BAB III SIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. sebelumnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan pasal..., Ita Zaleha Saptaria, FH UI, ), hlm. 13.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I)

KODE ETIK NOTARIS IKATAN NOTARIS INDONESIA (I.N.I.) BAB I KETENTUAN UMUM

BAB III PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pelanggaran Kode Etik dan Undang-Undang Jabatan Notaris yang

PERATURAN BADAN ARBITRASE PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI NOMOR : PER 02/BAKTI/ TENTANG KODE ETIK ARBITER

BAB IV PENUTUP. 1. Peran organisasi profesi Notaris dalam melakukan pengawasan terhadap

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

PERANAN DAN FUNGSI MAJELIS PENGAWAS WILAYAH TERHADAP PELAKSANAAN TUGAS JABATAN NOTARIS RUSLAN / D

BAB I PENDAHULUAN. unsur yang diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. 1. Dibuat dalam bentuk ketentuan Undang-Undang;

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD)

B A B V P E N U T U P

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia Tahun 2004 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432, Penjelasan umum.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengawasan majelis..., Yanti Jacline Jennifer Tobing, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dengan perikatan yang terkait dengan kehidupan sehari-hari dan juga usaha

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN

PERATURAN ORGANISASI IKATAN PERSAUDARAAN HAJI INDONESIA NOMOR : IV TAHUN 2010 TENTANG

KODE ETIK IKATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum. Tulisan tersebut dapat dibedakan antara surat otentik dan surat dibawah

BAB I PENDAHULUAN. dan ahli dalam menyelesaikan setiap permasalahan-permasalahan hukum.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia. tersebut. Sebagai salah satu contoh, dalam hal kepemilikan tanah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap interaksi yang dilakukan manusia dengan sesamanya, tidak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

MAJELIS PERWAKILAN MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Notaris merupakan pejabat umum yang berwenang untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dan hakikat pembangunan nasional adalah untuk. menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana tercantum

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 33/P/SK/HT/2006 TENTANG DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB I PENDAHULUAN. padat ini termasuk salah satu kota besar di Indonesia, walau luasnya yang

RANCANGAN DRAFT PERUBAHAN ANGGARAN DASAR IKATAN NOTARIS INDONESIA KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, 28 MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tujuan membangun negara yang sejahtera (Welfare State), akan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DPN APPEKNAS KODE ETIK ASOSIASI PENGUSAHA PELAKSANA KONTRAKTOR DAN KONSTRUKSI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 ayat (3). Hukum merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. dilengkapi dengan kewenangan hukum untuk memberi pelayanan umum. bukti yang sempurna berkenaan dengan perbuatan hukum di bidang

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan hukum kepada masyarakat yang memerlukan perlindungan dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JABATAN NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. dengan pemerintah. Prinsip negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PROSES PENYIDIKAN TERHADAP PELANGGARAN DALAM PEMBUATAN AKTA OLEH NOTARIS 1 Oleh: Gian Semet 2

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENYELESAIAN PELANGGARAN KODE ETIK DAN PELANGGARAN DISIPLIN BERAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN) disebutkan bahwa y

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

- - PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG MAJELIS KEHORMATAN KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

NOMOR: 10/LAPSPI- PER/2015 TENTANG KODE ETIK MEDIATOR/AJUDIKATOR/ARBITER PERBANKAN INDONESIA

PERATURAN SEKRETARIS JENDERAL KOMISI YUDISIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 04 TAHUN 2013

TANGGUNG JAWAB NOTARIS YANG MENCANTUMKAN LAMBANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA KARTU NAMA NOTARIS RESUME TESIS

BAB IV PENUTUP. ditarik kesimpulan sebagai berikut bahwa: a. Pertimbangan Hukum Hakim terhadap Tanggung Jawab Notaris/PPAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PUSAT STATISTIK NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG KODE ETIK PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SANKSI TERHADAP NOTARIS YANG MENJADI PIHAK TERHADAP AKTA YANG DIBUATNYA SENDIRI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

KODE ETIK PEMBELAJAR KLINIK HUKUM ANTI KORUPSI BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Kode Etik ini yang dimaksud dengan : 1. Klinik Hukum adalah klinik

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakatnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. 1. Hal itu

PERUBAHAN KODE ETIK NOTARIS KONGRES LUAR BIASA IKATAN NOTARIS INDONESIA BANTEN, MEI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan yuridis..., Ravina Arabella Sabnani, FH UI, Universitas Indonesia

