Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. terjadi, dimana telah mengenai 20-25% populasi dunia. Penyebab utama

MICROSPORUM GYPSEUM. Microsporum Scientific classification

LAPORAN KASUS TINEA KRURIS ET KORPORIS PADA PASIEN WANITA

KULIT SEBAGAI ORGAN PROTEKSI DAN ESTETIK

All about Tinea pedis

BAB I PENDAHULUAN. sehingga dapat ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna (2004),

TINEA KORPORIS ET CAUSA Trichophyton rubrum TIPE GRANULAR

LAPORAN KASUS IDENTITAS PASIEN

PENDAHULUAN LAPORAN KASUS

BAB I PENDAHULUAN UKDW. 27,6% meskipun angka ini tidak menggambarkan populasi umum. baru (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DIABETES MELITUS TIPE II PADA IBU RUMAH TANGGA DENGAN PENGETAHUAN YANG KURANG TENTANG DIABETES DAN AKTIVITAS FISIK KURANG TERATUR

BAB I PENDAHULUAN. Kakimantan Tengah, Kalimantan selatan, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo

PTIRIASIS VERSIKOLOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

Profil Manifestasi Klinis dan Spesies Penyebab Dermatofitosis pada Pasien HIV

BAB I PENDAHULUAN. ataupun jenis pekerjaan dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. 1

MODUL PROBLEM BASED LEARNING KELAS REGULER SISTEM INDRA KHUSUS

Linda Welly*, Dewi Sumaryani Soemarko**, Rusmawardiana***

LAPORAN KASUS TINEA KRURIS PADA PENDERITA DIABETES MELITUS

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Notoatmodjo(2011),pengetahuan mempunyai enam tingkatan,yaitu:

Masalah Kulit Umum pada Bayi. Kulit bayi sangatlah lembut dan membutuhkan perawatan ekstra.

Data Administrasi diisi oleh Nama: NPM/NIP:

Ummi Kaltsum Faculty of Medicine, Lampung University

Universitas Sumatera Utara

TINEA KAPITIS, apa tuh??

Profil dermatofitosis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari Desember 2013

The Implementation and Prevention Tinea Corporis in Women and Family Members

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA TINEA PEDIS PADA PEKERJA PABRIK TEKSTIL JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti

LAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

BAB I PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah sekelompok infeksi yang disebabkan oleh Candida

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

KELUARGA MAJEMUK DENGAN IBU MENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II YANG TIDAK TERKONTROL DENGAN PENGETAHUAN YANG RENDAH

Profil dan Evaluasi Pasien Dermatofitosis. (Profile and Evaluation of Dermatophytosis)

BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

TINEA. Dr. Fransisca S. K (Fak. Kedokteran Univ. Wijaya Kusuma BAB I PENDAHULUAN

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner. Kelebihan tersebut bereaksi dengan zat-zat lain dan mengendap di

LAPORAN KASUS PASIEN DIABETES MELITUS DENGAN PENDEKATAN DOKTER KELUARGA DI PUSKESMAS JELAMBAR 1. Edwin

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN.

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

Mikosis Superfisialis di Divisi Mikologi Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

Sakit Gigi Akibatkan Penyakit Jantung dan Stroke

PROFIL KANDIDIASIS KUTIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R.D. KANDOU MANADO PERIODE

DIABETES MELLITUS (PENYAKIT GULA)

BAB I PENDAHULUAN. ini, penyakit ini banyak berhubungan dengan penyakit-penyakit kronis di dunia

DAFTAR PUSTAKA. Adams G., BoiesL., Highler P., 1998.Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta :

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. masalah ganda (Double Burden). Disamping masalah penyakit menular dan

PENGELOLAAN PASIEN HIPERTENSI GRADE II DENGAN PENDEKATAN MEDIS DAN PERILAKU

BAB I PENDAHULUAN. muda sampai coklat tua mengenai area yang terpajan sinar. pipi, dahi, daerah atas bibir, hidung, dan dagu. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Dermatofitosis adalah mikosis superfisialis yang banyak ditemukan di negeri tropis

