ANALISA KEGAGALAN LERENG BATUAN VULKANIK PADA JALAN MALINO SINJAI DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN ELEMEN HINGGA

dokumen-dokumen yang mirip
Kasus Kegagalan Konstruksi Dinding Penahan Tanah Rumah Mewah Di Atas Tanah Lunak

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB III KOMPILASI DATA

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

ANALISIS KESTABILAN LERENG BERDASARKAN INTEGRASI DATA GEOFISIKA TAHANAN BATUAN DAN GEOTEKNIK N-SPT (257G)

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

Mahasiswa, Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional 2

ANALISIS KESTABILAN LERENG BERDASARKAN INTEGRASI DATA GEOFISIKA TAHANAN BATUAN DAN GEOTEKNIK N-SPT

- : Jalur utama Bandung-Cirebon BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH BEBAN DINAMIS DAN KADAR AIR TANAH TERHADAP STABILITAS LERENG PADA TANAH LEMPUNG BERPASIR

LEMBAR PENGESAHAN MOTTO

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

ANALISA KESTABILAN LERENG GALIAN AKIBAT GETARAN DINAMIS PADA DAERAH PERTAMBANGAN KAPUR TERBUKA DENGAN BERBAGAI VARIASI PEMBASAHAN PENGERINGAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

Studi Geolistrik Untuk Mengidentifikasi Kedudukan Lumpur dan Air Dalam Rangka Optimalisasi Timbunan Lowwall

INVESTIGASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH JALUR LINTAS BENGKULU-CURUP KEPAHIYANG. HENNY JOHAN, S.Si

REKAYASA GEOTEKNIK DALAM DISAIN DAM TIMBUNAN TANAH

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

Penyelidikan daerah rawan gerakan tanah dengan metode geolistrik tahanan jenis (studi kasus : longsoran di desa cikukun)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut PT. Mettana (2015), Bendungan Jatigede mulai dibangun pada

PENERAPAN METODE RESISTIVITAS UNTUK IDENTIFIKASI PENYEBAB RAWAN LONGSOR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS KECAMATAN SUKUN KOTA MALANG

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN SHEET PILE

ANALISIS STABILITAS BENDUNGAN SELOREJO AKIBAT RAPID DRAWDOWN BERDASARKAN HASIL SURVEY ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY (ERT)

ANALISIS ANGKA KEAMANAN (SF) LERENG SUNGAI CIGEMBOL KARAWANG DENGAN PERKUATAN PILE DAN SHEET PILE SKRIPSI

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi Data

PERENCANAAN STABILITAS LERENG DENGAN SHEET PILE DAN PERKUATAN GEOGRID MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA. Erin Sebayang 1 dan Rudi Iskandar 2

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Tension Crack (Tegangan Retak) pada Analisis Stabilitas Lereng menggunakan Metode Elemen Hingga

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

BAB III DATA DAN ANALISA TANAH 3.2 METODE PEMBUATAN TUGAS AKHIR

Perancangan Perkuatan Longsoran Badan Jalan Pada Ruas Jalan Sumedang-Cijelag KM Menggunakan Tiang Bor Anna Apriliana

Analisis Stabilitas Lereng dalam Penanganan Longsoran di Jalan Tol Cipularang Km dan Km Menggunakan Metode Elemen Hingga (FEM)

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

Kelongsoran pada Bantaran Sungai Studi Kasus Bantaran Kali Ciliwung Wilayah Jakarta Selatan dan Timur

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

GERAKAN TANAH DI CANTILLEVER DAN JALUR JALAN CADAS PANGERAN, SUMEDANG Sumaryono, Sri Hidayati, dan Cecep Sulaeman. Sari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

INVESTIGASI GERAKAN TANAH DAN AKUIFER MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DI SEKITAR LERENG BGG JATINANGOR

BAB 3 METODOLOGI. mencari data-data yang diperlukan, yaitu segala jenis data yang diperlukan untuk

Aplikasi Metode Geolistrik Tahanan Jenis untuk Menentukan Bidang Gelincir Daerah Distrik Abepura, Jayapura-Papua

