BAB II KERANGKA TEORITIK

dokumen-dokumen yang mirip
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat di Indonesia, Suatu Penjelasan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993 hlm. 23

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tertulis untuk berbagai kegiatan ekonomi dan sosial di masyarakat. Notaris

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB III PERANAN NOTARIS DALAM PEMBAGIAN HARTA WARISAN DENGAN ADANYA SURAT KETERANGAN WARIS

PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

PERBANDINGAN ATURAN KEWENANGAN, KEWAJIBAN, LARANGAN, PENGECUALIAN DAN SANKSI

BAB II KEWENANGAN MPW DALAM MELAKUKAN PENERAPAN SANKSI TERHADAP PELANGGARAN ADMINISTRATIF YANG DILAKUKAN OLEH NOTARIS

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN TERHADAP NOTARIS DAN KEWENANGANNYA DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS

RANCANGAN DRAFT PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 28 MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan sektor pelayanan jasa publik yang saat ini semakin berkembang,

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL KONGRES XIX IKATAN NOTARIS INDONESIA JAKARTA, 28 JANUARI 2006

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II KEWENANGAN PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MEMBATALKAN PUTUSAN MAJELIS PENGAWAS PUSAT

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKUMHAM. Majelis Kehormatan Notaris

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

2015, No Pemberhentian Anggota, dan Tata Kerja Majelis Pengawas; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lem

BAB I PENDAHULUAN. robot-robot mekanis yang bergerak dalam tanpa jiwa, karena lekatnya etika pada

BAB 1 PENDAHULUAN. perbankan, pertanahan, kegiatan sosial, pasar modal, dan untuk kepastian


BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

PERUBAHAN ANGGARAN RUMAH TANGGA IKATAN NOTARIS INDONESIA HASIL RAPAT PLENO PENGURUS PUSAT YANG DIPERLUAS DI BALIKPAPAN, 12 JANUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus menjunjung tinggi Kode Etik Profesi Notaris sebagai rambu yang

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA BISNIS BERBENTUK PERJANJIAN DIBAWAH TANGAN YANG DILEGALISASI OLEH NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

BAB 2 PEMBAHASAN. untuk membuat alat bukti tertulis yang mempunyai. kekuatan otentik.

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk Undang Undang yaitu Undang Undang Nomor 30 Tahun 2004

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.) BAB I KETENTUAN UMUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. hlm Hartanti Sulihandari dan Nisya Rifiani, Prinsip-Prinsip Dasar Profesi Notaris, Dunia Cerdas, Jakarta Timur, 2013, hlm.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

BAB I PENDAHULUAN. tersebut juga termasuk mengatur hal-hal yang diantaranya hubungan antar

Lex Privatum, Vol.II/No. 3/Ags-Okt/2014

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PENYIMPANAN MINUTA AKTA SEBAGAI BAGIAN DARI PROTOKOL NOTARIS

Lex Privatum, Vol.I/No.4/Oktober/2013. PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP PELANGGARAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN AKTA OTENTIK 1 Oleh : Muam mar Qadavi Karim 2

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG NOTARIS YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. Notaris sebagai pejabat umum, sekaligus sebuah profesi, posisinya

BAB I PENDAHULUAN. negara. Untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORITIK A. Landasan Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Majelis Pengawas Notaris a. Definisi Pengawasan a. Pengawasan adalah proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. 12 b. Menurut P. Nicolai, pengawasan merupakan langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan. 13 c. Menurut Lord Acton, pengawasan merupakan tindakan mengendalikan kekuasaan yang dipegang pejabat administrasi negara (pemerintah) yang cenderung disalahgunakan. Tujuan pengawasannya untuk membatasi pemerintah agar tidak menggunakan kekuasaan diluar batas kewajaran yang bertentangan dengan ciri Negara Hukum, untuk melindungi masyarakat dari tindakan diskresi Pemerintah dan melindungi Pemerintah agar menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar menurut hukum atau tidak melanggar hukum. 14 d. Menurut Staatblad Tahun 1860 Nomor 3 mengenai Peraturan Jabatan Notaris (PJN), pengertian pengawasan dalam Pasal 50 alinea (1) sampai alinea (3), yaitu tindakan yang dilakukan Pengadilan Negeri berupa penegoran dan/atau pemecatan selama 3 (tiga) sampai 6 (enam) bulan terhadap Notaris yang mengabaikan keluhuran martabat atau tugas jabatannya atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan umum atau 12 Sujamto, Aspek-Aspek Pengawasan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 1987, hlm. 53. 13 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Press, Jakarta, 2002, hlm. 311. 14 Diana Hakim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Tangerang, 2004, hlm. 70. 10

