TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. perampokan dan lain-lain sangat meresahkan dan merugikan masyarakat. Tindak

TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN

BAB III PENUTUP. pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. peradilan adalah untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid)

BAB I PENDAHULUAN. terdakwa melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan Penuntut. tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

PERANAN KETERANGAN AHLI DALAM PROSES PERKARA PIDANA PENGADILAN NEGERI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

BAB III PENUTUP. Dari pembahasan yang telah diuraikan mengenai peranan Visum Et Repertum

BAB I PENDAHULUAN. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

PERANAN DOKTER FORENSIK DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA. Oleh : Yulia Monita dan Dheny Wahyudhi 1 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana atau perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan 5 besar negara dengan populasi. penduduk terbanyak di dunia. Jumlah penduduk yang

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I LATAR BELAKANG. yang diajukan oleh warga masyarakat. Penyelesaian perkara melalui

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN. baik. Perilaku warga negara yang menyimpang dari tata hukum yang harus

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PENGANIAYAAN. Zulaidi, S.H.,M.Hum

ABSTRAK MELIYANTI YUSUF

KEKUATAN VISUM ET REPERTUM SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM MENGUNGKAP TERJADINYA TINDAK PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materi terhadap perkara tersebut. Hal

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB II. 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang KUHP. yang dibuat tertulis dengan mengingat sumpah jabatan atau dikuatkan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tata Cara Pelaksanaan Putusan Pengadilan Terhadap Barang Bukti

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II PENGERTIAN, KEWENANGAN DAN TUGAS PENYIDIKAN, JENIS, MENURUT HUKUM ACARA PIDANA ISLAM tentang Hukum Acara Pidana.

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

PERANAN VISUM ET REPERTUM DALAM TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN YANG MENGAKIBATKAN KEMATIAN

I. PENDAHULUAN. Hukum merupakan seperangkat aturan yang diterapkan dalam rangka menjamin

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

TINJAUAN YURIDIS PERANAN BUKTI FORENSIK DAN LAPORAN INTELEJEN PADA TAHAP PENYIDIKAN TINDAK PIDANA TERORISME DI KOTA MEDAN (STUDI DI POLRESTA MEDAN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Penjelasan Undang Undang Dasar 1945, telah dijelaskan

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan


BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

VISUM et REPERTUM dr, Zaenal SugiyantoMKes

BAB I PENDAHULUAN. mahluk sosial dan sebagai mahluk individu. Dalam kehidupan sehari-harinya

BAB IV ANALISIS HUKUM PIDANA ISLAM TERHADAP PEMENJARAAN BAGI PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA PUTUSAN NO.203/PID.SUS/2011/PN.

II. TINJAUAN PUSTAKA. sehingga mereka tidak tahu tentang batasan umur yang disebut dalam pengertian

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari Hukum Acara Pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Pasal 183 KUHAP yang menyatakan bahwa: Hakim tidak boleh

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

K homo homini lupus ketidakseimbangan dalam kehidupan manusia:pembunuhan, penganiayaan pemerkosaan, pencurian, dan tindak kejahatan lainnya sering ter

OPTIMALISASI PENYIDIKAN DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DI SEMARANG UTARA S K R I P S I. Oleh : S U H A R N O NIM :

BAB I PENDAHULUAN. sering terjadi penyimpangan-penyimpangan terhadap norma-norma pergaulan. tingkat kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB I PENDAHULUAN. mendorong terjadinya krisis moral. Krisis moral ini dipicu oleh ketidakmampuan

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

FUNGSI DAN KEDUDUKAN VISUM ET REPERTUM DALAM PERKARA PIDANA ARSYADI / D

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penulisan skripsi ini dilakukan dengan menggunakan penelitian lapangan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, sering terjadi tindak

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang Undang Dasar Repubik Indonesia (UUD 1945) Pasal 1 ayat (3).

II. TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.16 No.3 Tahun 2016

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN TURUT SERTA DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No. 51/Pid.B/2009 /PN.PL) MOH. HARYONO / D

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. kepentingan itu mengakibatkan pertentangan, dalam hal ini yang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

KONSEP MATI MENURUT HUKUM

BAB V PENUTUP. pertanggungjawaban pidana, dapat disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian. Kejahatan merupakan perilaku anti sosial dan juga

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG MANAJEMEN PENYIDIKAN OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

Bagian Kedua Penyidikan

FUNGSI BARANG BUKTI BAGI HAKIM DALAM MEJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA

Transkripsi:

Jurnal Skripsi TINJAUAN TERHADAP LANGKAH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM MEMBUKTIKAN PERKARA TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA YANG MENGGUNAKAN RACUN Disusun oleh : 1.Laurensius Geraldy Hutagalung Dibimbing oleh: 2.CH.Medi Suharyono NPM : 080509962 Program Studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ATMAJAYA YOGYAKARTA 2013

A. Latar Belakang Masalah Kejahatan merupakan perilaku menyimpang yang selalu melekat pada masyarakat. Kejahatan, seperti pemerkosaan, pembunuhan, penganiayaan, perampokan dan lain-lain sangat meresahkan dan merugikan masyarakat. Tindak pidana pembunuhan merupakan salah satu bentuk kejahatan yang cukup mendapat perhatian di kalangan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari sering disaksikan fenomena-fenomena pembunuhan, baik yang beritakan melalui media elektronik maupun melalui media cetak. Pembunuhan adalah suatu kejahatan yang tidak manusiawi, karena pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain, yang dilakukan secara sengaja maupun tidak sengaja. Pembunuhan dengan rencana (moord) atau disingkat dengan pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang paling berat ancaman pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap jiwa manusia. 1 Pembunuhan berencana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 340 KUHP Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana ( moord ), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Dasar hukum yang digunakan oleh aparat penegak hukum di wilayah Negara Indonesia dalam penerapan sanksi tindak pidana kepada terdakwa atau orang yang melakukan serta melanggar peraturan tersebut adalah KUHP, karena KUHP merupakan suatu Undang-Undang yang berisi sanksi pidana. Filusuf Aristotle menyatakan bahwa Sebuah supremasi hukum akan 1 Aswin Nugraha, Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Di Persidangan, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Surabaya, 2012. hlm. 1

jauh lebih baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela. Oleh sebab itu walau langit runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan 2. Sifat resmi dari hukum acara pidana membawa konsekuensi bahwa untuk melaksanakannya harus dilaksanakan oleh hakim yang ditentukan oleh Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam proses hukum acara pidana, aparat penegak hukum kepolisianyang terlebih dahulu turun tangan untuk menyelesaikan perkara itu dengan tugas polisi melakukan penyelidikan, penyidikan dan untuk mengumpulkan alat bukti yang ada, setelah diproses di kepolisian, maka berkas dilimpahkan ke Kejaksaan, dari proses inilah penuntutan dilakukan dan alat bukti dianalisis lebih mendalam agar Jaksa dapat menentukan dakwaan dan tuntutan pidana bagi terdakwa. Untuk menangani sebuah perkara diperlukan koordinasi yang harmonis antara pihak Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan. Berkaitan dengan penegakkan hukum pidana yang ada di Negara Indonesia, untuk membuktikan adanya tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh tersangka, maka langkah-langkah penegakan hukum yang harus ditempuh merupakan proses yang panjang membentang dari awal sampai akhir. Menurut sistem yang dipakai dalam KUHAP, pemeriksaan pendahuluan merupakan pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Polri termasuk di dalamnya pemeriksaan tambahan atas dasar petunjuk-petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum dalam rangka penyempurnaan hasil penyidikannya. Kejaksaan adalah satu-satunya lembaga pemerintahan negara yang mempunyai tugas dan wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan keadilan di lingkungan peradilan umum. Dalam menjalankan tugas Jaksa Penuntut Umum melimpahkan perkara ke pengadilan untuk pemeriksaan guna membuktikan bahwa seseorang itu bersalah atau tidak melakukan tindak pidana yang didakwakan. 2 http://id.wikipedia.org/wiki,yogyakarta 1 Maret 2013.