DAFTAR ISI. i ii iii. ix xii xiv xvii xviii

BAB IV STUDI KASUS 4.1 UMUM

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

Studi Perilaku Tiang Bor Sebagai Pondasi Perumahan di Daerah Rawan Longsor Gunungpati Semarang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

MEKANIKA TANAH 2 KESTABILAN LERENG. UNIVERSITAS PEMBANGUNAN JAYA Jl. Boulevard Bintaro Sektor 7, Bintaro Jaya Tangerang Selatan 15224

Gambar 5.20 Bidang gelincir kritis dengan penambahan beban statis lereng keseluruhan Gambar 5.21 Bidang gelincir kritis dengan perubahan kadar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MEKANIKA TANAH (CIV -205)

ANALISIS POTENSI LONGSOR PADA LERENG GALIAN PENAMBANGAN TIMAH (Studi Kasus Area Penambangan Timah Di Jelitik, Kabupaten Bangka)

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DAERAH BAMBANKEREP NGALIYAN SEMARANG

ANALISA KESTABILAN LERENG METODE SLICE (METODE JANBU) (Studi Kasus: Jalan Manado By Pass I)

1. Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin, Makassar 90245

ISSN: Indonesian Journal of Applied Physics (2017) Vol. 7 No.1 halaman 36 April 2017

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

Pada ujung bawah kaki timbunan terlihat kelongsoran material disposal yang menutup pesawahan penduduk seperti terlihat pada Gambar III.27.

Analisa Alternatif Penanggulangan Kelongsoran Lereng

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH MUKA AIRTANAH TERHADAP KESTABILAN LERENG PADA RUAS JALAN RAYA CADASPANGERAN, SUMEDANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

Pemetaan Karakteristik Dinamik Tanah Panti

PERANAN ASPEK GEOLOGI SEBAGAI PENYEBAB TERJADINYA LONGSORAN PADA RUAS JALAN POROS MALINO SINJAI

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

SURVEI GEOLISTRIK METODE RESISTIVITAS UNTUK INTERPRETASI KEDALAMAN LAPISAN BEDROCK DI PULAU PAKAL, HALMAHERA TIMUR

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. lereng, hidrologi dan hidrogeologi perlu dilakukan untuk mendapatkan desain

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

LAMPIRAN 1 DIAGRAM PENGARUH R. E. FADUM (1948) UNTUK NAVFAC KASUS 1. Universitas Kristen Maranatha

Dedy Ardianto Fallo, Andre Primantyo Hendrawan, Evi Nur Cahya,

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat dan berkat-nya penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir berj

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAYA DUKUNG TANAH UNTUK DISPOSAL DI TAMBANG BATUABARA DAERAH PURWAJAYA, KECAMATAN LOA JANAN KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA ABSTRAK

SURVEI SEBARAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI KELURAHAN BONTO RAYA KECAMATAN BATANG KABUPATEN JENEPONTO

Transkripsi:

Konferensi Regional Teknik Jalan ke-13 ANALISA KEGAGALAN LERENG BATUAN VULKANIK PADA JALAN MALINO SINJAI DENGAN MENGGUNAKAN PEMODELAN ELEMEN HINGGA Ardy Arsyad 1, Wahniar Hamid 2, Andi Yusmin 2, Fadly Ibrahim 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin, Jl. P. Kemerdekaan Km. 10 Makassar, ardy.arsyad@unhas.ac.id 2 PT. Yodya Karya (Persero) Cabang Makassar, Jl. A.P. Pettarani 74 Makassar Studi ini memaparkan mekanisme kegagalan lereng pada Km. 131 Poros Jalan Malino Sinjai dengan menggunakan pemodelan elemen hingga. Proses keruntuhannya dianalisa dengan back calculation, dan disimulasi, termasuk juga simulasi potensi re-aktifasi lereng dan alternatif perkuatannya. Lereng pada lokasi ini merupakan batuan vulkanik dengan stratigrafi lempung kerikil terpadatkan (breccia vulkanik) dan lempung keras hingga lempung sangat keras (tufa impermeable). Pemodelan dilakukan dengan menggunakan Mohr-Coulomb sebagai model konstitutif untuk tanah, dan elasto-plastic untuk struktur perkuatan lereng. Pengaruh beban lalu lintas juga dievaluasi untuk menganalisa stabilitas lereng pasca longsor. Hasil simulasi mengindikasikan bahwa kegagalan lereng terjadi karena proses rembesan air ketika muka air tanah meninggi. SF lereng ketika muka air normal adalah 1.43 menjadi 0.98 ketika muka air tanah meninggi. Bidang gelincir berada pada lereng atas jalan, dengan radius 7 meter dari crest lereng. Potensi longsor susulan pada lereng dimungkinkan karena SF masih rendah, 1,12. Perkuatan lereng bawah jalan dengan borepile dan benching pada lereng atas jalan dapat meningkatkan SF lereng menjad SF = 1.45 dimana bidang gelincir sudah berada pada interface lapisan tufa impermeable dan breksi vulkanik. Kata kunci: batuan vulanik, longsor, Malino Sinjai, FEM, Safety Factor 1. PENDAHULUAN Penanganan daerah rawan longsor pada poros Malino Sinjai sangat penting karena jalan ini merupakan jalan propinsi yang menghubungkan Makassar, ibukota Propinsi Sulawesi Selatan dengan Malino, kawasan agrowisata dan agrobisnis, dan juga Sinjai, daerah perikanan Teluk Bone. Jalan yang terbangun pada masa kolonial, merupakan alternatif jalan terpendek menuju ke pesisir timur Sulawesi Selatan. Namun demikian, pemanfaatan jalan ini belum maksimal, karena lebar jalan masih sempit dan berada pada timur laut pegunungan Lompobattang dengan kontur medan yang terjal (Gambar 1) yang rawan longsor. Pada bulan Juli 2013, lereng pada Km. 131 mengalami kegagalan (Gambar 2). Lereng sepanjang 300 meter dengan tinggi 15 meter dan kemiringan hampir 70 mengalami longsor dan menimbun badan jalan setinggi 4 meter. Tidak ada korban jiwa, namun telah memutus sementara jalur Malino Sinjai. Pada bulan Juli hingga Oktober memang merupakan musim hujan dengan curah hujan Ardy Arsyad, Wahniar Hamid, Andi Yusmin, Fadly Ibrahim

tinggi. Back calculation dilakukan pada studi ini untuk mensimulasi mekanisme kegagalan lereng dengan menggunakan pemodelan elemen hingga. Analisa stabilitas lereng pasca longsor dan pasca perkuatan lereng dilakukan untuk mengevaluasi alternatif struktur penanganan lereng ini. Gambar 1. Lokasi Lereng Km. 131+000 Poros Jalan Malino - Sinjai Prior to landslide Post landslide (a) (b) Gambar 2. Kondisi lereng pasca longsor (a) dan ilustrasi kondisi lereng sebelum longsor dan pasca longsor (b). 2. SIFAT LERENG BATUAN VULKANIK Secara geologi, jalan poros Malino - Sinjai terletak di formasi batuan vulkanik Lompobattang, dengan stratigrafi meliputi breksi vulkanik, tufa dan lava dengan lapisan yang kadang berselingan, dengan morfologi lereng yang sangat terjal lebih dari 45 (Imran dkk, 2012; Yuwono, 1989, Sukamto dan Supriatna, 1982). Batuan ini sudah

