ANALISIS EFEKTIVITAS KERAPATAN JARINGAN POS STASIUN HUJAN DI DAS KEDUNGSOKO DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

dokumen-dokumen yang mirip
PREDIKSI CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

ANALISIS ALGORITMA INISIALISASI NGUYEN-WIDROW PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

PERBANDINGAN ANTARA MODEL NEURAL NETWORK DAN MODEL DUANE UNTUK EVALUASI KETEPATAN PREDIKSI WAKTU KERUSAKAN SUATU KOMPONEN

ANALISIS PENAMBAHAN MOMENTUM PADA PROSES PREDIKSI CURAH HUJAN KOTA MEDAN MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGATION NEURAL NETWORK

T 11 Aplikasi Model Backpropagation Neural Network Untuk Perkiraan Produksi Tebu Pada PT. Perkebunan Nusantara IX

PENELUSURAN BANJIR (STAGE HYDROGRAPH) MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN ABSTRAK

VOL. 01 NO. 02 [JURNAL ILMIAH BINARY] ISSN :

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI CURAH HUJAN SUMATERA UTARA DENGAN METODE BACK PROPAGATION (STUDI KASUS : BMKG MEDAN)

Perbaikan Metode Prakiraan Cuaca Bandara Abdulrahman Saleh dengan Algoritma Neural Network Backpropagation

POSITRON, Vol. IV, No. 2 (2014), Hal ISSN :

BAB 2 LANDASAN TEORI

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER FEEDFORWARD DENGAN ALGORITMA BACKPROPAGATION SEBAGAI ESTIMASI NILAI KURS JUAL SGD-IDR

Penerapan Jaringan Saraf Tiruan Metode Backpropagation Menggunakan VB 6

ANALISIS PENAMBAHAN NILAI MOMENTUM PADA PREDIKSI PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT MENGGUNAKAN BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN MULTI LAYER PERCEPTRON PADA APLIKASI PRAKIRAAN CUACA

Estimasi Suhu Udara Bulanan Kota Pontianak Berdasarkan Metode Jaringan Syaraf Tiruan

BAB II DASAR TEORI Jaringan Syaraf Tiruan. Universitas Sumatera Utara

PREDIKSI PENDAPATAN ASLI DAERAH KALIMANTAN BARAT MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

APLIKASI JARINGAN SARAF TIRUAN UNTUK INVENTARISASI LUAS SUMBER DAYA ALAM STUDI KASUS PULAU PARI

PERBANDINGAN ALGORITMA PARTICLE SWARM OPTIMIZATION DAN REGRESI PADA PERAMALAN WAKTU BEBAN PUNCAK

MODEL HIDROLOGI RUNTUN WAKTU UNTUK PERAMALAN DEBIT SUNGAI MENGGUNAKAN METODE ARTIFICIAL NEURAL NETWORK (ANN) (Studi Kasus : Sub DAS Siak Hulu)

ANALISIS PERBANDINGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DAN REGRESI LINEAR BERGANDA PADA PRAKIRAAN CUACA

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 KONSEP DASAR PENGENAL OBJEK

PENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA RESILENT BACKPROPAGATION

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS RASIONALISASI JARINGAN POS HUJAN UNTUK KALIBRASI HIDROGRAF PADA DAS BABAK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

ANALISIS PERBANDINGAN METODE BACKPROPAGATION DAN RADIAL BASIS FUNCTION UNTUK MEM PREDIKSI CURAH HUJAN DENGAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

PERAMALAN TINGGI MUKA AIR DI BENGAWAN SOLO HILIR RUAS BOJONEGORO LAMONGAN AKIBAT ADANYA BENDUNG GERAK BOJONEGORO DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN

MODEL PEMBELAJARAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK OTOMATISASI PENGEMUDIAN KENDARAAN BERODA TIGA

PERKIRAAN PENJUALAN BEBAN LISTRIK MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN RESILENT BACKPROPAGATION (RPROP)

IMPLEMENTASI ALGORITMA PERCEPTRON UNTUK PENGENALAN POLA MASUKAN BINER MAUPUN BIPOLAR MENGGUNAKAN BORLAND DELPHI

ARTIFICIAL NEURAL NETWORK TEKNIK PERAMALAN - A

IMPLEMENTASI JARINGAN SYARAF TIRUAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI HARGA SAHAM

2.1. Dasar Teori Bandwidth Regression

STUDI ESTIMASI CURAH HUJAN, SUHU DAN KELEMBABAN UDARA DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB 2 LANDASAN TEORI

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MENGETAHUI LOYALITAS KARYAWAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK DALAM PREDIKSI PERSEDIAAN TERNAK SAPI POTONG ( STUDI KASUS DI WILAYAH SUMATERA BARAT )

Muhammad Fahrizal. Mahasiswa Teknik Informatika STMIK Budi Darma Jl. Sisingamangaraja No. 338 Simpanglimun Medan

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

Putu Doddy Heka Ardana 1. ABSTRAK

PELATIHAN FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA DENGAN METODE SELEKSI TURNAMEN UNTUK DATA TIME SERIES

Architecture Net, Simple Neural Net

Jurnal Informatika Mulawarman Vol 5 No. 1 Februari

BAB III METODE PENELITIAN

PERAMALAN JUMLAH KENDARAAN DI DKI JAKARTA DENGAN JARINGAN BACKPROPAGATION

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB 2 LANDASAN TEORI. fuzzy logic dengan aplikasi neuro computing. Masing-masing memiliki cara dan proses

Jaringan Syaraf Tiruan. Disusun oleh: Liana Kusuma Ningrum

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MENGENALI TULISAN TANGAN HURUF A, B, C, DAN D PADA JAWABAN SOAL PILIHAN GANDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

