panjang b. Untuk meneruskan gaya dari elemen satu ke elemen yang lain c. Sambungan truss d. Sambungan sebagai sendi e. Untuk membentuk batang tersusun f. Terdapat perubahan tampang

Connection concepts Most vital aspect of a structure Lose a connection, lose everything it s responsible for carrying Transfer of force depends on how structure was modeled Roller Pin Fixed

Steel joint

Klasifikasi Sambungan Sambungan kaku Sambungan semi kaku Sambungan sederhana

13.1.2.1 Sambungan kaku o Sambungan memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung. o Deformasi titik kumpul harus sedemikian rupa sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap distribusi gaya maupun terhadap deformasi keseluruhan struktur.

.

13.1.2.2 Sambungan semi kaku Sambungan tidak memiliki kekakuan cukup untuk mempertahankan sudut-sudut antara komponen struktur yang disambung, namun mampu memberi kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut. Pada sambungan semi kaku, perhitungan kekakuan, penyebaran gaya, dan deformasinya harus menggunakan analisis mekanika yang hasilnya didukung oleh percobaan eksperimental

13.1.2.3 Sambungan sendi Sambungan pada kedua ujung komponen yang disambung tidak ada momen. Sambungan sendi harus dapat berubah bentuk agar memberikan rotasi yang diperlukan pada sambungan. Sambungan tidak boleh mengakibatkan momen lentur terhadap komponen struktur yang disambung. Detail sambungan harus mempunyai kemampuan rotasi yang cukup. Sambungan harus dapat memikul gaya reaksi yang bekerja pada eksentrisitas yang sesuai dengan detail sambungannya.

Alat Sambung BAUT BAUT HITAM BAUT MUTU TINGGI PAKU KELING LAS

TIPE SAMBUNGAN BAUT Sambungan tipe tumpu adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut yang diken-cangkan dengan tangan, atau baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan gaya tarik minimum yang disyaratkan, yang kuat rencananya disalurkan oleh gaya geser pada baut dan tumpuan pada bagian-bagian yang disambungkan. Sambungan tipe friksi adalah sambungan yang dibuat dengan menggunakan baut mutu tinggi yang dikencangkan untuk menimbulkan tarikan baut minimum yang disyaratkan sedemikian rupa sehingga gaya-gaya geser rencana disalurkan melalui jepitan yang bekerja dalam bidang kontak dan gesekan yang ditimbulkan antara bidang-bidang kontak.

13.1.3 Perencanaan sambungan Kuat rencana setiap komponen sambungan tidak boleh kurang dari beban terfaktor yang dihitung. Perencanaan sambungan harus memenuhi persyaratan berikut: 1. Gaya-dalam yang disalurkan berada dalam keseimbangan dengan gaya-gaya yang bekerja pada sambungan; 2. Deformasi pada sambungan masih berada dalam batas kemampuan deformasi sambungan; 3. Sambungan dan komponen yang berdekatan harus mampu memikul gaya-gaya yang bekerja padanya.

13.1.4 Kuat rencana minimum sambungan Sambungan struktural (tidak termasuk di dalamnya sambungan tralis dan wartel mur, gording, dan spalk) harus direncanakan agar sedikitnya dapat menerima gaya sebesar: 1. gaya-gaya yang berasal dari komponen struktur, dan 2. gaya minimum yang dinyatakan dalam nilai atau fraksi kuat rencana komponen struktur dengan nilai minimum yang diuraikan di bawah ini: (i) Sambungan kaku: momen lentur sebesar 0,5 kali momen lentur rencana komponen struktur; (ii) Sambungan sendi pada balok sederhana: gaya geser sebesar 40 kn; (iii) Sambungan pada ujung komponen struktur tarik atau tekan: suatu gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur, kecuali pada batang berulir dengan wartel mur yang bekerja sebagai batang pengikat, gaya tarik minimum harus sama dengan kuat rencana batang;