ASUHAN KEBIDANAN PADA An. E USIA 8 TAHUN DENGAN VARICELLA. Nur Hasanah* dan Heti Latifah** ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan terutama pada kehidupan sehari hari. Dalam aktivitas yang relatif

BAB I PENDAHULUAN. fungsi kulit dan ini sama seriusnya dengan penyakit hati dan ginjal. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi dan malnutrisi, pada saat ini didominasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pembuluh nadi

TEAM BASED LEARNING MODUL BINTIL PADA KULIT

PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. kemudian akan mengalami asma dan rhinitis alergi (Djuanda, 2007). inflamasi dan edukasi yang kambuh-kambuhan (Djuanda,2007).

TINEA KORPORIS ET KRURIS KRONIS DISEBABKAN OLEH TRICHOPHYTON TONSURANS PADA PASIEN OBESITAS

PENGARUH HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN TINEA KRURIS PADA SANTRI LAKI-LAKI DI PESANTREN RHOUDLOTUL QURAN KAUMAN SEMARANG

PROFIL KANDIDOSIS INTERTRIGINOSA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia penyakit jantung dan pembuluh darah terus meningkat dan

PERBANDINGAN UJI KEPEKAAN ITRAKONAZOL TERHADAP AGEN PENYEBAB DERMATOFITOSIS PADA KULIT GLABROUS DI MAKASSAR

ABSTRAK PROFIL PIODERMA PADA ANAK USIA 0-14 TAHUN DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JUNI JUNI 2016

BAB I PENDAHULUAN. kuku yang menyebabkan dermatofitosis.penyebab dermatofitosis terdiri dari 3

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

ABSTRAK OBESITAS SEBAGAI SALAH SATU FAKTOR RISIKO DIABETES MELITUS TIPE 2

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

Penelitian Retrospektif: Mikosis Superfisialis. (Retrospective Study: Superficial Mycoses)

TUGAS SISTEM INTEGUMEN

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Profil Pasien Baru Infeksi Kandida pada Kulit dan Kuku (Profile of New Patients with Candida Infection in Skin and Nail)

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

Gambar 1. Perluasan lesi pada telapak kaki. 9

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

TINEA KAPITIS DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUPN DR CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA PERIODE TAHUN

Transkripsi:

TINEA CORPORIS WITH GRADE I OBESITY IN WOMEN DOMESTIC WORKERS AGE 34 YEARS Eka Aprillia Arum Kanti, Soraya Rahmanisa Medical Faculty of Universitas Lampung, Medical Biology of Faculty Medicine Universitas Lampung Abstract Background. Tinea corporis is dermatophytosis disease. Dermatophytosis is a superficial fungal infection caused by dermatophytes genus, which can affect the skin, hair and nails. In glabrosa skin, in addition to the scalp, face, legs, hands feet, and groin beard. Governance requires the use of family medicine approach because in addition to using pharmacological modalities, is also needed support from the patient's family. Case. Mrs. S, aged 34 years, overweight patients light up every move was sweating, often wearing dresses and tight trousers. behavioral family treatment went to health services when complaints arise, as well as the absence of allocation of health funding, relationships with both families and harmonic. Conclusion. the clinical and psychosocial problems are complex and take a long time collaboration between healthcare providers and family. Where providers do not only solve problems but also create warmth clinical, and psychosocial problems also with the help of neighborhood community life. Keywords: family medicine, fungal infections, skin, tinea corporis. Abstrak Latar belakang. Tinea korporis adalah penyakit dermatofitosis. Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan genus dermatofita, yang dapat mengenai kulit, rambut dan kuku. Pada kulit glabrosa, selain kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan kaki, janggut dan lipatan paha. Tata laksana yang digunakan memerlukan pendekatan kedokteran keluarga karena selain menggunakan modalitas farmakologis, diperlukan pula dukungan dari keluarga pasien. Kasus. Ny. S, usia 34 tahun, pasien bertubuh gemuk hingga setiap beraktivitas ringan pun berkeringat, sering memakai baju dan celana yang ketat. Perilaku berobat keluarga memeriksakan diri ke layanan kesehatan bila timbul keluhan, serta tidak adanya alokasi dana kesehatan, hubungan dengan keluarga baik dan harmonis. Simpulan. Masalah klinis dan psikososial yang kompleks membutuhkan waktu yang lama dan kerjasama antara provider kesehatan dan keluarga. Dimana provider tidak hanya menyelesaikan masalah klinis tetapi juga menciptakan kehangatan, dan juga masalah psikososial dengan bantuan komunitas lingkungan sekitar kehidupannya. Kata kunci: kedokteran keluarga, infeksi jamur, kulit, tinea corporis. Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 24

