BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Koener (1988) geosintetik terdiri dari 2 suku kata, geo yang

dokumen-dokumen yang mirip
PERBAIKAN TANAH DENGAN MENGGUNAKAN GEOTEKSTIL

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH VARIASI PANJANG LEMBARAN GEOTEKSTIL DAN TEBAL LIPATAN GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN FISIK LERENG PASIR KEPADATAN 74%

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

STUDI ANALISIS GEOTEKSTIL PADA PENANGANAN JALAN DENGAN KONSTRUKSI BANTALAN TERTUTUP PADA TANAH GAMBUT (Studi Kasus Jalan Sui Duri-Singkawang)

I. PENDAHULUAN. Dalam perencanaan dan pekerjaan suatu konstruksi bangunan sipil tanah

MAKALAH METODE PERKUATAN DAN PERBAIKAN TANAH SURFACE REINFORCEMENT. Disusun Oleh : Ahmad Aldiansyah Pasaribu NIM :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lempung adalah tanah yang memiliki partikel-partikel mineral tertentu

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat rendah dan mempunyai sifat mudah mampat jika terdapat beban yang

2.1.4 Penggunaan Geosintetik di Lapangan 26

I. PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang penting yaitu sebagai pondasi pendukung pada

STUDI KAPASITAS DUKUNG PONDASI LANGSUNG DENGAN ALAS PASIR PADA TANAH KELEMPUNGAN YANG DIPERKUAT LAPISAN GEOTEKSTIL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENGUJIAN KEPADATAN BERAT ISI TANAH DI LAPANGAN DENGAN BALON KARET

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

I. PENDAHULUAN. bangunan, jalan (subgrade), tanggul maupun bendungan. dihindarinya pembangunan di atas tanah lempung. Pembangunan konstruksi di

STABILISASI TANAH HIDROLIS

berlemak, larut dalam CCU serta tidak larut dalam air. Jika dipanaskan sampai suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diimbangi oleh ketersediaan lahan, pembangunan pada lahan dengan sifat tanah

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. perkuatan berupa bantalan tertutup menunjukan performa yang lebih baik.

ANALISIS TINGGI MUKA AIR PADA PERKUATAN TANAH DAS NIMANGA

I. PENDAHULUAN. bahan organik dan endapan endapan yang relatif lepas (loose), yang terletak di

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. bervariasi diantaranya yaitu sebagai filter (lapisan penyaring), separator (lapisan

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DR. EVA RITA UNIVERSITAS BUNG HATTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Gambut adalah tanah lunak,

Pengaruh Ukuran dan Kedalaman Geotekstil Teranyam Tipe HRX 200 terhadap Daya Dukung Ultimit dan Penurunan Tanah Lempung Lunak

BAYU TEGUH ARIANTO NIM : D NIRM :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

embankment (preloading) Drainasi vertikal Sand blanket 0,5 1 M

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

KAJIAN LABORATORIUM PENGGUNAAN MATERIAL AGREGAT BERSUMBER DARI KAKI GUNUNG SOPUTAN UNTUK CAMPURAN BERASPAL PANAS

Prosiding Seminar Nasional Teknik Sipil 2016 ISSN: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah 3.2. Analisis Ukuran Butiran 3.3. Batas-batas Atterberg

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk dan kemajuan teknologi pada zaman sekarang,

ASPEK GEOTEKNIK PADA PEMBANGUNAN PERKERASAN JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melebihi daya dukung tanah yang diijinkan (Sukirman, 1992).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang MUHADI, 2013

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. air. Melalui periode ulang, dapat ditentukan nilai debit rencana. Debit banjir

PENGARUH GEOTEKSTIL TERHADAP KUAT GESER PADA TANAH LEMPUNG LUNAK DENGAN UJI TRIAKSIAL TERKONSOLIDASI TAK TERDRAINASI SKRIPSI. Oleh

Cara uji kuat keliman jahit atau ikat panas geotekstil

BAB VI AGREGAT. Yang dimaksud agregat dalam hal ini adalah berupa batu pecah, krikil, pasir ataupun

BAB III METODE PENELITIAN

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN SIPIL BANDUNG 2004 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Penurunan pada konstruksi teknik sipil akibat proses konsolidasi tanah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

gambar 3.1. teriihat bahwa beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan

PENGARUH VARIASI JUMLAH LAPIS DAN JARAK ANTARLAPIS VERTIKAL GEOTEKSTIL TERHADAP DAYA DUKUNG PONDASI PADA PEMODELAN LERENG PASIR KEPADATAN 74%