(iv) Sambungan lewatan komponen struktur tarik: suatu gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur tarik; (v) Sambungan lewatan komponen struktur tekan: jika ujungnya dirancang untuk kontak penuh, maka gaya tekan boleh dipikul melalui tumpuan pada bidang kontak dan jumlah alat pengencang harus cukup untuk memikul semua bagian di tempatnya dan harus cukup untuk menyalurkan gaya sebesar 0,15 kali kuat rencana komponen struktur tekan. Selain itu, sambungan yang berada di antara pengekang lateral harus direncanakan untuk memikul gaya aksial terfaktor, N u, ditambah momen lentur terfaktor, M u, yang tidak kurang dari: M u N u L 1000 s Keterangan: adalah faktor amplifikasi b atau s yang ditetapkan sesuai dengan Butir 7.4 SNI 2002 Ls adalah jarak antara titik pengekang lateral efektif

Bila komponen struktur tersebut tidak dipersiapkan untuk kontak penuh, penyambung dan pengencangnya harus dirancang untuk memikul semua komponennya tetap lurus dan harus direncanakan untuk menyalurkan gaya sebesar 0,3 kali kuat rencana komponen struktur tekan. (vi) Sambungan lewatan balok: suatu momen lentur sebesar 0,3 kali kuat lentur rencana balok, kecuali pada sambungan yang direncanakan untuk menyalurkan gaya geser saja. Sambungan yang memikul gaya geser saja harus direncanakan untuk menyalurkan gaya geser dan momen lentur yang ditimbulkan oleh eksentrisitas gaya terhadap titik berat kelompok alat pengencang;

(vii) Sambungan lewatan komponen struktur yang memikul gaya kombinasi: sambungan komponen struktur yang memikul kombinasi antara gaya tarik atau tekan aksial dan momen lentur harus memenuhi (iv), (v) dan (vi) sekaligus. 13.1.5 Pertemuan Komponen struktur yang menyalurkan gaya-gaya pada sambungan, sumbu netralnya harus direncanakan untuk bertemu pada suatu titik. Bila terdapat eksentrisitas pada sambungan, komponen struktur dan sambungannya harus dapat memikul momen yang diakibatkannya

13.1.6 Pemilihan alat pengencang Bila sambungan memikul kejut, getaran, atau tidak boleh slip maka harus digunakan sambungan tipe friksi dengan baut mutu tinggi atau las. 13.1.7 Sambungan kombinasi Bila digunakan pengencang tanpa slip (baut mutu tinggi dalam sambungan tipe friksi atau las) bersama dengan pengencang jenis slip (seperti baut kencang tangan, atau baut mutu tinggi dalam sambungan tipe tumpu) dalam suatu sambungan, semua beban terfaktor harus dianggap dipikul oleh pengencang tanpa slip. Bila digunakan kombinasi pengencang tanpa slip, beban terfaktor dapat dianggap dipikul bersama. Akan tetapi apabila digunakan pengelasan dalam sambungan bersama-sama dengan pengencang tanpa slip lainnya maka: setiap gaya yang mula-mula bekerja langsung pada las tidak boleh dianggap turut dipikul oleh pengencang yang ditambahkan setelah bekerjanya gaya tersebut; dan setiap gaya yang bekerja setelah pengelasan harus dianggap dipikul oleh las.

13.1.8 Gaya ungkit Baut yang direncanakan untuk memikul gaya tarik terfaktor harus dapat memikul setiap gaya tarik tambahan akibat gaya ungkit yang terjadi akibat komponen yang melenting. 13.1.9 Komponen sambungan Komponen sambungan (antara lain pelat pengisi, pelat buhul, pelat pendukung), kecuali alat pengencang, kekuatannya harus diperhitungkan sesuai dengan persyaratan pada Butir 8, 9, 10, dan 11.

13.1.10 Pengurangan luas akibat baut 13.1.10.1 Luas lubang Luas lubang yang digunakan adalah luas penuh. 13.1.10.2 Lubang tidak selang-seling Pada lubang yang tidak diselang-seling, luas pengurangnya adalah jumlah imum luas lubang dalam irisan penampang tegak lurus terhadap arah gaya yang bekerja pada unsur struktur.