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam setiap hubungan hukum kehidupan masyarakat, baik dalam

LAMPIRAN DAFTAR PERTANYAAN. PERADI Semarang Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum maupun perbuatan hukum yang terjadi, sudah barang tentu menimbulkan

Lex Privatum, Vol. III/No. 2/Apr-Jun/2015

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

BAB II BATASAN PELANGGARAN YANG DILAKUKAN NOTARIS DALAM UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS DAN KODE ETIK NOTARIS

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada warga. organ pemerintah yang melaksanakan tugas dan kewenangannya agar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

A. Latar Belakang Masalah Di ambang abad ke-21 ditandai dengan bertumbuhnya saling

BAB I PENDAHULUAN. jabatannya, Notaris berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat

PEMBATASAN JUMLAH PEMBUATAN AKTA NOTARIS OLEH DEWAN KEHORMATAN PUSAT IKATAN NOTARIS INDONESIA

a. Kepastian hari, tanggal, bulan, tahun dan pukul menghadap; b. Para pihak (siapa-orang) yang menghadap pada Notaris;

BAB I PENDAHULUAN. tugas, fungsi dan kewenangan Notaris. Mereka belum bisa membedakan tugas mana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB I PENDAHULUAN. Akta Tanah (PPAT) yang berlaku saat ini adalah Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah Negara Hukum. Prinsip dari negara hukum tersebut antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap orang yang mendalilkan bahwa ia mempunyai sesuatu hak atau

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Lex et Societatis, Vol. III/No. 4/Mei/2015. AKIBAT HUKUM BAGI NOTARIS DALAM PELANGGARAN PENGGANDAAN AKTA 1 Oleh: Reinaldo Michael Halim 2

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan masyarakat yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan strategi pembangunan hukum nasional. Profesionalitas dan

Transkripsi:

59 Dari pasal pasal tersebut diatas dapat diketahui bahwa akibat hukum terhadap batalnya akta Notaris sebagai akta Otentik atau perubahan fungsi akta Notaris sebagai Akta Otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna menjadi akta dibawah tangan, secara umum terjadi karena pelanggaran terhadap hal hal teknis yang dilakukan oleh Notaris, berhubungan dengan cara pembuatan dan pengesahan akta, seperti perubahan (renvoi), penandatanganan, pembacaan, dan mengenai penghadap yang berwenang untuk datang menghadap dan membuat akta. BAB III SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Dari segala pembahasan yang telah penulis jabarkan dalam kedua Bab diatas, penulis ingin mengambil simpulan, berdasarkan ketiga pertanyaan yang telah penulis angkat dalam Pokok Permasalahan, dimana menurut penelitian hukum normative yang penulis lakukan, dalam Kode Etik Notaris, pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Notaris mengenai sikap untuk tidak berpihak itu, tidak ditentukan sanksi yang pasti dan tegas.

60 Kode etik hanya mengatakan dalam angka 16 mengenai sanksi yang dikenakan terhadap anggota yang melakukan pelanggaran kode etik dapat berupa 84 : 1.1 Teguran 1.2 Peringatan 1.3 Schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan 1.4 Onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan 1.5 Pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan Penjatuhan sanksi sanksi sebagaimana terurai di atas terhadap anggota yang melanggar kode etik disesuaikan dnegan kwantitas dan kwalitas pelanggaran yang dilakukan anggota tersebut. Pengawasan dan pelaksanaan penegakan Kode Etik dilakukan oleh : 1.1 Pada tingkat pertama, oleh Majelis Pengawas Daerah 1.2 Pada tingkat banding oleh Majelis Pengawas Wilayah 1.3 Pada tingkat terakhir oleh Majelis Pengawas Pusat Majelis pengawas ini berwenang untuk memberikan sanksi kepada para Notaris yang melakukan pelanggaran dalam melakukan jabatannya, dimana pelanggaran tersebut merupakan pelanggaran yang berakibat atau berhubungan dengan akta yang dibuatnya. Sementara notaris yang melakukan pelanggaran kode etik yang tidak berkaitan dengan pembuatan aktanya, akan lebih banyak ditangani oleh Dewan Kehormatan. 84 Roesnatiti, Kode Etik Notaris, (makalah disampaikan pada kuliah Kode Etik Notaris semester dua Program Studi Magister Kenotariatan, Depok, Maret 2009), hal 95.

