BAB I PENDAHULUAN. optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

APA ITU DAERAH OTONOM?

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun Dalam rangka penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan fenomena yang sangat dibutuhkan dalam era

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut asas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. daerahnya sendiri dipertegas dengan lahirnya undang-undang otonomi daerah yang terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan

I. PENDAHULUAN. hakekatnya ditujukan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah. Namun karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan keadaan,

Panduan diskusi kelompok

PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jadi otonomi daerah merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

OTONOMI DAERAH PERTEMUAN 7

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi Daerah merupakan bentuk realisasi dari Pasal 18 Undang

4. Apa saja kendala dalam penyelenggaraan pemerintah? dibutuhkan oleh masyarakat? terhadap masyarakat?

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia sedang berada di tengah masa transformasi dalam hubungan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

I. PENDAHULUAN. Belanja Daerah (APBD). Dampak dari sistem Orde Baru menyebabkan. pemerintah daerah tidak responsif dan kurang peka terhadap aspirasi

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

I. PENDAHULUAN. dilakukan langsung oleh pemerintah pusat yang disebar ke seluruh wilayah

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

I. PENDAHULUAN. sendiri dalam mengatur kehidupan kemasyarakatannya. kecamatan (Widjaya, HAW 2008: 164). Secara administratif desa berada di

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan untuk lebih

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menyikapi berbagai permasalahan di daerah akhir-akhir ini,

SENTRALISASI DALAM UU NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN SRAGEN DILIHAT DARI PERSPEKTIF AKUNTABILITAS

BAB I PENDAHULUAN. Pencabutan undang-undang No.22 tahun 1999, oleh undang-undang No 32

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4 dijelaskan. bahwa tujuan nasional Indonesia diwujudkan melalui pelaksanaan

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tujuan ekonomi

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta

Kinerja Pengawasan DPRD Dalam Pelaksanaan APBD Tahun 2013 Di Kabupaten Halmahera Barat. Nama : Risal Hady Nim :

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan otonomi daerah yang digulirkan dalam era reformasi dengan. dikeluarkannya ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 adalah tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

Volume 11 Nomor 1 Maret 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

PROVINSI RIAU BUPATI KEPULAUAN MERANTI PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 09 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANALISIS KINERJA ANGGARAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I. tangganya sendiri (Kansil, C.S.T. & Christine S.T, 2008). perubahan dalam sistem pemerintahan dari tingkat pusat sampai ke desa.

B U P A T I N G A W I PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI,

Perekonomian Indonesia

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR TAHUN 2011 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

I. PENDAHULUAN. pembangunan secara keseluruhan dimana masing-masing daerah memiliki

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

1 UNIVERSITAS INDONESIA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2001 TENTANG PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai unit pelaksana otonomi daerah. Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. sesuai yang diamanatkan pada Pasal 1 ayat (1) UUD RI 1945.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut pasal 1 ayat (h) Undang-undang RI Nomor Tahun 1999 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. mengedepankan akuntanbilitas dan transparansi Jufri (2012). Akan tetapi dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. otonom (locale rechtgemeenschappen) yang pembentukannya ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan ekonomi. Adanya ketimpangan ekonomi tersebut membawa. pemerintahan merupakan salah satu aspek reformasi yang dominan.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan pemerintahan di Indonesia semakin pesat dengan adanya era

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

BAB I PENDAHULUAN. 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah-daerah, baik yang bersifat otonom maupun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN DAERAH SEBELUM DAN SESUDAH KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, yang diukur melalui elemen Pendapatan Asli Daerah (PAD). Diharapkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang

BAB I. Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh. lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi bidang pemerintahan daerah salah satunya adalah tuntutan demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah itu sendiri, terutama optimalisasi peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (selanjutnya disebut DPRD). Reformasi itu ditandai dengan lahirnya Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Kemudian disusul dengan lahirnya Undang - Undang baru yang menggantikan Undang - Undang tersebut di atas, yaitu Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Misi utama Undang - Undang tersebut adalah Desentralisasi yang berarti memberikan sebagian wewenang Pemerintah Pusat kepada Daerah, untuk melaksanakan dan menyelesaikan urusan yang menjadi tanggung jawab dan menyangkut kepentingan daerah yang bersangkutan (otonomi). Yaitu urusan yang menyangkut kepentingan dan tanggung jawab suatu daerah dalam urusan umum dan pemerintahan, penyelesaian fasilitas pelayanan dan urusan Sosial, Budaya, Agama dan Kemasyarakatan. Kewenangan daerah dalam bidang pemerintahan semua tercantum sebagaimana yang diatur dalam Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004. Hal yang mendasar yang membedakannya ialah mengenai hubungan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, serta antar Pemerintah Daerah itu sendiri.