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP MODULUS ELASTISITAS DAN ANGKA POISSON BETON ASPAL LAPIS AUS DENGAN BAHAN PENGISI KAPUR

Bendungan Urugan I. Dr. Eng Indradi W. Tuesday, May 14, 13

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. tanggul, jalan raya, dan sebagainya. Tetapi, tidak semua tanah mampu mendukung

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Longsoran Translasi

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT SABUT KELAPA TERHADAP KUAT TEKAN BETON

Pengaruh Jumlah Lapisan dan Spasi Perkuatan Geosintetik terhadap Kuat Dukung dan Penurunan Tanah Lempung Lunak

I. PENDAHULUAN. beban lainnya yang turut diperhitungkan, kemudian dapat meneruskannya ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tengah sekitar 0,005 mm 0,01 mm. Serat ini dapat dipintal menjadi benang atau

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Bangunan yang direncanakan diatas suatu lapisan tanah liat lunak harus

BAB I PENDAHULUAN. golongan, yaitu : struktur perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan struktur

ANALISIS STABILITAS LERENG BERTINGKAT DENGAN PERKUATAN GEOTEKSTIL MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA

I. PENDAHULUAN. yang turut diperhitungkan, kemudian dapat meneruskannya ke dalam tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Proyek Jalan bebas Hambatan Medan Kualanamu merupakan proyek

I. PENDAHULUAN. suatu konstruksi dalam teknik sipil sangat erat kaitannya dengan kondisi fisik

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK AGREGAT KASAR PULAU JAWA DENGAN AGREGAT LUAR PULAU JAWA DITINJAU DARI KEKUATAN CAMPURAN PERKERASAN LENTUR

melalui daerah berbentuk kerucut di bawah roda yang akan mengurangi tegangan

BAB II TINJALAN PUSTAKA. Keanekaragaman jenis tanah yang ada di alam mempunyai berbagai macam

sampai ke tanah dasar, sehingga beban pada tanah dasar tidak melebihi daya

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. TUGAS AKHIR... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PENGESAHAN PENDADARAN... iii. PERNYATAAN... iv. PERSEMBAHAN... v. MOTTO...

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. Halaman Judul Lembar Pengesahan Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Kata Pengantar

I. PENDAHULUAN. beban akibat konstruksi di atasnya, maka diperlukan perencanaan yang

Gambar 2.1 Lapis Perkerasan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang terletak pada lapis paling atas dari bahan jalan dan terbuat dari bahan khusus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan dan tuntutan pembangunan infrastruktur pada masa ini sangat

I. PENDAHULUAN. tanah serta sifat sifatnya, baik itu sifat fisik, mekanis, maupun kimiawi. Tanah

BAB II TANAH DASAR (SUB GRADE)

PENGARUH MUKA AIR TANAH TERHADAP DAYA DUKUNG TANAH YANG DIPERKUAT DENGAN GEOTEXTILE

Solusi TenCate untuk Konsolidasi Tanah Lunak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan yang berarti. Agar perkerasan jalan yang sesuai dengan mutu yang

BAB III LANDASAN TEORI. bergradasi baik yang dicampur dengan penetration grade aspal. Kekuatan yang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Transkripsi:

8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Filosofi Geosintetik Menurut Koener (1988) geosintetik terdiri dari 2 suku kata, geo yang bearti tanah dan sintetik bearti tiruan. Geosintetik adalah bahan tiruan (sintetis) atau bahan yang bukan merupakan bahan alami yang digunakan di lingkungan tanah. Bahan sintetis dapat berupa bahan-bahan yang berasal dari polimerisasi hasil industri-industri kimia. Secara umum geosintetik dapat dikatakan sebagai bahan serat-serat buatan yang digunakan di dalam pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan tanah, batuan ataupun lingkungan tanah dan batuan. Tetapi arti geosintetik yang sekarang berkembang adalah bahan sintetis berupa serat-serat sintetis yang dianyam, nir-anyam dan bentuk lain seperti jaring yang digunakan dalam pekerjaan-pekerjaan tanah seperti, stabilitas lereng, perkuatan dan peningkatan daya dukung tanah, dan drainasi. Suryolelono (2000), menyatakan bahwa bahan dasar geosintetik merupakan hasil polimerisasi dari industri-industri kimia/minyak bumi dengan sifat-sifat yang tahan terhadap senyawa-senyawa kimia, pelapukan, keausan, sinar ultra violet dan mikro organisme. Geosintetik secara umum dibedakan berdasarkan sifat bahan, yaitu bahan lulus air (Permeable) yang dikenal sebagai geotekstil dan bahan yang bersifat kedap air (Impermeable) yang dikenal sebagai geomembran. Berdasarkan aplikasinya pada pekerjaan teknik sipil fungsi dan peranan geosintetik dibedakan 8 8