Ukuran diameter lubang Menurut PPBBI Baut hitam : Ø lubang = Ø baut + 1 mm Baut mutu tinggi : Ø lubang = Ø baut + 2 mm Menurut AISC Didasarkan pada diameter efektif Ø efektif = Ø baut + 2 x 1/16

Jarak lubang s 1 s s s 1 a. Sambungan terdiri dari satu baris penyambung 1,5Ø s 1 3Ø atau 6t 2,5Ø s 7Ø atau 14t Dimana: Ø = diameter baut t = tebal terkecil bidang yang disambung

s 1 g g g s 1 s 1 s s s 1 b. Sambungan lebih dari satu baris yang tak bersilang 1,5Ø s 1 3Ø atau 6t 2,5Ø s 7Ø atau 14t 2,5Ø g 7Ø atau 14t dimana: Ø = diameter baut t = tebal terkecil bagian yang disambung g = jarak antar baut vertikal terhadap arah gaya

s 1 g g g s 1 s 1 s 2 s 2 s 2 s 1 c. Sambungan lebih dari satu baris yang bersilang 1,5Ø s 1 3Ø atau 6t 2,5Ø g 7Ø atau 14t s 2 7Ø 0,5g atau s 2 14t 0,5g dimana: Ø = diameter baut t = tebal terkecil bagian yang disambung g = jarak antar baut vertikal terhadap arah gaya

13.1.10.3 Lubang selang-seling Bila lubang dibuat selang-seling, luas yang dikurangkan setidaknya harus sama dengan jumlah luas lubang dalam irisan zig-zag yang dibuat dikurangi 2 s pt / 4s g s g Arah gaya untuk setiap spasi antara dua lubang yang terpotong irisan tersebut, dengan t adalah tebal pelat yang dilubangi serta s p dan s g dapat dilihat pada Gambar 13.1-1. Jika didapatkan bebe-rapa kemungkinan irisan penampang (termasuk irisan lubang tidak selang-seling) maka harus dipilih irisan penampang yang menghasilkan pengurangan luas yang imum. s p

Untuk penampang seperti siku dengan lubang dalam kedua kaki, diambil sebagai jumlah jarak tepi ke tiap lubang, dikurangi tebal kaki (lihat Gambar 13.1-2). t s g = s g1 + s g2 - t s g1 t s g2 Gambar 13.1-2 Siku dengan lubang pada kedua kaki. 13.1.11 Sambungan pada profil berongga Pada profil berongga pengaruh tegangan di sekitar sambungan harus diperhitungkan.

13.2 Perencanaan baut 13.2.1 Jenis baut Jenis baut yang dapat digunakan pada ketentuan-ketentuan Butir 13.2 dan 13.3 adalah baut yang jenisnya ditentukan dalam SII (0589-81, 0647-91 dan 0780-83, SII 0781-83) atau SNI (0541-89-A, 0571-89-A, dan 0661-89-A) yang sesuai, atau penggantinya. 13.2.2 Kekuatan baut Suatu baut yang memikul gaya terfaktor, R u, harus memenuhi R u R n (13.2-1) Keterangan: adalah faktor reduksi kekuatan adalah kuat nominal baut R n

13.2.2.1 Baut dalam geser Kuat geser rencana dari satu baut dihitung sebagai berikut: (13.2-2) Keterangan: r 1 = 0,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r 1 = 0,4 untuk baut dengan ulir pada bidang geser f = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur f b u Vd fvn f r1 adalah tegangan tarik putus baut A b adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir f b u A b

V V r d f n f 1 f b u A b

Baut yang memikul gaya tarik Kuat tarik rencana satu baut dihitung sebagai berikut: Keterangan: d b f Tn f 0, fu Ab (13.2-3) T 75 f b fu A b = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur adalah tegangan tarik putus baut adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