NEURAL NETWORK BAB II

BAB 3 PERANCANGAN SISTEM. Bab ini menguraikan analisa penelitian terhadap metode Backpropagation yang

Implementasi Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dan Steepest Descent untuk Prediksi Data Time Series

BAB I PENDAHULUAN. universitas swasta yang memiliki 7 Fakultas dengan 21 Program Studi yang

JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) ERWIEN TJIPTA WIJAYA, ST, M.KOM

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM PENGHITUNGAN PERSENTASE KEBENARAN KLASIFIKASI PADA KLASIFIKASI JURUSAN SISWA DI SMA N 8 SURAKARTA

JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN BACKPROPAGATION UNTUK MENDETEKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA

ANALISA JARINGAN SARAF TIRUAN DENGAN METODE BACKPROPAGATION UNTUK MEMPREDIKSI PRODUKTIVITAS PEGAWAI. Jasmir, S.Kom, M.Kom

Metode Jaringan Saraf Tiruan Propagasi Balik Untuk Estimasi Curah Hujan Bulanan di Ketapang Kalimantan Barat

BAB IV JARINGAN SYARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK)

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI KUALITAS AIR SUNGAI DI TITIK BENDUNG GUNUNGSARI KOTA SURABAYA JURNAL

POSITRON, Vol. V, No. 1 (2015), Hal ISSN :

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI KUALITAS AIR SUNGAI DI TITIK JEMBATAN JREBENG KABUPATEN GRESIK JURNAL

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pengenalan suara (voice recognition) dibagi menjadi dua jenis, yaitu

BAB II LANDASAN TEORI

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. paling parah dan paling lama tingkat pemulihannya akibat krisis keuangan

PENENTUAN MODEL RETURN HARGA SAHAM DENGAN MULTI LAYER FEED FORWARD NEURAL NETWORK MENGGUNAKAN ALGORITMA RESILENT BACKPROPAGATION SKRIPSI

JARINGAN SYARAF TIRUAN PREDIKSI PENYAKIT LUDWIG ANGINA

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN DALAM MEMPREDIKSI TINGKAT PENGANGGURAN DI SUMATERA BARAT

PENGEMBANGAN SUMBER BELAJAR MATAKULIAH SISTEM CERDAS KOMPETENSI JARINGAN SYARAF TIRUAN

PERANCANGAN PROGRAM PENGENALAN BENTUK MOBIL DENGAN METODE BACKPROPAGATION DAN ARTIFICIAL NEURAL NETWORK SKRIPSI

Pemodelan Curah Hujan-Limpasan Menggunakan Artificial Neural Network (ANN) dengan Metode Backpropagation. Iwan K. Hadihardaja 1) Sugeng Sutikno 2)

PERBANDINGAN MODEL CURAH HUJAN LIMPASAN ANTARA METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN DENGAN METODE SACRAMENTO

BACK PROPAGATION NETWORK (BPN)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISA METODE KAGAN-RODDA TERHADAP ANALISA HUJAN RATA-RATA DALAM MENENTUKAN DEBIT BANJIR RANCANGAN DAN POLA SEBARAN STASIUN HUJAN DI SUB DAS AMPRONG

Makalah Seminar Tugas Akhir

KLASIFIKASI POLA HURUF VOKAL DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN BACKPROPAGATION. Dhita Azzahra Pancorowati

1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

PENERAPAN JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI JUMLAH PESERTA KB BARU DI KABUPATEN SEMARANG DENGAN METODE BACKPROPAGATION

PERAMALAN JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA KE LOMBOK MENGGUNAKAN JARINGAN SYARAF TIRUAN

SATIN Sains dan Teknologi Informasi

ANALISIS TINGGI MUKA AIR BENGAWAN SOLO HILIR AKIBAT ADANYA FLOODWAY DENGAN METODE JARINGAN SYARAF TIRUAN JURNAL

PENGENALAN KARAKTER ALFANUMERIK MENGGUNAKAN METODE BACKPROPAGARATION

Prediksi Jangka Pendek Debit Aliran Irigasi Seluma dengan Menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan

Prediksi Curah Hujan Di Kota Pontianak Menggunakan Parameter Cuaca Sebagai Prediktor Pada Skala Bulanan, Dasarian Dan Harian Asri Rachmawati 1)*

Kampus Bina Widya Jln. HR Soebrantas KM 12,5 Pekanbaru, Kode Pos Abstract

PREDIKSI PERHITUNGAN DOSIS RADIASI PADA PEMERIKSAAN MAMMOGRAFI MENGGUNAKAN ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN PROPAGASI BALIK

MILIK UKDW. Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMILIHAN WARNA LIPSTIK BERDASARKAN INFORMASI USIA DAN WARNA KULIT DENGAN MENGGUNAKAN METODA ARTIFICIAL NEURAL NETWORK

APLIKASI JARINGAN SYARAF TIRUAN UNTUK MEMPREDIKSI VOLUME PEMAKAIAN AIR BERSIH DI KOTA PONTIANAK

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 4, Oktober 2013 ISSN

Transkripsi:

