BAB I PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan

dokumen-dokumen yang mirip
Luas dan Penggunaan Lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2014

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

STATISTIKPENGGUNAAN LAHAN


BAB VI PENUTUP. tumbuhan, menganalisis dan mengevaluasi, mengadakan bimbingan dan

POTRET LUAS LAHAN SEKADAU TAHUN 2014

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

PEMBAHASAN UMUM Visi, Misi, dan Strategi Pengelolaan PBK

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PETUNJUK TEKNIS PETANI PENGAMAT TAHUN 2018

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

METODE PENELITIAN. yang diambil dari buku dan literatur serta hasil-hasil penelitian terdahulu.

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

Tabel 1.1. Letak geografi dan administratif Kota Balikpapan. LS BT Utara Timur Selatan Barat. Selat Makasar

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI KARANGANYAR PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 13 TAHUN 2012

Dinas Perkebunan, Pertanian, Peternakan Perikanan dan Kehutanan Kota Prabumulih 1

POTENSI PENGEMBANGAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIAK

a. Kepala Balai ; b. Kepala Sub Bagian Tata Usaha; c. Kepala Seksi Proteksi Tanaman Pangan; d. Kepala Seksi Proteksi Hortikultura; e. Kelompok Jabatan

Evaluasi dan Rencana Pembangunan Perkebunan Tahun Dinas Pangan dan Pertanian Kabupten Purwakarta

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

BUPATI BELITUNG PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BONE PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BONE NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

Luas Penggunaan Lahan Pertanian Bukan Sawah Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN KERJA DINAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA PASURUAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

KEPUTUSAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 608 TAHUN 2003 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS PERTANIAN, KEHUTANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA,

WALIKOTA TASIKMALAYA

PENETAPAN KINERJA ( PK ) TAHUN 2013 (REVISI) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PENAJAM PASER UTARA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN


PERATURAN WALIKOTA MOJOKERTO NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG

WALIKOTA TASIKMALAYA

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penggunaan lahan di Kabupaten Serang terbagi atas beberapa kawasan :

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 84 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN TATA KERJA DINAS PERTANIAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN TEMANGGUNG

BUPATI KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2014

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

DAFTAR ISI. Halaman Judul... i Kata Pengantar... ii Daftar Isi... iii Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... vi Daftar Lampiran...

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA DEFINITIF KELOMPOKTANI DAN RENCANA DEFINITIF KEBUTUHAN KELOMPOKTANI BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH. PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH Tahun Anggaran 2016

PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2. Seksi Pengembangan Sumberdaya Manusia; 3. Seksi Penerapan Teknologi g. Unit Pelaksana Teknis Dinas; h. Jabatan Fungsional.

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PERATURAN BUPATI SERANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

Survei Pertanian Luas Lahan menurut Penggunaannya (SP VA), 1997

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 22 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 32 TAHUN 2012 TENTANG

PROVINSI SUMATERA SELATAN WALIKOTA PAGAR ALAM PROVINSI SUMATERA SELATAN PERATURAN WALIKOTA PAGAR ALAM NOMOR TAHUN 2016

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

Perangkat Daerah Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progoo dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

PERATURAN BUPATI PAKPAK BHARAT NOMOR TAHUN 2016 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR : 11 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 114 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI POLEWALI MANDAR

I. PENDAHULUAN. Perubahan strategik dalam tatanan pemerintahan Indonesia diawali. dengan pemberlakuan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH

PEDOMAN TEKNIS BANTUAN SARANA PRODUKSI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK KEKERINGAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2009 NOMOR 19 SERI D

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 115 TAHUN 2009 TENTANG PENYALURAN PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DAN PERIKANAN GUBERNUR JAWA BARAT;

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BUPATI WONOSOBO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI WONOSOBO NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CILACAP PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 117 TAHUN 2017 TENTANG

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

BUPATI LEBAK PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PROVINSI BANTEN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI KATINGAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG

Tugas, Pokok dan Fungsi Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pacitan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam proses pembangunan di Indonesia. Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah peningkatan produksi komoditas pertanian. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan hasil pertanian seperti dengan pemberian bantuan benih/ bibit dan pupuk serta berbagai pelatihan bagi petani. Akan tetapi dalam usaha peningkatan produksi pertanian sering muncul kendala atau masalah. Salah satu kendala dalam usaha peningkatan produksi pertanian adalah adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan. Untuk itu diperlukan tehnik pengendalian hama dan penyakit. Tehnik pengendalian yang umum digunakan oleh petani kita adalah dengan cara kimiawi yaitu dengan menggunakan pestisida. Pengendalian hama dan penyakit tumbuhan dengan menggunakan pestisida mempunyai dampak negatif baik bagi manusia maupun lingkungan. Bagi manusia, pestisida dapat menyebabkan keracunan ataupun mengganggu sistem kerja tubuh seperti bersifat karsinogenik. Untuk itu, dalam upaya pengendalian hama dan penyakit tumbuhan, ada metode pengendalian tanaman yang dikenal dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pengendalian Hama Terpadu merupakan metode yang memadukan dari berbagai teknik pengendalian dalam suatu rencana. Adapun cara pengendaliannya antara lain melalui cara fisik, mekanik, budidaya, biologi, 1

