MAQASID SYARI AH DAN PENGEMBANGAN HUKUM (Analisis Terhadap Beberapa Dalil Hukum)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV JUAL BELI SEPATU SOLID DI KECAMATAN SEDATI SIDOARJO DALAM PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH

BAB II PEMBAHASAN TENTANG MASLAHAH

Pendidikan Agama Islam

PEMIKIRAN IMAM SYAFI I TENTANG KEDUDUKAN MASLAHAH MURSALAH SEBAGAI SUMBER HUKUM

BAB IV ANALISIS METODE ISTINBA<T} HUKUM FATWA MUI TENTANG JUAL BELI EMAS SECARA TIDAK TUNAI

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG TENAGA KERJA DI BAWAH UMUR PADA LPK CINTA KELUARGA SEMARANG

BAB IV TINJAUAN MASḶAHẠH TERHADAP PENERAPAN FATWA DSN NO. 29/ DSN-MUI/ VI/ 2002 TENTANG PEMBIAYAAN PENGURUSAN HAJI DI BRI SYARIAH SIDOARJO

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB I PENDAHULUAN. Sejak datangnya agama Islam di Indonesia pada abad ke-7 Masehi,

BAB I PENDAHULUAN. Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung, 2000, hlm. 2. 2

KRITERIA MASLAHAT. FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA Nomor: 6/MUNAS VII/MUI/10/2005 Tentang KRITERIA MASLAHAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD JASA PENGETIKAN SKRIPSI DENGAN SISTEM PAKET DI RENTAL BIECOMP

place, product, process, physical evidence

KOMPETENSI DASAR: INDIKATOR:

Etimologis: berasal dari jahada mengerahkan segenap kemampuan (satu akar kata dgn jihad)

BAB II\ TEORI MAS}LAH}AH. Dilihat dari bentuk lafalnya, kata Mas}lah}ah adalah kata bahasa Arab yang

MAQASHID SYARI AH (SUATU PERBANDINGAN) MARYANI, S. Ag, MHI ABSTRAK

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP BISNIS PULSA DENGAN HARGA DIBAWAH STANDAR

DIMENSI ILAHI DAN DIMENSI INSANI DALAM MAQASID AL-SYARI AH

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PENERAPAN KANTONG PLASTIK BERBAYAR DI MINIMARKET SURABAYA

BAB III METODE PENELITIAN. mempelajari dan menelaah sejumlah literatur atau bahan pustaka baik berupa

Pendidikan Agama Islam

Al Wajibu La Yutraku Illa Liwajibin

Maslahat secara etimologi didefinisikan sebagai upaya mengambil

BAB II. segi lafadz maupun makna, jamaknya (المصالح) berarti sesuatu yang baik. 2 Kata

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN DALAM SISTEM NGGADO DI DESA BRANGSONG KECAMATAN BRANGSONG KABUPATEN KENDAL

MAS}LAH}AH MURSALAH DAN PENGOBATAN ISLAM

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

Ijma menurut Abu Zahra adalah kesepakatan semua mujtahid muslim dari masa ke masa setelah wafat Rasulullah tentang hukum syara dalam beberapa kasus.

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi maksud-maksudnya yang kian hari makin bertambah. 1 Jual beli. memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.

BAB IV. A. Penerapan Perda Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Larangan Menggunakan

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

Article Review. : Jurnal Ilmiah Islam Futura, Pascasarjana UIN Ar-Raniry :

KAIDAH FIQHIYAH. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. ajaran yang sangat sempurna dan memuat berbagai aspek-aspek kehidupan

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG URF

BAB I PENDAHULUAN. bahkan kata hikmah ini menjadi sebuah judul salah satu tabloid terbitan ibukota

BAB I PENDAHULUAN. seluruh alam, dimana didalamnya telah di tetapkan ajaran-ajaran yang sesuai

