TESIS M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan, manusia amat tergantung kepada alam sekeliling. Yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. jumlah banyak akan menimbulkan stres oksidatif yang dapat merusak sel yang pada

BAB 1 PENDAHULUAN. berlebihnya asupan nutrisi dibandingkan dengan kebutuhan tubuh sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan senyawa yang terbentuk secara alamiah di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi yang semakin maju, terjadi pergeseran dan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya penyakit infeksi seperti thypus abdominalis, TBC dan diare, di sisi lain

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KADAR MALONDIALDEHYDE (MDA) PADA TIKUS

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas merupakan salah satu penyebab timbulnya berbagai penyakit

PEMBAHASAN. 6.1 Efek Pelatihan Fisik Berlebih Terhadap Spermatogenesis Mencit. Pada penelitian ini, data menunjukkan bahwa kelompok yang diberi

BAB I PENDAHULUAN. dan injuri otot (Evans, 2000) serta menimbulkan respon yang berbeda pada jaringan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Parasetamol merupakan obat antipiretik dan analgetik yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN. mengonsumsi minuman beralkohol. Mengonsumsi etanol berlebihan akan

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan oksidatif dan injuri otot (Evans, 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan,

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya stres oksidatif pada tikus (Senturk et al., 2001) dan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit jantung termasuk penyakit jantung koroner telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada lingkungan hidup masyarakat terutama perubahan suhu, udara, sinar UV,

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, yang mengakibatkan kelainan signifikan dan gangguan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari lemak tumbuhan maupun dari lemak hewan. Minyak goreng tersusun

BAB I PENDAHULUAN. berpendapat usia setiap manusia sudah ditentukan oleh Tuhan, sampai usia. tertentu, yang tidak sama pada setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh sumber utama pencemaran udara yaitu: partikel debu/partikulat

I. PENDAHULUAN. sinar matahari berlebih, asap kendaraan bermotor, obat-obat tertentu, racun

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aktifitas fisik merupakan kegiatan hidup yang dikembangkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan di hati dan ginjal, sedangkan di otak aktivitasnya rendah. 2 Enzim

BAB 1 PENDAHULUAN. tetap terjadi perubahan dalam morfologi, biokimia, dan metabolik yang disebut

BAB I PENDAHULUAN. bidang obstetri, karena merupakan penyulit 2% sampai 20% dari semua

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

I. PENDAHULUAN. Roundup adalah herbisida yang menggunakan bahan aktif glifosat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

DAPAT MENURUNKAN KADAR F2-ISOPROSTAN PADA URIN TIKUS

ABSTRAK. EFEK JUS BUAH BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L.) TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA TIKUS JANTAN WISTAR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jenis kanker yang mempunyai tingkat insidensi yang tinggi di dunia, dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004).

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus adalah penyakit tidak menular yang bersifat kronis dan

ABSTRAK. EFEK EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN KADAR KOLESTEROL LDL PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas fisik adalah setiap pergerakan tubuh akibat otot-otot skelet yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik karbohidrat, yang

Aktifitas Anti Oksidan Ekstrak Metanol 70% Daun Krokot (Portulaca oleracea L.)

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. manusia dari semua kelompok usia dan ras. Jong (2005) berpendapat bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan suatu masalah kesehatan pada masyarakat dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Molekul ini sangat reaktif sehingga dapat menyerang makromolekul sel seperti lipid,

BAB 4 HASIL PENELITIAN

PENDAHULUAN. dibandingkan dengan unggas-unggas lainnya seperti ayam. Fakultas Peternakan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Gaya hidup modern turut mengubah pola makan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. jenuh dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan terjadinya dislipidemia.

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

OPC plus Tablet, Herbal Antioksidan Terbaik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2-5% dari berat badan pada orang dewasa normal yang terletak pada kwadran

BAB 5 HASIL PENELITIAN

Mitos dan Fakta Kolesterol

BAB 1 PENDAHULUAN. Saat ini jumlah perokok di dunia mengalami peningkatan termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. Minuman isotonik atau dikenal juga sebagai sport drink kini banyak dijual

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia, terutama usia dewasa. Insidensi dan prevalensinya meningkat

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2007 menjadi 2,1 pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Hasil riset tersebut

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam air, tidak berbau dan sangat manis. Pemanis buatan ini mempunyai tingkat kemanisan 550

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. serum terhadap kejadian acute coronary syndrome (ACS) telah dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah suatu atom atau molekul yang memiliki satu elektron

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari emisi pembakaran bahan bakar bertimbal. Pelepasan timbal oksida ke

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif seperti diabetes melitus tipe 2, hipertensi,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tingkat gen akan kehilangan kendali normal atas pertumbuhannya. Tumor

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

PEMBERIAN EKSTRAK TOMAT

BAB I PENDAHULUAN. Kanker merupakan suatu proses proliferasi sel di dalam tubuh yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. diprediksi akan terus meningkat di masa yang akan datang terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia

EFEK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH PARE

BAB 1 PENDAHULUAN. membunuh serangga (Heller, 2010). Sebanyak dua juta ton pestisida telah

BAB I PENDAHULUAN. 2014). Penyakit metabolik dan degeneratif saat ini tidak hanya menyerang usia lanjut,

BAB I PENDAHULUAN. penurunan fungsi paru dan penurunan kualitas hidup manusia. 2 Penyakit paru

I. PENDAHULUAN. Hiperkolesterolemia adalah suatu keadaan dimana kadar kolesterol serum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. besar waktu sadar mereka (kurang lebih 85-90%) untuk beraktivitas. Ada

Transkripsi:

TESIS PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F 2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM : 0790761033 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

TESIS PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F 2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM : 0790761033 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F 2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM : 0790761033 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

TESIS Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI Pada tanggal, 18 April 2011 Pembimbing I Pembimbing II Prof.Dr.dr.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK NIP : 194402011964091001 NIP : 194606191976021001 Mengetahui Ketua Program Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila, Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi,Sp.S(K) Sp.And, FAACS NIP: 194612131971001 NIP : 19590215985102001

Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 18 April 2011 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0775/UN14.4/HK/2011 Ketua Anggota : Prof.Dr.dr.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And : 1. Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK 2. Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila 3. Prof.dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 4. Dr.dr. Ida Sri Iswari, M.Kes

UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia-nya tesis yang berjudul Pemberian Ekstrak Buah Naga Merah (Hylocereus Polyrhizus) Menurunkan Kadar F 2 Isoprostan Pada Tikus Putih Jantan (Albino Rat) yang Diberi Aktivitas Berlebih dapat diselesaikan. Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang menjalani Penulis untuk memperoleh gelar Magister pada program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan Anti- Aging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku ketua program studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Universitas Udayana dan sekaligus penguji yang telah memberikan banyak sekali masukan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And., selaku pembimbing I dan penguji, yang telah banyak memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 3. Prof. dr.i Gusti Made Aman, Sp.FK., selaku pembimbing II, penguji, dan kepala Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran

Universitas Udayana, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 5. Dr.dr.Ida Sri Iswari,Sp.MK.M.Kes., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 6. Prof. Drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D., Bagian Virologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah membantu dalam pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan F2 isoprostan selama penelitian. 7. Pak Gede Wiranatha, yang banyak membantu dan menjaga tikus peneliti selama penelitian dibagian Farmakologi Universitas Udayana. 8. Ibunda tercinta, T. Mariavi D., Suami tercinta, Hadi H. Samsuria, dan kelima putra-putri saya (Stephanie Dewi, Raymond Adiwicaksana, Ronald Adiwijaya, Caroline Dewi, Richard Adinugraha),serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan pengertiannya selama penulis menempuh pendidikan. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan ini. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pribadi, bagi program pendidikan Magister Program Studi Ilmu Biomedik, Pasca Sarjana Universitas Udayana, serta bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akhir kata, semoga Allah Yang Maha Kuasa, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-nya kepada kita semua. Amin. Denpasar, April 2011 Penulis,

M.M. Valentina Lianiwati B. ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F 2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH Reactive oxygen species (ROS) bisa terjadi secara fisiologis atau patologi. Aktivitas berlebih dapat mengakibatkan oksidatif stres. Oksidatif stres yang diketahui mempunyai peran penting dalam patogenesis penyakit seperti proses penuaan, infeksi, diabetes melitus. F 2 isoprostan adalah biomarker peroksidasi lipid sebagai petanda dari stres oksidatif invivo. Penelitian ini mengukur efek pemberian ekstrak buah naga merah (Hylocereus Polyrhizus) yang kaya antioksidan yaitu vitamin C,E,Carotenoid dan antosianin, dapat menurunkan kadar F 2 isoprostan pada urin tikus putih jantan (albino rat) yang diberi aktivitas berlebih. Penelitian ini adalah eksperimen nyata yang dilakukan secara random dengan sistem grup sebelum,dan setelah perlakuan dan grup kontrol, yang dilakukan di Laboratorium Binatang Fakultas Farmakologi, Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan tiga puluh tiga tikus putih jantan yang dikelompokkan menjadi 3 grup. Satu grup kontrol (hanya diberi aktivitas berlebih), grup yang lain diberi perlakuan dengan memberi ekstrak buah naga 150mg/kgbb dan 300mg/kgbb selama 14 hari. Oksidatif stres diperoleh dengan cara merenangkan tikus-tikus sampai hampir tenggelam Hasil penelitian ini, grup dengan pemberian ekstrak buah naga merah 150mg/kgbb menghasilkan penurunan F 2 isoprostan secara signifikan dari 3,47+ 0,54 menjadi 2,48+0,87 (p<0,05). Grup dengan pemberian ekstrak buah naga merah 300mg/kg (body weight) menghasilkan penurunan F 2 isoprostan secara signifikan dari 3,45+0,57 menjadi 0,88+0,57 (p<0,05). F 2 isoprostan meningkat pada kelompok kontrol yaitu dari 3,43+0,47 menjadi 3,55+0,28 Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa grup dengan pemberian ekstrak buah naga merah 300mg/kgBB. mengalami penurunan F 2 isoprostan lebih banyak daripada grup dengan pemberian ekstrak buah naga 150mg/kgBB. Juga pemberian ekstrak buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan aktivitas berlebih menunjukkan penurunan F 2 isoprostan dibandingkan dengan hanya pemberian aktivitas berlebih. Dengan demikian maka Ekstrak buah naga merah berpotensi untuk menurunkan kadar F 2 Isoprostan, sehingga dapat memperbaiki stres oksidatif. Dapat merupakan upaya anti aging medicine dalam mencegah, dan memperlambat proses penuaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut. Kata kunci: Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), F 2 isoprostan, stres oksidatif, aktivitas berlebih, tikus jantan putih.

ABSTRACT SUPPLEMENTATION OF RED DRAGON FRUIT (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) EXTRACT DECREASED F 2 ISOPROSTAN LEVEL OF STRESSLY INDUCED ACTIVITY MALE ALBINO RAT. Reactive oxygen species (ROS) could be produced either from physiological or pathological process. Oxidative stress results from imbalance between ROS production and the antioxidant defence system in the body. Stressly-induced-activity can cause exogenous oxidative stress,so far has been knowed play role in pathogenesis of many diseases and condition such as Ageing prosess,infection,diabetes Mellitus. F 2 isoprostan is a stabil biomarker for lipid peroxidation as a result of oxidative stress in vivo. This current study tried to measure the effect of Red Dragon Fruit( Hylocereus Polyrhizus )that rich with antioxidant such as vitamin C, E. carotenoid, Anthocyanin in decreasing F 2 isoprostan in a stressly-induced-activity male albino rat. This research was a true experimental study with randomised pretest postest control group design,which was held at the Animal Laboratory Unit Departement of Farmacology Faculty of Medicine, Udayana University. Experimental laboratory based on thirty three male albino rats,were used in this experiment, devided into 3 groups. One group control, the other group treated with 150mg/kg (body weight) and 300mg/kg (body weight) extract flesh Hylocereus polyrhizus (dragon fruit) during 14 days. Oxydative stress was made through force nearly drawn albino rats. The result show that 150mg/kg (body weight) significantly decreased F 2 isoprostane level from 3,47+ 0,54 to 2,48+0,87 (p<0,05). The result also showed that group of 300mg/kg (body weight) significantly decreased F 2 isoprostane level from 3,45+0,57 to 0,88+0,57 (p<0,05). In this 300mg/kg (body weight) showed decreasing effect F 2 isoprostane level greater than group treated with 150mg/kg (body weigth). This could be due to the higher content of antioxidant Anthocyanin, vitamine C, β carotene, and vitamine E in the flesh of Hylocereus polyrhizus. Hylocereus polyrhizus extract has the potential in lowering F 2 Isoprostane level as a biomarker of Oxydative stress. Dragon fruit is a natural resource which play role in anti aging medicine The result of this research could be applied as a basis for further research in pursuit of more detail mechanism of Dragon Fruit. Keywords: Dragon fruit (Hylocereus polyrhizus), F 2 isoprostane, Oxydative stress, Stressly-induced activity, male albino rats.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i PRASYARAT GELAR... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR TABEL... xiv DAFTAR SINGKATAN... xv DAFTAR LAMBANG... xvii DAFTAR LAMPIRAN... xviii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.3.1 Tujuan Umum... 5 1.3.2 Tujuan Khusus... 5 1.4 Manfaat Penelitian... 6 1.4.1 Manfaat Ilmiah... 6 1.4.2 Manfaat Praktis... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7 2.1 Radikal Bebas... 7 2.1.1 Definisi Radikal Bebas... 7 2.1.2 Sumber Radikal Bebas... 8 2.1.3 Sifat Radikal Bebas... 8 2.1.4 Jenis-jenis Radikal Bebas... 10

