2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA

dokumen-dokumen yang mirip
4.1 Konsentrasi NO 2 Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara merupakan satu atau lebih substansi fisik, kimia,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

SKRIPSI RANCANG BANGUN DAN UJI KINERJA ALAT PENGUKUR TOTAL SUSPENDED PARTICULATE (TSP) DENGAN METODE HIGH VOLUME AIR SAMPLING

BAB I PENDAHULUAN. dalam usaha di bidang kesehatan seperti di jelaskan dalam Undang-Undang Nomor

BAB 1 : PENDAHULUAN. Udara tersebut berbentuk gas dan terdapat dimana-mana, sehingga akibatnya

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 153 TAHUN 2002

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 551/2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEDOMAN TEKNIS PENETAPAN BAKU MUTU UDARA AMBIEN DAERAH

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara..., Dian Eka Sutra, FKM UI, Universitas Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kota lebih banyak mencerminkan adanya perkembangan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara. Eko Hartini

No. Responden : KUESIONER PENELITIAN

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

Ma ruf Ridwan K

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB 1 PENDAHULUAN. akibat penggunaan sumber daya alam (Wardhani, 2001).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi suatu negara atau bahkan roda perekonomian dunia. Sektor industri telah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pemantauan dan Analisis Kualitas Udara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA PRESI DEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya penyakit paru kronik (Kurniawidjaja,2010).

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

Oleh: ANA KUSUMAWATI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Polusi atau pencemaran lingkungan adalah suatu peristiwa masuknya atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain

I. PENDAHULUAN. dilepaskan bebas ke atmosfir akan bercampur dengan udara segar. Dalam gas

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

karena corong plastik yang digunakan tidak tahan terhadap benturan pada saat transportasi di lapangan. Model kedua yang digunakan terbuat dari bahan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia terutama masalah lingkungan, Pencemaran udara yang paling

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

/.skisi-kisi INSTRUMEN SOAL PRETEST POSTTEST Lingkunganku Tercemar Bahan Kimia Dalam Rumah Tangga. Indikator Soal Soal No soal

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd


BAB 1 : PENDAHULUAN. penting bagi kehidupan manusia. Proses metabolisme dalam tubuh tidak akan dapat

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

LAPORAN PRAKTIKUM LABORATORIUM LINGKUNGAN 2 Jurusan Teknik Lingkungan FALTL Universitas Trisakti Gasal 2015/2016

PROFIL VOLUME LALU LINTAS DAN KUALITAS UDARA AMBIEN PADA RUAS JALAN IR. SOEKARNO SURABAYA

JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Bab I Pendahuluan. Gambar I.1 Bagan alir sederhana sistem pencemaran udara (Seinfield, 1986)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gas seperti sulfur dioksida vulkanik, hidrogen sulfida, dan karbon monoksida selalu

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

APA ITU GLOBAL WARMING???

BAB I PENDAHULUAN. Udara mempunyai arti yang sangat penting di dalam kehidupan manusia dan

Minggu VIII PENCEMARAN UDARA

BAB IX PENCEMARAN UDARA AKIBAT KEMACETAN LALU LINTAS DI PERKOTAAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Sebagai pusat kota wisata, perindustrian dan perdagangan, kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. Penyebab terjadinya hujan asam adalah senyawa Sulfur dan Nitrogen Oksida yang

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan. Industri selalu diikuti masalah pencemaran

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

BAB I PENDAHULUAN. konstan meningkat sebesar 5,64 % (BPS, 2012). Perkembangan pada suatu wilayah

Bab IV Gambaran Umum Daerah Studi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN.

berbagai cara. Pencemaran udara terutama datang dari kendaraan bermotor, industri,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

PERANCANGAN DETEKTOR ASAP SEDERHANA UNTUK MENJAGA KESEHATAN SISTEM PERNAPASAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

BAB I PENDAHULUAN. dikota-kota besar yang banyak terdapat pengguna kendaraan bermotor. Menurut

BAB II LANDASAN TEORI. didalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