Dalam Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 semangat Desentralisasi sangat terasa, seperti yang disebutkan dalam Pasal 4 ayat (1 dan 2), yang pada intinya menyebutkan 1, Dalam rangka pelaksanaan asas Desentralisasi dibentuk dan disusun Daerah propinsi, Daerah kabupaten, dan Daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat; Daerah - Daerah yang dimaksud, berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarki satu sama lain. Jadi meskipun ada pembagian kewenangan untuk penyelenggaraan urusan pemerintah, namun daerah lebih bersifat Otonom dalam menjalankan kewenangan tersebut dan bila dibandingkan dengan Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 2 ayat (1, 4 dan 5), yang pada intinya menyebutkan, 2 Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah - daerah Propinsi dan daerah Propinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang masing - masing mempunyai Pemerintahan Daerah; Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah Pusat dan dengan Pemerintahan Daerah lainnya; hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya Sebenarnya antara Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004 sama - sama berangkat dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hanya saja Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih menekankan kepada asas kemandirian daerah Otonom 1 I. Widarta, Cara Mudah Memahami Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pondok Edukasi, Yogyakarta, 2005, Hlm. 13. 2 Ibid, Hlm. 14.

(dinamis), sedangkan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 lebih mengutamakan penyelenggaraan pemerintahan yang harmonis. 3 Hal yang mendasar dalam Undang - Undang tersebut di atas adalah kuatnya upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreatifitas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan peran fungsi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Undang - Undang ini memberikan otonomi untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan aspirasi masyarakatnya. Artinya, saat sekarang daerah sudah diberi kewenangan yang utuh dan bulat untuk merencanakan, melaksanakan, mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi kebijakan - kebijakan daerah. Dengan semakin besarnya partisipasi masyarakat ini, Desentralisasi akan mempengaruhi komponen kualitas pemerintahan lainnya. Salah satunya berkaitan dengan pergeseran orientasi pemerintah, dari command and control menjadi berorientasi pada tuntutan dan kebutuhan publik. Orientasi seperti ini kemudian akan dijadikan dasar bagi pelaksanaan peran Pemerintah sebagai stimulator, fasilitator, koordinator dan entrepreneur (wirausaha) dalam proses pembangunan. Pengaturan mengenai Kedudukan dan Peran DPRD antara Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004, pada beberapa bagian dalam pengaturannya terlihat berbeda seperti misalnya yang tersimpul dalam kewenangan DPRD untuk memilih kepala 3 Ibid. Hlm. 15.

daerah dan wakil kepala daerah. Dalam pengaturan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di pilih oleh DPRD, sedangkan berdasarkan Undang - Undang Nomor 32 tahun 2004, DPRD hanya berwenang untuk menyaring calon - calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Berkaitan dengan kewenangan DPRD dalam hal pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, yang dalam pengaturan antara Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004, memberikan gambaran bahwa Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 lebih bertitik tolak atau menekankan pada demokrasi secara tidak langsung, dan lebih mengedepankan prinsip demokrasi parlemen, sedangkan dalam Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004 fungsi DPRD telah direduksi, akan tetapi penekanannya lebih kepada demokrasi secara langsung. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai salah satu unsur Pemerintahan Daerah yang keanggotaannya mencerminkan atau merepresentasikan kondisi perwakilan rakyat di daerah mempunyai peran yang sangat penting dalam hal pengawasan kepada Pemerintah Daerah itu sendiri dan juga sebagai wakil rakyat di daerah, DPRD mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mengemban aspirasi rakyat yang diwakilinya melalui berbagai fungsi yang dimilikinya mulai dari fungsi perundang - undangan sampai dengan fungsi budgeter. Dalam pelaksanaan fungsi DPRD ini, antara pengaturan yang terdapat dalam Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004, tidak terlalu jauh terdapat