Latar Belakang Penyakit kulit di Indonesia sangat meningkat tajam yang dikarenakan oleh iklim di Indonesia itu sendiri yang beriklim tropis, sehingga penyebarannya juga sangat meningkat tajam. Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, khususnya Medan, oleh karena negara kita beriklim tropis dan kelembabannya tinggi Angka insidensi dermatofitosis pada tahun 1998 yang tercatat melalui Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran di Indonesia sangat bervariasi, dimulai dari prosentase terendah sebesar 4,8 % (Surabaya) hingga prosentase tertinggi sebesar 82,6 % (Surakarta) dari seluruh kasus dermatomikosis, Penyakit ini banyak diderita oleh orang-orang yang kurang mengerti kebersihan dan banyak bekerja ditempat panas, yang banyak berkeringat serta kelembaban kulit yang lebih tinggi. Tricophyton rubrum merupakan infeksi yang paling umum diseluruh dunia dan sekitar 47 % menyebabkan tinea korporis. Tricophyton tonsuran merupakan dermatofit yang lebih umum menyebabkan tinea kapitis, dan orang dengan infeksi tinea kapitis antropofilik akan berkembang menjadi tinea korporis.. Walaupun prevalensi tinea korporis dapat disebabkan oleh peningkatan Tricophyton tonsuran, Microsporum canis merupakan organisme ketiga sekitar 14 % menyebabkan tinea korporis. Dalam makalah studi kasus ini akan dibahas tentang binaan pasien dengan masalah dugaan penyakit Tinea Corporis dengan obesitas grade I yang menggunakan pendekatan keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai penerapan pelayanan dokter keluarga berbasis evidence based medicine pada pasien dengan mengidentifikasi faktor risiko, masalah klinis, serta penatalaksanaan pasien berdasarkan kerangka penyelesaian masalah pasien dengan pendekatan pasien centre dan family approach. Kasus Seorang wanita, Ny.S, 34 tahun, warga Pidada, datang ke Puskesmas Panjang bersama anaknya dengan keluhan gatal-gatal pada sekitar pusar, bokong, dan lipatan betis. Keluhan ini dirasakan pasien sejak hampir 2 minggu. Rasa gatal timbul setiap saat terutama saat beraktivitas, dan pasien sering menggaruknya Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 25