Al-Qur an Al hadist Ijtihad

BAB IV. adalah pernikahan yang sah menurut syarat dan rukun pernikahan, tetapi. yang telah hadir melalui keberadaan Undang-Undang No.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PENETAPAN HARGA PADA JUAL BELI AIR SUMUR DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis di mushaf

BAB IV TINJAUAN MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP UTANG PIUTANG PADI PADA LUMBUNG DESA TENGGIRING SAMBENG LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PEMBIAYAAN MURA<BAH{AH DI BMT MADANI TAMAN SEPANJANG SIDOARJO

BAB IV ANALISIS MAṢLAḤAH TENTANG POLIGAMI TANPA MEMINTA PERSETUJUAN DARI ISTRI PERTAMA

MAKNA DUA KALIMAT SYAHADAT DAN KONSEKUENSINYA

BAB I PENDAHULUAN. I, Pasal 1, Ayat 1. 3 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, cet. 5 (Jakarta: Kalam Mulia, 2008), h. 21.

Tafsir Depag RI : QS Al Baqarah 284

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI CEGATAN DI DESA GUNUNGPATI KECAMATAN GUNUNGPATI KOTA SEMARANG

BAB IV ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH TERHADAP PENGEMBALIAN KREDIT MIKRO DI USAHA SIMPAN PINJAM KAMPOENG ILMU SURABAYA

ISTIKHA<RAH DI DESA GULBUNG KECAMATAN PANGARENGAN

BAB I PENDAHULUAN. shalat dan puasa. Namun ada juga yang berdampak secara sosial, seperti halnya

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

BAB IV TINJAUAN MAQA>S}ID AL-SHARI> AH TERHADAP TAMBAHAN HUKUMAN KEBIRI BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PEDOPHILIA

SUMBER HUKUM ISLAM 1

BAB IV. A. Analisis terhadap Sistem Bagi Hasil Pengelolaan Ladang Pesanggem Antara

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI REPENAN DALAM WALIMAH NIKAH DI DESA PETIS SARI KEC. DUKUN KAB. GRESIK

PENARIKAN KEMBALI HARTA WAKAF OLEH PEMBERI WAKAF (Study Analisis Pendapat Imam Syafi'i)

SUMBER AJARAN ISLAM. Erni Kurnianingsih ( ) Nanang Budi Nugroho ( ) Nia Kurniawati ( ) Tarmizi ( )

ANALISIS FIQH SIYASAH TENTANG PERAN BADAN ANGGARAN DPRD KOTA SURABAYA DALAM MEREALISASIKAN FUNGSI BUDGETING

KELOMPOK 1 : AHMAD AHMAD FUAD HASAN DEDDY SHOLIHIN

Signifikansi Maqashid asy-syar i Dalam Pemikiran asy-syatibi Tentang Ijtihad. Samsidar Dosen STAIN Watampone

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembelajaran. Secara tidak langsung, kualitas instrument. penilaian juga menentukan kualitas pendidikan.

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBERIAN ZAKAT KEPADA MU ALLAF. A. Analisis Terhadap Persepsi Masyarakat Mengenai Mu allaf.

PENEMPELAN PHOTO PADA MUSHAF AL-QUR AN (KEMULIAAN AL-QUR AN)

BAB IV ANALISIS SADD AL-DH>ARI< AH TERHADAP JUAL BELI PESANAN MAKANAN DENGAN SISTEM NGEBON OLEH PARA NELAYAN DI DESA BRONDONG GANG 6 LAMONGAN

BAB IV PANDANGAN HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN KEWARISAN TUNGGU TUBANG ADAT SEMENDE DI DESA MUTAR ALAM, SUKANANTI DAN SUKARAJA

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PANDANGAN TOKOH AGAMA TERHADAP UTANG-PIUTANG BERSYARAT

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRADISI TUKAR-MENUKAR RAMBUT DENGAN KERUPUK DI DESA SENDANGREJO LAMONGAN

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRODUK KEPEMILIKAN LOGAM MULIA (KLM) DI PT. BRI SYARIAH KCP SIDOARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang dinamakan adat. Adat ini telah turun-menurun dari generasi. kegerasi yang tetap dipelihara hingga sekarang.