ANALISIS EFEKTIVITAS KERAPATAN JARINGAN POS STASIUN HUJAN DI DAS KEDUNGSOKO DENGAN MENGGUNAKAN JARINGAN SARAF TIRUAN (ARTIFICIAL NEURAL NETWORK) Syarief Fathoni 1, Very Dermawan 2, Ery Suhartanto 2 1 Staf Inspektorat Wilayah 1, Inspektorat Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Indonesia; 2 Dosen, Program Studi Magister Sumber Daya Air, Teknik Pengairan Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Indonesia syarif83.sf@gmail.com Abstrak: Kualitas data curah hujan sangat bergantung pada kemampuan pos hidrologi dalam memantau karakteristik hidrologi dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian, agar memperoleh jaringan pos stasiun hujan yang efektif dalam hal perletakan stasiun pos stasiun hujan yang optimum dan mampu menggambarkan varibilitas ruang DAS yang teramati dengan baik. Lokasi penelitian terletak di DAS Kedungsoko yang luasnya adalah 416,54 km 2, dan terdiri atas 8 pos stasiun hujan. Analisis dilakukan dengan membandingkan debit AWLR tahun 2001 s.d. 2010 dengan debit hasil model Jaringan Saraf Tiruan (JST). Model JST ini digunakan untuk mendapatkan debit dengan variabel masukan terdiri atas curah hujan maksimum tahunan pos stasiun hujan dengan satuan mm (X 1 ), jarak pos stasiun hujan dengan pos AWLR dalam satuan km (X 2 ), beda tinggi pos stasiun hujan dengan pos AWLR dalam satuan m (X 3 ), dan koefisien thiessen (X 4 ). Berdasarkan perbandingan debit hasil JST dengan debit AWLR, maka kerapatan jaringan pos stasiun hujan yang paling efektif adalah kombinasi pos stasiun hujan yang terdiri atas 4 (empat) pos stasiun hujan yang terdiri atas Pos Stasiun Hujan Pace, Pos Stasiun Hujan Banaran, Pos Stasiun Hujan Prambon, dan Pos Stasiun Hujan Badong dengan rerata Kesalahan Relatif debitnya adalah 3,763%. Kata Kunci: Jaringan Saraf Tiruan, Stasiun Hujan, Kerapatan Stasiun Hujan, Efektivitas, Kesalahan Relatif Abstract: Quality of rainfall data is highly depend on the ability of hydrologic station in monitoring hydrological characteristics in the Watershed. Therefore it is necessary to get the accurate that is able to describe variability of the watershed. This study located in Kedungsoko Watershed with area is 416,54 km 2, which there are 8 Rainfall Station. This analysis used to compare between AWLR flows with Artificial Neural Network (ANN) on years of 2001 to 2010. ANN used to obtain flows by input variables that are maximum rainfall on mm (X 1 ), distance of rainfall station with AWLR station on km (X 2 ), height difference between rainfall station with AWLR station on m (X 3 ), and thiessen coefficient (X 4 ). Based on comparison of ANN flows and AWLR flows, The most effective density of Rainfall Station is rainfall station combined with 4 rainfall station that are Pace Rainfall Station, Banaran Rainfall Station, Prambon Rainfall Station, and Badong Rainfall Station within the relative error is 3,763%. Key words: Artificial Neural Network, Rainfall Station, Density of Rainfall Station, Effectivity, Relative Error Kesalahan dalam pemantauan data dasar hidrologi dalam suatu daerah aliran sungai akan menghasilkan data yang tidak akurat. Kesalahan ini mengakibatkan hasil peren-canaan, penelitian, dan pengelolaan sumber daya air yang tidak efektif. Data hidrologi yang dapat dipantau dengan baik, dan ditunjang dengan penggunaan metoda yang tepat dan kualitas 129

130 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 129-138 sumber daya manusia yang berkompeten akan didapatkan perencanaan, penelitian, dan pengelolaan sumber daya air yang efektif. Kesesuaian jumlah stasiun hujan dalam jaringan stasiun hujan sangatlah penting karena akan menentukan keakuratan perkiraan debit banjir. Oleh karena itu, maka perlu sebuah elemen penting dalam pengembangan sistem prakiraan banjir. Namun dalam prakteknya, kesuksesan peramalan banjir real-time sering tergantung pada integrasi yang efisien dari semua kegiatan yang terpisah (Douglas & Dobson dalam Dawson dan Wilby, 1998). JST dapat digunakan dalam meramalkan debit banjir adalah karena pertama, JST dapat merepresentasikan fungsi non-linier yang berubah-ubah dan memiliki kompleksitas yang cukup pada jaringan yang dilatih (trained network), kedua, JST dapat mencari hubungan antara sampel masukan yang berbeda dan jika memungkinkan, dapat mengenal sampel kelompok dalam bentuk analog pada analisis cluster, ketiga, dan mungkin paling penting, JST mampu mengeneralisasi hubungan yang relatif kuat antara bagian kecil data dengan masukan data yang menyimpang atau hilang yang relatif kuat dan dapat beradaptasi atau belajar dalam menanggapi lingkungan yang berubah (Dawson dan Wilby, 1998). Rodhita (2012) telah melakukan penelitian mengenai rasionalisasi jaringan pos stasiun hujan di DAS Kedungsoko Kabupaten Nganjuk. Penelitian tersebut menggunakan 2 (dua) metode yaitu Metode Kagan-Rodda dan Metode Kriging. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jumlah pos stasiun hujan yang terpilih dengan metode Kagan-rodda adalah 4 (empat) stasiun hujan dan dengan metode Kriging adalah 8 (delapan) stasiun hujan. Kesalahan relatif rerata untuk curah hujan rancangan terhadap curah hujan eksisting dengan metode Kagan-Rodda adalah sebesar 1,906%, sedangkan dengan metode Kriging kesalahan relatifnya adalah sebesar 2,802%. Berdasarkan perhitungan hidrograf satuan sintetis (dengan ni-lai = 3 dan c = 0,70), maka kesalahan relatif debit air rancangan terhadap debit air eksisting adalah sebesar 38,53% untuk rasionalisasi stasiun hujan dengan Metodo Kagan-Rodda, dan nilai kesalahan relatif sebesar 19,83% untuk rasionalisasi stasiun hujan dengan Metode Kriging. Tujuan dari studi ini adalah adalah untuk mengetahui efektivitas kerapatan jaringan pos stasiun hujan di DAS Kedungsoko dengan menggunakan model Jaringan Saraf Tiruan. BAHAN DAN METODE Bahan Wilayah studi terletak pada DAS Kedungsoko yang terletak pada wilayah Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri yang membentang hingga mencapai Kabupaten Nganjuk, Propinsi Jawa Timur. Sungai Kedungsoko merupakan anak sungai Widas. Hilir sungai Widas sendiri bermuara menuju sungai Sungai Brantas. Hulu sungai Kedung-soko berasal dari gunung Wilis. Sungai ini memiliki luas DAS 416,54 km 2, dengan alur sungai utama memiliki panjang 28,66 km. Lokasi DAS Kedungsoko dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1. Peta DAS Kedungsoko Sumber: Pengolahan Data, 2015 Jumlah pos stasiun hujan eksisting adalah 8 (delapan) buah yang tersebar pada Kabupaten Nganjuk (6 pos) dan Kabupaten Kediri (2 pos). Lokasi pos stasiun hujan di DAS Kedungsoko dapat dilihat pada Gambar 2.