BAB I PENDAHULUAN. campuran beberapa gas yang dilepaskan ke atmospir yang berasal dari

Transkripsi:

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POLUSI UDARA Udara adalah suatu campuran gas yang terdapat pada lapisan yang mengelilingi bumi. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air dalam bentuk H 2 O dan karbon dioksida (CO 2 ). Jumlah uap air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca dan suhu (Fardiaz, 1992). Krupa (1997) mengatakan bahwa polusi udara merupakan unsur-unsur pokok bahan kimia yang ditambahkan pada atmosfir melalui aktivitas manusia sehingga menghasilkan konsentrasi bahan kimia yang tinggi di atas permukaan tanah. Menurut Zaini (2008), polusi udara berasal dari berbagai sumber, dengan hasil pembakaran bahan bakar fosil merupakan sumber utama. Contoh sederhana adalah pembakaran mesin diesel yang dapat menghasilkan partikulat (PM), nitrogen oksida, dan precursor ozon yang semuanya merupakan polutan berbahaya. Polutan yang ada diudara dapat berupa gas (misal SO 2, NO x, CO, Volatile Organic Compounds) ataupun partikulat. Polutan berupa partikulat tersuspensi, disebut juga PM (Particulate Matter) merupakan salah satu komponen penting terkait dengan pengaruhnya terhadap kesehatan. PM dapat diklasifikasikan menjadi 3; yaitu coarse PM (PM kasar atau PM 2,5-10 ) berukuran 2,5-10 μm, bersumber dari abrasi tanah, debu jalan (debu dari ban atau kampas rem), ataupun akibat agregasi partikel sisa pembakaran. Partikel seukuran ini dapat masuk dan terdeposit di saluran pernapasan utama pada paru (trakheobronkial); sedangkan fine PM (<2,5 μm) dan ultrafine (<0,1 μm) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil dan dapat dengan mudah terdeposit dalam unit terkecil saluran napas (alveoli) bahkan dapat masuk ke sirkulasi darah sistemik. Klasifikasi berdasar ukuran ini juga terkait dengan akibat buruk partikel tersebut terhadap kesehatan. Kadar baku mutu kadar debu dan partikulat menurut Environmental Protection Agency (EPA), Peraturan Pemerintah dan Keputusan Gubernur dapat dilihat pada Tabel 1. 3

Polutan Tabel 1. Baku mutu kadar debu dan partikulat Satuan EPA Baku Mutu PP No. 41/1999 Kep.Gub. DKI No. 551/2001 Waktu Pengambilan Sampel PM 10 μg/nm 3 150 150 150 24 jam PM 2,5 μg/nm 3 65 65 65 24 jam Dustfall (debu jatuh) ton/km 2 /bulan - 10-30 hari Debu (TSP) μg/nm 3 260 230 230 24 jam 2.2. PARTIKEL DEBU 2.2.1. Sifat Fisika dan Kimia Partikulat debu tersuspensi (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikel debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti: Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smoke. Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikel debu dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan sampel (Anonim, 2007). Menurut Krupa (1997), kadar partikel di atmosfir dapat dikelompokkan menjadi partikel primer atau sekunder serta partikel kering atau basah. Partikel sekunder yaitu partikel yang terbentuk dari polusi gas yang terdapat pada atmosfir, sedangkan partikel primer dapat ditemukan pada atmosfir dalam bentuk yang sesungguhnya (de Nevers, 1995). Partikel dapat dihasilkan secara alami (misalnya, serbuk sari/pollen, spora, dan erosi tanah) dan akibat aktivitas manusia 4