2.1.4.1 Radikal Ion Superoksida (O 2 )... 10 2.1.4.2 Radikal Peroksil ( OOH )... 10 2.1.4.3 Hidrogen Peroksida (H2O2)... 11 2.1.4.4 Radikal Hidroksil ( OH)... 11 2.1.4.5 Singlet Oksigen (1O2)... 12 2.1.5 Tahapan Radikal Bebas... 13 2.1.6 Hubungan Radikal Bebas dengan Stress Oksidatif... 14 2.2 Aktifitas Fisik... 18 2.2.1 Definisi... 18 2.2.2 Aktifitas Berlebih... 19 2.2.3 Hubungan Aktiftas berlebih dengan Stress Oksidatif... 22 2.2.4 Metode perngukuran Radikal bebas oksige pada stress oksidatif... 25 2.3 F 2 Isoprostan... 26 2.4 Antioksidan... 33 2.4.1 Definisi... 33 2.4.2 Jenis Antioksidan... 34 2.4.2.1 Antioksidan Primer... 34 2.4.2.2 Antioksidan Sekunder... 35 2.4.3 Anti oksidan yang terkait... 36 2.4.3.1 Vitamin C... 36 2.4.3.2 Vitamin E... 39 2.4.3.3 β- Karoten... 43 2.4.3.4 Flavonoid/Polifenol... 44 2.4.3.5 Antosianin... 45 2.5 Buah Naga... 49 2.5.1 Sumber Buah Naga... 49 2.5.2 Jenis-jenis Buah Naga... 49 2.5.3 Kandungan Gizi Buah Naga... 50 2.5.4 Khasiat Buah Naga... 53

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN... 59 3.1 Kerangka Berpikir... 59 3.2 Konsep... 61 3.3 Hipotesis Penelitian... 61 BAB IV METODE PENELITIAN... 62 4.1 Rancangan Penelitian... 62 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian... 63 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian... 63 4.3.1 Populasi... 63 4.3.2 Sampel... 63 4.3.2.1 Kriteria Penerimaan... 64 4.3.2.2 Kriteria Drop Out... 64 4.3.2.3 Besar sampel... 64 4.3.2.4 Tehnik Pengambilan Sampel... 65 4.4 Variabel Penelitian... 65 4.4.1 Identifikasi Variabel... 65 4.4.2 Klasifikasi Variabel... 66 4.4.3 Definisi Operasional Variabel... 66 4.5 Bahan Penelitian dan Hewan Coba... 67 4.5.1 Ekstrak Buah Naga Hylocereus polyrhizus... 67 4.5.2 Air Destilasi / Deionisasi... 68 4.5.3 Urin tikus... 68 4.5.4 8-iso-prostaglandin F 2 α... 68 4.6 Instrumen Penelitian... 68 4.7 Prosedur Penelitian... 68 4.8 Analisis Data... 71 BAB V HASIL PENELITIAN... 73 5.1 Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 73

5.2 Uji Homogenitas Varians Kadar F2 Isoprostan Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 74 5.3 Uji Komparabilitas Kadar F2 Isoprostan... 74 5.4 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Buah Naga... 75 5.4.1 Analisis efek perlakuan antar kelompok... 75 5.4.2 Analisis efek perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan... 78 BAB VI PEMBAHASAN... 80 6.1 Subyek Penelitian... 80 6.2 Pemberian Buah Naga... 80 6.3 Aktivitas Berlebih salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif. 81 6.4 Pengaruh Ekstrak Buah Naga terhadap Stres Oksidatif... 81 6.5 Peran Ekstrak Buah Naga yang mengandung antioksidan terhadap kerusakan jaringan... 85 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN... 88 DAFTAR PUSTAKA... 89 LAMPIRAN... 94

DAFTAR GAMBAR 2.1 Peroksidasi lipid pada membran sel... 15 2.2 Hubungan antara reaksi superoksid dengan nitrat oksid dan peroksidase lipid... 17 2.3 Skema respon jaringan karena kerusakan sel... 22 2.4 Skema stres oksidatif dalam penyakit... 23 2.5 Skema stres oksidatif... 26 2.6 Hubungan stres oksidatif dengan F 2 isoprostan... 32 2.7 Mekanisme Vitamin C, E. dan Carotenoid... 37 2.8 Efek langsung tidak langsung dari suplementasi blueberry yang mengurangi signal stress dan menaikkan/meningkatkan kehidupan. 45 3.1 Bagan Kerangka Konsep Penelitian... 61 4.1 Rancangan penelitian... 62 4.2 Hubungan antara variabel bebas dan terkendali... 66 4.3 Prosedur Penelitian... 71 5.1 Perbedaan rerata kadar F2 Isopropan pada kelompok sebelum dan sesudah perlakuan... 77 5.2 Perbandingan rerata kadar F2 Isoprostan antara kelompok sebelum dan sesudah perlakuan... 79

DAFTAR TABEL 2.1 Kandungan gizi buah naga persajian... 51 2.2 Perbandingan kandungan antioksidan daging buah segar dan kulit.. 53 2.3 Aktivitas antioksidan (ORAC) dan total fenol buah-buahan tropis... 54 2.4 Perbandingan khasiat buah naga dengan buah-buahan tropis... 56 2.5 Perbandingan komposisi minyak biji Hylocereus phylorhizus... 58 5.1 Hasil uji normalitas... 73 5.2 Homogenitas kadar F 2 Isoprostan... 74 5.3 Rerata kadar F 2 isoprostan antar kelompok sebelum perlakuan... 74 5.4 Perbedaan rerata kadar F 2 isoprostan antar kelompok... 75 5.5 Beda nyata terkecilterkecil kadar F 2 isoprostan... 76 5.6 Penurunan kadar F 2 isoprostan... 78

DAFTAR SINGKATAN APO E ARS CHD Co Q10 DNA DPPH ESR GAE GPx HDL HNE IL-1 LDL LSD MDA NADH NK ORAC PAF-AH PUFA ROS SOD : Apolipoprotein E : Agricultural Research Service : Coronary Heart Disease : Coenzym Q10 : Deoxyribonucleic Acid : 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl : Electron Spin Resonance : Glucuronic Acid Equivalent : Glutathione Peroxidase : High Density Lipoprotein : 4-hydroxy-2 trans-nonenal : Interleukin-1 : Low Density Lipoprotein : Least Significant Difference : Malondialdehyde : Reduced nicotinamide adenine dinucleotide : Natural killer (cell) : Oxygen Radical Absorbance Capacity : Platelet Activating Factor - Acetyl Hidrolase : Polyunsaturated Fatty Acid : Reactive Oxygen Species : Superoxide Dismutase

TBARS TE TNF VLDL : Thiobarbituric acid-reactive substances : Trolox Equivalent : Tumour Necrosis Factor : Very Low Density Lipoprotein

DAFTAR LAMBANG α : Alfa β : Beta % : Persen

DAFTAR LAMPIRAN 1. Uji Normalitas Data... 94 2. Analisis One Way ANOVA terhadap F2 isoprostan sebelum diberi ekstrak buah naga dan aktivitas berlebih... 95 3. Analisis One Way ANOVA terhadap F2 isoprostan sesudah diberi ekstrak buah naga dan aktivitas berlebih... 98 4. Laporan Hasil Uji... 101 5. Keterangan Kelaikan Etik... 102 6. Konversi Perhitungan Dosis untuk beberapa jenis hewan dan manusia... 103