melakukan kesalahan-kesalahan lain, baik di dalam maupun diluar jabatannya sebagai Notaris, yang diajukan oleh penuntut umum pada Pengadilan Negeri pada daerah kedudukannya. 15 Mencermati pada pendapat para ahli dan juga peraturan tersebut diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan bentuk tindakan mengamati dan memperhatikan kegiatan yang terjadi sebagai bagian dari proses pencegahan agar tidak terjadi penyimpangan terhadap tujuan yang diinginkan. Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, pengawasan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi terhadap Notaris dilakukan oleh badan peradilan yang ada pada waktu itu, sebagaimana diatur dalam : 1) Pasal 14 Reglement op de Rechtelijke Organisatie en Het Der Justitie (Stbl.1847 no.23); 2) Pasal 96 Reglement Buitengewesten; 3) Pasal 3 Ordonantie Buitengerechtelijke Verrichtingen, Lembaran Negara tahun 1946 Nomor 135; dan 4) Pasal 50 Peraturan Jabatan Notaris. 16 Pengawasan terhadap Notaris dilakukan oleh Peradilan Umum dan Mahkamah Agung sebagaimana diatur dalam pasal 32 dan pasal 54 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1965 tentang Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung, kemudian dibuat pula Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1984 tentang Tata Cara Pengawasan terhadap Notaris, Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung dan Menteri Kehakiman Nomor KMA/006/SKB/VII/1987 tentang Tata Cara Pengawasan, Penindakan dan Pembelaan Diri Notaris, dan 15 Pasal 50 Staatblad Tahun 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris. 16 Habib Adjie, Sanksi Perdata dan Administratif terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 27. 11

terakhir dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004. Dalam kaitan tersebut, meski Notaris diangkat Pemerintah (dahulu Menteri Kehakiman, sekarang Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia), namun pengawasannya dilakukan oleh Badan Peradilan. b. Majelis Pengawas Notaris Menurut Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Notaris merupakan suatu badan yang berwenang melakukan pembinaan/pengawasan terhadap Notaris. Pengawasan tersebut dilakukan agar Notaris tetap menjalankan perannya sesuai dengan kewajiban yang ditentukan oleh Undang-Undang dan tidak melakukan larangan-larangan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Berikut akan Penulis paparkan terkait kewajiban dan larangan bagi Notaris yang ditentukan oleh Undang-Undang. Ditentukan dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengenai kewajibannya yaitu: 1) Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib: a) bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b) membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c) melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta; d) mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; e) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; 12

f) merahasiakan segala sesuatu mengenai Akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan Akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; g) menjilid Akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) Akta, dan jika jumlah Akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, Akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; h) membuat daftar dari Akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; i) membuat daftar Akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan Akta setiap bulan; j) mengirimkan daftar Akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; k) mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; l) mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; m) membacakan Akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; dan n) menerima magang calon Notaris. 13

2) Kewajiban menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal Notaris mengeluarkan Akta in originali. 3) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: 1) Akta pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; 2) Akta penawaran pembayaran tunai; 3) Akta protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; 4) Akta kuasa; 5) Akta keterangan kepemilikan; dan 6) Akta lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4) Akta in originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap,ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap Akta tertulis kata-kata BERLAKU SEBAGAI SATU DAN SATU BERLAKU UNTUK SEMUA". 5) Akta in originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap. 6) Bentuk dan ukuran cap atau stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l ditetapkan dengan Peraturan Menteri. 7) Pembacaan Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m tidak wajib dilakukan, jika penghadap menghendaki agar Akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tersebut dinyatakan dalam penutup Akta serta pada setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris. 8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dikecualikan terhadap pembacaan kepala Akta, komparasi, penjelasan pokok Akta secara singkat dan jelas, serta penutup Akta. 14

9) Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf m dan ayat (7) tidak dipenuhi, Akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. 10) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) tidak berlaku untuk pembuatan Akta wasiat. Larangan-larangan yang wajib untuk dihindari oleh Notaris ditentukan dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang meliputi : 1) menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; 2) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alas an yang sah; 3) merangkap sebagai pegawai negeri; 4) merangkap jabatan sebagai pejabat negara; 5) merangkap jabatan sebagai advokat; 6) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; 7) merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah dan/atau Pejabat Lelang Kelas II di luar tempat kedudukan Notaris; 8) menjadi Notaris Pengganti; atau 9) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Agar Notaris menjalankan jabatannya sesuai dengan kewajiban yang ditentukan Pasal 16 dan tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana dilarang dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris tersebut diatas maka Menteri melakukan pengawasan terhadap kinerjanya. Bahwa telah penulis 15

paparkan pula diatas, pengawasan terhadap kinerja Notaris dalam menjalankan jabatannya Menteri membentuk Majelis Pengawas. Pengawasan kepada notaris tersebut agar Notaris dalam menjalankan jabatan profesinya sebagai pejabat umum senantiasa meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerjanya sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi penerima jasa Notaris dan masyarakat luas. c. Tingkatan dan Unsur Majelis Pengawas Notaris Majelis Pengawas yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melakukan tugas pengawasan berjumlah 9 (sembilan) orang, terdiri atas unsur Pemerintah, Organisasi Notaris dan ahli atau akademisi. Pengawasan tersebut meliputi perilaku Notaris dan pelaksanaan jabatan Notaris. Ketentuan mengenai pengawasan tidak hanya berlaku bagi Notaris saja namun termasuk Notaris Pengganti dan Pejabat Sementara Notaris. Disebut sebagai Notaris Pengganti adalah seorang yang untuk sementara diangkat sebagai Notaris untuk menggantikan Notaris yang sedang cuti, sakit, atau untuk sementara berhalangan menjalankan jabatannya sebagai Notaris sedangkan yang disebut sebagai Pejabat Sementara Notaris adalah seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk menjalankan jabatan dari Notaris yang meninggal dunia. Majelis Pengawas Notaris dibentuk dengan unsur-unsur sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 67 ayat (3) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, terdiri dari unsur: 1) Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang; 2) Organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; 3) Ahli Akademisi sebanyak 3 (tiga) orang. 16