Baut pada sambungan tipe tumpu yang memikul kombinasi geser dan tarik Baut yang memikul gaya geser terfaktor, Vu, dan gaya tarik terfaktor, Tu, secara bersamaan harus memenuhi kedua persyaratan berikut ini: Keterangan: f T uv d f t f V na f T n u b f r 1 f t f A b f b u T m u n 1 r2 fuv f2 (13.2-4) (13.2-5) (13.2-6) f = 0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur n adalah jumlah baut m adalah jumlah bidang geser

untuk baut mutu tinggi: f 1 f 2 = 807 MPa, = 621 MPa,, r 2 r 2 =1,9 untuk baut dengan ulir pada bidang geser =1,5 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser, untuk baut mutu normal: f 1 r 2 = 410 MPa, = 310 MPa, = 1,9 f 2

13.2.2.4 Kuat tumpu Kuat tumpu rencana bergantung pada yang terlemah dari baut atau komponen pelat yang disambung. Apabila jarak lubang tepi terdekat dengan sisi pelat dalam arah kerja gaya lebih besar daripada 1,5 kali diameter lubang, jarak antar lubang lebih besar daripada 3 kali diameter lubang, dan ada lebih dari satu baut dalam arah kerja gaya, maka kuat rencana tumpu dapat dihitung sebagai berikut, R d R 2, 4 f n Kuat tumpu yang didapat dari perhitungan di atas berlaku untuk semua jenis lubang baut. Sedangkan untuk lubang baut selot panjang tegak lurus arah kerja gaya berlaku persamaan berikut ini, f d b t p f u (13.2-7) R d R 2, 0 f n f d b t p f u (13.2-8)

Keterangan: f d b t p f u =0,75 adalah faktor reduksi kekuatan untuk fraktur adalah diameter baut nominal pada daerah tak berulir adalah tebal pelat adalah tegangan tarik putus yang ter endah dari baut atau pelat

13.2.2.5 Pelat pengisi Pada sambungan-sambungan yang tebal pelat pengisinya antara 6 mm sampai dengan 20 mm, kuat geser nominal satu baut yang ditetapkan pada Butir 13.2.2.1 harus dikurangi dengan 15 persen. Pada sambungan-sambungan dengan bidang geser majemuk yang lebih dari satu pelat pengisinya dilalui oleh satu baut, reduksinya juga harus dihitung menggunakan ketebalan pelat pengisi yang terbesar pada bidang geser yang dilalui oleh baut tersebut.

13.2.3 Sambungan tanpa slip 1.3.2.3.1 Perencanaan Pada sambungan tipe friksi yang mengunakan baut mutu tinggi yang slipnya dibatasi, satu baut yang hanya memikul gaya geser terfaktor, V u, dalam bidang permukaan friksi harus memenuhi: V u < V d (= V n ) Kuat rencana, V d = f V n, adalah kuat geser satu baut dalam sambungan tipe friksi yang ditentukan sebagai berikut: V d = f V n = 1,13 m m T b

Keterangan: m adalah koefisien gesek yang ditentukan pada Butir 13.2.3.2 m adalah jumlah bidang geser T b adalah gaya tarik baut minimum pada pemasangan seperti yang disyaratkan pada Butir 18.2.5.2 = 1,0 untuk lubang standar = 0,85 = 0,70 untuk lubang selot pendek dan lubang besar untuk lubang selot panjang tegak lurus arah kerja gaya = 0,60 untuk lubang selot panjang sejajar arah kerja gaya

13.2.3.2 Bidang-bidang kontak Bila bidang-bidang kontak dalam keadaan bersih, koefisien gesek, m, harus diambil sebesar 0,35. Bila permukaannya diratakan, atau keadaan permukaan lainnya termasuk permukaan yang diolah oleh mesin, koefisien geseknya harus diten-tukan berdasar hasil percobaan yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sambungan yang menggunakan baut mutu tinggi harus diidentifikasi dan gambarnya harus menunjukkan dengan jelas perlakuan permukaan yang diperlukan pada sambungan tersebut apakah permukaan tersebut perlu dilindungi saat pengecatan atau tidak. 13.2.3.3 Kombinasi geser dan tarik pada sambungan tipe friksi Baut pada sambungan yang slipnya dibatasi dan memikul gaya tarik terfaktor, Tu, harus memenuhi ketentuan pada Butir 13.2.3.1 dengan kuat rencana slip V d = V n direduksi dengan faktor 1 T u 1,13 T b (13.2-10)