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan berbagai perubahan baik alam maupun kondisi lingkungan maka banyak terjadi perubahan yang mendadak dan beban pekerjaan yang berat ini akan mempengaruhi proses penuaan. Di samping itu penemuan mutakhir di berbagai bidang, khususnya dibidang teknologi dan kedokteran, menyebabkan perbaikan dibidang kesehatan dan peningkatan yang cukup berarti pada populasi usia lanjut di seluruh dunia. Makin bertambahnya usia, maka terjadi perubahan fisik dan penurunan berbagai fungsi tubuh mulai dari tingkat seluler,organ maupun sistem tubuh. Anti aging medicine berpendapat dan memperlakukan penuaan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali kekeadaan semula (Pangkahila, 2007) (Goldman dan Klatz, 2007). Berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua pada proses penuaan dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, berkurangnya hormon, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, genetik dan menurunnya sistim kekebalan tubuh. Faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (pangkahila, 2007). Penuaan menimbulkan berbagai penyakit (Fowler, 2003). Sampai saat ini, berbagai studi dilakukan terkait proses penuaan dalam pencapaian peningkatan kesehatan, kualitas hidup dengan pencegahan, pengobatan dan bahkan 1 pengembalian fungsi seperti semula (reverse aging) (Pangkahila, 2007).

Beberapa faktor penyebab penuaan, yaitu faktor eksternal (gaya hidup, diet yang tidak sehat, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan) dan faktor internal (radikal bebas, berkurangnya hormon dan sistem kekebalan tubuh, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, dan genetik) (Pangkahila, 2007). Faktor-faktor ini dapat menyebabkan penyakit dan kematian. Salah satu teori proses penuaan disebabkan radikal bebas. Dengan meningkatnya usia, produksi radikal bebas secara fisiologis dihasilkan metabolisme tubuh cenderung meningkat, sementara produksi antioksidan yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas di dalam sel ataupun antioksidan asupan dari luar seringkali cenderung berkurang. Ketidak-seimbangan antara radikal bebas dan antioksidan ini disebut stres oksidatif. Ketidak-seimbangan tersebut akan mengakibatkan kerusakan komponen selular, termasuk lipid, protein, karbohidrat dan DNA, menyebabkan patogenesis berbagai penyakit (Halliwell dan Gutteridge, 2007) termasuk diabetes, aterosklerosis (Kesavulu, 2001), kanker. Dibuktikan bahwa olahraga dapat menyembuhkan penyakit jantung dan hipertensi, walaupun olahraga berat meningkatkan ROS (reactive oxygen species) dalam jaringan, dan 2-5% oksigen yang dipakai dalam metabolisme menjadi ion superoksid. Pembentukan ROS akibat olahraga yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan sel dan modifikasi molekul termasuk DNA, membran lipid, dan protein. Perlindungan dari serangan ROS yang disebabkan olahraga berlebih merupakan respons jaringan untuk meningkatkan aktivitas sekelompok enzim antioksidan, guna melindungi sel dari kerusakan ROS.

Peroksidasi lipid ikut bertanggung jawab pada kerusakan jaringan, yang merupakan reaksi berantai dan dapat menghasilkan berbagai pasokan radikal bebas sehingga mencetuskan reaksi oksidasi selanjutnya. Diinisiasi oleh endoperoksid dan aldehid, peroksidasi lipid merusak komponen membran sel yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid). Beberapa hasil hidrolisis reaksi ini adalah etan, pentan, 4-hydroxy-2-transnonenal (HNE), Malondialdehyde (MDA), dan berbagai aldehid lain (Baraas, 2006; Ann dan Carol, 2008). Beberapa cara dipakai untuk mengukur kadar lipid peroksidasi, antara lain MDA, HNE, TBARS, F 2 isoprostan, Acrolein lysin (Ann, dan Carol, 2008) F 2 isoprostan banyak dipakai untuk mengukur kadar reaksi lipid peroksidasi, dan memiliki implikasi penting untuk petanda biologis, karena pengukuran F 2 - isoprostan lebih mudah dan stabil sehingga dapat diandalkan untuk menilai status stress oksidatif in vivo. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui plasma dan urin. (Halliwell dan Gutteridge, 2007) Upaya pencegahan dan penanggulangan stres oksidatif, saat ini dapat digunakan antioksidan. Berbagai macam penggolongan antioksidan,yaitu antioksidan primer (SOD, GPx,) dan antioksidan sekunder (vitamin C, β Karoten, vitamin E, sistein, Co Q10, flavonoid), dan antioksidan tersier (Metionin sulfoksida reduktase) (Winarsi, 2007). Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) adalah salah satu jenis buah yang cukup unik dan banyak manfaatnya, yang akhir-akhir ini digemari masyarakat dan dipercaya mengandung antioksidan yang cukup baik. Kulit buah naga merah

merupakan sumber vitamin C dan daging buah merah kaya anthosianin, polyfenol, dan fitoalbumin, serta mengandung mineral, serat, fosfor, dan kalsium. Biji buah naga merah juga mengandung vitamin E dan polyunsaturated fatty acids (Ariffin et al, 2008). Buah naga merah sebagai substansi makanan untuk nasi dan sumber serat sehari-hari bagi pasien, dan dapat meningkatkan ekskresi toksin logam berat, menurunkan kolesterol dan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa buah naga merah dapat menurunkan MDA-TBAR hati tikus yang hiperkolesterolemia (Sani et al, 2009). Studi menerangkan bahwa antioksidan antiinflamasi polifenol dari dalam buah dan sayur bermanfaat mencegah proses penuaan. Hasil penelitian (Wu et al, 2006) buah naga mempunyai efek antioksidan dan anti proliferatif, berpotensi menghambat pertumbuhan sel tumor B 16 F 10 sel melanoma. Melihat alasan di atas, peneliti tertarik untuk mempelajari manfaat buah naga merah yang mengandung antosianin untuk mengurangi akibat stres oksidatif dengan mengukur plasma F 2 isoprostan pada tikus putih jantan (albino rat), untuk dipertimbangkan dalam perencanaan nutrisi diet anti aging. Stres oksidatif pada penelitian ini dilakukan pada tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih.. Penelitian ini dilakukan mengingat fungsinya bagi kesehatan dan pencegahan penuaan, cukup aman dan dapat ditanam di Indonesia. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pemberian ekstrak buah naga merah menurunkan kadar F 2 isoprostan pada urin tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih? 2. Apakah dosis ekstrak buah naga merah 300mg/kgbb menurunkan kadar F 2 isoprostan lebih besar dibandingkan dosis 150/kgbb pada tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak buah naga merah sebagai antioksidan, dapat memperbaiki stres oksidatif yang terjadi pada tikus putih jantan dengan aktivitas yang berlebih. 1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui pemberian ekstrak buah naga merah dapat menurunkan kadar F 2 isoprostan pada urin tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih. 2. Untuk mengetahui pemberian ekstrak buah naga merah dengan dosis 300mg/kgbb menurunkan F 2 isoprostan lebih tinggi dibanding dosis 150mg/kgbb pada urin tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah 1. Menambah wawasan pengetahuan tentang pengaruh pemberian ekstrak buah naga merah dalam dunia kedokteran khususnya di bidang anti aging

medicine karena bermanfaat sebagai antioksidan untuk menurunkan kadar F 2 isoprostan. 2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian selanjutnya untuk mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak buah naga merah dalam menurunkan F 2 isoprostan pada urin tikus putih jantan. 1.4.2 Manfaat Praktis Buah naga merah sebagai antioksidan dalam penelitian ini bermanfaat bagi nutrisi anti aging dan dapat disebarluaskan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radikal Bebas 2.1.1 Definisi Radikal Bebas