(misalnya, jelaga, abu, dan debu semen) dan dapat dikelompokkan sesuai dengan ukurannya (Tabel 2). Tabel 2. Macam-macam ukuran beberapa partikel di atmosfir Partikel Ukuran (µm) * Uap/asap 0,001-0,1 Kabut <0,01-10,0 Karbon 0,01-0,3 Asap rokok 0,03-1,0 Amonium sulfat 0,10-2,5 Aerosol asam sulfat 0,10-2,5 Zat pewarna 0,10-5,0 Insektisida 0,50-10,0 Debu 1,0->300 Semprotan/spray 10,0-300 Spora 10,0-15,0 Serbuk sari/pollen 10,0-100 Pasir halus 12,0-200 Debu semen 15,0-100 * 1 µm = 10-6 meter Sumber: Krupa (1997) Peavy et.al.(1985) mengatakan bahwa secara umum, partikel dapat diklasifikasikan sebagai partikel tersuspensi (suspended) dan settleable (seperti debu jatuh). Dengan mengacu ke beberapa sumber pustaka, partikel tersuspensi memiliki ukuran diameter seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Ukuran partikel tersuspensi (TSP) Ukuran Partikel No. Tersuspensi (TSP) (µm) Sumber 1 0,01-1.000,00 Ashworth, 1991 2 1,00-20,00 Peavy et. al., 1985 3 0,30-100,00 Davis dan Cornwell, 1998 * ( * Gambar 1) 4 0,10-30,00 Environmental Protection Agency (EPA) 5

Sumber: Davis dan Cornwell (1998) Gambar 1. Ukuran partikel dalam udara ambien 2.2.2. Sumber dan Distribusi Anonim (2007) mengatakan bahwa secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin diesel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor. 2.2.3. Dampak Terhadap Kesehatan Pernafasan merupakan salah satu penyebab yang menjadi perhatian dalam hubungannya dengan dampak terhadap kesehatan. Walau demikian ada juga beberapa senyawa lain yang melekat bergabung pada partikel debu, seperti timah 6

hitam (Pb) dan senyawa beracun lainnya, yang dapat masuk tubuh melalui rute lain. Pengaruh partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada di udara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu bentuk padat maupun cair yang berada diudara sangat tergantung kepada ukurannya. Ukuran partikel debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikel debu sekitar 5 mikron merupakan partikel udara yang dapat langsung masuk kedalam paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikel yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikel yang lebih besar dapat mengganggu saluran pernafasan bagian atas dan menyebabkan iritasi. Keadaan ini akan lebih bertambah parah apabila terjadi reaksi sinergistik dengan gas SO 2 yang terdapat di udara juga. Selain itu partikel debu yang melayang dan berterbangan dibawa angin akan menyebabkan iritasi pada mata dan dapat menghalangi daya tembus pandang mata (visibility). Adanya ceceran logam beracun yang terdapat dalam partikel debu di udara merupakan bahaya yang terbesar bagi kesehatan. Pada umumnya udara yang tercemar hanya mengandung logam berbahaya sekitar 0,01% sampai 3% dari seluruh patikel debu di udara. Akan tetapi logam tersebut dapat bersifat akumulatif dan kemungkinan dapat terjadi reaksi sinergistik pada jaringan tubuh. Selain itu diketahui pula bahwa logam yang terkandung di udara yang dihirup mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan dosis sama yang besaral dari makanan atau air minum. Oleh karena itu kadar logam di udara yang terikat pada partikel debu patut mendapat perhatian. 2.3. HIGH VOLUME AIR SAMPLER Metode high volume air sampling biasa digunakan untuk mengukur kadar partikel tersuspensi dalam udara ambien. Metode ini juga biasa digunakan sebagai pengukur kadar total partikel tersuspensi (Total Suspended Particulate/TSP) dan partikel dengan ukuran berkisar antara 0 10 µm (PM 10 ) untuk menentukan kesesuaian kadarnya dengan standar nasional kualitas udara ambien (Lodge, 1989). Menurut (Lodge, 1989), alat pengambil sampel dengan metode high volume air sampling terdiri dari beberapa komponen, yaitu inlet, penyangga filter, 7