untuk mengurangi rasa gatal tersebut. Keluhan gatal dirasakan makin menjadi ketika berkeringat. Bila pasien telah menggaruk bagian yang gatal tersebut langsung merah dan terasa perih. Pasien mengakui sering berkeringat sehabis bekerja dan cuaca panas tetapi ia tidak langsung mengganti bajunya. Pasien mengaku mandi sehari dua kali dengan menggunakan sabun batang. Riwayat bertukar pakaian ataupun memakai handuk secara bergantian dengan orang lain disangkal oleh pasien. Pasien tidak pernah mengalami penyakit ini sebelumnya. Riwayat alergi, Hipertensi, DM tidak diakui oleh pasien. Sejak muncul penyakit ini pasien tidak memberikan pengobatan apapun pada dirinya, ia langsung berobat ke Puskesmas Panjang untuk pengobatan lebih lanjut. Di keluarga pasien tidak ada yg menderita penyakit tersebut. Pasien juga bertubuh gemuk hingga setiap beraktivitas ringan pun berkeringat. Pasien seharihari sering memakai baju dan celana yang ketat. Dari remaja, pasien memilik pola hidup kurang sehat seperti mengkonsumsi makan-makanan tinggi lemak hingga berat badan nya kurang proposional, jarang berolahraga, tetapi pasien tidak pernah merokok ataupun minum-minuman beralkohol. Sehari-hari pasien bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang bekerja dari pagi hingga sore hari. Suami bekerja dari pagi hingga sore sebagai buruh bangunan, dan memiliki seorang anak yang masih sekolah. Jadi sehari-hari pasien banyak beraktivitas diluar rumah. Dari pemeriksaan fisik didapatkan dari penampilan pasien memakai baju yang sempit dan kebersihan diri kurang, keadaaan umum: tampak sakit ringan; suhu: 36,2 o C; tekanan darah: 120/70 mmhg; frek. nadi: 84x/menit; frek. nafas: 26 x/menit; berat badan: 65 kg; tinggi badan: 160 cm; status gizi: obesitas grade 1 (IMT: 25,3). tampak lesi hiperpigmentasi di regio umbilikalis, gluteus, poplitea dengan papul-papul multiple diatasnya, dan terdapat krusta bekas digaruk, tepi aktif. Pada kepala, mata, telinga, hidung dalam batas normal, mulut, leher, paru, jantung, abdomen semua dalam batas normal. Regio pulmo dan cor dalam batas normal, abdomen cembung simetris. Ektremitas superior dan inferior dalam batas normal. Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 26

Pembahasan Studi kasus pada Ny.S, 34 tahun datang ke Puskesmas Panjang dengan diagnosis klinis Tinea korporis dan mengalami obesitas grade I. Tinea korporis adalah penyakit dermatofitosis. Dermatofitosis adalah infeksi jamur superfisial yang disebabkan genus dermatofita, yang dapat mengenai kulit, rambut dan kuku.pada kulit glabrosa, selain kulit kepala, wajah, kaki, telapak tangan dan kaki, janggut dan lipatan paha. Penyebab utamanya adalah : T.violaseum, T.rubrum, T.metagrofites. Mikrosporon gipseum, M.kanis, M.audolini. Manifestasinya akibat infiltrasi dan proliferasinya pada stratum korneum dan tidak berkembang pada jaringan yang hidup. Bentuk yang klasik dimulai dengan lesi-lesi yang bulat atau lonjong dengan tepi yang aktif. Dengan perkembangan ke arah luar maka bercak-bercak bisa melebar dan akhirnya dapat memberi gambaran yang polisiklis, arsiner, atau sinsiner. Pada bagian tepi tampak aktif dengan tanda-tanda eritema, adanya papel-papel dan vesikel, sedangkan pada bagian tengah lesi relatif lebih tenang. Predileksi tinea korporis banyak ditemukan pada wajah, badan, lengan dan kaki bagian atas (Patel, 2006). Gejala subyektif yaitu gatal, dan terutama jika berkeringat. Gejala obyektif yaitu efloresensi, terlihat makula atau plak yang berwarna merah atau hiperpigmentasi dengan tepi aktif dan daerah bagian tengah lebih tenang (central healing). Pada tepi lesi dijumpai papul-papul eritema atau vesikel.kadang-kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesilesi pada umumnya merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Terdapat lesi dengan pinggir yang polisiklik,karena beberapa lesi kulit yang menjadi satu. Metabolisme dari jamur dipercaya menyebabkan efek toksik dan respon alergi. Tinea korporis umumnya tersebar pada seluruh masyarakat tapi lebih banyak di daerah tropis. Penyakit ini dapat terjadi pada semua umur dan paling sering terjadi pada iklim yang panas (tropis dan subtropis). Ada beberapa macam variasi klinis dengan lesi yang bervariasi dalam ukuran derajat inflamasi dan kedalamannya. Variasi ini akibat perbedaan imunitas hospes dan spesies dari jamur. Pengobatan dapat dilakukan secara topikal dan sistemik. Pada masa kini banyak pilihan obat untuk mengatasi dermatofitosis, baik dari golongan antifungal Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 27