TEORI MAQASHID AL-SYARI'AH DALAM HUKUM ISLAM

UAS Ushul Fiqh dan Qawa id Fiqhiyyah 2015/2016

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV TRADISI BANGUN NIKAH DI DESA LEMAHBANG DALAM PERSPEKTIF MAS{LAH}AH MURSALAH. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi Bangun nikah

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

الحكمة ضالة الموافي انما وجدها اخذها "

Hubungan Hadis dan Al-Quran Dr. M. Quraish Shihab

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh pendidikan formal informal dan non-formal. Penerapan

BAB IV ANALISIS MAS}LAH}AH MURSALAH TERHADAP PROSES PEMBUATAN DAN PENGHARUM RUANGAN YANG TERBUAT DARI KOTORAN SAPI

Prof. Madya Dr. Arieff Salleh bin Rosman

BAB V ANALISIS KOMPARATIF PENARIKAN HARTA WAKAF MENURUT PENDAPAT EMPAT MADZHAB DAN UNDANG- UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB IV ANALISIS A. ANALISIS TERHADAP PENDAPAT IMAM AHMAD BIN HANBAL TENTANG WAKAF TANPA IKRAR WAKAF

BAB IV. Implementasi PMA No. 11 Tahun 2007 dan Analisis Mas}lah}ah Mursalah terkait

Sumber sumber Ajaran Islam

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PERSYARATAN TEKNIS DAN SANKSI HUKUM MODIFIKASI KENDARAAN BERMOTOR YANG

TINJAUAN UMUM Tentang HUKUM ISLAM SYARIAH, FIKIH, DAN USHUL FIKIH. Dr. Marzuki, M.Ag. PKnH-FIS-UNY 2015

BAB IV ANALISIS MAS{LAH{AH MURSALAH DAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 38 TAHUN 2011 TERHADAP PENDIRIAN BANGUNAN DI ATAS SUNGAI DI DESA SEKARAN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. nasional sebagaimana yang dirumuskan dalam Undang-Undang RI No.20 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yang ada sekarang ini. Selain itu sebagai mahluk sosial manusia yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. mendasar dalam mewujudkan pembangunan yang berkualitas baik jasmaniah

BAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan itu Allah Swt berfirman dalam Alquran surah At-Tahrim

BAB IV ANALISIS DATA. A. Kaitan Logika Formal dalam metode kebahasaan Ushul Fiqh. hukum yang terinci dalam berbagai cabangnya. Sedangkan Ushul Fiqh

KAIDAH FIQH. Sebuah Ijtihad Tidak Bisa Dibatalkan Dengan Ijtihad Lain. حفظه هللا Ustadz Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf

Makalah Syar u Man Qoblana

BAB IV ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM TERHADAP PENGAMBILAN KEUNTUNGAN PADA PENJUALAN ONDERDIL DI BENGKEL PAKIS SURABAYA

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI BUNGA KAMBOJA KERING MILIK TANAH WAKAF DI DESA PORONG KECAMATAN PORONG KABUPATEN SIDOARJO

Transkripsi:

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 24 MAQASID SYARI AH DAN PENGEMBANGAN HUKUM (Analisis Terhadap Beberapa Dalil Hukum) Aris Rauf Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Parepare Email: aris_stainpare@yahoo.co.id Abstract: This paper studies regarding one aspect of the discussion about the science of usul Fiqhi Maqasid Shariah law and development. The issue is how maqasid role in the development of Shariah law. In the discussion of its principles Fiqhi, one method of extracting law is Shariah maqasid approach. Through Shariah maqasid verses and hadiths law quantitatively very limited amount can be developed to address the problems that arise. Legal development is done by using the method of determination of the law such as qiyas, maslahah mursalah and istihsan. Methods of determination is through maqasid Shariah law. Kata Kunci: Maqasid Syari ah, Pengembangan Hukum I. PENDAHULUAN Perkembangan dunia yang semakin maju disertai dengan era globalisasi yang kian meningkat dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat dalam beberapa bidang kehidupan masyarakat telah membawa pengaruh yang besar yang dapat menimbulkan berbagai persoalan-persoalan hukum. 1 Masyarakat Islam, sebagai suatu bagian yang tak dapat melepaskan diri dari persoalan persoalan baru yang berkembang dalam masyarakat, terutama jika dikaitkan dengan persoalan-persoalan yang menyangkut kedudukan hukum suatu persoalan. Perubahan dan perkembangan dalam kehidupan sosial yang begitu cepat dewasa ini mau tidak mau menuntut adanya penetapan hukum yang berkembang pula, yang mampu berpacu dengan masa, mampu menjawab berbagai tuntutan masa kini, sehingga ia dapat sejalan dengan peristiwa yang dihadapinya. Persoalan-persoalan baru yang status hukumya sudah jelas dan tegas yang dinyatakan dalam Alquran dan hadis tidak akan menimbulkan pro dan kontra di kalangan umat Islam. Akan tetapi, banyak persoalan baru yang tidak ditemukan pemecahannya dalam Alquran maupun dalam hadis secara tekstual. Dalam mengatasi hal ini, Alquran ataupun hadis sebagai sumber hukum Islam harus ditafsirkan secara kontekstual. Penafsiran terhadap sumber hukum Islam tidak cukup dengan pemahaman berupa kosa kata dan kalimat yang tertera dalam nas Alquran atau hadis. Akan tetapi, diperlukan juga upaya pemahaman berdasarkan kontekstual nilai-nilai yang

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 25 terkandung di dalam Alquran maupun hadis itu. Pemahaman yang pertama disebut lafziyah (zahir nas), biasa juga diistilahkan dengan tekstual. Cara kedua lazim diistilahkan dengan maknawiyah, yaitu seorang mujtahid terkadang mengenyampingkan bunyi lafaz dalam teks-teks syariat dan memberinya pengertian baru meskipun asing bagi lafaz itu. Pendekatan kebahasaan terhadap sumber hukum Islam dititikberatkan pada pendalaman sisi kaidah-kaidah kebahasaan untuk menemukan suatu makna tertentu dari suatu teks. Maka dalam kajian pendekatan makna atau maqasid syari ah, kajian lebih dititkberatkan dengan melihat nilai-nilai yang yang berupa kemaslahatan dan keadilan manusia dalam setiap taklif yang diturunkan Allah. 2 Melalui maqasid syari ah inilah ayat-ayat dan hadis-hadis hukum yang terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab persoalnpersoalan baru yang yang tidak terselesaikan melalu kajian kebahasaan. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dalam tulisan ini akan membahas tentang bagaimana peranan maqasid syari ah dalam pengembangan hukum. II. PEMBAHASAN A. Pengertian dan Ruang lingkup Maqasid Syari ah Maqasid syari ah berarti tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam menetapkan hukum, baik yang berkaitan dengan perintah maupun yang berkaitan dengan larangan. Secara etimologi, maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Maslahah juga berarti manfaat atau suatu pekerjaan yang mengandung manfaat. Selanjutnya secara terminologi, terdapat beberapa defenisi yang dikemukakan ulama ushul fiqhi, tetapi seluruh defenisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam al Ghazali mengemukakan bahwa pada prinsipnya maslahah adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara. 3 Suatu kemaslahatan harus sejalan dengan tujuan syara, sekalipun bertentangan dengan tujuan-tujuan manusia, karena kemaslahatan manusia tidak selamanya didasarkan kepada kehendak syara, tetapi sering didasarkan kepada hawa nafsu. Misalnya, di zaman jahiliyah para wanita tidak mendapatkan bagian harta warisan yang menurut mereka hal tersebut mengandung kemaslahatan, sesuai dengan adat istiadat mereka. Akan tetapi, pandangan ini tidak sejalan dengan kehendak syara, karenanya tidak dinamakan maslahah. Oleh karena itu yang dijadikan patokan dalam menentukan kemaslahatan itu adalah kehendak dan tujuan syara, bukan kehendak dan tujuan manusia. 4 Dilihat dari segi kualitas dan kepentingan kemaslahatan itu, para pakar hukum Islam seperti al Syatibi menjelaskan bahwa kemaslahatan yang akan diwujudkan itu terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu: المصلحة ( Dharuriyyah 1. Al Maslahah al yaitu kemaslahatan yang,(الضروریة berhubungan dengan kebutuhan pokok manusia yang harus ada atau kebutuhan primer. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi, akan terancam keselamatan umat manusia di dunia maupun di akhirat. Kemaslahatan seperti ini ada lima, yaitu memelihara agama, memelihara jiwa, memelihara akal dan memelihara keturunan dan memelihara harta benda. المصلحة ( Hajiyah 2. Al Maslahah al yaitu kemaslahatan yang,(الحاجیة dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) yang