penggerak udara, pengontrol laju alir dan timer. Ilustrasi bagian-bagian alat pengambil sampel tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 2. Bagian-bagian High Volume Air Sampler yang ada di pasaran (Lodge, 1989) Warner (1976) mengatakan bahwa alat pengambil sampel, yang biasanya disebut Hi-Vol merupakan motor tipe pembersih vakum (vacuum cleaner) yang digunakan untuk memindahkan udara melewati luasan filter. Filter yang digunakan dapat berupa: 1) Lembaran serat kaca (glass fiber-disk) berdiameter 4 inchi 2) Serat kaca (glass fiber mat) berukuran 4 4 inchi 3) Serat kaca berukuran standar 8 10 inchi. Filter yang biasa digunakan yaitu serat kaca berukuran 8 10 inchi yang dapat digunakan pada laju alir udara sebesar 40 sampai 60 ft 3 /menit (CFM) selama lebih dari 4 sampai 6 jam waktu pengambilan sampel dengan periode pengambilan sampel selama 24 jam. Ukuran filter tersebut didesain utuk 8

mengumpulkan sebanyak 1 hingga 1,5 gram partikel. Pengoperasian alat melebihi waktu standar pengambilan sampel, 24 jam, dapat mengakibatkan pengumpulan sampel yang berlebihan sehingga dapat menutupi keseluruhan filter dan menyebabkan kerusakan pada motor. 2.4. KEBISINGAN Pengukuran kebisingan biasanya dinyatakan dengan satuan decibel (db). Decibel (db) adalah suatu unit pengukuran kuantitas resultan yang mereprentasikan sejumlah bunyi dan dinyatakan secara logaritmik. Sederhananya, skala decibel (db) diperoleh dari 10 kali logaritma (dasar 10) perbandingan tenaga (Wilson, 1989). Terdapat 3 skala pangukuran untuk sound level meter: 1) Skala pengukuran A: untuk memperlihatkan perbedaan kepekaan yang besar pada frekuensi rendah dan tinggi menyerupai reaksi telinga untuk intensitas rendah (35-135 db). 2) Skala pengukuran B: digunakan suara dengan kekerasan yang moderat (>40 db) tapi sangat jarang digunakan dan mungkin tidak digunakan lagi 3) Skala pengukuran C: digunakan untuk suara yang sangat keras (45 db) yang menghasilkan gambaran respon terhadap bising antara 20 sampai dengan 20000 Hz. Intensitas bising akan semakin berkurang jika jarak dengan subler bising semakin bertambah. Perambatan atau pengurangan tingkat bising dari sumbernya dinyatakan dengan persamaan: 1) Untuk sumber diam: SL 1 SL 2 = 20 log (r 2 /r 1 )... (1) 2) Untuk sumber bergerak: SL 1 SL 2 = 10 log (r 2 /r 1 )... (2) dimana: SL 1 = intensitas suara sumbu 1 pada jarak r 1 SL 2 = intensitas suara sumbu 2 pada jark r 2 r 1 = jarak ke sumber bising yang pertama r 2 = jarak ke sumber bising yang kedua Menurut Moriber (1974), kebisingan pada berbagai level intensitas dapat menghasilkan kerusakan yang bertingkat-tingkat. Kerusakan ini antara lain: 9

a. Jika peningkatan ambang dengar >80 db(a), menyebabkan kerusakan pendengaran sebagian. b. Jika peningkatan ambang dengar antara 120 125 db(a), menyebabkan gangguan pendengaran sementara. c. Jika peningkatan ambang dengar antara 125 140 db(a), bisa menyebabkan telinga sakit. Berdasarkan pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48/1996, baku tingkat kebisingan yang diijinkan sesuai dengan peruntukan kawasannya yaitu sebagai berikut (Tabel 4): Tabel 4. Baku tingkat kebisingan Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kesehatan a. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan pemukiman 55 2. Perdagangan dan jasa 70 3. Perkantoran dan perdagangan 65 4. Ruang terbuka hijau 50 5. Industri 70 6. Pemerintahan dan fasilitas umum 60 7. Rekreasi 70 8. Khusus: - Bandar udara - Stasiun kereta api - Pelabuhan laut - Cagar budaya Tingkat Kebisingan db (A) b. Lingkungan kegiatan 1. Rumah sakit atau sejenisnya 55 2. Sekolah atau sejenisnya 55 3. Tempat ibadah atau sejenisnya 55 Sumber: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 48 Tahun 1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan 60 70 10