konvensional atau antifungal terbaru. Pengobatan yang efektif ada kaitannya dengan daya tahan seseorang, faktor lingkungan dan agen penyebab. Tinea korporis mungkin ditransmisikan secara langsung dari infeksi manusia atau hewan melalui autoinokulasi dari reservoir, seperti kolonisasi T.rubrum di kaki. Anakanak lebih sering kontak pada zoofilik patogen seperti M.canis pada kucing atau anjing. Pakaian ketat dan cuaca panas dihubungkan dengan banyaknya frekuensi dan beratnya erupsi. Infeksi dermatofit tidak menyebabkan mortalitas yang signifikan tetapi mereka bisa berpengaruh besar terhadap kualitas hidup. Tinea korporis prevalensinya sama antara pria dan wanita. Tinea korporis mengenai semua orang dari semua tingkatan usia tapi prevalensinya lebih tinggi pada preadolescen. Tinea korporis yang berasal dari binatang umumnya lebih sering terjadi pada anak-anak. Secara geografi lebih sering pada daerah tropis daripada subtropis. Berdasarkan habitatnya dermatofit digolongkan sebagai antropofilik (manusia), zoofilik (hewan), dan geofilik (tanah). Dermatofit yang antropofilik paling sering sebagai sumber infeksi tinea, tetapi sumber yang zoofilik di identifikasi (jika mungkin) untuk mencegah reinfeksi manusia. Pada manusia jamur hidup di lapisan tanduk. Jamur itu melepaskan toksin yang bisa menimbulkan peradangan dan iritasi berwarna merah dan gatal (Balgini, 2009). Infeksinya bisa berupa bercak-bercak warna putih, merah, atau hitam di kulit dengan bentuk simetris. Ada pula infeksi yang berbentuk lapisan-lapisan sisik pada kulit. Hal itu tergantung pada jenis jamur yang menyerang. Masuknya jamur dalam tubuh dapat melalui : Luka kecil atau aberasi pada kulit, misalnya golongan dermatofitosis, kromoblastomikosis. Melalui saluran pernafasan, dengan mengisap elemenelemen jamur, seperti pada histoplasmosis Melalui kontak, tetapi tidak perlu ada luka atau aberasi kulit, seperti golongan dermatofitosis. Beberapa faktor pencetus infeksi jamur antara lain kondisi lembab dan panas dari lingkungan, dari pakaian ketat, dan pakaian tak menyerap keringat, keringat berlebihan karena berolahraga atau karena kegemukan, friksi atau trauma minor (gesekan pada paha orang gemuk), keseimbangan flora tubuh normal terganggu (antara lain karena pemakaian antibiotik, atau hormonal dalam jangka Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 28