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 26 sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan mendasar manusia atau kebutuhan-kebutuhan sekunder. Apabila kebutuhan ini tidak terwujud tidak sampai mengancam keselamatan, namun mengalami kesulitan. المصلحة ( Tahsiniyyah 3. Al Maslahah al kemaslahatan yang dapat,(التحسنیة melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Kebutuhan al Tahsiniyyah ialah tingkat kebutuhan yang apabila tidak terpenuhi tidak mengancam eksistensi salah satu dari lima pokok di atas dan tidak pula menimbulkan kesulitan. Tingkat kebutuhan ini berupa kebutuhan pelengkap seperti menghindarkan hal-hal yang tidak enak dipandang mata dan berhias dengan keindahan yang sesuai dengan tuntutan norma dan akhlak. B. Maqasid Syari ah dalam Pengembangan Hukum Maqasid syari ah merupakan sesuatu yang dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk memahami ayat-ayat dan hadis-hadis hukum. Ia juga dapat dipergunakan untuk menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan dan yang sangat penting adalah maqasid syari ah dapat dipergunakan untuk menetapkan hukum persoalan-persoalan dalam kehidupan manusia yang dari waktu ke waktu mengalami peningkatan yang tidak terselesaikan oleh al-qur an dan Hadis melalui kajian kebahasaan. Seorang mujtahid dalam melakukan ijtihad terkadang mengnyampingkan bunyi lafaz dalam teks al-qur an maupun Hadis dan memberinya pengertian baru. Cara ini yang dinamakan metode maknawiyah, yang banyak dipergunakan dalam metode qiyas, istihsan dan maslahah mursalah. Metode penggalian hukum atau dalil hukum seperti qiyas, istihsan dan maslahah mursalah adalah metodemetode pengembangan hukum yang didasarkan atas maqasid syari ah. 5 1. Qiyas Metode ini memikirkan makna yang menjadi illat (causa), mengapa sesuatu itu diperintahkan atau dilarang oleh Allah. Qiyas baru bisa dilaksanakan apabila sudah ditemukan maqasid syari ah nya yang merupakan alasan logis ( illat) dari suatu hukum. Salah satu cara memahami maqasid syari ah menurut al-syatibiy analisah illat perintah dan larangan dalam suatu nash. 6 Manusia harus berpedoman pada illat tertulis, karena dengan mengikuti illat tertulis sebagai tujuan hukum, perintah dan larangan itu dapat tercapai. Illat merupakan bagian dari esensi maqasid syari ah. Mengenai illat itu, tidak semua dapat diketahui dengan mudah, bahkan ada di antaranya iilat yang sama sekali tidak dapat diketahui. Jika illat dari suatu perintah atau larangan dapat diketahui, maka dengan sendirinya maksud syariat pun dapat diketahui, sebab illat itu sendiri adalah identik dengan maksud syariat. Masalah yang timbul kemudian jika illat dari suatu perintah atau larangan sulit diketahui atau tidak dapat diketahui sama sekali. Dalam keadaan seperti ini, kita dapat menghadapi dua kemungkinan, yakni jika benar-benar illatnya tidak dapat diketahui, maka sebaiknya untuk sementara bersikap tawaqquf, yaitu berhenti untuk mencari illat kemudian kembali menjadikan perintah atau larangan itu sendiri sebagai illatnya. Dalam hal ini maksud pokok syariat ialah dipatuhinya perintah dan larangan. 7 Pengembangan hukum dengan metode qiyas harus melewati contoh illat yang dizahirkan oleh Tuhan dalam nash guna merealisasikan maqasid syari ah. Ibnu al Qayyim al Jauziah mengatakan