Fathoni, dkk, Analisis Efektivitas Kerapatan Jaringan Pos Stasiun Hujan Di Das Kedungsoko 131 Gambar 2. Peta Pos Stasiun Hujan di DAS Kedungsoko Sumber: Pengolahan Data, 2015 Secara administratif, lokasi-lokasi pos stasiun hujan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pos stasiun hujan di DAS Kedungsoko No. Stasiun Hujan Lokasi Desa Kecamatan Kabupaten 1. Patihan Patihan Loceret Nganjuk 2. Banaran Babatan Pace Nganjuk 3. Pace Pacekulon Pace Nganjuk 4. Prambon Prambon Prambon Nganjuk 5. Badong Sidorejo Ngetos Nganjuk 6. Grogol Wonoasri Grogol Kediri 7. Gading Tiron Grogol Kediri 8. Klodan Klodan Ngetos Nganjuk Sumber: UPT PSAWS Puncu Selodono Kediri Data yang digunakan dalam studi ini antara lain: 1. Data curah hujan harian tahun 2001 sampai dengan 2010. 2. Peta Daerah Aliran Sungai Kedungsoko. 3. Data tata letak stasiun hujan pada DAS Kedungsoko. 4. Data AWLR Sungai Kedungsoko tahun 2001 sampai dengan 2010. 5. Data Hasil Penelitian Rasionalisasi Stasiun Hujan (Rodhita, 2012) Metode Menurut Kusumadewi (2003), Jaringan Saraf Tiruan adalah merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia ter-sebut. Jaringan Neural Artifisial (Jaringan Saraf Tiruan) telah dikembangkan sebagai generalisasi model matematik dari kognisi manusia atau biologi neural, yang berbasis pada asumsi sebagai berikut (Widodo, 2005): 1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut neuron. 2. Sinyal diberikan antara neuron lewat jalinan koneksi. 3. Setiap jalinan koneksi mempunyai bobot yang mengalikan sinyal yang ditransmisikan. 4. Setiap neuron menerapkan fungsi aktivasi (yang biasanya non linear) terhadap jumlah sinyal masukan terbobot untuk menentukan sinyal keluarannya. Struktur neuron pada Jaringan Saraf Tiruan tersebut dapat dilihat pada gambar 3. Gambar 3. Struktur Neuron Jaringan Saraf Tiruan Sumber: Kusumadewi :2003 Lapisan-lapisan penyusun JST dibagi menjadi tiga, yaitu (Sutojo dkk, 2010): 1. Lapisan masukan (input layar), bertugas menerima pola inputan dari luar yang menggambarkan suatu permasalahan. 2. Lapisan Tersembunyi (hidden layer), disebut unit-unit tersembunyi, yang mana nilai outputnya tidak dapat diamati secara langsung. 3. Lapisan keluaran (output layer), merupakan solusi JST terhadap suatu permasalahan. Jaringan Saraf Tiruan pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara jumlah pos stasiun hujan dengan debit. Sistem hidrologi pada suatu DAS disimulasikan seperti halnya sistem pembe-lajaran pada sistem saraf manusia. Lapisan input JST diibaratkan sebagai saraf sensorik pada sistem saraf manusia yang berfungsi untuk mengenali karakteristik dan menggambarkan permasalahan yang ada. Sedang-kan lapisan output diibaratkan saraf motorik pada sistem saraf