Radikal bebas merupakan salah satu bentuk spesies oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) pada bagian terluar orbitnya, sehingga menjadi komponen yang tidak stabil dan sangat reaktif (Winarsi, 2007; Pham-Huy et al, 2008). Elektron yang tidak berpasangan ini akan berusaha menarik elektron dari molekul lainnya untuk mendapatkan kembali konfigurasi pasangan elektron, oleh karena itu radikal bebas sangat kreatif. Sebuah radikal bebas yang berhasil mengambil elektron dari suatu molekul lain yang stabil, akan menyebabkan molekul tersebut kehilangan satu elektron dan berubah menjadi radikal bebas baru. Proses berantai ini dapat menyebabkan perubahan struktur pada molekul lainnya (Pham-Huy et al, 2008). 2.1.2 Sumber Radikal Bebas 7 Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan diluar tubuh. Sumber radikal bebas (Pham-Huy et al, 2008): 1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul akibat berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses

oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi, proses pencernaan dan proses metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. 2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul akibat berbagai proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya adalah proses inflamasi dan iskemia. 3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh didapat dari polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, bahan racun pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh stress atau aktivitas berlebihan. 2.1.3 Sifat Radikal Bebas Radikal bebas memiliki dua sifat yaitu: 1. Reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron. 2. Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Namun perlu diingat bahwa radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Hal ini disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas diatas, yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal baru, yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk

radikal baru lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) (Halliwell dan Gutteridge, 2007) Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel, dan terjadi rangkaian proses sebagai berikut: 1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat, membran plasma) sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor. 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transport terganggu. 3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk atau poly unsaturated fatty acid (PUFA). Hasil peroksidasi lipid membran sel antara lain dengan mengubah fluiditas, cross-linking, struktur dan fungsi membran bergantung pada populasi sel yang bersangkutan dan profil asam lemak pada membran fosfolipid. Contoh, membran mitokondria dan mikrosom sensitif terhadap peroksidasi lipid karena kandungan PUFA pada fosfolipid membran cukup tinggi. Umumnya semua membran peka terhadap reaksi peroksidasi lipid dalam derajat yang berbeda-beda. Kerusakan struktur subseluler secara langsung mempengaruhi pengaturan metabolisme. Sebagai contoh adalah disrupsi membran lisosom menyebabkan pelepasan enzim-enzim hidrolitik lisosom yang selanjutnya mampu menjadi perantara kerusakan intraseluler, dan memperkuat kemampuan radikal bebas dalam menginduksi kerusakan sel (Halliwell dan Gutteridge, 2007).

2.1.4. Jenis-Jenis Radikal Bebas 2.1.4.1 Radikal Ion Superoksida (O 2 ) Radikal ion superoksida disebut juga anion superoksida. Senyawa ini diproduksi dibeberapa tempat yang memiliki rantai transpor elektron. Oksigen teraktivasi dapat terjadi dalam berbagai bagian sel, termasuk mitokondria, kloroplas, mikrosom, glikosom, peroksisom, dan sitosol. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika ditemukan enzim superoksida dismutase dalam subseluluer tersebut. Ion superoksida yang terbentuk dalam kloroplas, mitokondria, dan peroksisom merupakan bentuk senyawa oksigen yang sangat reaktif. 2.1.4.2 Radikal Peroksil ( OOH ) Ion superoksida tidak terlalu reaktif bila dibandingkan dengan perubahannya yang berupa radikal peroksil yang sangat reaktif dan lebih berbahaya daripada H 2 O 2. 2.1.4.3 Hidrogen Peroksida (H 2 O 2 ) Hidrogen peroksida terbentuk karena aktivitas enzim-enzim oksidase yang mengatalisis reaksi dalam retikulo endoplasmik (mikrosom) dan peroksisom. Hidrogen peroksida merupakan senyawa oksidan yang sangat kuat dan dapat mengoksidasi berbagai senyawa dalam sel, seperti glutation. Hidrogen peroksida tidak hanya bersifat sebagai oksidator, melainkan juga dapat membentuk radikal bebas, bila bereaksi dengan logam transisi seperti Fe ++ dan Cu + dalam reaksi Fenton.

Efek negatif yang lain dari oksidator hidrogen peroksida adalah kemampuannya untuk membentuk ion hipoklorit (ClO - ) melalui reaksi katalisis oleh enzim mieloperoksidase dalam sel inflamasi, seperti granulosit, monosit, dan makrofag. H 2 O 2 merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif yang terbentuk non-radikal. Akhir-akhir ini senyawa tersebut dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan dan apoptosis dalam sejumlah sel.(halliwell dan Gutteridge,2008). 2.1.4.4 Radikal Hidroksil ( OH) Keberadaan senyawa H 2 O 2 dapat berbahaya bila bersama-sama ion superoksida karena akan membentuk radikal hidroksil (OH ) melalui reaksi Haber-Weiss. Dari berbagai bentuk senyawa oksigen reaktif tersebut, radikal hidroksil merupakan senyawa paling reaktif dan berbahaya. Radikal hidroksil bukan merupakan produk primer proses biologis, melainkan berasal dari H 2 O 2 dan (O 2 ). 2.1.4.5 Singlet Oksigen ( 1 O 2 ) Singlet oksigen merupakan bentuk oksigen yang memiliki reaktivitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen bentuk ground state. Senyawa ini akan terbentuk melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim seperti berikut: a. Enzim monooksigenase yang menggunakan sitokrom P 450 dengan substrat peroksida. 2ROOH 2ROH + 1 O 2

b. Enzim prostaglandin endoperoksida sintetase, yaitu suatu enzim yang bekerja dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. 2PGG 2 2PGH 2 + 1 O 2 c. Enzim mieloperoksidase, yang mengkatalisis reaksi ion hipoklorit dengan H 2 O 2 H 2 O 2 + Cl - H 2 O + ClO - ClO - + H 2 O 2 H 2 O + ClO - + 1 O 2 2H 2 O 2 2H 2 O + 1 O 2 Seringkali pengertian oksidan dan radikal bebas dianggap sama karena keduanya memiliki kesamaan sifat. Kedua jenis senyawa ini memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda. Oksidan yang dapat merusak sel berasal dari berbagai sumber, (Halliwell 2007) yang berasal dari tubuh sendiri, yaitu senyawa-senyawa yang sebenarnya berasal dari proses fisiologis, namun dalam jumlah besar karena sesuatu sebab. Yang berasal dari proses peradangan dan yang berasal dari luar tubuh. Oksidan adalah penerima elektro, sedangkan radikal bebas memiliki elektron yang tidak berpasangan, mempunyai kecenderungan menarik elektron. Sebenarnya, tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja bila jumlahnya terlalu berlebihan, maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang. Radikal bebas mengambil elektron dari sel tubuh manusia, dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan.