perbedaan. Oleh karenanya sebenarnya antara Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 dengan Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 memiliki perbedaan atau tidak, bila kita lihat sepintas memang ada perbedaan antara kedua Undang - Undang tersebut, persolannya apa yang menjadi pembeda dari kedua Undang - Undang tersebut terkait dengan Kedudukan DPRD. Hal ini terutama perbedaan mengenai pembagian kekuasaan serta fungsi budgeter yang terdapat dalam kedua Undang - Undang. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana Kedudukan DPRD Menurut Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang No. 32 Tahun 2004? 2. Bagaimana Peran Pengawasan DPRD Menurut Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang No. 32 Tahun 2004? 3. Perbandingan antara Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 dalam segi pengawasan yang lebih baik dilihat dari aspek keefektifitasan. C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, dapatlah kiranya dirumuskan tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui Kedudukan DPRD Menurut Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang No. 32 Tahun 2004? 2. Untuk mengetahui Peran Pengawasan DPRD Menurut Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang No. 32 Tahun 2004? 3. Untuk mengetahui keefiktifitasan dalam hal pengawasan Menurut Undang - Undang NO. 22 Tahun 1999 dan Undang - Undang No. 32 tahun 2004 D. Tinjauan pustaka Pasal 18 Undang - Undang Dasar 1945 memberikan penegasan tentang pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang - Undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, hak hak, dan asal - usul dalam daerah yang bersifat istimewa. Pasal 18 Undang Undang Dasar 1945 maupun Pasal 18 Amandemen Undang Undang Dasar 1945 tersebut mewajibkan Pemerintah untuk melaksanakan desentralisasi dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Berkaitan dengan hal tersebut, Mariun menegaskan sebagai berikut: 1. Wilayah Indonesia dibagi ke dalam daerah - daerah baik yang bersifat otonom maupun yang bersifat administratif; 2. Daerah - derah itu mempunyai pemerintahan; 3. Pembagian wilayah seperti pada angka 1 dan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan atau atas kuasa undang - undang;

4. Dalam pembentukan daerah - daerah itu, terutama daerah - daerah otonom dan dalam menentukan susunan pemerintahannya harus diingat permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa (asli) 4. Desentralisasi menghasilkan dua manfaat nyata, yaitu: pertama, mendorong peningkatan partisipasi, prakarsa dan kreatifitas masyarakat dalam pembangunan, serta mendorong pemerataan hasil - hasil pembangunan (keadilan) di seluruh daerah dengan memanfaatkan sumberdaya dan potensi yang tersedia di masing - masing daerah. Kedua, memperbaiki alokasi sumber daya produktif melalui pergeseran peran pengambilan keputusan publik ketingkat Pemerintah yang paling rendah yang memiliki informasi yang paling lengkap. Desentralisasi yang dimaksud dalam kedua Undang - Undang tersebut di atas juga menyangkut desentralisasi fiskal sebagai pelimpahan kewenangan di bidang penerimaan yang sebelumnya tersentralisasi baik secara administratif dan pemanfaatanya diatur dan dilakukan pemerintah pusat. Oleh karena itu salah satu makna dari desentralisasi fiskal dalam pemberian otonomi dibidang keuangan (sebagai sumber penerimaan) kepada daerah - daerah merupakan suatu proses untuk mengintensifikasikan peranan dan sekaligus pemberdayaan daerah dalam pembangunan. Sebuah negara yang menganut prinsip demokrasi dengan adanya lembaga perwakilan rakyat adalah suatu keharusan, sebab lembaga perwakilan rakyat adalah salah satu ciri negara yang berkedaulatan rakyat. Dengan kata lain rakyat adalah pemegang kedaulatan. Dalam negara demokrasi parlemen 4 Mariun., Asas - asas Ilmu Pemerintahan, Fak. Sosial Politik UGM, Yogyakarta, 1975, Hlm. 49.

sebagai wujud kedaulatan rakyat adalah merupakan lembaga yang sangat krusial. Karena dengan badan ini masalah tanggung jawab dari mereka yang memerintah kepada wakil dari rakyat bisa terwujud. 5 Bagir Manan mengatakan bahwa penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia menganut asas desentralisasi dengan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Desentralisasi merupakan salah satu sendi susunan negara yang diterima dan disepakati oleh para pembentuk negara Republik Indonesia. Susunan organisasi negara desentralistik senantiasa ada meskipun terjadi pergantian Undang - Undang Dasar. 6 Dalam hal ini maka penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas : a. Asas kepastian hukum; b. Asas tertib penyelenggara negara; c. Asas kepentingan umum; d. Asas keterbukaan; e. Asas proporsionalitas; f. Asas profesionalitas; g. Asas akuntabilitas; h. Asas efisiensi, dan; i. Asas efektivitas. 5 Miriam Budihardjo, Demokrasi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1984, Hlm. 98. 6 Bagir Manan, Hubungan antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994, Hlm. 19.