13.3 Kelompok baut 13.3.1 Kelompok baut yang memikul pembebanan sebidang Kuat rencana kelompok baut harus ditentukan dengan analisis berdasarkan anggapan berikut: a) Pelat penyambung harus dianggap kaku dan berputar terhadap suatu titik yang dianggap sebagai pusat sesaat kelompok baut; b) Dalam hal kelompok baut yang memikul momen murni (kopel), pusat sesaat perputaran sama dengan titik berat kelompok baut. Jika kelompok baut memikul gaya geser sebidang yang bekerja pada titik berat kelompok baut, pusat sesaat untuk perputaran berada di tak- hingga dan gaya geser rencana terbagi rata pada kelompok baut. Untuk kasus lainnya, harus digunakan cara perhitungan yang standar; c) Gaya geser rencana pada setiap baut harus dianggap bekerja tegak lurus pada garis yang menghubungkan baut ke pusat sesaat, dan harus diambil berbanding lurus dengan jarak antara baut dan pusat sesaat. Tiap baut harus memenuhi ketentuan Butir 13.2.2.1 dan Butir 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1.

13.3.2 Kelompok baut yang memikul pembebanan tidak sebidang Beban pada setiap baut dalam kelompok baut yang memikul pembebanan tidak sebidang ditetapkan sesuai dengan Butir 13.1.3. Tiap baut harus memenuhi Butir 13.2.2.1, 13.2.2.2, 13.2.2.3, dan 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1 dan 13.2.3.3. 13.3.3 Kelompok baut yang menerima beban kombinasi sebidang dan tidak sebidang Kuat rencana baut pada suatu kelompok baut ditentukan sesuai dengan Butir 13.3.1 dan 13.3.2. Setiap baut harus memenuhi Butir 13.2.2.1, 13.2.2.2, 13.2.2.3, dan 13.2.2.4, atau Butir 13.2.3.1 dan 13.2.3.3.

13.4 Tata letak baut 13.4.1 Jarak Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali diameter nominal pengencang. Jarak minimum pada pelat harus memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4. Tabel 13.4-1 Jarak tepi minimum. Tepi dipotong dengan tangan Tepi dipotong dengan mesin Tepi profil bukan hasil potongan 1,75 d b 1,50 d b 1,25 d b Dengan d b adalah diameter nominal baut pada daerah tak berulir. tepi pelat harus memenuhi juga ketentuan Butir 13.2.2.4. Jarak

13.4.3 Jarak imum Jarak antara pusat pengencang tidak boleh melebihi 15 t p (dengan t p adalah tebal pelat lapis tertipis didalam sambungan), atau 200 mm. Pada pengencang yang tidak perlu memikul beban terfaktor dalam daerah yang tidak mudah berkarat, jaraknya tidak boleh melebihi 32 tp atau 300 mm. Pada baris luar pengencang dalam arah gaya rencana, jaraknya tidak boleh melebihi (4 tp + 100 mm) atau 200 mm. 13.4.4 Jarak tepi imum Jarak dari pusat tiap pengencang ke tepi terdekat suatu bagian yang berhubungan dengan tepi yang lain tidak boleh lebih dari 12 kali tebal pelat lapis luar tertipis dalam sambungan dan juga tidak boleh melebihi 150 mm. 13.4.5 Lubang Lubang baut harus memenuhi Butir 17.3.5.

KELOMPOK BAUT

Contoh 1 Pelat baja BJ 37 ukuran 200mmx10mm disambung dengan dua pelat 200mmx6mm, menggunakan baut hitam diameter 19mm. Rencanakan sambungan tsb. Diameter lubang = d b + 1 = 20 mm Dicoba dalam satu tampang ada dua baut Lebar pelat neto b n = 200 2x20 = 160 mm A n = b n x t = 160 x 10 = 1600 mm 2 A g = 200 x 10 = 2000 mm 2