132 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 129-138 manusia dimana merupakan respon atas permasalahan yang telah di-pelajari tadi. Lapisan input yang dimasukkan terdiri atas 4 variabel yaitu curah hujan (mm), jarak pos stasiun hujan dengan pos AWLR (km), perbedaan elevasi/beda tinggi pos stasiun hujan dengan pos AWLR (m), dan koefisien thiessen. Lapisan output terdiri atas data debit AWLR (m 3 /detik). Data-data dari kedua lapisan tersebut dilakukan pelatihan/ pembelajaran(training data) agar jaringan tersebut dapat mengenali data input yang telah dimasukkan tadi. Proses pelatihan, suatu input dimasukkan ke jaringan, kemudian jaringan akan memproses dan mengeluarkan suatu keluaran. Keluaran yang dihasilkan oleh jaringan dibandingkan dengan target. Jika keluaran jaringan tidak sama dengan target, maka perlu dilakukan modifikasi bobot. Tujuan dari pelatihan ini adalah memodifikasi bobot hingga diperoleh bobot yang bisa membuat keluaran jaringan sama dengan target yang diinginkan (Sutojo dkk, 2011). JST Multi Layer Perceptron merupakan salah satu Jaringan Saraf Tiruan yang paling banyak digunakan yang mana data dilatih dengan menggunakan algoritma backpropagation (Deshpande: 2012). Langkahlangkah perhitungan algoritma backpropagation adalah sebagai berikut: Tahap Perambatan Maju (forward propagation) 1. Setiap unit input (X i, i = 1,2,3,...,n) menerima sinyal x i dan meneruskan sinyal tersebut ke semua unit pada lapisan tersembunyi (hidden layer). 2. Setiap unit tersembunyi (Z i, j = 1,2,3,...,p) menjumlahkan bobot sinyal input dengan persamaan berikut: dan menerapkan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya: Biasanya fungsi aktivasi yang digunakan adalah fungsi sigmoid, kemudian mengirimkan sinyal tersebut ke semua unit output. 3. Setiap unit output (Y k, k = 1,2,3,...,m) menjumlahkan bobot sinyal input. dan menerapkan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal output-nya: Tahap Perambatan Balik (back propagation) 1. Setiap unit output (Setiap unit output Y k, k = 1,2,3,...,m) menerima pola target sesuai dengan pola input pelatihan, kemudian hitung error dengan persamaan berikut: ) ) f adalah turunan dari fungsi aktivasi kemudian hitung koreksi bobot dengan persamaan berikut: dan menghitung koreksi bias dengan persamaan berikut: sekaligus mengirimkan k ke unit-unit yang ada di lapisan paling kanan. 2. Setiap unit tersembunyi (Z j, j = 1,2,3,...,p) menjumlahkan delta input-nya (dari unitunit yang berada pada lapisan di kanannya): Untuk menghitung informasi error, kalikan nilai ini dengan turunan dari fungsi aktivasinya: ) Kemudian hitung koreksi bobot dengan persamaan berikut: Setelah itu, hitung juga koreksi bias dengan persamaan berikut: Tahap Perubahan Bobot dan Bias 1. Setiap unit output (Y k, k = 1,2,3,...,m) dilakukan perubahan bobot dan bias (j = 0,1,2,3,...p) dengan persamaan berikut: ) ) Setiap unit tersembunyi (Z j, j = 1,2,3,...,p) dilakukan perubahan bobot dan bias (i = 0,1,2,3,...,n) dengan persamaan berikut: ) ) 2. Tes kondisi berhenti. Fungsi aktivasi pada JST Multi Layer Perceptron (MLP) biasanya menggunakan sigmoid biner, dimana keluaran bernilai pada interval 0 sampai 1.

Fathoni, dkk, Analisis Efektivitas Kerapatan Jaringan Pos Stasiun Hujan Di Das Kedungsoko 133 f d n an f f [ f ] Grafik fungsi sigmoid biner dapat dilihat pada gambar 4. Gambar 4. Fungsi Sigmoid Biner Sumber: Kusumadewi : 2003 Rancangan penelitian pada studi ini adalah dengan menguji data eksisting pos setasiun hujan (8 pos), data pos stasiun hujan hasil rasionalisasi Kriging (8 pos) dan Kaganrodda (4 pos) dari penelitian Rodhita tahun 2012, dan data pos stasiun hujan dengan cara mengurangi jumlah pos stasiun hujan satu persatu hingga tersisa 4 pos stasiun hujan (162 kombinasi). Sedangkan rancangan variabel masukan yang diperhitungkan terdiri atas 5 variabel yaitu curah hujan (X 1 ), jarak pos stasiun hujan dengan pos AWLR (X 2 ), perbedaan elevasi/beda tinggi pos stasiun hujan dengan pos AWLR (X 3 ), koefisien thiessen (X 4 ), dan Debit hasil pengamatan/ AWLR (Y). Variabel-variabel tersebut dirancang dengan susunan seperti pada Tabel 2. Pada tabel tersebut dibedakan atas 4 kombinasi variabel masukan (Rancangan 1), 3 kombinasi variabel masukan (Rancangan 2,3,4), dan 2 kombinasi variabel masukan (Rancangan 5,6,7). Tabel 2. Rancangan susunan variabel-variabel pada JST Rancangan X 1 X 2 Variabel X 3 X 4 Y 1 v v v v v 2 v v v v 3 v v v v 4 v v v v 5 v v v 6 v v v 7 v v v Sumber: Pengolahan data, 2015 Arsitektur jaringan pada pada tiap rancangan variabel berbeda antara satu dengan yang lain. Arsitektur jaringan disusun berdasarkan jumlah variabel masukan (input). Arsitektur jaringan dapat dilihat pada gambar 5, 6, dan 7. X1 X2 X3 X4 V16 V21 V26 V31 V36 V01 V11 V06 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 1 1 Gambar 5. Arsitektur jaringan Multi Layer Perceptron dengan empat lapisan masukan Sumber: Pengolahan data, 2015 X1 X2 X3 V16 V21 V26 V31 V36 V01 V11 V06 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 1 1 Gambar 6. Arsitektur jaringan Multi Layer Perceptron dengan tiga lapisan masukan Sumber: Pengolahan data, 2015 X1 X2 V16 V21 V26 V01 V11 V06 Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 W21 W31 W41 W51 W61 W21 W31 W41 W51 W61 W11 W11 1 1 Gambar 7. Arsitektur jaringan Multi Layer Perceptron dengan dua lapisan masukan Sumber: Pengolahan data, 2015 W01 W01 W21 W31 W41 W51 W61 W11 W01 Y1 Y1 Y1