9 berdasarkan jenis dan karakteristik yang dimilikinya. Geosintetik secara relatif merupakan produk modern karena penggunaan bahan geosintetik baru mulai dirintis pada tahun 1960-an dan baru pada tahun 1970-an bahan geosintetik mulai diaplikasikan dalam proyek-proyek teknik sipil. 2.2. Jenis-jenis Geosintetik Geosintetik terdiri dari geotekstil, geomembran dan semua produk yang berhubungan. Dari berbagai macam bentuk geosintetik yang ada, dapat digolongkan dalam beberapa bentuk dasar. 2.2.1. Geotekstil Secara umum berdasarkan pembuatannya geotekstil digolongkan ke dalam beberapa jenis berdasarkan proses pembuatannya, yaitu jenis geotekstil yang dianyam (woven geotekstil) dan tidak dianyam (non woven geotekstil). Geotekstil adalah bahan geosintetik yang bentuknya menyerupai bahan tekstil pada umumnya terdiri dari serat-serat sentetis sehingga selain lentur juga tidak ada masalah penyusutan seperti yang terjadi pada material alami berupa wol, katun dan sutera. Berdasarkan American Society for Testing Material (ASTM) disebutkan bahwa geotekstil merupakan bahan yang tidak kedap air. Dalam hal ini geotekstil akan berfungsi sebagai lapisan pemisah, lapisan penyaring, penyalur air, perkuat tanah, dan pelapis pelindung. 9

10 a. Geotekstil di anyam (woven) Gambar 2.1. Geotekstil Berupa Woven (Polyfelt, 2002) Geotekstil jenis ini adalah geotekstil yang cara pembuatannya menggunakan mesin penenun geotekstil. Proses pembuatannya adalah dengan menggabungkan dua set benang secara paralel yang dijalin secara sistematis sehingga dapat membentuk struktur sebidang dengan ikatan yang sangat kuat. Geotekstil ditenun dengan menggunakan perinsip sederhana yang berasal dari susunan benang-benang sintetis hasil pintalan. Geotekstil dengan tipe woven ini mempunyai kuat tarik yang cukup tinggi sehingga dalam aplikasinya di lapangan geotekstil tipe woven ini lebih banyak dipergunakan sebagai sistem perkuatan untuk meningkatkan daya dukung tanah dan sebagai lapisan pemisah. Apabila dipergunakan sebagai perkuatan, geotekstil akan berfungsi sebagai tulangan pada tanah sedangkan apabila dipergunakan sebagai separator atau pemisah, geotekstil akan berfungsi untuk memisahkan setiap lapisan tanah sehingga akan membentuk suatu gradasi lapisan yang baik. 10

11 b. Geotekstil tidak di anyam (non woven) Gambar 2.2. Geotekstil Berupa Non Woven (Polyfelt, 2002) Geotekstil tipe non woven cenderung berbeda dengan geotekstil berupa woven, baik dalam bentuk, proses pembuatan dan fungsinya. Cara pembuatan geotekstil berupa non woven adalah dengan cara penjaruman atau perekatan seratserat pembentukannya dan mempunyai sifat-sifat seperti, mempunyai ketahanan tinggi ketika proses pemasangan, sangat sesuai untuk pengaliran air serta tahan untuk jangka waktu yang lama. Kuat tarik geotekstil jenis non woven lebih kecil dibandingkan dengan geotekstil yang di anyam (woven). Pada umumnya geotekstil yang tidak di anyam (non woven) mempunyai sifat permeabilitas yang cukup baik. Sesuai dengan karakteristik fisiknya geotekstil jenis ini lebih sering dipergunakan sebagai penyaring (filter) dan pengalir (drainage). 11