mengalami weathering yang sangat intensif ditandai dengan banyaknya diskontinuitas berupa rekahan dan retakan (Imran dkk, 2012), dengan RQD 49,89% (Mahdi, 2011). Pelapukan batuan vulkanik pada lereng dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan presipitasi hujan yang tinggi, maka mudah sekali terjadi aliran air yang merembes pada diskontinuitas ini, kemudian mengalir pada lapisan antara breksi vulkani dengan tufa yang impermeable. Akibat dari aliran air ini adalah, batuan vulkanik termasuk tanahnya mudah sekali untuk slaking (hancur) dan swelling (mengembang). Kaitan antara derajat pelapukan, prespitasi hujan dan longsornya lereng sangat signifikan (Sadisun, 1998). Pada lokasi lereng, adanya beberapa mata air yang muncul setelah peristiwa longsor menandakan bahwa breksi vulkanik dan tufa sudah mengalami pelapukan tajam. Aliran air menyebabkan deformasi lereng dimana kekuatan geser batuan menurun tajam seiring meningkatnya kadar air batuan vulkanik (Kawamura dan Miura, 2011). Selain itu, struktur geologi didominasi pula oleh sesar dan joint pada batuan. Terdapat pula patahan minor ditandai oleh gawir-gawir pada dinding tebing. Patahn ini berarah utara-selatan, selaras dengan patahan Walanae (Imran dkk, 2012). Mata air Gambar 3. Pelapukan batuan Gambar 4. Mata air pada kaki lereng. 3. STRATIGRAFI DAN GEOMEKANIK LERENG Kondisi bawah permukaan lereng diteliti dengan melakukan pendugaan resistifitas batuan dan pengeboran inti. Data yang didapatkan dari dua penyelidikan dipakai dalam simulasi numerik. Selain itu data resistifitas batuan juga memberi informasi awal mengenai bidang gelincir pada lereng. Survey Geolistrik Pengambilan data geotomografi dilakukan secara langsung di lapangan dengan menggunakan konfigurasi Wenner dan Wenner Schlumberger. Data yang diperoleh dijadikan model sintetik dengan menggunakan perangkat lunak Res2Dmod yang menghasilkan penampang (apparent resistivity), yang kemudian diinversikan dengan menggunakan perangkat lunak Res2Dinv yang mengasilkan profil 2D true resistivity. Parameter pada model sintetik ini kemudian dijadikan parameter lapangan untuk akuisisi data. Hasil inversi dengan menggunakan perangkat lunak Res2Dinv berupa profil 2D secara vertikal yang dapat menunjukkan kedalaman dan sebaran resistivitas sebenarnya. Dari Gambar 5 terlihat bahwa pada titik a dengan nilai resistivitas antara

495 1114Ωm yang berada pada tinggian diinterpretasikan sebagai lapisan batuan yang masif (massive rock). Selanjutnya pada titik b yang menunjukkan nilai resistivitas berkisar antara 3.80 97.7Ωm berada pada lintasan dengan posisi 50 100 m diinterpretasikan sebagai lapisan soil yang tinggi akan kandungan airnya (Lateric soil with high saturation of water). Sedangkan pada titik c yang memperlihatkan nilai resistivitas >220Ωm yang sangat kontras dengan titik b diinterpretasikan sebagai lapisan bed rock, sehingga terlihat jelas bidang kontinuitas antara lapisan soil dan lapisan bed rock nya yang digambarkan dengan garis tegas/titik d yang disebut sebagai bidang gelincir (sliding surface)..a.b c d Gambar 5. Citra Lintasan Hasil Inversi Res2dinv dengan Topografi. a) Massive Rock, b) Lateric soil with high saturation of water, c) Bed Rock, d) Sliding Surface. Bor-log dan Sifat Geoteknik Lereng Hasil pengeboran inti dan pengujian sampel tanah di laboratorium mengindikasikan bahwa pada lereng bawah, permukaan jalan hingga elevasi 10 m, terdapat lempung campur gravel berwarna coklat abu-abuan dengan konsistensi sangat kakukeras. Pada lapisan antara -10 hingga -13,4 m, terdapat lempung berwarna coklat kemerahan dengan konsistensi keras. Dibawah lapisan ini, terdapat lempung dengan warna coklat tua berkonsistensi keras (Gambar 6). Pada lereng atas, pada elevasi +15 m, terdapat lempung campur gravel, berwarna coklat abu-abuan. Pada elevasi +10 m hingga +4 m, lempung berwarna coklat kemerahan berkonsistensi agak kaku-keras. Pada elevasi antara +4 m hingga -5 m, masih didapatkan lempung berwarna coklat muda dengan konsistensi sangat kaku. Stratigrafi lereng memang didominasi oleh batuan lempung yang mengeras karena efek geologi. Dari hasil percobaan oedometer, Over Consolidated Ratio (OCR) tidak melebihi 1, yang berarti tanah pada lereng ini terkonsolidasi normal. Berat volume tanah, berkisar antara 26,21 kg/cm 3 hingga 33,61 kg/cm 3. Indeks plastisitas (PI)