134 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 129-138 dengan, X 1 = Curah hujan (mm) X 2 = Jarak pos stasiun hujan dengan pos AWLR (km) X 3 = Perbedaan elevasi/beda tinggi pos stasiun hujan dengan pos AWLR (m) X 4 = Koefisien thiessen Z n = Lapisan tersembunyi (hidden layer) yang terdiri atas 6 node (Z 1, Z 2,..., Z 6 ) Y = Keluaran/debit AWLR (m 3 /detik) 1 = Bias Pada penelitian ini menggunakan perangkat lunak Neurosolutions for excel 7. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data eksisting (8 pos) didapatkan bahwa selama proses pelatihan, nilai MSE (Mean Square Error) pada data training berkisar 0,614 0,665 dan pada data Cross Validation (CV) adalah 0,496 0,567, hal ini berarti bahwa proses pelatihan pada jaringan ini telah berjalan dengan baik. Sedangkan data testing didapatkan nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara 54,769 77,935. Pengujian data dilakukan dengan mengambil 10 sampel data curah hu-jan maksimal tahunan. Hasil yang didapatkan pada pengujian data adalah bahwa rerata prosentase Kesalahan Relatif (KR) debit hasil JST dengan debit AWLR berkisar antara 19,225% - 28,346%. Prosentase Kesalahan Relatif terkecil (19,225%) didapatkan dari analisis dengan rancangan variabel ke-2 yaitu variabel masukan yang terdiri atas Curah Hujan, Jarak Pos Stasiun Hujan ke Pos AWLR, dan Beda Tinggi Pos Stasiun Hujan dengan Pos AWLR. Sedangkan Koefisien Korelasi (r) pada rancangan variabel ke-2 bernilai 0,786 yang berarti bahwa debit yang dihasilkan dari model JST ini searah dan berkorelasi sangat kuat dengan debit AWLR. Hasil pengujian data eksisting dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengujian data eksisting dengan JST (pos stasiun hujan eksisting) Rancangan Jaringan MSE RMSE (KR) r variabel Pos Training (CV) Testing % 1 Eksisting 0,643 0,533 71,695 26,877 0,536 2 Eksisting 0,616 0,496 57,677 19,225 0,786 3 Eksisting 0,614 0,539 60,140 24,915 0,556 4 Eksisting 0,652 0,552 57,442 23,407 0,764 5 Eksisting 0,635 0,522 54,769 24,953 0,621 6 Eksisting 0,617 0,519 77,935 28,346 0,622 7 Eksisting 0,665 0,567 62,926 25,229 0,622 Gambar 8. Grafik perbandingan debit ke-luaran JST dengan debit eksisting (pos stasiun hujan eksisting) pada rancangan variabel ke-2 Pada Gambar 8, dapat diketahui bahwa pada tahun 2002 dan 2005 debit hasil JST mampu mengikuti karakteristik debit AWLR(KR < 10%). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data hasil rasionalisasi metode Kriging (8 pos) didapatkan bahwa selama proses pelatihan, nilai MSE (Mean Square Error) pada data training berkisar 0,550 0,625 dan pada data Cross Validation (CV) adalah 0,478 0,548, hal ini berarti bahwa proses pelatihan pada jaringan ini telah berjalan dengan baik. Sedangkan data testing didapatkan nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara 46,789 69,953. Hasil yang didapatkan adalah bahwa rerata prosentase Kesalahan Relatif (KR) debit hasil JST dengan debit AWLR berkisar antara 20,856% - 29,957%. Prosentase Kesalahan Relatif terkecil (20,856%) didapatkan dari analisis dengan rancangan variabel ke-2 yaitu variabel ma-sukan yang terdiri atas Curah Hujan, Jarak Pos Stasiun Hujan ke Pos AWLR, dan Beda Tinggi Pos Stasiun Hujan dengan Pos AWLR. Sedangkan Koefisien Korelasi (r) pada rancangan variabel ke-2 bernilai 0,756 yang berarti bahwa debit yang dihasilkan dari model JST ini searah dan berkorelasi sangat kuat dengan debit AWLR. Hasil pengujian data eksisting dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil pengujian data eksisting de-ngan JST (pos stasiun hujan Kriging) Rancangan Jaringan MSE RMSE (KR) r variabel Pos Training CV Testing % 1 Kriging 0,572 0,510 51,724 29,957 0,391 2 Kriging 0,580 0,478 56,647 20,856 0,756 3 Kriging 0,550 0,518 46,789 24,719 0,615 4 Kriging 0,593 0,522 66,752 23,066 0,701 5 Kriging 0,586 0,498 51,696 25,175 0,624 6 Kriging 0,625 0,548 69,953 24,546 0,612 7 Kriging 0,619 0,524 53,796 28,050 0,305