Kewenangan Jaksa Penuntut Umum sebagai unsur penegak hukum dalam membuktikan telah terjadinya tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yaitu harus menetapkan alat bukti sebagai bahan pembuktian selengkap mungkin yang berkaitan dengan adanya dugaan telah terjadi suatu perbuatan pidana. Adapun tujuan dari kelengkapan alat bukti ini adalah untuk menguatkan pembuktian bahwa terdakwa benar-benar telah melakukan tindak pidana. Alat bukti yang sah dalam hukum pembuktian suatu perkara pidana sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat-surat, kpetunjuk, dan keterangan terdakwa. Menurut Prof. Sudikno Mertokusumo, definisi membuktikan dalam arti yuridis adalah: memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan 3. Sedangkan menurut pendapat Adami Chazawy pembuktian adalah: kegiatan membuktikan dimana membuktikan berarti memperlihatkan bukti-bukti yang ada, melakukan sesuatu sebagai kebenaran, melaksanakan, menandakan, menyaksikan dan meyakinkan. Secara konkret, Adami Chazawi menyatakan bahwa dari pemahaman tentang arti pembuktian sesungguhnya disidang pengadilan adalah kegiatan pembuktian yang meliputi kegiatan pengungkapan fakta, dan pekerjaan penganalisian fakta yang sekaligus penganalisisan hukum 4. Contoh kasus pembunuhan yaitu kasus Munir. Munir meninggal karena diracun oleh dasar atau motif pembunuhan yang belum jelas. Tersangka utama dalam kasus tersebut hingga kini belum terungkap. Dalam kasus tersebut Jaksa Penuntut Umum mendakwa terdakwa telah melanggar Pasal 340 KHUP karena pembunuhan Munir direncanakan terlebih dahulu. Pembuktian yang sudah ada ditemukan beberapa orang yang sudah dijadikan tersangka dan 3 http://teguhalexander.blogspot.com/2009_04_01_archive.html,yogyakarta 1 Maret 2013. 4 http://www.referensimakalah.com/2012/05/teori-pembuktian-dalam-hukum-pidana 4293. html,yogyakarta 1 Maret 2013.

sudah dijatuhi hukuman salah satu orangya bernama Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus diduga sebagai orang yang mencampurkan racun jenis arsenic jenis 3 dan 5 ke dalam minuman yang diberikan kepada Munir saat dibandara Changi Singapura, sehingga mengakibatkan Munir meninggal saat pesawat ada di wilayah udara Rumania, sekitar 2 jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam. Jenazah Munir kemudian diotopsi oleh tim dokter forensik di Belanda, namun tim dokter forensik tidak dapat menemukan penyebab kematian Munir. Jasad Munir lalu di bawa pulang ke Indonesia dan diotopsi oleh tim dokter forensik dirumah sakit dokter Soetomo Surabaya. Hasil otopsi ditubuh Munir terdapat kandungan racun arsenic 460 mg dalam lambung dan 3,1 mg/liter dalam darah, dan ada kandungan paracetamol, metroclopromide, diazepam dan metafanic acid. Pollycarpus dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun oleh MA karena hanya terbukti bersalah telah memalsukan surat tugas. Berdasarkan kasus tersebut di atas dapat diketahui bahwa untuk mengungkap terjadinya suatu tindak pidana yang menyebabkan matinya seseorang, serta apakah sesungguhnya yang menyebabkan kematiannya, maka diperlukan bukti yang konkrit untuk membuktikan terjadinya tindak pidana tersebut. Apabila semua bukti-bukti sudah lengkap dan dianggap cukup untuk membuktikan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana yang menyebabkan matinya seseorang, maka proses hukum acara pidana dapat dilakukan sesuai kaidahnya. Menurut Andi Hamzah, pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada umumnya adalah bertujuan untuk mencari dan menemukan atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap perkara tersebut. 5 Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap 5 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi revisi, CV. Sapta Artha Jaya, 1996, Jakarta, hlm.9

pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut. Menurut JM.Van Bemmelen hukum acara pidana adalah ketentuan hukum yang mengatur cara bagaimana negara dihadapi dengan suatu kejadian yang menimbulkan kecurigaan telah terjadi pelanggaran hukum pidana, dengan perantara alat-alatnya mencari kebenaran untuk mendapatkan keputusan hakim mengenai perbuatan yang di dakwakan dan bagaimana keputusan tersebut harus dilaksanakan. Van Bemmelan dalam bukunya Strafordering Leerbook van Het Nederlandsch Procesrecht menyatakan bahwa yang terpenting dalam hukum acara pidana adalah mencari dan menemukan kebenaran. 6 Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis akan mencoba mengkaji lebih dalam mengenai upaya Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan perkara tindak pidana pembunuhan berencana, sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Tinjauan Terhadap Langkah Jaksa Penuntut Umum Dalam Membuktikan Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana Yang Menggunakan Racun. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah : 1. Langkah apakah yang dilakukan Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan perkara tindak pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun? 2. Kendala apa saja yang dihadapi Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan perkara tindak pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun? 6 http://eco-valentinorossi.blogspot.com/2012/02/normal-o-false-false-false-en-us-x-none-17. html,yogyakarta 1 Maret 2013.