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 27 bahwa proses qiyas harus selaras dengan perintah dan larangan syara, tidak menyampaikan sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat dan tidak akan mensyariatkan sesuatu yang bertentangan dengan keadilan. 8 Proses qiyas yang benar sebagai pemikiran akal sehat tidak harus bertentangan dengan maqasid syari ah itu. Itulah sebabnya, illat yang menjadi fokus qiyas merupakan bagian dari maqasid syari ah. Contoh: ketidakbolehan bersikap kasar dalam bentuk memukul orang tua, yang dianalogikan kepada ketidakbolehan berkata kasar yang menyakitkan sebagaimana yang ditunjukkan dalam Q.S. al Isra (17):23: ف لا ت ق ل له م ا أ ف و لا ت ن ه ر هم ا و ق ل له م ا ق و لا ك ر يما Terjemahnya: Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. 9 Ayat di atas bertujuan membimbing dan memberi arah kepada manusia untuk selalu menempatkan orang tua pada posisi yang terhormat dalam rangka menjaga martabat dan kehormatan sebagai bagian dari maqasid syari ah. Contoh lain tentang kasus diharamkannya minuman khamar. Dari hasil penelitian ulama ditemukan bahwa maqasid syari ah dari diharamkannya khamar adalah karena sifat memabukkan yang merusak akal pikiran. Dengan demikian, yang menjadi illat (alasan logis) dari keharaman khamar adalah sifat memabukkannya, sedangkan khamar itu sendiri hanyalah sebagai salah satu contoh dari yang memabukkan. 10 Oleh karena itu setiap yang sifatnya memabukkan adalah juga haram. Illat hukum dalam suatu ayat atau hadis bila diketahui maka dapat dilakukan qiyas. Qiyas hanya bisa dilakukan apabila ada ayat atau hadis yang secara khusus dapat dijadikan tempat menqiyaskan 2. Istihsan Persoalan-persoalan yang telah diketahui dan ditetapkan hukumnya dalam nash atau melalui qiyas, kemudian dalam suatu kondisi bila ketentuan itu diterapkan akan berbenturan dengan ketentuan atau kepentingan lain yang lebih umum dan lebih layak menurut syara untuk dipertahankan, maka ketentuan itu dapat ditinggalkan. Ijtihad seperti ini dikenal dengan istihsan. Istihsan adalah mengecualikan atau memindahkan hukum suatu peristiwa dari hukum peristiwa-peristiwa lain yang sejenisnya dan memberikan kepadanya hukum yang lain karena ada alasan yang kuat bagi pengucualian tersebut. Dengan demikian maka istihsan adalah kebalikan qiyas, karena qiyas adalah mempersamakan hukum suatu peristiwa dengan peristiwa lain yang sejenisnya. 11 Dari defenisi istihsan di atas, diketahui bahwa istihsan dimaksudkan sebagai cara untuk menetapkan salah satu di antara dua alternatif hukum yang dianggap lebih dekat kepada kebutuhan manusia التيسير ورفع الحرج),(اساس atau meninggalkan kesulitan untuk kemuda-han. Prinsip ini sejalan dengan Q.S al Baqarah (2): 185: Terjemahnya: Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. 12 Untuk memperjelas makna ihtihsan penulis kemukakan contoh istihsan pada