N u = f x Ag x f u = 0.75 x 2000 x 370 = 555000 N N u = f x An x fu = 0.9 x 1600 x 240 = 345600 N Kekuatan baut: A b = 2 x 0.25 x p x d 2 = 2x0.25xpx19 2 = 567.059 mm 2 Kuat geser V d = f f x r 1 x f u x A b = 0,75x0,5x370x567.059 = 78679.44 N Kuat tumpu R d = 2,4 f f d b t p f u = 2,4x0,75x19x10x370 = 126540 N Jumlah baut n = N u / V d = 4.392 6 buah

Contoh 2 Pelat baja BJ 37 ukuran 100mmx12mm disambung dengan dua pelat 100mmx8mm, menggunakan baut hitam diameter 16mm. Rencanakan sambungan tsb. Diameter lubang = db + 1 = 17 mm Dicoba dalam satu tampang ada dua baut Lebar pelat neto bn = 100 2x17 = 66 mm An = bn x t = 66 x 12 = 792 mm2 Ag = 100 x 12 = 1200 mm2

N u = f x Ag x fu = 0.75 x 1200 x 370 = 333000 N N u = f x An x fu = 0.9 x 792 x 240 = 171072 N Kekuatan baut: A b = 2 x 0.25 x p x d2 = 2x0.25xpx162 = 201.06 mm2 Kuat geser V d = f x r 1 x f u x A b = 0,75x0,5x370x201,06 = 55794,816 N Kuat tumpu R d = 2,4 f d b t p f u = 2,4x0,75x16x12x370 = 127872 N Jumlah baut n = N u / V d = 3, 06 4 buah

Beban Contoh Eksentris Soal 1

Beban pada baut R berbanding lurus dengan jarak ke pusat sumbu (r), e W r r 1 R 1 R M 1 r r 2 1 R R 6 R r 1 5 R 1 r r 2 R2 R M 2 r r 2 2 R R 4 R 3 R 2 r r 3 R3 R M 3 r r 2 3 R r 1 = r r r 6 R6 R M 6 r r 2 6 R......... R 1 = R M i n i1 M i

n i i i i h y x y M R 1 2 2 ) ( n i i i i v y x x M R 1 2 2 ) ( d v h R n W R R R 2 2 d v h V n W R R R 2 2 n i i i r r R r r r r r R We M 1 2 2 6 2 3 2 2 2 1... n i i i r r M R 1 2

Beban eksentris

Beban Eksentris 2 250 mm 60KN 35 100 100 100 100 100 35 570 mm 220 mm

Garis netral b 2 y 5 b 2 y = y 1 Posisi garis netral dicari dengan coba- 1. Pengantar coba. y 4 y 3 y n y 2 y 1 Penyelesaian Cara 1 Luas tampang baut : I n 1 3 A 1 4 2 d b Dengan lebar efektif bidang tekan 0,75 b garis netral ditentukan sedemikian sehingga melewati pusat berat bidang tekan efektif dan baut-baut tarik (di atas garis netral). Selanjutnya momen inersia terhadap garis netral dihitung: f t 3 0,75 b y n 2A i M y I n i 5 1 y 2 i

a Penyelesaian Cara 2 s Posisi garis netral dicari dengan setiap dua baut diwakili dengan empat persegi panjang setinggi jarak spasi baut arah vertikal yang sama luas. Lebar epp dihitung sbb: 1. Pengantar Garis netral b 2 b 2 y n y a y 1 2 0,25 a Dengan lebar efektif bidang tekan 0,75 b garis netral ditentukan sedemikian sehingga melewati pusat berat bidang tekan efektif dan epp pengganti baut Selanjutnya momen inersia terhadap garis netral dihitung: s d 2 b I n 1 3 3 3 0,75 b y a y n 1 3 a f t M y I n 1

Penyelesaian Cara 3 Asumsi:Sumbu putar terletak pada baut terbawah y y 1 T1 T M 1 y y 2 1 T y y 2 T2 y y 3 T3 T T............ y y 6 T 6 T M M M 2 3 6 y y y y 2 2 2 3 y y 2 6 T T T T f t M i i M 2 A y n 1 y y 2 i i n i 1 y 2 i

Pengaruh Momen