Pemerintah dalam hal penyelenggaraan pemerintahan menggunakan asas desentralisasi, tugas pembantuan, dan dekonsentrasi. Sedangkan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang - Undang ini. Dengan demikian jelas bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri dari daerah - daerah provinsi yang di dalamnya terdiri dari daerah - daerah Kabupaten dan Kota, yang terikat dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Walaupun daerah - daerah tersebut memiliki otonomi dalam mengurus urusan rumah tangganya sendiri namun masih terikat dalam ikatan Negara Kesatuan dan tidak merupakan bagian - bagian yang terpisah sebagai negara bagian. Adanya kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan dapat mengatasi berbagai gejala dan kemungkinan berkembangnya disintegrasi bangsa sekaligus meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam dinamika pertumbuhan pembangunan secara mandiri dari bawah yang lebih menjamin keadilan di masa mendatang. Untuk mengawal otonomi di daerah, masyarakat dan pemerintah hendaknya bekerja sama mengawasi pelaksanaannya sehingga kemungkinan ada penyelewengan dalam implementasinya dapat segera diantisipasi. 7 7 Ni matul Huda, Otonomi Daerah : Filosofi Sejarah Perkembangan dan Problematika,, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2005, Hlm. 72.

Penyelenggaraan otonomi daerah dalam sistem pemerintahan negara Republik Indonesia memiliki tujuan - tujuan yang penting berkaitan dengan usaha untuk mewujudkan tatanan pemerintahan dan masyarakat yang demokratis sehingga pada akhirnya nanti dapat mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur. Secara perbagian dapatlah dikatakan bahwa tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya, sehingga pelayanan kepada masyarakat lebih terkontrol dan pengawasan masyarakat kepada pemerintah menjadi kuat dan nyata. Dalam pandangan lainnya jika dikaitkan dengan substansi pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat, upaya menumbuhkan Prakarsa, Kreativitas dan Peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala aspek, maka tujuan dari adanya penyelenggaraan otonomi daerah adalah pemberdayaan masyarakat dan daerah menjadi lebih cepat, dan jurang pemisah antara Pusat dan Daerah menjadi tipis. 8 Oleh pada itu, Subrata Winarna Surya Adi, mengatakan bahwa secara prinsip tujuan utama otonomi daerah adalah mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang dilayaninya, sehingga pelayanan kepada masyarakat lebih terkontrol dan pengawasan masyarakat kepada pemerintah menjadi lebih kuat dan nyata. Sedangkan substansi pelaksanaan otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan masyarakat, upaya menumbuhkan prakarsa dan kreativitas dan 8 Ibid, Hlm. 64.

peningkatan peran serta masyarakat secara aktif di segala tingkatan dan di segala aspek. 9 Suatu negara dengan daerah yang diberi hak otonomi merupakan konsekuensinya dari negara yang menganut asas Desentralisasi, yaitu asas penyerahan urusan pemerintahan dari Pemerintah Pusat atau Daerah Otonom Tingkat Atasnya kepada Daerah Otonom di bawahnya, untuk mengurusi rumah tangganya sendiri 10. Peranan DPRD selaku lembaga yang mewakili rakyat di daerah adalah sangat penting. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai Lembaga Perwakilan Rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan Demokrasi Pancasila. Dalam pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan mitra dan berkedudukan sejajar dengan Pemerintah Daerah, salah satunya yaitu bersama dengan Gubernur, Bupati, atau Walikota membentuk Peraturan Daerah dan bersama - sama menetapkan APBD. Sesuai dengan itu, menurut pendapat Arifin P.Soeria Atmaja, yaitu: 11 Di sinilah letak kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah lebih kuat dari Pemerintah Daerah tidak dapat melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sesuai dengan keinginannya sendiri. Jadi sifat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah dikemukakan adalah mutlak. Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD), adalah rancangan atau usulan dari lembaga Eksekutif mengenai apa - apa saja yang 9 Subrata Winarna Surya Adi., Otonomi Daerah di Era Reformasi, UUP, AMP YKPN. Yogyakarta, 1999, Hlm. 47. 10 Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Liberty, Yogyakarta, Cetakan V, 1995, Hlm. 112. 11 Arifin P. Soeria Atmaja, Mekanisme Pertanggung jawaban Keuangan Negara, PT. Gramedia, Jakarta, 1986, Hlm. 24.