Fathoni, dkk, Analisis Efektivitas Kerapatan Jaringan Pos Stasiun Hujan Di Das Kedungsoko 135 Gambar 9. Grafik perbandingan debit ke-luaran JST dengan debit eksisting (pos stasiun hujan hasil rasionalisasi Kriging) pada ran-cangan variabel ke-2 Pada Gambar 9, dapat diketahui bahwa pada tahun 2001, 2003, 2004, 2009 dan 2010 debit hasil JST mampu mengikuti karakteristik debit AWLR (KR < 10%). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data hasil rasionalisasi metode Kagan-Rodda (4 pos) didapatkan bahwa selama proses pelatihan, nilai MSE (Mean Square Error) pada data training berkisar 0,513 0,644 dan pada data Cross Validation (CV) adalah 0,499 0,631, hal ini berarti bahwa proses pelatihan pada jaringan ini telah berjalan dengan baik. Sedangkan data testing didapatkan nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara 43,904 61,229. Hasil yang didapatkan adalah bahwa rerata prosentase Kesalahan Relatif (KR) debit hasil JST dengan debit AWLR berkisar antara 10,128% - 37,112%. Prosentase Kesalahan Relatif ter-kecil (10,128%) didapatkan dari analisis de-ngan rancangan variabel ke-5 yaitu variabel masukan yang terdiri atas Curah Hujan, dan Jarak Pos Stasiun Hujan ke Pos AWLR. Sedangkan Koefisien Korelasi (r) pada ran-cangan variabel ke-5 bernilai 0,936 yang berarti bahwa debit yang dihasilkan dari model JST ini searah dan berkorelasi sangat kuat dengan debit AWLR. Hasil pengujian data eksisting dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Hasil pengujian data eksisting de-ngan JST (pos stasiun hujan Kagan-rodda) Rancangan MSE RMSE (KR) r Jaringan Pos variabel Training CV Testing % 1 Kagan-Rodda 0,515 0,499 45,240 13,856 0,714 2 Kagan-Rodda 0,637 0,604 58,056 23,743 0,593 3 Kagan-Rodda 0,644 0,631 58,765 28,844 0,381 4 Kagan-Rodda 0,563 0,519 61,299 10,860 0,907 5 Kagan-Rodda 0,513 0,502 43,904 10,128 0,936 6 Kagan-Rodda 0,605 0,589 51,580 37,112 0,385 7 Kagan-Rodda 0,532 0,542 59,761 21,172 0,741 Gambar 10. Grafik perbandingan debit keluaran JST dengan debit eksisting (pos stasiun hujan hasil rasionalisasi Kriging) pada rancangan variabel ke-5 Pada Gambar 10, dapat diketahui bahwa pada tahun 2001, 2003, 2004, 2006, 2007, 2009 dan 2010 debit hasil JST mampu mengikuti karakteristik debit AWLR (KR < 10%). Langkah selanjutnya dalam menentukan efektivitas kerapatan jaringan pos stasiun hujan DAS Kedungsoko adalah de-ngan cara mengurangi satu persatu pos stasiun hujan eksisting (8 pos) hingga tersisa minimal 4 pos stasiun hujan. Pengurangan sampai dengan 4 pos stasiun hujan didasarkan pada pertimbangan bahwa dengan kondisi DAS Kedungsoko yang luasnya kurang lebih 416,75 km 2, dan terletak pada daerah pegunungan yang beriklim sedang, mediteran dan daerah tropis, maka agar dapat memenuhi kriteria WMO yang ideal, maka jumlah minimal pos stasiun hujan yang harus ada adalah berjumlah 4. Oleh karena itu, dengan cara mengurangi satu persatu pos stasiun hujan eksisting maka akan didapatkan kombinasi pos stasiun hujan. Total ada 162 kombinasi pos stasiun hujan. Kombinasi-kombinasi pos stasiun hujan tersebut terdiri atas Kombinasi pos stasiun hujan nomor 1 8, hanya 1 pos stasiun hujan yang dihilangkan. Kombinasi pos stasiun hujan nomor 9 36, terdapat 2 pos stasiun hujan yang dihilangkan. Kombinasi pos stasiun hujan nomor 37 92, terdapat 3 pos stasiun hujan yang dihilangkan. Dan kombinasi pos stasiun hujan nomor 93 162, terdapat 4 pos stasiun hujan yang dihilangkan. Kombinasi-kombinasi tersebut nantinya akan dilakukan proses pelatihan JST pada tiap kombinasinya. Kombinasi-kombinasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