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris dapat Penulis katakan bahwa pengawasan terhadap Notaris memiliki jenjang/tingkatan-tingkatan dan masing-masing tingkatan memiliki tugas dan kewenangan pengawasan masingmasing. Pengawasan terhadap Notaris di Kabupaten/Kota dilakukan oleh Majelis Pengawas daerah sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Majelis Pengawas Daerah dibentuk di Kabupaten/Kota. Di dalam hal di suatu Kabupaten/Kota, jumlah Notaris tidak sebanding dengan jumlah anggota Majelis Pengawas Daerah, dapat dibentuk Majelis Pengawas Daerah gabungan untuk beberapa Kabupaten/Kota. Majelis Pengawas Daerah terdiri dari unsur Pemerintah, Organisasi Notaris dan ahli atau akademisi di masing-masing Kabupaten/Kota tersebut. Di dalam Majelis Pengawas Daerah akan dipilih siapa yang akan menjadi Ketua, Wakil Ketua Majelis Pengawas Daerah dan anggota. Pemilihan tersebut dipilih dari dan oleh diantara angota Majelis Pengawas Daerah sebagaimana perintah dari Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Masa jabatan ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Pengawas Daerah adalah 3 (tiga) tahun dan dapat diangkat kembali. Tingkatan berikutnya adalah pengawasan yang dilaksanakan Majelis Pengawas Wilayah Notaris. Lembaga ini dibentuk dan berkedudukan di Ibukota Propinsi. Masing-masing tingkatan dalam Majelis pengawas Notaris selain dilihat dari tempat kedudukannya juga dilihat dari pembagian tugas dan kewenangannya. Majelis Pengawas Wilayah memiliki tugas dan kewajiban yang tidak dimiliki oleh Majelis Pengawas Daerah. Oleh Undang-Undang 17

Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris majelis pengawas wilayah berdasarkan pasal 73 diberikan wewenang untuk: 1) menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah; 2) memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 3) memberikan izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun; 4) memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah yang menolak cuti yang diajukan oleh Notaris pelapor; 5) memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis; 6) mengusulkan pemberian sanksi terhadap Notaris kepada Majelis Pengawas Pusat berupa: a) pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam) bulan; atau b) pemberhentian dengan tidak hormat. Keputusan Majelis Pengawas Wilayah dalam memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis bersifat final dan terhadap setiap keputusan penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada huruf e dan huruf f dibuatkan wajib dibuatkan berita acara. Tingkatan terakhir dalam lembaga pengawasan yang dibentuk oleh Menteri adalah Majelis Pengawas Pusat Notaris yang berkedudukan di Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sebagaimana Penulis paparkan tersebut diatas bahwa setiap tingkatan majelis pengawas Notaris memiliki perbedaan dalam hal tugas dan kewenangan yang dimilikinya. Ketentuan terkait tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Pusat masih tunduk 18

pada ketentuan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Ketentuan terkait jabatan Notaris tidak seluruhnya dirubah oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, oleh sebab itu terhadap Pasal-Pasal yang tidak berubah tetap diberlakukan ketentuan yang ada pada Undang- Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Disebutkan dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengenai wewenang dari Majelis Pengawas Pusat yaitu: 1) menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan dalam tingkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti; 2) memanggil Notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a; 3) menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan 4) mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat kepada Menteri. Pemeriksaan dalam sidang Majelis Pengawas Pusat sebagaimana dimaksud tersebut diatas bersifat terbuka untuk umum dan layaknya sidang maka Notaris berhak untuk membela diri dalam pemeriksaan sidang Majelis Pengawas Pusat. Apabila sidang pemeriksaan telah selesai maka Majelis Pengawas Pusat berkewajiban menyampaikan keputusannya kepada Menteri dan Notaris yang bersangkutan dengan tembusan kepada Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Daerah yang bersangkutan serta Organisasi Notaris. Majelis Pengawas Pusat juga memiliki kewenangan yakni dalam hal terdapat Notaris yang diberhentikan sementara dari jabatannya maka Majelis Pengawas Pusat akan mengusulkan seorang pejabat sementara Notaris kepada Menteri kemudian jika telah disetujui maka Menteri akan menunjuk Notaris 19

yang akan menerima Protokol Notaris dari Notaris yang diberhentikan sementara. d. Majelis Pengawas Daerah (Majelis Pengawas Daerah) Pada tiap kabupaten atau kota dibentuklah Majelis Pengawas Daerah yang bekerja melakukan pengawasan terhadap Notaris. Sebagai pelaksanaan dari perintah undang-undang Nomor 30 tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris maka dibentuklah peraturan-peraturan pelaksananya. Meskipun sekarang atas undang-undang tersebut telah dilakukan perubahan dengan undang-undang nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, namun sampai saat ini peraturan pelaksananya belum dibentuk yang baru. Untuk lebih mengenal Majelis Pengawas Daerah maka berikut Penulis paparkan terkait Surat Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (SK Dirjen AHU) Nomor C.HT.03.10-05. Tentang Pembentukan Majelis Pengawas Daerah Notaris disebutkan bahwa pembentukan Majelis Pengawas Daerah Notaris yang berkedudukan di Kabupaten/Kota, keanggotaannya terdiri dari: 1) Unsur Pemerintah adalah pegawai Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kabupaten/Kota setempat atau Pegawai Balai Harta Peninggalan bagi daerah yang ada Balai Harta Peninggalan. Tidak semua propinsi di Indonesia memiliki lembaga Balai Harta Peninggalan. Daerah Istimewa Yogyakarta termasuk daerah dengan Lembaga Balai Harta Peninggalan bergabung dengan Propinsi Jawa Tengah. Pengawasan dari unsur pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta dijalankan oleh Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2) Unsur Organisasi Notaris adalah anggota Notaris yang diusulkan oleh pengurus daerah Ikatan Notaris Indonesia (INI) setempat; 20