panjang), penyakit tertentu, misalnya HIV/AIDS, dan diabetes, kehamilan dan menstruasi (kedua kondisi ini terjadi karena ketidakseimbangan hormon dalam tubuh sehingga rentan terhadap jamur) (Kurniawati, 2006). Selain faktor-faktor diatas, timbulnya kelainan pada kulit tergantung pada beberapa faktor antara lain faktor virulensi dari dermatofita (dimana virulensi bergantung pada afinitas jamur, apakah Antrofilik, Zoofilik, atau Geofilik) kemampuan spesies jamur menghasilkan keratinasi dan mencerna keratin di kulit. Yang kedua adalah faktor trauma (dimana kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil, lebih susah untuk terserang jamur), faktor suhu dan kelembaban yang sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, keadaan sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan memegang peranan yang penting pada infeksi jamur (insiden penyakit jamur pada sosial ekonomi lebih rendah lebih sering terjadi daripada sosial ekonomi yang lebih baik), dan yang terakhir adalah umur dan jenis kelamin, dimana kejadian infeksi jamur banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pada pria, hal ini berhubungan dengan pekerjaan. Kegemukan (Obesitas) yang dialami oleh Ny.S merupakan suatu keadaan klinis yang perlu mendapatkan perhatian untuk diintervensi, mengingat selain obesitas yang dialaminya dapat memicu timbulnya kekambuhan penyakit dermatofitosis seperti tinea korporis, obesitas juga dapat mengakibatkan timbulnya penyakit lain seperti diabetes melitus, hipertensi, dislipidemia maupun penyakit jantung koroner. Meningkatnya insidensi obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik, dan makan-makanan yang tinggi lemak (Sudikno, 2010). Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Angka kejadian obesitas meningkat dengan pesat akibat pola hidup tidak aktif. Energi dari aktivitas fisik sehari-hari yang digunakan berkurang seiring globalisasi dan akibat dari kemajuan teknologi. Dengan adanya fasilitas seperti transportasi bermotor, elevator, lift, pendingin ruangan, dan pemanas ruangan sehingga energi untuk bergerak digunakan lebih sedikit. Aktivitas fisik yang minimal pada waktu luang seperti menonton televisi dan bermain video games pada anak-anak meningkatkan angka kejadian obesitas. Pendekatan dalam pelayanan medis tidak hanya berfokus pada Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 29

aspek biologi (penyakit) tetapi juga dipengaruhi oleh aspek psikososial. yang tidak mudah diselesaikan (Simon, 1999). Karena itu interaksi antara komunitas sosial dan keluarga dengan bantuan lingkungan komunitasnya sangat membantu tidak hanya dalam menyelesaikan masalah klinis saja tetapi juga masalah psikososial. Berdasarkan pelayanan dokter keluarga yang komprehensif, kontinu, integratif, holistik, dan koordinatif serta dilakukan penilaian standar manajemen resiko yang banyak dikemukakan berkaitan dengan benefit cost. Oleh karena itu dilakukan studi kasus pada pasien ini karena ditemukan kompleknya masalah faktor eksternal dan internal yang dimiliki. Manajemen yang dilakukan pada kasus ini, pasien mengeluh gatal-gatal dan ditemukan lesi hiperpigmentasi berbentuk plakat di regio umbilikalis, gluteus dan poplitea dengan papul-paul multiple diatasnya krusta bekas digaruk dan tepi aktif. Pasien sering memakai celana jeans ketat dan tebal (tidak menyerap keringat) dan kebersihan diri pasien kurang baik. Untuk menunjang diagnosis seharusnya dilakukan pemeriksaan laboratorik. Namun, pada pasien ini belum dilakukan. Penatalaksanaan Non farmakologis Memberikan edukasi untuk pentingnya menjaga kebersihan kulit dan lingkungan pribadi, memberikan edukasi pasien agar daerah lesi selalu kering, pemakaian pakian longgar dan menyerap keringat dan tidak menggaruk lesi. Selain itu juga mengedukasi pasien terkait obesitas nya seperti menganjurkan untuk olah raga secara rutin dan mengatur pola makan yang sesuai. Penatalaksanaan medikamentosa yang dilakukan pada pasien ini dapat dilakukan secara topikal dan sistemik golongan antifungal adalah dengan pemberian ketokonazol 1 x 200 mg sesudah makan, topical diberikan salep miconazole dioleskan 2-3x/hari setelah mandi dipakai selama 2-4 minggu, Cetirizin tablet 2x10mg dan Vitamin C tablet 1x1. Penatalaksanaan yang diperikan pasien ini menggunakan preparat antijamur derivat azol, yaitu ketokonazol sesuai dengan hasil penelitian dalam jurnal dermatologi oleh Niewerth (2000), yang disebutkan bahwa penggunaan preparat azol efektif untuk dermatoterapi tinea korporis mampu mencegah terjadinya residitif kasus. Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 30