2.1.5 Tahapan Radikal Bebas Tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan sebagai berikut yaitu (Murray, 2003): 1. Tahap Inisiasi : suatu proses terbentuknya radikal bebas baru yang dicetuskan oleh suatu senyawa radikal bebas yang ada sebelumnya ROOH + logam (n)+ ROO. + logam (n-1)- + H + X. + RH R. + XH 2. Tahap Propagasi : reaksi berantai radikal bebas sehingga membentuk beberapa radikal bebas baru. R. + O 2 ROO ROO. + RH ROOH + R. 3. Tahap Terminasi : bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain sehinggga potensi propagasinya rendah. ROO. + ROO. ROOR + O 2 ROO. + R. ROOR R. + R. RR Bila ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh.

2.1.6 Hubungan Radikal Bebas dan Stres Oksidatif Stres oksidatif disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi reaktif oksigen dan sistem biologis reaktif untuk kemampuan memperbaiki kerusakan. Gangguan dalam keadaan redoks normal ini dapat menyebabkan efek toksik melalui produksi peroksida dan radikal bebas yang merusak semua komponen sel, termasuk protein, lipid, dan DNA. Pada manusia, stres oksidatif berkontribusi pada proses penuaan dan terjadinya penyakit terkait dengan proses degeneratif, seperti aterosklerosis, penyakit Parkinson, gagal jantung, infark miokard, penyakit Alzheimer, dan sindrom kelelahan kronis (Baraas, 2006). Gambar 2.1 Peroksidasi Lipid pada Membran Sel

(dikutip dari Baraas, 2006) Radikal bebas oksigen terutama mengancam membran sel berupa peroksidasi terhadap asam lemak majemuk tidak jenuh pada fosfolipid membran, rusaknya berbagai protein dan enzim-enzim karena terbentuknya ikatan disulfid dari sulfidril asam amino yang labil (terutama metionin, histidin, sistin dan lisin) dan juga terjadinya mutasi kode genetik pada DNA. Seperti telah kita ketahui, ikatan hidrokarbon yang berada di antara 2 ikatan rangkap pada asam lemak mejemuk tidak jenuh dari membran sel-sel ataupun LDL (seperti misalnya, asam linoleat, asam linolenat dan asam arakhidonat) mempunyai energi disosiasi yang lebih rendah, sehingga mudah dipecah atau bereaksi dengan radikal bebas hidroksil. Mulailah terjadi fase propagasi reaksi berantai yang menghasilkan berbagai radikal karbon dan selanjutnya mengalami proses oksidasi menjadi radikal peroksil. Radikal peroksil akan bereaksi kembali dengan asam lemak majemuk tidak jenuh pada membran sel membentuk berbagai radikal karbon kembali, demikian seterusnya.(murray, 2003) Reaksi berantai yang sangat reaktif itu hanya akan berhenti, apabila radikal peroksil mengalami terminasi dan berubah menjadi peroksida lipid, berupa HPETE (asam hidroperoksi-eikosatetraenoat). Fase terminasi itu dikatalisasi oleh enzim-enzim paraoksonase, glutation peroksidase, PAF-AH (platelet activating factor acetylhydrolase) ataupun vitamin E, yang banyak terdapat dalam HDL dan LDL. Selanjutnya peroksida lipid mengalami proses hidrolisis menjadi etan, pentan, HNE (4-hydroxy-2-trans-nonenal), MDA (malondialdehyde), berbagai aldehid lain, dan sebagainya. Sebagian radikal karbon bisa mengalami proses

reduksi membentuk senyawa diene dan radikal peroksil bisa direduksi menjadi berbagai isomer F 2 -isoprostan. Senyawa-senyawa hasil reduksi atau hidrolisis tersebut kini sering digunakan sebagai marka adanya proses stres oksidatif berupa peroksidasi lipid. Gambar 2.3 Hubungan antara Reaksi Superioksid dengan Nitrit Oksid dan Peroksidase Lipid. (dikutip dari Baraas, 2006)

Respons imunologik merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang sangat sensitif, dimana perubahan tekanan yang sangat ringan saja pada permukaan endotel, akan segera direspons sebagai proses inflamasi, walaupun respons itu mungkin hanya sesaat dan tidak berkelanjutan. Respons paling awal endotel pada proses inflamasi ialah mensintesis berbagai vasoaktif, dan mediator imunologik berupa mediator tromboregulator dan mediator proliferasi sel. Kedua respons endotel ini berhubungan erat sekali satu sama lain dan berada dalam suatu keseimbangan yang sangat dinamik. Respons paling awal terhadap lesi pada sel-sel endotel ialah aktivasi enzim nitrik oksid sintase (NOS) untuk memproduksi gas nitrik oksid. Respons awal ini terjadi hanya dalam beberapa detik saja. Produksi nitrik oksid meningkat sesaat dan menyebabkan vasodilatasi untuk mengimbangi vasokonstriksi yang terjadi sebelumnya. Peroksidasi lipid dapat dideteksi melalui pemeriksaan berbagai marka yang dihasilkan dalam reaksi berantai itu, salah satunya F 2 isoprostan. 2.2 Aktivitas Fisik 2.2.1 Definisi Aktivitas fisik ada 2 macam: 1. Aktivitas fisik yang dilakukan secara mendadak (acute exercise) 2. Aktivitas fisik yang dilakukan secara berulang (training exercise) Aktivitas fisik yang ringan, sedang, atau cukup berat akan direspon oleh tubuh baik secara fisiologik maupun biomolekuler. Ketika melakukan aktivitas fisik yang cukup berat (misalnya tes treadmil), terjadilah peristiwa mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi itu, dimana peningkatan penyediaan oksigen (oxygen

supply) sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen (oxygen demand). Fenomena ini disebut sebagai fase iskemia.sementara itu peningkatan penyediaan oksigen yg tinggi justru akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10x lipat (fenomena ini disebut fase reperfusi). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan stres oksidatif dimana produksi radikal bebas oksigen meningkat secara bermakna (Baraas, 2006). Setelah aktivitas yang berkaitan dengan stres oksidatif, terjadi respon inflamasi terutama setelah 24 jam sejak saat selesai aktivitas dan sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap kerusakan oleh aktivitas tersebut. Terjadi pula kondisi hipoksia relatif di jaringan organ dalam, karena retribusi aliran darah ke otot berkurang, hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal superoksid, yang akan mengaktifkan jalur xanthin oksidase. 2.2.2 Aktivitas Berlebih Latihan yang berlebih atau over training / burnout adalah suatu keadaan dimana terjadi kelelahan kronis selama aktivitas yang melebihi kemampuan individual sampai menimbulkan cedera otot biasanya terjadi sebelum akhir dari kompetisi (Vincen et al, 2000; Prentice, 2011). Tanda dan gejala aktivitas berlebih : 1. Tanda pada Penampilan - Penurunan konsistensi penampilan (performance) - Kelelahan menetap dan menjadi lambat