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 28 kasus wakaf tanah pertanian. Menurut kesimpulan qiyas, hak pengairan pada tanah pertanian tidak ikut diwakafkan kecuali jika disebutkan dalam ikrar wakaf, disamakan dengan jual beli karena samasama menghilangkan hak milik. Akan tetapi, berdasarkan istihsan yang berorientasi kepada kemaslahatan ( maqasid syari ah), hak pengairan termasuk ke dalam wakaf tanah pertanian seaklipun tidak disebutkan dalam ikrar wakaf disamakan dengan sewa menyewa dengan illat untuk diambil manfaatnya. Persamaan tanah wakaf ke sewa menyewa lebih kuat pengaruh hukumnya karena sejalan dengan tujuan disyariatkannya wakaf, yaitu untuk diambil manfaatnya. 3. Maslahah Mursalah Dalam pembahasan qiyas dijelaskan bahwa qiyas bisa dilakukan apabila ada ayat atau hadis yang secara khusus yang dapat dijadikan tempat menqiyaskan. Jika tidak ada ayat atau hadis secara khusus yang akan dijadikan al maqis alaih, tetapi termasuk ke dalam maqasid syari ah secara umum maka dilakukan metode maslahah mursalah. Maslahah mursalah ialah penetapan hukum berdasarkan kepentingan umum terhadap suatu persoalan yang tidak ada ketetapan hukumnya dalam syariat yang memerintahkan untuk memperhatikannya atau mengabaikannya. 13 Maksud dari pengambilan maslahah tersebut adalah untuk mewujudkan manfaat, menolak kemudaratan dan menghilangkan atau menghindarkan kesusahan bagi manusia. Golongan yang paling banyak mempergunakan metode ini adalah golongan malikiyah. Abu Zahrah dalam Ushul Fiqh mengemukakan bahwa setidaknya ada tiga alasan yang dipergunakan golongan malikiyah terhadap penggunaan metode atau dalil maslahah mursalah. 14 Pertama, para sahabat Nabi telah menerapkan metode maslahah mursalah ini. Contohnya adalah sahabat Nabi Abu Bakar atas saran Umar bin Khattab mengumpulkan al Qur an dalam satu mushaf, dan dalam hal ini tidak pernah dilakukan pada masa Nabi. Pengumpulan al Qur an ini di dasarkan pada maslahah, yaitu terpeliharanya al Qur an dari sifat kemutawatirannya yang diakibatkan karena banyaknya para sahabat yang menghafal al Qur an wafat. Umar bin Khattab tidak memberikan bagian zakat kepada para muallaf (orang yang baru masuk Islam), karena menurut Umar, kemaslahatan orang banyak menuntut untuk hal itu. Usman bin Affan menuliskan al Qur an pada satu logat bahasa demi memelihara tidak terjadinya perbedaan bacaan al Qur an itu sendiri. Kedua, maslahah mursalah jika diterapkan dalam hal yang sejalan dengan maksud syariat, tentunya metode ini juga dibenarkan. Ayat-ayat al Qur an atau hadis-hadis Rasulullah menujukkan bahwa setiap hukum mengandung kemaslahatan bagi manusia. Oleh karena itu, memberlakukan maslahah terhadap hukum-hukum lain yang juga mengandung kemaslahatan adalah legal. Dengan demikian menolak maslahah mursalah berarti menolak metode yang sesuai dengan maqasid syari ah( tujuan syariat), dan hal ini merupakan kebathilan. Ketiga, sekiranya maslahah mursalah yang pada prinsipnya merupakan tujuan syariat itu tidak dapat diterima sama sekali, maka pada suatu saat manusia akan mengalami kesulitan, padahal Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan bagi manusia. Kemaslahatan manusia akan senantiasa dipengaruhi perkembangan tempat, zaman dan lingkungan mereka sendiri. Apabila syariat Islam hanya terbatas pada hukum-hukum yang tertulis