3) Unsur Ahli/Akademisi adalah staf pengajar/dosen dari fakultas hukum universitas negeri/swasta atau perguruan tinggi ilmu hukum setempat. Lebih konkrit lagi tugas Majelis Pengawas Daerah dijabarkan oleh Arief Dwi Meiwanto, SH. MH., seorang anggota Majelis Pengawas Daerah Notaris Jakarta Selatan dari unsur pemerintah, tugas Majelis Pengawas Daerah Notaris dapat digolongkan menjadi 2 (dua) aspek, yaitu: 1) Pemeriksaan terhadap pengaduan oleh masyarakat, berupa pengaduan masyarakat yang merasa dirugikan oleh Notaris; 2) Pemeriksaan secara berkala, dimana Majelis Pengawas Daerah Notaris langsung datang ke kantor-kantor Notaris untuk memeriksa Minuta Akta, Buku Repertorium, Legalisasi Akta, Waarmerking Akta, wasiat dan administrasi kantor Notaris. 17 Terkait dengan wewenang Majelis pengawas Daerah tidak diadakan perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, sehingga tetap pula tunduk pada ketentuan Pasal 70 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyebutkan bahwa Majelis Pengawas Daerah berwenang: 1) menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris; 2) melakukan pemeriksaan; terhadap Protokol Notaris secara berkala 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu; 3) memberikan izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan; 17 Arief Dwi Meiwanto, 20 (dua puluh) Notaris Dipanggil Polisi, Majalah Renvoi, Edisi Nomor 01/58, Maret 2008, hlm. 17. 21

4) menetapkan Notaris Pengganti dengan memperhatikan usul Notaris yang bersangkutan; 5) menentukan tempat penyimpanan Protokol Notaris yang pada saat serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau lebih; 6) menunjuk Notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara Protokol Notaris yang diangkat sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4); 7) menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang ini; dan 8) membuat dan menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g kepada Majelis Pengawas Wilayah. Mencermati dari wewenang yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Daerah terdapat pula ketentuan terkait wewenang menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan Notaris. Ranah kode etik juga merupakan kewenangan dari Majelis Pengawas Daerah untuk memeriksanya sedangkan dari sisi kode etik profesi Notaris, wewenang untuk melakukan penegakan terhadap kode etik dilaksanakan oleh lembaga Dewan Kehormatan. Oleh sebab itu hal tersebut akan menjadi salah satu bahan kajian Penulis dalam Bab Pembahasan penelitian ini. Setelah mencermati terkait kewenangan Majelis Pengawas Daerah maka selanjutnya perlu dilihat pula kewajiban Majelis Pengawas Daerah. Kewajiban yang ada masih tunduk pada ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Pasal 71 yang menjabarkan bahwa Majelis Pengawas Daerah berkewajiban: 22

1) mencatat pada buku daftar yang termasuk dalam Protokol Notaris dengan menyebutkan tanggal pemeriksaan, jumlah akta serta jumlah surat di bawah tangan yang disahkan dan yang dibuat sejak tanggal pemeriksaan terakhir; 2) membuat berita acara pemeriksaan dan menyampaikannya kepada Majelis Pengawas Wilayah setempat, dengan tembusan kepada Notaris yang bersangkutan, Organisasi Notaris, dan Majelis Pengawas Pusat; 3) merahasiakan isi akta dan hasil pemeriksaan; 4) menerima salinan yang telah disahkan dari daftar akta dan daftar lain dari Notaris dan merahasiakannya; 5) memeriksa laporan masyarakat terhadap Notaris dan menyampaikan hasil pemeriksaan tersebut kepada Majelis Pengawas Wilayah dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, dengan tembusan kepada pihak yang melaporkan, Notaris yang bersangkutan, Majelis Pengawas Pusat, dan Organisasi Notaris. 6) menyampaikan permohonan banding terhadap keputusan penolakan cuti. Perbedaan yang paling signifikan dengan terbitnya Undang- Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris adalah dirubahnya Pasal 66 dari Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris terkait wewenang yang dimiliki oleh Majelis Pengawas Daerah. Untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah berwenang: 1) untuk mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan; 23

2) memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan akta yang dibuatnya atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Kewenangan tersebut dirubah oleh Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris Pasal 66 sehingga berbunyi untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim dengan persetujuan majelis kehormatan Notaris berwenang: 1) mengambil fotokopi Minuta Akta dan/atau surat-surat yang dilekatkan pada Minuta Akta atau Protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris; dan 2) memanggil Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau Protokol Notaris yang berada dalam penyimpanan Notaris. Dalam melaksanakan pembinaan, Menteri membentuk majelis kehormatan Notaris. Majelis kehormatan Notaris berjumlah 7 (tujuh) orang yang terdiri atas unsur: 1) Notaris sebanyak 3 (tiga) orang; 2) Pemerintah sebanyak 2 (dua) orang; dan 3) Ahli atau akademisi sebanyak 2 (dua) orang. Pada Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tugas untuk menjalankan pembinaan dan pengawasan merupakan kewenangan dari Majelis Pengawas namun setelah terbitnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris fungsi dari Majelis Pengawas tidak lagi melakukan pembinaan karena yang melakukan pembinaan adalah Majelis Kehormatan yang dibentuk berdasarkan undang-undang tersebut. 24

2. Tinjauan Umum Tentang Dewan Kehormatan UUJN mengamanatkan kepada para notaris untuk berhimpun dalam satu wadah organisasi notaris sesuai dengan Pasal 82 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris yang berbunyi sebagai berikut: Notaris berhimpun dalam satu wadah organisasi notaris. Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud tersebut adalah Ikatan Notaris Indonesia. Ikatan Notaris Indonesia merupakan satusatunya wadah profesi Notaris yang bebas dan mandiri yang dibentuk Undang-Undang dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Notaris. Ikatan Notaris Indonesia menjadi perkumpulan yang berbentuk badan hukum yang diakui oleh pemerintah sebagai organisasi profesi bagi Notaris. Terwujudnya organisasi notaris yang solid, diharapkan mampu membawa dan menjaga para anggotanya bersifat profesional dalam menjalankan jabatannya. Hakikat organisasi profesi yang selalu melekat dan menjadi identitas utamanya yaitu selalu meningkatkan kemampuannya melalui peningkatan kualitas, baik kualitas ilmu, maupun integritas moralnya, serta senantiasa menjunjung tinggi keluhuran martabatnya berdasarkan kode etik profesi. Untuk menjaga kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaris, perkumpulan mempunyai kode etik notaris yang ditetapkan oleh kongres dan merupakan kaidah moral yang wajib ditaati oleh setiap anggota perkumpulan. a. Dewan Kehormatan Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan perkumpulan yang terdiri dari beberapa orang anggota yang dipilih dari anggota biasa dan werda notaris, yang berdedikasi tinggi dan loyal terhadap perkumpulan, berkepribadian baik, arif dan bijaksana, sehingga dapat menjadi panutan bagi anggota dan diangkat oleh 25

kongres untuk masa jabatan yang sama dengan masa jabatan kepengurusan. Berdasarkan Pasal 1 angka (8) Kode Etik Notaris, Dewan Kehormatan merupakan alat perlengkapan Perkumpulan (INI) sebagai suatu badan atau lembaga yang mandiri dan bebas dari keberpihakan dalam Perkumpulan yang bertugas untuk : 1) Melakukan pembinaan, bimbingan, pengawasan, dan pembenahan anggota dalam menjunjung tinggi kode etik. 2) Memeriksa dan mengambil keputusan atas dugaan pelanggaran ketentuan kode etik yang bersifat internal atau yang tidak mempunyai kaitan dengan kepentingan masyarakat secara langsung. 3) Memberikan saran dan pendapat kepada majelis pengawas atas dugaan pelanggaran kode etik dan jabatan notaris. b. Tingkatan dan Unsur Dewan Kehormatan Dewan Kehormatan merupakan lembaga pengawasan yang dibentuk oleh Organisasi agar kode etik tetap dipatuhi oleh anggota profesi. Pengawasan dan penegakan terhadap kode etik tersebut dilakukan secara berjenjang. Berdasarkan Pasal 7 kode etik ditentukan bawah pengawasan atas pelaksanaan Kode Etik itu dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) Pada tingkat pertama oleh Pengurus Daerah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Daerah. 2) Pada tingkat banding oleh Pengurus Wilayah Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Wilayah. 3) Pada tingkat terakhir oleh Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia dan Dewan Kehormatan Pusat. Pasal 19 Anggaran Rumah Tangga INI menyebutkan bahwa Dewan Kehormatan Daerah terdiri dari tiga orang anggota diantaranya, seorang Ketua, seorang Wakil Ketua, dan seorang Sekretaris. Dewan Kehormatan Daerah merupakan badan yang 26

bersifat otonom di dalam mengambil keputusan yang mempunyai tugas dan kewajiban untuk memberikan bimbingan dari melakukan pengawasan dalam pelaksanaan serta pentaatan kode etik oleh para anggota perkumpulan di daerah masing-masing. Sudah seharusnya dan sudah waktunya Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai kelompok profesi yang terinstitusi mampu secara lebih nyata memberikan kontribusinya dalam upaya penegakkan hukum. 18 3. Tinjauan Umum Tentang Notaris a. Pengertian notaris Pada jaman Romawi Kuno, notaris awalnya dikenal sebagai penulis umum atau publieke schrijvers dengan berbagai sebutan, antara lain: 1) Notarius (pluralnya notarii) pada abad ke enam dan ke lima lebih dikenal sebagai sekretaris raja, sedangkan pada akhir abad ke lima sebutan ini ditujukan kepada pegawai-pegawai istana yang melaksanakan pekerjaan admnistratif. 2) Tabularius (tabularii) adalah pegawai pegawai yang ditugaskan untuk memegang dan mengerjakan buku keuangan, serta mengadakan pengawasan terhadap administrasi dari magistraat atau pejabat kota. Selain itu mereka juga bertugas untuk menyimpan dokumen-dokumen dan membuat akta. 3) Tabellio atau tabelliones ialah pejabat yang menjalankan tugas untuk pemerintah serta melayani publik yang membutuhkan keahliannya. Fungsi mereka sudah agak mirip dengan notaris pada jaman sekarang, tetapi karena tidak mempunyai sifat 18 N.G. Yudara, Notaris dan Permasalahannya, Pokok-pokok Pemikiran di Seputar Kedudukan dan Fungsi Notaris Serta Akta Notaris Menurut Sistem Hukum Indonesia, Materi Seminar Ikatan Notaris Indonesia, Jakarta, Januari 2005, hlm. 11. 27