A. Kendala Jaksa Penuntut Umum dalam Membuktikan Perkara Tindak Pidana Pembunuhan Berencana yang Menggunakan Racun Masalah pembuktian ini menduduki masalah yang sentral dalam hukum acara pidana. Tujuan dari pembuktian adalah untuk mencari dan mendapatkan kebenaran materiil, dan bukan untuk mencari kesalahan sesorang. Mengingat sulitnya pengungkapan perkara pembunuhan berencana yang menggunakan racun, maka saat ini sangat diperlukan aparat penegak hukum khususnya Jaksa Penuntut Umum yang mempunyai pengetahuan yang memadai baik teori maupun teknik melakukan penuntutan dan pembuktian secara cepat dan tepat dalam rangka pengungkapan kejahatan pembunuhan khususnya kasus pembunuhan yang ada indikasi korbannya meninggal karena diracun. Upaya untuk membuktikan suatu tindak pidana pembunuhan berencana tentang benarkah telah terjadi tindak pidana yang menyebabkan matinya seseorang serta apakah sesungguhnya yang menyebabkan kesemuanya itu, diperlukan bukti yang konkrit pada waktu terjadinya tindak pidana. Usaha Jaksa Penuntut Umum untuk membuktikan tindak pidana pembunuhan berencanan seringkali dihadapkan pada beberapa masalah yang dapat mengambat proses pembuktian. Kendala Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan perkara tindak Pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: 1. Berkas perkara masih kurang sempurna atau kurang lengkap Untuk mengungkap dan membuktikan kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun tidaklah mudah, sehingga diperlukan suatu komitmen dan kerja keras dari aparat penegak hukum. Namun pada kenyataannya, materi berkas perkara yang dilimpahkan oleh pihak penyidik ke Kejaksaan masih 15

16 kurang lengkap. Penuntut Umum segera mengembalikan berkas perkara itu kepada penyidik disertai petunjuk untuk dilengkapi. 2. Kurangnya alat-alat bukti Keberadaan alat bukti mutlak harus ada guna mengungkap kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun. Penuntut Umum harus mampu membuktikan dengan menyertakan alat-alat bukti yang mendukung isi gugatannya. Tetapi faktanya untuk mengumpulkan alat bukti dalam kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun tidak mudah. Kurangnya alat bukti untuk membuktikan kesalahan pelaku tindak pidana menyebabkan kasus menjadi berlarut-larut. 3. Keluarga korban keberatan untuk dilakukan otopsi Guna mengungkap suatu kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun perlu dilakukan beberapa pemeriksaan penting yaitu salah satunya otopsi. Namun hal ini tidak mudah dilakukan, sebab biasanya pihak keluarga akan melarang dan tidak menginginkan dilakukan bedah mayat (otopsi) pada korban yang sudah meninggal. Sedangkan korban yang sudah dikuburkan pihak keluarga biasanya keberatan dan tidak mengizinkan jika dilakukan pembongkaran makam guna otopsi. 4. Tidak Semua Jaksa Penuntut Umum memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun Guna pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang ada indikasi korbannya meninggal karena diracun diperlukan aparat penegak hukum yang mempunyai pengetahuan yang memadai baik teori maupun teknik dalam melakukan penyidikan secara cepat dan tepat. Namun dalam kenyataanya

17 masih banyak aparat penegak hukum yang pengetahuannya masih terbatas, khususnya yang berkaitan dengan masalah kejahatan yang menggunakan racun, misalnya ilmu kimia, ilmu forensik, ilmu toksikologi dan sebagainya 5. Saksi berhalangan hadir Berdasarkan ketentuan Pasal 179 KUHAP, setiap saksi atau ahli yang telah dipanggil secara sah untuk menghadap kepersidangan, maka ia wajib datang. Tetapi faktanya ketika dalam proses pembuktian saksi yang telah dipanggil berhalangan hadir. Keadaan ini sangat menghambat jalanya persidangan dan menghambat proses pembuktian kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun. 6. Keterbatasan fasilitas rumah sakit yang menyebabkan dokter mengalami kesulitan untuk melakukan pemeriksaan terhadap korban Sarana dan prasarana merupakan salah satu faktor pendukung kelancaran dalam mengungkap dan membuktikan kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun. Aparat penegak hukum dapat bekerja dengan baik jika adanya fasilitas yang memadai. Guna mengungkap kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun tidak terlepas dari peran dokter dan rumah sakit. Keterbatasan fasilitas rumah sakit dan tenaga ahli (misal: ahli forensik, ahli toksikologi, ahli bedah, ahli kimia, ahli patologi) di daerah yang lokasinya terpencil seringkali menghambat aparat penegak hukum dalam mengungkap dan membuktikan kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun. 7. Perlawanan dari Pengacara / Penasehat Hukum Salah satu hak terdakwa dalam kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun yaitu untuk didampingi dan mendapatkan bantuan hukum dari penasehat hukum seperti yang tercantum pada Pasal 56 ayat (1) dan (2)