berkisar dari 11% hingga 14%. Jenis tanah lempung terkompaksi ini bukanlah lempung aktif, karena nilai activity-nya kurang dari 0,75. Gambar 6. Stratigrafi lereng berdasarkan data bor log. BACK ANALYSIS DAN SIMULASI FEM Back analysis dilakukan untuk mengetahui mekanisme longsor lereng. Geometri lereng didapatkan dari hasil pengukuran topografi Kemiringan lereng atas mencapai hampir 70, sementara lereng bawah memiliki kemiringan 40. Parameter sifat mekanis tanah dari hasil lab terutama uji geser langsung dan konversi N-SPT untuk menentukan modulus elastisitas tanah (Bowles, 1996). Parameter tanah untuk pemodelan berbasis finite element model, ditunjukkan oleh Tabel 1. Hanya saja untuk jenis tanah gravelly clay, parameter kohesi dan sudut gesernya dikurangi untuk mendapatkan hasil longsoran mewakili kondisi lapangan. Pengurangan nilai kohesi dan sudut geser karena kondisi lempung bergravel sudah melapuk, dan dalam kondisi jenuh air. Model konstitutif yang dipakai adalah Mohr-Coulomb untuk tanah dan batuan, dan elastoplastic model untuk struktur.

Pada simulasi ini, diselidiki pula pengaruh tingginya muka air tanah pada stabilitas lereng. Olenya itu, kondisi permukaan air tanah yang tinggi ketika musim hujan, dan muka air tanah normal merupakan dua kondisi yang disimulasi secara terpisah. Dengan menggunakan Plaxis, stabilitas lereng dilakukan dengan metode gravity loading,dimana loading inputnya memakai sistem total multiplier. Setelah itu, phi/c reduction digunakan, untuk mencari bidang gelincir dan menghitung faktor keamanan (SF) lereng. Tabel 1. Parameter geomekanik Tanah Lereng Mekanisme Kegagalan Lereng dan Pengaruh Muka Air Tanah Proses kelongsoran lereng ditandai dengan deformasi lereng dimana bidang gelincirnya berada pada radius 5 meter dari kaki lereng (Gambar 7). Safety faktor (SF) lereng ini hanya 0.98. Dari Gambar 8, hasil simulasi memang mengindikasikan adanya aliran air sebesar 75,68 m 3 per hari terdapat pada kaki lereng. Hal ini terkonfirmasi dengan adanya mata air di kaki lereng pasca longsor. Pengaruh aliran air tanah sangat signifikan pada proses kelongsoran lereng. Hasil simulasi menunjukaan bahwa peninggian muka air tanah pada lereng dapat menurunkan SF faktor dari 1.43 menjadi 0.98 (Gambar 9). Bidang gelincir menandakan tipe longsor adalah rotational landslide non circularselain faktor aliran air tanah, faktor geometri lereng juga menjadi pemicu ketidakstabiltan lereng. Dari pendataan geolistrik, diduga bahwa bidang gelincir berada cukup jauh di bawah jalan, yaitu pada bidang pertemuan lempung kerikil (breccia vulkanik) dengan lempung keras (tufa impermeable). Namun hasil simulasi FEM, bidang gelincir berada pada lereng atas jalan.

Gambar 7. Deformasi lereng sebagai mekanisme kegagalan lereng. Gambar 8. Aliran air pada lereng berdasarkan hasil simulasi FEM. (a) (b) Gambar 9. Bidang Gelincir pada lereng dengan (a) muka air tanah maksimum, SF = 0.98 dan (b) muka air normal SF = 1.43.

Stabilitas lereng pasca longsor Persoalan kestabilan lereng setelah terjadinya longsor diselidiki kembali. Hal ini dikarenakan posisi jalan mengalami peninggian dan lereng bawah mendapatkan beban tambahan. Dari hasil simulasi, potensi terjadinya gelincir cukup besar, diindikasikan dengan adanya deformasi tambahan pada lereng atas (Gambar 10), dan rendahnya SF = 1,15 (Gambar 11). Pengaruh beban kendaraan (2 ton/m 2 ) pada lereng juga dievaluasi. Didapatkan dari hasil simulasi bahwa bahwa deformasi dan bidang gelincir meliputi juga lereng bawah dengan SF = 1.12 (Gambar 12). Ini menandakan bahwa perkuatan lereng bukan hanya dilakukan di lereng atas tapi juga di lereng bawah jalan. Gambar 10. Deformasi pasca longsor. Gambar 11. Bidang gelincir pada lereng pasca longsor, SF = 1,15.