Simpulan Telah dilaksanakan pelayanan yang kuratif, protektif terhadap keluarga dengan kontak tetangga, kebersihan diri dan lingkungan, perilaku pola hidup sehat, paripurna berkesinambungan untuk mencegah timbulnya kekambuhan. Untuk Tinea corporis, telah diberikan edukasi dan petunjuk mengenai penyakit dan cara penularan serta pencegahannya. Telah dilaksanakan kegiatan pembinaan keluarga untuk mengidentifikasi masalah dalam keluarga yang dapat mempengaruhi kesehatan. Telah dilakukan penilaian kemampuan keluarga untuk menyelesaikan masalah dan penyelesaiannya, adalah dengan memberikan petunjuk pada pasien dan anggota keluarga yang lain untuk merubah kesadaran akan pentingnya pencegahan timbulnya penyakit, memberikan petunjuk pada pasien dan anggota keluarga yang lain mengenai pentingnya peran keluarga dalam meningkatkan kesehatan dan kebersihan anggota keluarga, memberikan petunjuk pada pasien dan anggota keluarga yang lain mengenai pentingnya menjaga hygiene pribadi dan sanitasi dan memberikan motivasi anggota keluarga untuk ikut berperan serta dalam proses penyembuhan pasien. Daftar Pustaka Baligni K, Vardi VL, Barzegar MR et al. 2009. Extensive tinea corporis with photosensivity: case report. Indian J. Dermatol,54:57-59. Fitzpatrick TB, Johnson RA, Wolff K, Suurmond D. 1999. Colour atlas and synopsis of clinical dermatology. Athed New York: Mc graw hill. Goedadi MH, Suwito PS. 2004. Tinea korporis dan tinea kruris. In : Budimulja U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti P, Widaty S, editors. Dermatomikosis superfisialis. Jakarta: Balai penerbit FKUI.p.31-4. Griel AE, Kris Etherton PM. 2006. Beyon saturated fat: The importance of the dietary fatty acid profile on cardiovascular disease. Nutr Rev Journal: 64(5):257-262. Habif TP. 2004. Clinical dermatology. 4 th ed. Edinburgh: Mosby. He Y, Jiang B, Wang J, et al. 2006. Prevalence of the metabolic syndrome and its relation to cardiovascular disease in an elderly Chinese population. Journal of Cardiology 2006; 47: 1588-94. Kurniawati, RD. 2006. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tinea Pedis Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 31

Pada Pemulung Di TPA Jatibarang Semarang. Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP: Semarang. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. 2004. Fungal disease with cutaneus involvement. In : Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF, Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick s: Dermatology in general medicine. 6 th ed. New York: Mc graw hill. p:1908-2001. Niewerth, M. Korting, H. C. 2000. The use of systemic antimycotics in dermatotherapy European Journal Of Dermatology. Vol. 10, Number 2. p:1028-1223. Noble SL, Forbes RC, Stamm PL. 1998 July 1. Diagnosis and management of common tinea infections. available from: <http://www.afp.org/journal/asp/.htm Patel S, Meixner JA, Smith MB, McGinnis MR. 2006. Superficial mycoses and dermatophytes. In : Tyring SK, Lupi O, Hengge UR, editors. Tropical dermatology. China: Elsenvier inc. p.185-92. Rinaldi. 2000. M. Dermatophytosis: epidemiological and microbiological update.journal Am Acad Dermatol. 43, S120-4. Rook, Willkinson, Ebling. 1992. Mycology. In : Champion RH, Burton JL, Ebling FJG, editors. Text book of dermatology. 5 th ed. London : Blackwell scientific publication. p.1148-9. Rushing ME. 2006 June 29. Tinea corporis. Online journal. available from: http://www.emedicine.com/asp/tinea corporis/article/page type=article.htm Simon, GE. 1999. Stability of somatization disorder and somatization symptoms among primary care patients. Arch Gen Journal of Psychiatry. 56:90-5. Sudikno. 2010. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kadar kolesterol HDL. Jurnal Gizi Indonesia. Vol 33 (2): 143-149. Medula, Volume 2, Nomor 4, Juni 2014 32