12 2.2.2. Geomembran Gambar 2.3. Geotekstil Berupa Geomembran (Polyfelt, 2002) Geomembran adalah bentuk geosintetik yang berbentuk lapisan tipis yang bersifat kedap air dan berfungsi sebagai membran. Pada umumnya terbuat dari lembaran-lembaran plastik dan karet, tetapi dapat juga terbuat dari bahan geotekstil yang dibungkus dengan lapisan aspal dengan fungsi utama sebagai lapis pelindung yang mencegah tembusnya air dan mencegah penguapan. 2.3. Karakteristik Geosintetik Koerner (1988), menyatakan bahwa karakteristik geosintetik digunakan sebagai acuan perencana geosintetik perlu diketahui bagaimana memilih bahan geosintetik yang akan digunakan, pilihan tersebut berdasarkan karakteristik teknis geosintetik meliputi karakteristik fisik, karakteristik mekanik, karakteristik hidrolik dan ketahanan bahan yang ditinjau. 12

13 2.3.1. Karakteristik fisik Karakteristik fisik pokok geosintetik meliputi massa persatuan volume dan massa persatuan luas. Massa persatuan volume didefinisikan sebagai perbandingan antara massa bahan sintetis dengan volume bahan tersebut. Koerner (1988), menyatakan bahwa massa persatuan luas (mass per unit area), adalah massa dari setiap lembaran geosintetik persatuan luas dengan satuan yang dipergunakan adalah g/m2. massa persatuan luas pada umumnya berkisar 50-70 g/m2 untuk kelas ringan dan 700-800 g/m2 untuk kelas berat. 2.3.2. Karakteristik mekanik Karakteristik mekanik (mechanical characteristics) merupakan tinjauan karakteristik yang mempresentasikan sifat mekanis dari geosintetik. 1. Kompresibilitas, merupakan fungsi ketebalan pada berbagai tekanan normal. 2. Kuat tarik (tensile strength), merupakan suatu sifat yang sangat penting bagi geosintetik karena mempresentasikan batas-batas kekuatan bahan terhadap tarikan. Sedangkan regangan merupakan perubahan deformasi yang terjadi dibagi dengan lebar awal. Dari beberapa variabel tersebut akan didapatkan kuat tarik maksimum, regangan runtuk dan kekakuan. 3. Kuat lelah, merupakan kemampuan geotekstil menahan beban berulang sebelum mengalami kehancuran/kerusakan. 4. Kuat pecah, merupakan peristiwa pecah yang terjadi pada saat bahan geotekstil tidak mampu lagi berdeformasi. 13

14 5. Kejut, merupakan kemampuan dari geotekstil sehingga mampu menahan beban kejut sesuai dengan fungsinya. 6. Kuat tusuk, merupakan kemampuan dari geotekstil menahan tekanan tusuk yang dialaminya. 7. Kuat sobek, merupakan kekuatan dari geotekstil untuk menahan sobekan. Terjadinya sobek karena beban luar yang bekerja padanya melampaui daya tahan dari geotekstil, yang menyebabkan terputusnya benang-benang atau serabut sehingga terjadi kerusakan. 8. Gesekan antara geotekstil dengan tanah, merupakan kemampuan geotekstil menahan gesekan. 2.3.3. Karakteristik hidrologis Karakteristik hidrologis geosintetik dapat dibedakan sebagai berikut : 1. porositas (n), didefinisikan sebagai rasio dari volume pori terhadap volume keseluruhan geotekstil. Pada umumnya porositas geosintetik lebih besar apabila dibandingkan dengan porositas tanah, tapi cenderung akan menurun apabila diberikan tekanan yang tinggi, 2. apparent opening sizes (AOS) adalah sebuah ukuran yang menunjukan diameter tertentu pada lubang-lubang geosintetik. Bahan geosintetik yang berfungsi sebagai filter dan drainasi pada umumnya berbentuk seperti penyaring dengan permukaan geosintetik mempunyai lubang dengan diameter kecil, 14

15 3. percent open area (POA) adalah nilai ini merupakan perbandingan antara seluruh lubang/pori diantara benang dengan seluruh permukaan bahan geosintetik. Nilai ini hanya berlaku untuk behan geosintetik dengan jenis monofilament dan woven geotextile, 4. permeabilitas, menunjukkan koefisien air tanah arah normal bidang geosintetik (tegak lurus bisang geosintetik), 5. permitivitas adalah nilai yang merupakan koefisien permeabilitas arah normal bidang untuk tiap satuan tebal geosintetik. Perlu diketahui bahwa semakin tebal bahan geosintetik, maka akan semakin kecil permeabilitasnya, 6. transmisivitas adalah nilai yang merupakan koefisien rembesan air kearah sejajar bidang geosintetik dengan ketebalan tertentu dan tergantung pada jenis geosintetik yang akan dipergunakan. Karakteristik ketahanan adalah sifat yang dimaksudkan untuk mengetahui perilaku bahan geotekstil terhadap waktu selama pemakaian. Tes terhadap pengaruh waktu yang menjadi masalah utama pada bahan geotekstil meliputi : a. ketahanan terhadap berbagai bahan kimia, b. ketahanan terhadap temperatur tinggi, c. ketahanan terhadap bakteri, d. ketahanan terhadap pelapukan di dalam tanah. 15