diperlukan atau dibutuhkan guna pelaksanaan program pembangunan yang berguna bagi kemakmuran warga daerahnya untuk ditetapkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Adapun cara menentukan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah adalah suatu ukuran bagi sifat pemerintahan di daerah. Karena ini menunjukan fungsi dan tujuan daerah tersebut, yaitu: (1) Pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan negara dan rakyat daerahnya; (2) Meningkatkan perkembangan daerahnya; (3) Mengoptimalkan potensi daerah yang ada. 12 Melalui Undang - Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang mengatur suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka Negara Kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar daerah secara Proporsional, Demokratis, Adil, dan Transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai 12 Ibid. Hlm. 27.

instrumen kebijakan, anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektifitas Pemerintah Daerah. Anggaran daerah digunakan sebagai alat untuk menentukan besar pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otoritas pengeluaran di masa - masa akan datang, sumber pengembangan ukuran - ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktifitas dari berbagai unit kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan anggaran hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan aktivitas atau program yang menjadi prioritas dan preferensi daerah yang bersangkutan. Dalam era reformasi inilah perkembangan otonomi daerah sangat berperan di dalam meningkatkan perekonomian bagi yang masih di bawah garis kemiskinan di daerah dengan melaksanakan pembuatan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang sesuai dengan kepentingan dan kebutuhan masyarakat atau rakyat di daerah dengan dukungan peraturan Perundang - Undangan. Penyusunan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah oleh Lembaga Eksekutif haruslah sesuai dengan sumber dana dan aspiratif terhadap keinginan rakyat di daerahnya. Hal ini tidak lepas dari kontrol anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam menyikapi RAPBD yang dibuat. Oleh karenanya peranan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah sangat penting berhubungan dengan kuatnya Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah di dalam penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Peranan mencakup permintaan pertanggung jawaban Kepala Daerah, meminta keterangan kepada Pemerintah Daerah, jika terjadi kekeliruan, penyelewengan ataupun masalah - masalah yang ada pada waktu pelaksanaannya, mengadakan penyelidikan mengenai Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang diajukan oleh lembaga Eksekutif, mengajukan pernyataan pendapat, mengajukan Rancangan Peraturan Daerah dan lain sebagainya. Negara Republik Indonesia dalam penyelenggaraan pemerintahannya telah menjatuhkan pilihannya pada asas desentralisasi, seperti yang secara tegas dilihat dalam ketentuan Pasal 18 Undang - Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya. Dikaitkan dengan prinsip Negara Kesatuan yang dianut, maka Negara Republik Indonesia mewujudkan diri sebagai Negara Kesatuan yang di desentralisasi. Dianutnya sistem ini dalam penyelenggaraan pemerintahan negara didasarkan pada prinsip pemecahan kekuasaan (dispersion of power) yang bertujuan untuk mencapai efektifitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dan guna pengembangan demokrasi di / dari bawah (grass-roots democracy). Sebagai konsekuensi dianutnya sistem atau asas ini, dibentuklah unit - unit pemerintahan setempat yang disebut daerah otonom, yakni daerah yang berhak dan berkewajiban untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri atas dasar kebijaksanaan dan inisiatif, pembiayaan dilakukan oleh perangkat daerah sendiri. Karena penyelenggaraan Otonomi Daerah merupakan pilihan politik yang telah dikukuhkan secara konstitusional