- Penyembuhan yang lama dan luar biasa yang dibutuhkan setelah pertandingan - Penampilan yang tidak konsisten 2. Gejala Fisik - Penurunan kapasitas maksimal kerja - Insomnia - Nyeri kepala dan nyeri perut - Kekakuan dan nyeri otot atau persendian - Konstipasi dan diare - Kehilangan selera dan masa tubuh - Amenorhea - Kenaikan denyut nadi pada waktu bangun tidur 3. Gejala Psikis - Depresi - Apatis - Penurunan kepercayaan diri - Emosi yang tidak stabil - Kesulitan konsentrasi - Kehilangan gairah bertanding Selama aktivitas fisik berlebih, konsumsi oksigen meningkat lebih dari 10 kali lipat bahkan sampai 20 kali dibandingkan saat istirahat disertai peningkatan

konsumsi oksigen didalam otot meningkat sampai 100-200 kali lebih besar dibandingkan saat istirahat. Setelah aktivitas, yang berkaitan dengan stres oksidatif, terjadi respon inflamasi terutama setelah 24 jam sejak saat selesai latihan dan sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap kerusakan oleh latihan tersebut setelah 2-7 hari, dan selama itu terjadi proses adaptasi yang dapat membuat lebih sehat. Selama periode tersebut, neutropil berperan penting dalam pertahanan jaringan. Neutropil berpindah ke tempat trauma secara kemotaktil yang dihasilkan oleh sel yang rusak, dan melepaskan radikal superoksid dan lisozim. Pada aktifitas berlebih fisik, terjadi kondisi hipoksia relatif di jaringan organ dalam karena retribusi aliran darah ke otot yang bekerja, hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal superoksid, yang akan mengaktifkan jalur xanthin oksidase.

2.2.1 Hubungan Aktivitas berlebih dengan Stres Oksidatif KERUSAKAN Iskemia reperfusi Panas Trauma Beku Aktivitas berlebih Racun-racun Radiasi Infeksi Pengumpulan dan aktivasi Phagocyte (membuat O 2., H 2 O 2, NO, HOCl, ONOO - ) Pelepasan Asam Arachidonat, formasi enzim peroksida (dg mengaktifkan lipoksigenase, enzim cyclooksigenase). Perubahan komposisi dari struktur enzim dan non enzim peroksida menjadi peroksil/ alkoksil radikal dan menyebarkan kerusakan ke lipid/protein/dna Ion logam melepaskan cadangan (Fe 2+, Cu 2+ ) meningkatkan level intrasel dan menstimulasi konversi dari H 2 O 2 menjadi OH +, lipid peroksida pecah menjadi RO. 2 /RO., dan reaksi-reaksi autoxidation. Pelepasan ion-ion logam dari sel-sel rusak dapat menyebabkan efek prooksidan yang sama dalam lingkungan ektra sel. Pelepasan heme protein (myoglobin, haemoglobin, cytochromes); reaksi dengan heme protein dengan peroksida untuk stimulasi kerusakan radikal bebas dan (jika peroksida berlebih) melepaskan Fe 2 + dan heme, keduanya dapat membentuk ulang peroksida-peroksida menjadi RO2. Dan RO. Mereka juga menangkap NO + yang seringkali menjadi antioksidan. Interferensi dengan sistem pertahanan anti oksidan. (mis.gsh dan kehilangan askorbat dari sel). Askorbat dan Thiol hilang dari cairan ekstra sel. Konversi xanthine dehidrogenase menjadi xanthine oksidase dalam jaringan-jaringan tertentu, terlepasnya XO dari kerusakan sel-sel yang menyebabkan kerusakan sistemik (mis.mengikat endothelium vascular), menaikkan level hypoxanthine sesuai dengan energi metabolisme. Kerusakan mitokondrial meningkatkan kebocoran elektron menjadi bentuk O 2, dan pelepasan cythocrome c Peningkatan kalsium intraseluler, stimulasi calpains, Ca nukleus terikat, memberi NO lebih dan menaikkan resiko pembentukan formasi ONOO -. Aktifasi fosfolipase A 2 oleh Ca 2 + melepaskan asam arachidonat substrate utk sintesa protaglandine atau leukotrine dan untuk lipid peroksidasi non enzimi. Pelepasan calpains dapat merusak sel atau jaringan lain. STRES OKSIDATIF

Gambar 2.3 Skema respon jaringan karena kerusakan sel. (dikutip dari: Halliwel dan Gutteridge, 2007) Kerusakan Jaringan Stress oksidatif Induksi antioksidan dan sistem pertahanan tubuh (mis.oksigenase heme) Kerusakan lanjut jaringan, diikuti dg kematian sel Kerusakan awal jaringan Netralisir stres oksidatif kadangkadang merupakan perlindungan yang lebih kuat pada jaringan Kematian beberapa sel meluas menyebabkan kerusakan pada sel lainnya (mis. dg pelepasan Fe/Cu/ heme protein, menyebabkan peradangan dan pembentukan formasi radikal bebas lebih banyak. Pelepasan peroksida dari sel apoptosis mempengaruhi sel sekitarnya. Induksi dari sistem kekebalan tubuh tidak cukup atau tidak ada Tidak ada kontribusi pada pathologi penyakit. Kadangkadang berguna ( mis. dalam prekondisi ischemic) Memperburuk penyakit. Terapi pemberian antioksidan sangat penting.

Gambar 2.4 Skema stres oksidatif dalam penyakit (dikutip dari : Halliwell dan Gutteridge, 2007) Ketika melakukan aktivitas fisik yang cukup berat, terjadilah peristiwa yang mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi, dimana peningkatan penyediaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen. Fenomena ini dikenal sebagai fase iskemia. Dan sementara itu, peningkatan penyediaan oksigen yang tinggi justru akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10 kali lipat (fenomena ini disebut fase reperfusi). Penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan stres oksidatif dan trauma otot (McArdle, 2006). (Cadroy et al, 2002) membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat - dan bukan aktivitas fisik yang moderat atau pun yang ringan - ternyata dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya risiko trombogenesis pada sekelompok pria sehat sedenterial. Aktivitas fisik yang moderat tidak menyebabkan trombogenesis, tetapi dengan aktivitas fisik yang berat deposit trombus dan platelet pada kolagen meningkat sekitar 20% sesudah 30 menit dengan beban 70% VO2 maks (p=0.03). Berdasarkan penelitian ini, ternyata aktivitas fisik yang beratlah dan bukan aktivitas fisik yang moderat yang berpotensi meningkatkan risiko trombogenesis pada sekelompok pria sehat sedenterial. Dan risiko trombogenesis ini sesungguhnya merupakan respons imunologik yang akut dari sel-sel endotel terhadap stres oksidatif. Di pihak lain, aktivitas fisik yang cukup berat atau pun yang moderat, juga akan meningkatkan nitrik oksid di endotel, baik pada binatang percobaan, maupun

pada orang sehat. Peningkatan produksi nitrik oksid itu sesungguhnya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi endotel agar tetap optimal dan peningkatan ini disebabkan oleh gaya gesek pulsatil, yaitu meningkatnya stimulasi laminer aliran darah secara signifikan pada permukaan sel endotel ketika melakukan fisik. 2.2.2 Metode Pengukuran Radikal Bebas Oksigen Pada Stres Oksidatif A. Metode langsung (ESR spin trapping) - Trapping dengan : R-NO (senyawa nitroso) DMPO (dimetil pirolin oksid) PBN (penil butil nitron) B. Metode dengan konsep petanda ( fingerprinting) Diene terkonjugasi Hidroksi nonenal (HNE) Etan, Pentan F 2 isoprostan MDA Ox-LDL C. Metode tidak langsung ( Indirect approach ) Reaktivitas vaskular Antioksidan eritrosit dan plasma Perubahan ekspresi gen: Biosensor ROS