16 Tabel 2.1. Rentang Nilai dari Beberapa Nilai Karakteristik Teknis Geosintetik yang Ada di Pasaran Geosynthetic Tensile strength (KN/m) Max. Extention (%) GEOTEXTILE Woven (di anyam) Non woven (tidak dianyam) 8-800 3-90 5-35 20-80 Apparent Opening Sizes (mm) 0,05-2,50 0,01-0,35 Permea bility (liter/m ^2/s) 5-2000 20-300 Unit Weight (g/m^2) 100-1300 70-1300 GEOMEMBRANE Non Reinforced (tanpa perkuatan) Reinforced (perkuatan) 10-50 20-200 100-150 10-30 - - - - 300-1500 600-1200 Sumber : Polyfelt, 2002. 2.4. Metode Pemasangan Metode pemasangan geosintetik di lapangan pada umumnya disesuaikan dengan keperluan dan tujuan yang direncanakan. Di dalam penelitian ini akan dibahas metode pemasangan geosintetik jenis non woven dengan menggunakan metode bantalan tertutup. Keuntungan yang didapat dari pemilihan metode ini adalah susunan tanah pada arah horizontal tidak akan berubah apabila dikenai gaya arah horizontal dan gaya arah vertikal, dengan begitu letak subgrade akan tetap pada tempatnya. Masalah stabilitas tanah dapat diatasi dengan membentuk badan jalan dengan menggunakan suatu sistem bantalan tertutup dari geotekstil. 1. Persiapan geotekstil Geotekstil dipotong sesuai dengan kebutuhan dan dihamparkan di atas badan jalan, seperti terlihat pada gambar 2.4. 16

17 2. Penghamparan agregat B di atas geotekstil Di atas hamparan geotekstil dihamparkan agregat B yang telah memenuhi spesifikasi teknis antara lain gradasi, nilai keausan dari batu pecah. 3. Pembuatan bantalan geotekstil Setelah agregat dihamparkan, agregat ditutup kambali dengan geotekstil dan dimatikan (dengan cara dijahit) sehingga terbentuklah sebuah bantalan yang mendukung konstruksi di atasnya. Setelah bantalan selesai dijahit, di atas geotekstil dihamparkan lagi agregat A sesuai tebal rencana. 4. Penyelesaian akhir Setelah bantalan tertutup dan penghamparan agregat A selesai dikerjakan dilanjutkan dengan pemadatan dan penghamparan aspal. 17

18 Agregat A Agregat B Selected material Sand Metode pelaksanaan bantalan tertutup Geotekstil non woven Gambar 2.4. Geotekstil bantalan tertutup Gambar potongan melintang (1) (2) (3) (4) Gambar 2.4. Konstruksi Bantalan Tertutup (Polyfelt, 2002) 18

19 2.5. Definisi Tanah Lunak Tanah lunak adalah tanah yang jika tidak dikenali dan diselidiki secara seksama dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang, tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan kompresibilitas yang tinggi. Tanah lunak dibagi dalam dua tipe yang meliputi lempung lunak, dan gambut. 2.5.1. Lempung lunak Tanah lempung adalah kumpulan dari partikel-partikel mineral lempung dan bukan lempung, yang memiliki sifat yang sebagian besar, walaupun tidak secara keseluruhan, ditentukan oleh mineral-mineral lempung. Tanah jenis ini mengandung mineral lempung dan mengandung kadar air yang tinggi, yang menyebabkan kuat geser yang rendah. 2.5.2. Gambut Gambut adalah suatu tanah yang pembentuk utamanya terdiri dari sisa-sisa tumbuhan yang mengandung kadar abu lebih kecil dari 25% atau kadar organik 75%. Gambut biasanya dihubungkan dengan material alam yang memiliki kompresibilitas yang tinggi dan kuat geser yang rendah. Material tersebut terdiri dari jaringan nabati yang memiliki tingkat pembusukan yang bervariasi, pada umumnya memiliki warna coklat tua sampai dengan hitam, dan karena berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengalami pembusukan, maka akan memiliki bau 19