18 KUHAP. Setiap penasehat hukum yang ditunjuk harus bertindak memberikan bantuannya guna kepentingan pembelaan terdakwa pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam Undang-Undang. Terdakwa yang belum dinyatakan bersalah oleh hakim berhak mendapatkan pembelaan dari penasehat hukum dari tuntutan yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum. Dalam prakteknya upaya penasehat hukum dalam rangka melakukan pembelaan terhadap terdakwa, yaitu tentunya juga akan berusaha untuk mengajukan bukti-bukti lain yang dapat mendukung pembelaannya.

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut penulis sampaikan kesimpulan yang merupakan jawaban terhadap permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Langkah-langkah Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan perkara tindak pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: a. Jaksa Penuntut Umum melakukan koordinasi dengan pihak penyidik (Kepolisian) untuk melengkapi berkas perkara dan alat bukti; b. Jaksa Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang merupakan dasar dalam pemeriksaan di pengadilan. c. Jaksa Penuntut Umum harus membuktikan unsur-unsur yang didakwakan, yang meliputi unsur obyektif dan subyektif sebagaimana ketentuan dalam Pasal 340 KUHP; d. Jaksa Penuntut Umum dalam pembuktian perkara tindak pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun yaitu menyiapkan bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP. Alat bukti yang digunakan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam pembuktian perkara tindak pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun adalah kesaksian, surat-surat (BAP, surat dakwaan, visum dan lain-lain), pengakuan petunjuk-petunjuk, keterangan ahli (dokter forensik, toksikologi, patologi, ahli kimia dan sebagainya) serta bukti lain (barang bukti) yang mendukung. e. Jaksa Penuntut Umum menghadirkan para saksi untuk memperkuat pembuktiannya; f. Jaksa Penuntut Umum meminta mengajukan keterangan dokter forensik, dokter toksikologi, dokter bedah dan sebagainya sebagai ahli, sebagaimana diatur dalam Pasal 133 KUHAP; g. Jaksa Penuntut Umum mengajukan visum et repertum sebagai alat bukti petunjuk untuk mengetahui penyebab kematian korban.

2. Kendala Jaksa Penuntut Umum dalam membuktikan perkara tindak Pidana pembunuhan berencana yang menggunakan racun, yaitu: a. Berkas perkara masih kurang sempurna atau kurang lengkap; b. Kurangnya alat-alat bukti; c. Keluarga korban keberatan untuk dilakukan otopsi; d. Terbatasnya kemampuan dan keahlian yang memiliki Jaksa Penuntut Umum khusus dalam mengungkap kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun; e. Saksi berhalangan hadir; f. Keterbatasan fasilitas rumah sakit dan tenaga ahli (misal: ahli forensik, ahli toksikologi, ahli bedah, ahli kimia, ahli patologi) dapat menghambat dalam mengungkap dan membuktikan kasus pembunuhan berencana yang menggunakan racun. g. Perlawanan dari Pengacara / Penasehat Hukum

DAFTAR PUSTAKA Aswin Nugraha, 2012, Pembuktian Tindak Pidana Pembunuhan Di Persidangan, Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur, Surabaya. http://id.wikipedia.org/wiki,yogyakarta 1 Maret 2013 http://teguhalexander.blogspot.com/2009.04.01archive.html,yogyakarta 1 Maret 2013 http://www.referensimakalah.com/2012/05/teori-pembuktian-dalam-hukum-pidana- 4293.html,Yogyakarta 1 Maret 2013 Andi Hamzah, 1984, Pengantar Hukum Acara Pidana Indonesia, Ghalia: Jakarta. http://eco-valentinorossi.blogspot.com/2012/02/normal-o-false-false-false-en-us-x-none- 17.html,Yogyakarta 1 Maret 2013