Anti Oksidan Internal * Enzimatik - Superoksid dismustase - Glutation Peroksidase - Katalase * Protein pengikat metal - Albumin, Feritin Antioksidan Eksternal * Non Enzimatik - Larut dalam air: vit C,Tiol - Larut dalam lipid: vit E, β-karoten, Ko- Q10, flavonoid Radikal Bebas - Superoksid O2- - Hidroksil OH - Peroksil ROO - Alkoksil RO - Hidroperoksil HO2 - Radikal Tiil PS - Hidrogen peroksid H2O2 - Singlet 1O2 - Ozon O3 - Peroksinitrit ONOO - Nitrik oksid NO STRES OKSIDATIF Gambar 2.5. Skema stres oksidatif (dikutib dari : Baraas, 2006) Jalur stres diketahui dari ROS menginduksi PKCγ ketarget lipid.pkc isoform berhubungan dengan meningkatkan produksi Nitrik O.ksid dan Nitrik Oksid sintetase. Induksi PKC dari sel mikroglial melalui amyloid beta 25-35, yang menginduksi COX-2 (Ciklooksigenase-2). (Ann, 2008). 2.3 F 2 Isoprostan

Isoprostan adalah prostagladin like compound yang diproduksi dari esterifikasi asam arakidonat di jaringan oleh reaksi katalis non enzimatik radikal bebas in vivo. Meskipun isoprostan mempunyai half life yang pendek, beberapa dari padanya mempunyai aktivitas biologis yang penting terutama di paru dan ginjal, juga merupakan petanda penting bagi stres oksidatif dan dapat diperiksa dengan cara non invasif. Terbentuk dari asam eicosapentaenoic dan docosahexaenoic pada hewan dan dari asam α-linolenic pada tumbuhan. Pertama kali, isoprostan ditemukan pada tahun 1967 oleh Nugteren, Vonkeman, dan Van Dorp, tetapi 20 tahun kemudian direalisasikan untuk kepentingan biologis (Morrow dan Robert, 2002). Pengukuran F 2 isoprostan merupakan alat penting untuk menggali peran stres oksidatif dalam patogenesis penyakit manusia. Isoprostan diproduksi oleh peroksidasi asam arakidonat non enzimatik, sebagai respon dari radikal bebas dan ROS (Janssen, 2001, Morrow dan Robert, 2002; Kharitanov dan Barnes, 2002). Peranan isoprostan penting bagi pengukuran peroksidasi lipid dan stres oksidatif (Janssen, 2001). Keuntungan mengukur F 2 isoprostan sebagai biomarker dari peroksidasi lipid, adalah untuk memantau penyakit dan respon terhadap terapi, potensi peran mereka sebagai mediator stres oksidatif, dan implikasi terapeutik. Lipid adalah target utama serangan radikal bebas, yang menyebabkan peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid merupakan fenomena biologis, ada hubungannya dengan aterosklerosis penyebarannya dihentikan oleh antioksidan (Jay, 2010).

Radikal bebas yang diinduksi oleh peroksidasi lipid pada membran sangat merusak, karena dapat menyebabkan perubahan sifat biofisik membran, tingkat fluiditas, dan menyebabkan inaktivasi reseptor membran atau enzim, yang dapat mengganggu fungsi normal selular. F 2 isoprostan dianggap terbaik sebagai biomarker stres oksidatif dan peroksidasi lipid in vivo (Morrow dan Roberts, 2002). Diantara berbagai marka peroksidasi lipid, F 2 isoprostan merupakan salah satu marka peroksidasi lipid yang mirip dengan prostaglandin F2α (PG-F2 α) dan dianggap sangat akurat sebagai marka stres oksidatif sampai saat ini (Baraas, 2006). F 2 isoprostan pada manusia diukur melalui plasma dan urine. Immunoassay untuk pengukuran isoprostan telah dikembangkan dan tersedia secara komersial dengan nama 8 iso prostaglandin F 2 α. Pengukuran F 2 isoprostan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pemeriksaan kuantitatif lain untuk stres oksidatif. F 2 Isoprostan adalah : 1) Secara kimiawi stabil 2) Produk spesifik peroksidasi 3) Terbentuk in vivo 4) Hadir dalam jumlah yang terdeteksi di semua jaringan normal dan cairan biologis, sehingga memungkinkan batasan kisaran normal 5) Meningkat pada binatang yang mengalami stres oksidatif 6) Tidak terpengaruh oleh kadar lemak dalam diet 7) Dapat memberikan reaksi biokimiawi yang sensitif pada penelitian dengan anti oksidan.

Isoprostan dapat diukur melalui darah dan urin. Pengukuran melalui urin sering digunakan karena selain noninvasif, stabil dan tidak terganggu oleh autooksidasi. Tidak ada variasi yang signifikan dari konsentrasi harian isoprostan urin pada subyek sehat (Montuschi et al, 2004). Pengukuran isoprostan dalam cairan biologis dan atau spesimen jaringan memiliki implikasi klinis penting. Pengukuran F 2 isoprostan mempunyai peran penting pada proses ketidakseimbangan radikal bebas dan oksidan dalam berbagai macam penyakit manusia termasuk jantung, paru, saraf, ginjal, dan penyakit hati (Morrow dan Roberts, 2002). Pengukuran isoprostan dapat memiliki nilai prognostik penyakit di mana terlibat peran untuk stres oksidatif. Isoprostan tidak hanya petanda stres oksidatif namun memiliki efek biologis banyak, disarankan dapat berfungsi sebagai mediator dalam patofisiologi stres. Sebagian besar pengetahuan terkini tentang F 2 isoprostan, lebih banyak mengenai 15F 2 t isoprostan (8-iso-PGF 2 α) (Montuschi et al, 2004) yang merupakan vasokonstriktor kuat. Pada tikus, F 2 isoprostan mengurangi laju filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal 40-45%. Pada hewan percobaan, 15 F 2 t isoprostan memiliki efek vaskular lain termasuk arteri paru, arteri koroner, arteriol serebral, pembuluh retina, dan vena porta. F 2 isoprostan menginduksi kematian sel endotel vaskuler retina pada tikus dan babi yang baru lahir. F 2 isoprostan menyebabkan kontraksi otot polos bronkial in vitro pada manusia dan menyebabkan obstruksi aliran udara dan pengeluaran plasma pada babi percobaan in vivo. Telah ditemukan bahwa metabolit 15 F 2 t isoprostan urin adalah petanda yang baik bagi kelainan retina dan kapiler darah otak (Hou et al., 2001).