ambtelijk atau jabatan negeri, sehingga surat yang dibuatnya tidak bersifat otentik. 19 Dalam perkembangannya, perbedaan antara notarius, tabularius dan tabullio ini menjadi kabur dan akhirnya ketiga sebutan tersebut dilebur menjadi satu yaitu notarii. 20 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mendefinisikan notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Definisi yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris ini merujuk pada tugas dan wewenang yang dimiliki oleh notaris, artinya notaris sebagai pejabat umum memiliki wewenang untuk membuat akta otentik serta kewenangan lainnya yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Seorang notaris menurut pendapat Tan Thong Kie yaitu: 21 Notaris adalah seorang fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang notaris masih disegani. Seorang notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan. Segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan (konstatir) adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum. 19 R. Soegondo Notodisoerjo, Hukum Notariat Di Indonesia, Suatu Penjelasan, CV Rajawali, Jakarta, 1982, hlm. 13-14. 20 Komar Andasasmita, Notaris I, Sumur Bandung, Bandung, 1984, hlm. 10. 21 Tan Thong Kie, Op Cit, hlm. 157. 28

Menurut Colenbrunder dalam G.H.S.Lumban Tobing 22, Notaris adalah: Pejabat yang berwenang untuk atas permintaan mereka yang menyuruhnya mencatat semuanya yang dialami dalam suatu akta, Demikianlah ia membuat berita acara dan pada apa yang dibicarakan dalam rapat pemegang saham, yang dihadiri atas permintaan pengurus perseroan atau tentang jalannya pelelangan yang dilakukan atas permintaan penjual, Demikianlah ia menyaksikan (comtuleert) dalam akta tentang keadaan sesuatu barang yang ditunjukkan kepadanya oleh kliennya. Menurut Habib Adjie, sebagai pejabat umum Notaris mempunyai karakteristik, yaitu: 23 1) Sebagai jabatan Undang-undang Jabatan Notaris merupakan unifikasi dibidang pengaturan jabatan Notaris, artinya satu-satunya aturan hukum dalam bentuk undang-undang yang mengatur jabatan Notaris di Indonesia, sehingga segala hal yang berkaitan dengan Notaris di Indonesia harus mengacu kepada Undang-undang Jabatan Notaris. Jabatan Notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara. Menempatkan Notaris sebagai jabatan merupakan suatu pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu serta berkesinambungan sebagai suatu lingkup pekerjaan tetap. 2) Notaris mempunyai kewenangan tertentu Setiap wewenang yang diberikan kepada jabatan harus ada aturan hukumnya sebagai batasan agar jabatan dapat berjalan dengan baik, dan tidak berbenturan dengan wewenang jabatan lainnya. Jika seseorang pejabat (Notaris) melakukan suatu 22 G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1999, hlm. 33. 23 Habib Adjie, Hukum Notaris Indonesia, Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, Op Cit, hlm. 15-16. 29

tindakan diluar wewenang yang telah ditentukan, dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar wewenang. 3) Diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah Ditentukan bahwa Notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, dalam hal ini menteri yang membidangi kenotariatan. Notaris meskipun secara administratif diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah. Dengan demikian Notaris dalam menjalankan jabatannya : a) Bersifat mandiri (autonomous) b) Tidak memihak siapapun (impartial), c) Tidak tergantung pada siapapun (independent), yang berati dalam menjalankan tugas jabatannya tidak dapat dicampuri oleh pihak yang mengangkatnya atau oleh pihak lain. 4) Tidak menerima gaji atau pensiun dari pihak yang mengangkatnya Notaris meskipun diangkat dan diberhentikan oleh Pemerintah tapi tidak menerima gaji, pensiun dari pemerintah. Notaris hanya menerima honorarium dari masyarakat yang telah dilayaninya atau dapat memberi pelayanan Cuma-Cuma untuk mereka yang tidak mampu. 5) Akuntabilitas atas pekerjaannya kepada masyarakat Kehadiran Notaris untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang memerlukan dokumen hukum (akta) otentik dalam bidang hukum perdata, sehingga Notaris mempunyai tanggung jawab untuk melayani masyarakat, masyarakat dapat menggugat secara perdata Notaris, dan menuntut biaya, ganti rugi dan bunga jika ternyata akta tersebut dapat dibuktikan dibuat tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, hal ini merupakan bentuk akuntabilitas Notaris kepada masyarakat. Dalam melaksanakan tugasnya sebagai pejabat umum, Menurut Habib Adjie, perlu bagi Notaris untuk memegang asas-asas yang harus dijadikan pedoman sebagai asas-asas pelaksanaan tugas 30