20 yang khas, dan konsistensi yang lunak tanpa memperlihatkan plastisitas yang nyata, dan tekstur mulai dari berserat sampai dengan amorf. Gambut dapat ditemui di pegunungan, dataran tinggi dan rendah. Gambut terbentuk pada kondisi iklim yang berbeda-beda yaitu tropis, sedang dan dingin. Jika diklasifikasikan berdasarkan topografi, maka gambut bisa berupa gambut dataran tinggi, gambut di cekungan atau gambut pantai. 2.5.3. Stabilitas timbunan Penggantian dari lapisan lunak secara tradisional meliputi penggalian dengan menggunakan alat berat, pendesakan (displacement) dengan material timbunan dan peledakan. Metode pendesakan ini tidak disarankan karena sangat sulit dikontrol, dan lapisan dari tanah lunak sering terjebak di bawah timbunan, yang dapat menyebabkan terjadinya beda penurunan yang besar. Peledakan membutuhkan keahlian khusus dan umumnya secara teknik bukan merupakan suatu metode yang cocok atau praktis. Oleh karena itu, hanya metode penggantian dengan penggalian menggunakan peralatan biasa saja yang dapat dipertimbangkan. Tanah lunak digali dengan peralatan termasuk eksavator sebelum ditimbun kembali dengan material pengganti. Pembuangan lapisan tanah lunak dan penggunaan lapisan geotekstil atau geogrid pada timbunan. akan dapat menyelesaikan masalah stabilitas dan penurunan, karena timbunan akan di letakkan pada lapisan tanah yang lebih keras dan sebagian besar penurunan akan dapat dihilangkan. Pada penggalian sebagian, lapisan tanah yang tertinggal akan mengalami konsolidasi. Bila perlu suatu beban 20

21 tambahan diberikan untuk mempercepat proses penurunan, sehingga sebagian besar penurunan akan selesai selama pelaksanaan. Tanah lunak yang kompresibel dibuang, baik sebagian atau seluruhnya dan digantikan dengan material yang baik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5 dan Gambar 2.6. Tanah lunak Tanah keras Gambar 2.5. Penggantian Total Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. Tanah lunak Tanah keras Gambar 2.6. Penggantian Sebagian Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. 21

22 Tabel 2.2. Batasan Umum Dari Penggantian Tanah Total Dan Sebagian Tebal total dari Lempung Gambut Berserat tanah lunak (m) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Cocok untuk penggantian seluruhnya Cocok untuk penggantian sebagian (hingga kedalaman 3m) Cocok untuk penggantian sebagian (hingga kedalaman 3m) Tidak cocok Sumber : Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah, 2002. - Cocok untuk penggantian seluruhnya Cocok untuk penggantian sebagian (hingga kedalaman 3m) Tidak cocok - - - 2.6. Daya Dukung Tanah Timbunan badan jalan di atas tanah lunak akan mengalami penurunan yang besar dan kemungkinan runtuh akibat kurangnya daya dukung tanah lunak terhadap beban timbunan. Suatu cara untuk memperbaiki kondisi tersebut adalah dengan cara penggunaan geotekstil yang digelar diatas tanah lunak sebelum pelaksanaan timbunan yang berfungsi sebagai perkuatan (reinforcement). Perkuatan dalam kasus ini hanya bekerja sementara sampai dengan kuat dukung (bearing capacity) tanah lunak meningkat hingga cukup untuk mendukung beban di atasnya. Pemilihan geotekstil untuk perkuatan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal geotekstil terdiri dari kuat tarik geotekstil, sifat perpanjangan, struktur geotekstil dan daya tahan terhadap faktor lingkungan, sedangkan faktor eksternal adalah jenis bahan timbunan yang 22

23 berinteraksi dengan geotekstil. Struktur geotekstil, yaitu jenis anyam (woven) atau niranyam (non-woven) juga mempengaruhi pada pemilihan geotekstil untuk perkuatan. Kondisi lingkungan juga memberikan reduksi terhadap kuat tarik geotekstil karena reaksi kimia antara geotekstil dengan lingkungan disekitarnya. Sinar ultra violet, air laut, kondisi asam atau basa serta mikro organisme seperti bakteri dapat mengurangi kekuatan geotekstil. Waktu pembebanan juga mengurangi kekuatan geotekstil karena akan terjadi degradasi pada geotekstil. Untuk menutupi kekurangan tersebut, tidak seluruh kuat tarik geotekstil yang tersedia dapat dimanfaatkan dalam perencanaan konstruksi perkuatan. 23