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 29 dalam ayat-ayat al-qur an atau hadishadis Rasulullah yang jumlahnya terbatas itu saja, akan membawa kepada kesulitan dan ketidakmampuan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul III. PENUTUP Berdasarkan dari uraian-urain tersebut di atas, di akhir dari pembahasan tulisan ini tentang maqasid syari ah dan pengembangan hukum maka penulis mengemukakan bahwa melalui maqasid syari ah ayat-ayat atau hadis-hadis yang secara kuantitatif terbatas jumlahnya dapat dikembangkan untuk menjawab berbagai macam persoalan hukum yang muncul yang tidak terselesaikan dengan pendekatan kebahasaan Pengembangan hukum melalui maqasid syari ah dilakukan dengan penggunaan metode penggalian hukum atau dalil hukum seperti qiyas, istihsan dan maslahah mursalah. Metode-metode penetapan hukum atau dalil hukum ini didasarkan atas maqasid syari ah. Catatan Akhir: 1 Umar Syihab, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran (Semarang: Dina Utama, t.th.), h. 3. 2 Muhammad Abu Zahrah, Ushul al Fiqh (Mesir: Dar al Fikr al Arabiy, t.th.), 364 3 Lihat Abu Hamid al Ghazali, al Mustashfa min Ilm al Ushul, jilid I (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, 1983), h. 286. 4 Ibid. 5 Satria Efendi, M. Zein, Ushul Fiqh (Jakarta: Kencana, 2009), h. 237 6 Abu Ishaq al Syatiby, al Muwafaqat fi Ushul al Syari ah, Juz IV (ed.) Abdullah Darras (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, 1991), h. 89. 7 Lihat Hamka Haq, Falsafat Ushul Fiqhi (Makassar: Yayasan al Ahkam, 2000), h. 234 8 Lihat Asafri Jaya Bahkri, Konsep Maqasid syari ah Menurut al Syatibiy Grafindo, 1996), h. 136 (Jakarta: Raja 9 Departemen Agama RI, al Qur an dan Terjemahnya (Semarang: Toha Putra, 1989), h. 427 238. 10 Lihat Satria Efendi, M. Zein, op.cit., h. 11 Lihat Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam (Cet VI;Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 66. 12 Departemen Agama RI, op.cit., h. 45 13 Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqhi Islam (Cet IV; Bandung: al Ma arif, 1997), h. 105. 14 Lihat Muhammad Abu Zahrah, Ushul al Fiqh (Mesir: Dar al Fikr al Araby, t.th.), h 281-282. DAFTAR PUSTAKA Abu Zahrah, Muhammad. Ushul al Fiqh. Mesir: Dar al Fikr al Arabiy, t.th. Ahmad Hanafi. Pengantar dan Sejarah Hukum Islam. Cet VI;Jakarta: Bulan Bintang, 1991. Asafri Jaya Bahkri. Konsep Maqasid syari ah Menurut al Syatibiy. Jakarta: Raja Grafindo, 1996. Departemen Agama RI. al Qur an dan Terjemahnya. Semarang: Toha Putra, 1989. al Ghazali, Abu Hamid. al Mustashfa min Ilm al Ushul. jilid I, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, 1983. Hamka Haq. Falsafat Ushul Fiqhi. Makassar: Yayasan al Ahkam, 2000. Muhammad Abu Zahrah. Ushul al Fiqh. Mesir: Dar al Fikr al Araby, t.th. Mukhtar Yahya dan Fatchurrahman. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum

Aris Rauf, Maqasyid Syari ah dan Pengembangan Hukum... 30 Fiqhi Islam. Cet IV; Bandung: al Ma arif, 1997. Satria Efendi, M. Zein. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana, 2009. al Syatiby, Abu Ishaq. al Muwafaqat fi Ushul al Syari ah. Juz IV (ed.) Abdullah Darras, Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyyah, 1991. Umar Syihab. Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran. Semarang: Dina Utama, t.th.