dan juga memiliki alasan - alasan pembenar secara teoritis yang dapat dipertanggung jawabkan maka suatu keharusan bagi Pemerintah dan seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan terselenggaranya Otonomi Daearah yang benar - benar sehat, pemberian otonomi luas kepada Daerah Kabupaten/Kota membawa konsekuensi diperlukannya penyesuaian tata kelembagaan serta pola hubungan antar lembaga pengawasan dan pemeriksaan keuangan di Daerah. 13 Sekalipun berbagai upaya dilakukan Pemerintah bersama - sama rakyat, melalui wakil - wakilnya di lembaga Perwakilan Rakyat, untuk mewujudkan penyelenggaraan Otonomi yang benar - benar sehat seperti yang tercermin dari upaya penyempurnaan berbagai produk Perundang - Undangan yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, tapi realitasnya belum terwujud. Ketergantungan yang tinggi pada Pusat, tingkat kemandirian yang rendah, campur tangan Pusat atau Daerah tingkat atasan yang tinggi, serta sederetan masalah lainnya mengindikasikan otonomi masih belum sepenuhnya berjalan sebagaimana yang diharapkan. Mengingat penerapan otonomi harus lebih meningkatkan kemandirian daerah dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan, potensi dan keanekaragaman serta pemberdayaan politik rakyat melalui DPRD. 14 Pemerintah Daerah adalah penyelenggara urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut 13 Muji Estiningsih, Fungsi Pengawasan DPRD, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, Hlm. 2. 14 Otonomi Daerah, Antara Momentum dan Pembelajaran, harian Republika 05 Januari 2001.

asas Otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip Otonomi seluas - luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintah Daerah meliputi: Gubernur, Bupati atau Walikota dan P0erangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Salah satu atribut yang paling penting untuk memadai suatu daerah Otonom adalah dimilikinya Aparatur Pemerintah tersendiri dan terpisah dari aparatur Pemerintah Pusat yang mampu untuk menyelenggarakan urusan - urusan rumah tangganya. Sebagai unsur pelaksana, aparatur Pemerintah Daerah menduduki posisi vital dalam keseluruhan proses penyelenggara Otonomi Daerah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa keberhasilan penyelenggara Otonomi Daerah sangat tergantung pada kemampuan aparaturnya. Untuk meningkatkan kemampuan Aparatur Negara daerah ini, maka suatu langkah sistimatis yang perlu diambil adalah upaya - upaya peningkatan syarat pendidikan dan pengalaman berorganisasi, ataupun peningkatan frekuensi latihan, kursus, dan sebagainya, yang berkaitan dengan bidang dan tugas yang menjadi tanggung jawab masing - masing perlu lebih ditingkatkan. E. Metode Penelitian 1. Obyek penelitian UU No. 22 Tahun 1999 dengan UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah

2. Sumber data a. Data sekunder Data yang digunakan untuk membahas skripsi ini meliputi: 1) Bahan hukum primer, antara lain terdiri dari : a) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 b) Undang - Undang No. 22 Tahun 1999 c) Undang - Undang No. 32 Tahun 2004 2) Bahan hukum sekunder a) Buku yang terkait dan atau relevan dengan tema skripsi b) Pendapat para ahli c) Karya tulis d) Literatur-literatur lainnya. 4. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dengan cara: Studi pustaka, yaitu studi yang dimaksudkan untuk mengumpulkan atau memahami data - data dengan berdasarkan pada berbagai literature, dokumen yang berkaitan dengan obyek penelitian. 5. Analisis data Data yang diperoleh diolah dengan metode diskriptis kualitatif, yaitu dinyatakan oleh sumber, baik lisan maupun tulisan yang dipelajari sebagai sesuatu yang utuh, yaitu dengan menggabungkan antara permasalahan dan

data yang diperoleh untuk tercapainya kesimpulan tertentu sehingga diperoleh hasil yang signifikan dan ilmiah. F. Sistematika Penulisan Bab I: Merupakan gambaran pengantar dari keseluruhan pembahasan skripsi ini. Didalamnya termuat latar belakang masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II: Menjelaskan tinjauan umum tentang Pemerintahan Daerah, yang membahas tentang Kedudukan Dan Peran DPRD Menurut Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2004. Bab III: Merupakan bab pembahasan atau analisa dari data yang didapat di dapat yang kemudian dikaitkan dengan teori yang ada, sebagai bab terakhir Bab IV: Merupakan bab penutup yang meliputi kesimpulan dan saran. Kesimpulan ditarik dari pembahasan terhadap pokok - pokok masalah yang telah dibahas pada bab sebelumnya. Sedangkan saran, akan diajukan sehubungan dengan kesimpulan - kesimpulan yang akan diperoleh dari pembahasan masalah yang dibahas dalam skripsi.