genetik, kimiawi, dan cara lain sesuai perkembangan teknologi. Sistem PHT ini merupakan sistem pengendalian tanaman yang relatif baru bagi masyarakat. Masyarakat belum terlalu akrab dalam penerapan sistem ini. Pengendalian hama tanaman mempunyai peran penting dalam upaya peningkatan produksi pertanian. Upaya tersebut perlu didukung dengan adanya suatu lembaga pertanian yang seharusnya dapat berfungsi sebagai semacam lembaga konsultasi yang selalu siap melayani kesulitan yang dialami masyarakat petani dalam hal pengendalian hama tamanan. Di dalam lembaga pertanian tersebut di dalamnya terdapat ahli dalam bidang pertanian yang mempunyai peranan untuk memotivasi dan memfasilitasi petani dalam penanganan hama tanaman. Untuk memperkenalkan konsep PHT di masyarakat, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah melaksanakan kegiatan Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT). SLPHT ini diperkenalkan melalui petani dengan cara pelatihan langsung di lapangan. SLPHT ini merupakan salah satu bagian kegiatan dari Program Nasional Pengendalian Hama Terpadu yang menerapkan pendekatan partisipatoris dan prinsip petani belajar dari pengalaman. Dengan metode ini diharapkan petani dapat mandiri, percaya diri dan lebih bermartabat sebagai manusia bebas dalam menentukan nasib dan masa depan mereka. Program pelatihan SLPHT diharapkan dapat menghasilkan para alumni yang mampu melakukan kegiatan perencanaan dan percobaan untuk memperoleh teknologi budidaya tanaman yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi lokal dan kebutuhan petani yang spesifik. Dengan diselenggarakan kegiatan sekolah 2

lapang ini juga sebagai salah satu usaha pemberdayaan petani dalam pengendalian hama sebagai salah satu usaha perlindungan tanaman. Tentu saja ini membutuhkan proses waktu dan perangkat penunjang yang harus saling mendukung seperti kebijakan dan sumber daya manusia yang terkait dengan pertanian khususnya dalam pengendalian hama dan penyakit tumbuhan. Dalam mendukung upaya pengendalian hama dan penyakit dan pelaksanaan kegiatan SLPHT, maka pemerintah menetapkan adanya petugas fungsional Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT). Tugas dari petugas POPT diantaranya adalah persiapan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, pelaksanaan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, analisis dan evaluasi hasil pengendalian organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina, bimbingan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, pengembangan metode pengendalian/tindakan karantina, pengamatan/pemantauan daerah sebar organisme pengganggu tumbuhan/organisme pengganggu tumbuhan karantina, pembuatan koleksi, visualisasi, dan informasi. Kabupaten Kulon Progo merupakan daerah agraris dan mayoritas penduduknya masih berusaha pada sektor pertanian, sehingga pembangunan pertanian menjadi salah satu perhatian Pemerintah Daerah. Kabupaten Kulon Progo terdiri dari 12 kecamatan dengan topografi yang bervariasi dengan ketinggian antara 0 1.000 meter diatas permukaan air laut. Luas wilayah keseluruhan adalah 58.627 Hektar dengan luas lahan sawah 10.304 Hektar. Selain lahan sawah tentunya masih ada lahan pertanian yang bukan sawah seperti kebun dan pekarangan yang juga ditanami tanaman pertanian seperti buah buahan. 3

Luas penggunaan lahan di Kabupaten Kulon Progo dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Kulon Progo No Penggunaan Lahan Luas (Hektar) 1. Lahan Pertanian 1.1 Lahan Sawah a. Irigasi Teknis 7,399 b. Irigasi 1/2 Teknis 793 c. Irigasi Sederhana 711 d. Irigasi Desa/Non PU 355 e. Tadah Hujan 1,046 f. Pasang Surut - g. Lebak - h. Polder dan lainnya - Jumlah Lahan Sawah 10,304 1.2 Lahan Bukan Sawah a. Tegal/Kebun 15,692 b. Ladang/Huma - c. Perkebunan 590 d. Ditanami pohon/hutan rakyat 5,699 e. Tambak 44 f. Kolam/Tebat/Empang 48 g. Padang penggembalaan/rumput - h. Sementara tidak diusahakan 483 i. Lainnya(pekarangan yg ditanami tanaman pertanian dll) 12,471 Jumlah Lahan Bukan Sawah 35,027 2. Lahan Bukan Pertanian a. Rumah,bangunan dan halaman sekitar 6,135 b. Hutan Negara 1,037 c. Rawa-rawa (tidak ditanami) - d. Lainnya (jalan, sungai, danau, lahan tandus,dll ) 6,124 Jumlah Bukan Pertanian 13,296 Luas Lahan 58,627 Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Kulon Progo, Tahun 2010 Dalam rangka desentralisasi, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo juga membentuk petugas fungsional POPT. Petugas POPT di Kabupaten Kulon Progo yang merupakan pegawai Pemkab saat ini berjumlah tujuh orang, yang baru ada 4