Gambar 12. Bidang gelincir pada lereng pasca longsor dengan mempertimbangkan beban kendaraan 2 ton/m 2 pada jalan, SF = 1,12. PERKUATAN DENGAN BORE PILES DAN BENCHING LERENG Alternatif perkuatan lereng dengan menggunakan bore piles pada lereng bawah dan benching pada lereng atas juga dievaluasi. Borepiles dimodelkan sebagai pelat dengan EA = 3937.5 kn/m2, EI = 257.709 kn/m2, w = 4,7 kn/m/m dan v = 0,15. Diameter bore pile 100 cm, dengan panjang hingga mencapai 16 meter, mencapai lapisan tufa impermeable. Sementara lereng atas dibuat terap untuk memperkecil sudut keterjalannya. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa SF meningkat menjadi 1,45 (Gambar 13). Bidang gelincir hanya pada permukaan hanya pada pergeseran kepala tiang. Displacement terjadi hanya sebesar 5,86 mm pada bentang tengah tiang. Gambar 13. Bidang gelincir pada lereng setelah diperkuat dengan borepile dan diterap, SF = 1,45.

KESIMPULAN a. Mekanisme kegagalan lereng pada Km. 131 poros jalan Malino Sinjai dipengaruhi oleh meningkatnya muka air tanah pada lereng pada sifat batuan vulkanik yang melapuk. b. SF pada lereng dengan muka air normal adalah 1.43. Dengan meningkatnya muka air tanah, SF lereng turun menjadi 0,98. Bidang gelincir terdapat pada lereng atas dengan radius gelincir 7 m dari crest lereng. c. Stabilitas lereng pasca longsor masih tetap rendah, diindikasikan dari SF = 1,15 dimana bidang gelincir tetap berada pada lereng atas. d. Pengaruh beban dinamis kendaraan dapat memperluas kemungkinan terjadinya bidang gelincir yang meliputi juga lereng bawah, dengan SF = 1,12. e. Perkuatan dengan bored pile pada lereng bawah dapat meningkatkan SF menjadi 1,45. Sementara benching lereng pada lereng atas membuatnya stabil. DAFTAR PUSTAKA Bowles, J.E. 1996. Foundation Analysis and Design, 5 th Ed. Mc. Graw-Hill, 1175p. Imran, A.M., Azikin, B., Sultan. 2012. Peranan Aspek Geologi sebagai Penyebab Terjadinya Longsoran pada Ruas Jalan Poros Malino Sinjai. Buletin Geologi Tata Lingkungan, Vol 22 no. 3. Pp. 185 196. Kawamura, S., Miura, S., Ishikawa, T., Ino, H., 2009. Failure Mechanism of Vulcanic Slope due to Rainfall and Freeze-thaw Action. Prediction and Simulation Method for Geohazard Mitigation. Taylor and Francis Group, London, p. 25-31. Mahdi, 2011. Studi Gerakan Tanah pada Poros Jalan Raya Daerah Manipi Kecamatan Sinjai Barat Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi Selatan. Skripsi S-1 Teknik Geologi Unhas, Makassar. Sukamto, Supriatna. 1982. Geologi Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai Sulawesi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan dan Energi Bandung. Sadisun, I.A., 1998. Pengaruh Pelapukan Batulempung Formasi Subang terhadap Beberapa Sifat Keteknikannya Guna Menunjang Efektifitas Pemilihan Desain Perkuatan Lereng. Lembaga Penelitian ITB Bandung. Yuwono, Y.S. 1989. Petrologi dan Mineralogi Gunung Lompobattang Sulawesi Selatan: dalam Geologi Indonesia. Jurnal IAGI, Vol. 12 No. 1. Pp. 483 509.