136 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 129-138 Tabel 6. Kombinasi pos stasiun hujan di DAS Kedungsoko 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 Ceklist Pos Stasiun Hujan Master 1 82 2 83 3 84 4 85 5 86 6 87 7 88 8 89 9 90 10 91 11 92 12 93 13 94 14 95 15 96 16 97 17 98 18 99 19 100 20 101 21 102 22 103 23 104 24 105 25 106 26 107 27 108 28 109 29 110 30 111 31 112 32 113 33 114 34 115 35 116 36 117 37 118 38 119 39 120 40 121 41 122 42 123 43 124 44 125 45 126 46 127 47 128 48 129 49 130 50 131 51 132 52 133 53 134 54 135 55 136 56 137 57 138 58 139 59 140 60 141 61 142 62 143 63 144 64 145 65 146 66 147 67 148 68 149 69 150 70 151 71 152 72 153 73 154 74 155 75 156 76 157 77 158 78 159 79 160 80 161 81 162 Ceklist dengan, = Pos stasiun hujan yang dihilangkan No. 1 = Pos stasiun hujan Patihan No. 2 = Pos stasiun hujan Banaran No. 3 = Pos stasiun hujan Pace No. 4 = Pos stasiun hujan Prambon No. 5 = Pos stasiun hujan Grogol No. 6 = Pos stasiun hujan Gading No. 7 = Pos stasiun hujan Klodan No. 8 = Pos stasiun hujan Badong Total running data pelatihan pada kombinasi-kombinasi tersebut adalah 1.134 kali. Dari hasil running tersebut, dapat dirangkum berdasarkan Kesalahan Relatif (KR) terbaik/terkecil pada masing-masing Ranca- ngan Variabel. Hasil kombinasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 7 dan nomor kombinasi pos stasiun hujan terkecil pada masing-masing rancangan variabel dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 7. Hasil pengujian hasil kombinasi pos stasiun hujan Rancangan Nomor MSE RMSE (KR) r variabel kombinasi Training CV Testing % 1 131 0,491 0,521 16,213 3,763 0,982 2 74 0,556 0,470 55,727 8,106 0,962 3 78 0,530 0,468 39,732 5,453 0,902 4 100 0,613 0,549 61,460 11,448 0,816 5 130 0,565 0,582 46,825 11,028 0,856 6 121 0,595 0,543 47,007 15,034 0,818 7 123 0,533 0,540 44,786 9,569 0,917 Tabel 8. Kombinasi pos stasiun hujan dengan KR terkecil pada masing-masing rancangan variabel Nomor Komb. Patihan Banaran Pace Pos Stasiun Hujan Prambon Grogol Gading Klodan Badung 131 v v v v 74 v v v v v 78 v v v v v 100 v v v v 130 v v v v 121 v v v v 123 v v v v Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data dengan cara ini didapatkan bahwa selama proses pelatihan, nilai MSE (Mean Square Error) pada data training berkisar 0,491 0,613 dan pada data Cross Validation (CV) adalah 0,470 0,582, hal ini berarti bahwa proses pelatihan pada jaringan ini telah berjalan dengan baik. Sedangkan data testing didapatkan nilai RMSE (Root Mean Square Error) antara 16,213 61,460. Hasil yang didapatkan adalah bahwa rerata prosentase Kesalahan Relatif (KR) debit hasil JST dengan debit AWLR berkisar antara 3,763% - 15,034%. Prosentase kesalahan relatif ter-kecil (3,763%) yaitu terletak pada kombinasi pos stasiun hujan bernomor 131 dan pada rancangan variabel ke-1 yaitu Curah Hujan, Jarak Pos Stasiun Hujan ke Pos AWLR, Beda Tinggi Pos Stasiun Hujan dengan Pos AWLR, dan Koefisien Thiessen. Sedangkan Koefisien Korelasi (r) pada rancangan variabel ke-5 bernilai 0,982. Dengan koefisien korelasi sebesar tersebut, maka hal ini menunjukkan bahwa debit yang dihasilkan dari model JST ini searah dan berkorelasi sangat kuat dengan debit AWLR.

Fathoni, dkk, Analisis Efektivitas Kerapatan Jaringan Pos Stasiun Hujan Di Das Kedungsoko 137 Data teknis masing-masing pos stasiun hujan pada kombinasi pos stasiun hujan nomor 131 dapat dilihat pada Tabel 9. Gambar 11. Grafik perbandingan debit keluaran JST dengan debit eksisting (kombinasi nomor 131) pada rancangan variabel ke-1 Pada Gambar 11, dapat diketahui bahwa data yang diuji rata-rata telah mengikuti karakteristik debit AWLR (KR < 10%) yaitu pada tahun 2001, 2004, 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 dan 2010. Oleh karena itu maka dibandingkan dengan data eksisting, data hasil rasionalisasi Kriging, dan Kagan-Rodda, maka pos stasiun hujan yang kerapatan pos stasiun hujan paling efektif adalah kombinasi pos stasiun hujan yang terdiri atas 4 pos stasiun hujan Kombinasi pos stasiun hujan terpilih (nomor 131) dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Peta pos stasiun hujan kombinasi nomor 131 Tabel 9. Data teknis pos stasiun hujan kombinasi nomor 131 Pos Sta. Hujan Beda tinggi (m) : Hasil Analisis, 2015 Jarak Pos Hujan - AWLR (km) Koefisien Thiessen Pace 6,25 9,22 0,15 Banaran 5,35 9,72 0,22 Prambon 6,25 12,91 0,22 Badong 347,00 20,66 0,41 KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil diatas, dapat disimpulkan bahwa jumlah Pos Stasiun Hujan yang paling efektif di DAS Kedungsoko adalah berjumlah 4 (empat) buah yang terdiri atas Pos Stasiun Hujan Pace, Pos Stasiun Hujan Banaran, Pos Stasiun Hujan Prambon, dan Pos Stasiun Hujan Badong dengan Kesalahan Relatifnya adalah 3,763%. SARAN Agar dilakukan penelitian lanjutan agar lebih banyak menggunakan variasi metode yang digunakan dalam perhitungan efektivitas kerapatan perencanaan jaringan stasiun hujan untuk mengevaluasi pola penyebaran dan kerapatan stasiun hujan pada DAS Kedungsoko. DAFTAR PUSTAKA Dawson, Christian W., and Robert Wilby. 1998. An artificial neural network approach to rainfall-runoff modelling. Hydrological Sciences-Journal des Sciences Hydrologiques 43 (1): 47-66. Deshpande, Rohit R. 2012. On The Rainfall Time Series Prediction Using Multilayer Perceptron Artificial Neural Network. International Journal of Emerging Technology and Advanced Engineering. www.ijetae.com (ISSN 2250-2459, Volume 2, Issue 1, January 2012) Kusumadewi, Sri. 2003. Artificial Intelligence (Teknik dan Aplikasinya). Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Rodhita, Muhammad. 2012. Rasionalisasi Jaringan Penakar Hujan di DAS Kedungsoko Kabupaten Nganjuk. Tesis, Universitas Brawijaya Malang. Tidak Diterbitkan.

138 Jurnal Teknik Pengairan, Volume 7, Nomor 1, Mei 2016, hlm 129-138 Sutojo, T. Edy Mulyanto dan Vincent Suhartono. 2011. Kecerdasan Buatan. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Widodo, Thomas Sri. 2005. Sistem Neuro Fuzzy Untuk Pengolahan Informasi, Pemodelan dan Kendali. Yogyakarta: Penerbit Graha Ilmu.