mulai tahun 2006 melalui pengadaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Dari tujuh orang tersebut, satu orang sebagai koordinator kabupaten di Dinas Pertanian dan Kehutanan, sementara yang enam orang sebagai petugas kecamatan masing masing mempunyai wilayah kerja 2 kecamatan. Akan tetapi masih ada petugas POPT dari Pemerintah Propinsi DIY yang diperbantukan, yang berjumlah 6 petugas. Karena berasal dari pemprov, maka yang terjadi pelaporan yang dilakukan juga di Dinas Pertanian Propinsi DIY. Sedangkan laporan yang di kabupaten berasal dari POPT kabupaten. Petugas POPT dari pemprov juga mempunyai wilayah kerja pada 2 kecamatan, sehingga petugas POPT Propinsi dan petugas POPT Kabupaten dapat bekerjasama dalam melaksanakan pekerjaannya. Ketujuh POPT Kabupaten Kulon Progo tersebut berlatar belakang pendidikan Diploma III Pertanian. Sebenarnya sudah cukup memenuhi syarat untuk kompetensi pekerjaan, akan tetapi masih diperlukan pendidikan dan pelatihan yang lebih spesifik untuk mendukung tugas dan fungsinya sebagai pengendali organisme pengganggu tumbuhan. Sementara itu di Perguruan Tinggi sebenarnya ada program studi yang lebih tepat untuk kompetensi petugas POPT yaitu Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan dengan jenjang Strata 1. Rutinitas pekerjaan yang banyak dilakukan oleh petugas POPT di Kabupaten Kulon Progo adalah mengumpulkan data data pertanian khususnya data serangan hama dan penyakit pada tanaman pangan dan hortikultura di wilayah kerjanya masing - masing. Pengumpulan data tersebut dilaksanakan rutin setiap bulan. Pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan pengamatan di 5

lapangan. Petugas POPT juga memberikan rekomendasi cara pengendalian jika ada laporan dari petani mengenai adanya serangan hama dan penyakit tumbuhan yang cukup besar. Selain mengumpulkan data data pertanian dan memberikan rekomendasi pengendalian, petugas POPT juga mempunyai tugas melakukan bimbingan kepada petani khususnya mengenai pengendalian organisme pengganggu tumbuhan seperti memandu kelompok tani melaksanakan pengamatan dan juga pengendalian terhadap serangan hama dan penyakit tumbuhan yang salah satunya melalui kegiatan SLPHT. Akan tetapi kegiatan bimbingan terhadap petani lebih banyak diambil perannya oleh petugas penyuluh pertanian lapangan yang jumlahnya cukup banyak, meskipun bimbingan yang dilakukan petugas penyuluh pertanian lebih bersifat umum, tidak khusus dalam hal pengendalian organisme pengganggu tumbuhan. Sementara itu jumlah petugas POPT sangat terbatas sehingga waktu mereka lebih banyak digunakan untuk pengumpulan data. Bimbingan yang dilakukan petugas POPT terhadap petani hanya dilakukan secara informal individual dalam keseharian kerja dan intensitasnya masih cukup rendah. Bahkan petugas POPT ini belum banyak dikenal oleh petani seperti petugas penyuluh pertanian lapangan yang sudah dikenal luas di kalangan petani. Kegiatan bimbingan oleh petugas POPT yang bersifat resmi masih tergantung pada ada atau tidaknya kegiatan seperti kegiatan SLPHT, dimana adanya kegiatan SLPHT selama ini masih tergantung dengan adanya alokasi anggaran dari APBN dan APBD. Dengan demikian transfer pengetahuan kepada petani khususnya mengenai pengendalian hama terpadu menjadi terbatas, padahal pengetahuan 6

mengenai PHT sangat berguna bagi petani dalam mengelola usaha pertaniannya. Sementara kegiatan SLPHT adalah sarana formal untuk mengajarkan konsep PHT sehingga diharapkan mampu memberdayakan petani untuk dapat secara mandiri menerapkan konsep PHT. B. Identifikasi dan Perumusan Masalah Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Keterbatasan jumlah petugas POPT Kabupaten Kulon Progo. 2. Adanya beberapa faktor kendala di dalam transfer pengetahuan mengenai PHT dari petugas POPT kepada petani. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian yang ingin dijawab adalah Mengapa dan faktor apa saja yang mempengaruhi ketidakefektifan peran petugas POPT untuk memberdayakan petani dalam penerapan konsep PHT? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 7

1. Untuk mengetahui peran petugas POPT dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk memberdayakan petani dalam menerapkan konsep Pengendalian Hama Terpadu. 2. Untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas peran petugas POPT. D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Dari segi teoritis diharapkan bisa dijadikan referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan menganalisis mengenai efektivitas kerja. 2. Dari segi praktis diharapkan bisa dijadikan bahan masukan baik bagi petugas maupun bagi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam meningkatkan kemampuan dan kompetensi petugas POPT sehingga mampu memberikan kontribusi yang lebih besar dalam melaksanakan pembangunan pertanian khususnya dalam hal pengendalian hama terpadu. 8