jabatan Notaris yang baik dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan Notaris, yaitu : 24 1) Asas Persamaan Dalam Memberikan pelayanan kepada masyarakat tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan sosial ekonomi atau alasan lainnya. Alasan-alasan seperti ini tidak dibenarkan untuk dilakukan oleh Notaris dalam melayani masyarakat hanya alasan hukum yang dapat dijadikan dasar bahwa Notaris dapat tidak memberikan jasa kepada orang yang menghadap Notaris. Bahkan dalam keadaan tertentu Notaris wajib memberikan jasa Hukum kepada yang tidak mampu. 2) Asas Kepercayaan Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris sebagai orang yang dapat dipercaya. Notaris sebagai jabatan kepercayaan tidak berarti apa-apa, jika ternyata mereka yang menjalankan tugas jabatan sebagai Notaris sebagai orang yang tidak dipercaya, sehingga hal tersebut, antara jabatan Notaris dan Pejabatnya (yang menjalankan tugas Jabatan Notaris) harus sejalan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Salah satu bentuk dari Notaris sebagai jabatan kepercayaan, maka Notaris mempunyai kewajiban merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain. 3) Asas Kepastian Hukum Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang 24 Ibid, hlm. 34-38. 31

berkaitan dengan segala tindakan yang diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta. Bertindak berdasarkan hukum yang berlaku akan memberikan kepastian kepada para pihak, bahwa akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga jika terjadi permasalahan, akta Notaris dapat dijadikan pedoman para pihak. 4) Asas Kecermatan Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan pada aturan hukum yang berlaku. Meneliti semua bukti yang diperlihatkan kepada Notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituangkan dalam akta. Asas kecermatan ini mempunyai penerapan dari pasal 16 ayat (1) huruf a, antara lain dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak seksama. 5) Larangan Pemberian Alasan Setiap akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris harus mempunyai alasan dan fakta yang mendukung untuk akta yang bersangkutan atau ada pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada pihak/penghadap. 6) Larangan Penyalahgunaan Wewenang Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang, yaitu suatu tindakan yang dilakukan oleh Notaris di luar wewenang yang telah ditentukan. Jika Notaris membuat suatu tindakan di luar wewenang yang telah ditentukan, maka tindakan Notaris dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang. Jika tindakan seperti merugikan para pihak, maka para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut Notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi sebagai suatu tindakan hukum yang merugikan para pihak. Para pihak yang menderita kerugian 32

untuk menuntut penggantian biaya ganti rugi dan bunga kepada Notaris. 7) Larangan Bertindak Sewenang-wenang Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan tindakan para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta Notaris atau tidak. Sebelum sampai pada keputusan seperti itu, Notaris harus mempertimbangkan dan melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris. Dalam hal ini Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat dituangkan dalam suatu bentuk akta atau tidak dan keputusan yang diambil harus didasarkan pada alas an hukum yang harus dijelaskan kepada para Pihak. 8) Asas Proposionalitas Dalam pasal 16 ayat (1) huruf a, Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib bertindak menjaga kepentingan para pihak yang terkait dalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatan Notaris, wajib mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak yang menghadap Notaris. Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangkan keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta Notaris, sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian dituangkan dalam bentuk akta Notaris. 9) Asas Profesionalitas Dalam pasal 16 ayat (1) huruf d, Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Asas ini mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya berdasarkan UUJN dan Kode Etik Jabatan Notaris. Tindakan professional Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya 33

diwujudkan dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat dihadapan atau oleh Notaris. b. Tugas dan wewenang notaris Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tugas sebagai kata sifat memiliki pengertian wajib dikerjakan atau yang ditentukan untuk dilakukan; pekerjaan yg menjadi tanggung jawab seseorang; pekerjaan yg dibebankan. Contohnya adalah : pegawai hendaknya menjalankan tugas masing-masing dengan baik sedangkan jika mendapat awalan ber- (ber-tugas) akan membentuk kata kerja (sedang) menjalankan tugas; ada tugas; mempunyai tugas. 25 Wewenang sebagai kata sifat memiliki pengertian sebagai (1) hak dan kekuasaan untuk bertindak; kewenangan; (2) kekuasaan membuat keputusan, memerintah, dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain; (3) Hak fungsi yang boleh untuk tidak dilaksanakan. 26 Beberapa ahli dalam buku yang ditulis Moekijat memberikan pengertian kata tugas dan wewenang. Menurut pendapat John dan Mary Miner tugas adalah kegiatan pekerjaan tertentu yang dilakukan untuk suatu tujuan khusus, sedangkan menurut Moekijat tugas adalah suatu bagian atau satu unsur atau satu komponen dari suatu jabatan. Wewenang menurut G.R. Terry memiliki pengertian kekuasaan resmi dan kekuasaan pejabat untuk menyuruh pihak lain supaya bertindak dan taat kepada pihak yang memiliki wewenang itu. 27 Tugas dan wewenang notaris secara umum terdapat dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang 25 Kementerian Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat dalam http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 21 Agustus 2015, jam 12.00 WIB. 26 Ibid. 27 Moekijat, Administrasi Kepegawaian Negara Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1998, hlm. 33. 34

Jabatan Notaris yang menyatakan bahwa notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Menurut Habib Adjie 28, Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris menegaskan salah satu kewenangan notaris adalah membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang: 1) Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh undang-undang. 2) Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh aturan umum atau dikehendaki oleh yang bersangkutan. 3) Mengenai subyek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan. 4) Berwenang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris. 5) Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini notaris harus menjamin kepastian waktu menghadap para penghadap yang tercantum dalam akta. 28 Habib Adjie, Kebatalan Dan Pembatalan Akta Notaris, PT. Refika Aditama, Bandung, 2011, hlm. 8. 35

Selanjutnya pada Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris diatur mengenai wewenang khusus notaris antara lain : 1) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 2) membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; 3) membuat kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; 4) melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya; 5) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; 6) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau 7) membuat akta risalah lelang. Pasal 15 ayat (3) menyebutkan bahwa selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 15 ayat (1) dan (2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. c. Kewajiban dan Larangan Notaris Menurut KBBI kewajiban berasal dari kata dasar wajib yang memiliki pengertian (1) harus dilakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan). Contoh: seorang muslim wajib salat lima kali dalam sehari semalam; (2) sudah semestinya; harus. Kata dasar wajib jika mendapat awalan ke- dan akhiran -an akan membentuk benda (n) kewajiban yang memiliki arti (1) sesuatu yang diwajibkan; sesuatu yang harus dilaksanakan; keharusan, (2) pekerjaan, (3) hukum (tugas menurut hukum) sedangkan larangan 36

memiliki pengertian sebagai perintah (aturan) yang melarang suatu perbuatan. 29 Menurut Kode Etik Ikatan Notaris Indonesia (INI) kewajiban dan larangan telah disebutkan pengertiannya dalam ketentuan umum Pasal 1 kewajiban memiliki pengertian sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang harus dilakukan anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, dalam rangka menjaga dan memelihara citra wibawa lembaga notariat, menjunjung tinggi keluhuran, harkat, martabat jabatan Notaris. Larangan memiliki pengertian adalah sikap, perilaku, perbuatan atau tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh anggota Perkumpulan maupun orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris, yang dapat menurunkan citra serta wibawa lembaga notariat ataupun keluhuran harkat dan martabat jabatan Notaris. Kewajiban dan larangan notaris terdapat dalam Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris mengatur mengenai kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya, yaitu : 1) bertindak jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; 2) membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; 3) mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; 4) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam Undang- Undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; 29 Kementerian Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, terdapat dalam http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 21 Agustus 2015, jam 12.00 WIB. 37

5) merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; 6) menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; 7) membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; 8) membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; 9) mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; 10) mencatat dalam repertorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; 11) mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; 12) membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan Notaris; 13) menerima magang calon Notaris. Larangan notaris diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang 38

Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, yang menyebutkan bahwa notaris dilarang: 1) menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; 2) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; 3) merangkap sebagai pegawai negeri; 4) merangkap jabatan sebagai pejabat negara; 5) merangkap jabatan sebagai advokat; 6) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan Usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; 7) merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris; 8) menjadi Notaris Pengganti; atau 9) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Disamping kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, notaris juga harus mematuhi kewajiban dan larangan yang diatur dalam Kode Etik Organisasi Notaris. Di dalam kode etik ditentukan pula bahwa Notaris wajib melakukan kewajiban dan menghindari perbuatan yang termasuk larangan yang telah ditetapkan oleh Kode etik. Berikut Penulis paparkan kewajiban yang wajib di patuhi oleh Notaris berdasarkan kode etik Pasal 3 ditentukan bahwa Notaris dan orang lain yang memangku dan menjalankan jabatan Notaris wajib : 1) Memiliki moral, akhlak serta kepribadian yang baik 2) Menghormati dan menjunjung tinggi harkat dan martabat jabatan Notaris. 39

3) Menjaga dan membela kehormatan Perkumpulan. 4) Bertindak jujur, mandiri, tidak berpihak, penuh rasa tanggung jawab, berdasarkan peraturan perundang-undangan dan isi sumpah jabatan Notaris. 5) Meningkatkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki tidak terbatas pada ilmu pengetahuan hukum dan kenotariatan. 6) Mengutamakan pengabdian kepada kepentingan masyarakat dan Negara; 7) Memberikan jasa pembuatan akta dan jasa kenotarisan lainnya untuk masyarakat yang tidak mampu tanpa memungut honorarium. 8) Menetapkan satu kantor di tempat kedudukan dan kantor tersebut merupakan satu-satunya kantor bagi Notaris yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas jabatan sehari-hari. 9) Memasang 1 (satu) buah papan nama di depan / di lingkungan kantornya dengan pilihan ukuran yaitu 100 cm x 40 cm, 150 cm x 60 cm atau 200 cm x 80 cm, yang memuat : a) Nama lengkap dan gelar yang sah; b) Tanggal dan nomor Surat Keputusan pengangkatan yang terakhir sebagai Notaris. c) Tempat kedudukan; d) Alamat kantor dan nomor telepon/fax. Dasar papan nama berwarna putih dengan huruf berwarna hitam dan tulisan di papan nama harus ielas dan mudah dibaca. Kecuali di lingkungan kantor tersebut tidak dimungkinkan untuk pemasangan papan nama dimaksud. 10) Hadir, mengikuti dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan yang diselenggarakan oleh Perkumpulan; menghormati, mematuhi, melaksanakan setiap dan seluruh keputusan Perkumpulan. 11) Membayar uang iuran Perkumpulan secara tertib. 40