61 Urutan pemeriksaan dan penjatuhan sanksi pada Notaris yang dilakukan oleh Dewan Kehormatan adalah : 1.1 Sejak laporan diterima, atau sejak diketahuinya pelanggaran tersebut, dalam 7 (tujuh) hari kerja, Dewan Kehormatan wajib segera mengambil tindakan dengan mengadakan Sidang Dewan Kehormatan Daerah untuk membicarakan dugaan terhadap pelanggaran tersebut. 1.2 Jika dari sidang tersebut ditemukan dugaan kuat pelanggaran, maka dalam 7 (tujuh) hari kerja berikutnya Notaris yang diduga melanggar tersebut harus dipanggil dengan surat tercatat atau ekspedisi untuk didengar keteranganya dan didengar pembelaan dirinya. 1.3 Kemudian dari pemeriksaan itu akan ditentukan oleh Dewan Kehormatan Daerah, terbukti atau tidaknya pelanggaran tersebut, dan sanksi yang akan diberikan, kecuali dalam hal Notaris yang bersangkutan tidak menghadiri undangan, schorsing, ataupun pemberhentian. Undang Undang Jabatan Notaris memberikan sanksi terhadap pelanggaran pasal 16 ayat 1 huruf a dalam bentuk : 1.1 Teguran lisan 1.2 Teguran tertulis 1.3 Pemberhentian sementara 1.4 Pemberhentian dengan hormat 1.5 Pemberhentian dengan tidak hormat Seorang Notaris bertanggungjawab untuk memberikan penyuluhan hukum, dalam hal ini termasuk untuk menjelaskan kepada klien atau penghadap yang berkepentingan, apa yang menurut Kode Etik dan Undang Undang harus dilakukan,

62 termasuk ketika ia tidak dapat membela atau memberatkan salah satu pihak dalam akta. Mengenai aktanya, baik dari Kode Etik maupun Undang Undang Jabatan Notaris tidak memberikan akibat hukum yang pasti terhadap akta yang dibuatnya, dalam hal terjadi pelanggaran mengenai sikap netral atau tidak berpihak yang Notaris lakukan. Akta akan berubah fungsi menjadi akta dibawah tangan ataupun menjadi batal demi hukum dalam hal terjadinya kesalahan atau kelalaian secara teknis yang dilakukan oleh Notaris, misalnya dengan tidak dibacakannya akta, atau tidak hadirnya penghadap. Namun, sikap berpihak seorang Notaris jelas merupakan pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris, dan merupakan pelanggaran Undang Undang, yang akan dikenakan sanksi berdasarkan kebijakan Majelis Pengawas. Dari apa yang telah penulis uraikan diatas, maka penulis mengambil simpulan sebagai berikut : 1.1 Bahwa tanggung jawab seorang Notaris dalam hal tidak bersikap netral dalam melakukan penemuan hukum dan membuat klusula atau pengikatan dalam akta, adalah dengan sanksi yang akan ditentukan oleh Majelis Pengawas, dengan pertimbangan dan penilaian tersendri yang akan dilakukan oleh para anggota Majelis tersebut, dan terlebih dahulu mendengarkan alasan dan pembelaan diri dari Notaris yang bersangkutan. Sanksi dapat berupa teguran, peringata, pemberhentian semetara atau schorsing, maupun juga pencabutan keanggotaan sebagai anggota Notaris. 1.2 Bahwa mengenai akibat dari akta yang dibuatnya itu, akan ditentukan oleh kewenangan Majelis Pengawas, dimana Majelis Pengawas memiliki kewenangan untuk mengadili dan memutuskan perkara mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh seorang Notaris, yang berhubungan dengan akta yang dibuatnya itu, jika benar bahwa pelanggaran tersebut dapat dibuktikan.

63 1.3 Bahwa walaupun demikian pasal 1820 Kitab Undang Undang Hukum Perdata memberikan jaminan mengenai bukti yang sempurna mengenai suatu akta otentik, selama hal tersebut tidak dibuktikan lain. Dengan kata lain, jika ternyata terdapat sebuah pembuktian bahwa seorang Notaris telah melakukan kesalahan dan pelanggaran dalam membuat akta, maka akta Otentik yang dikatakan bukti yang sempurna itu akan berubah fungsi dan tidak lagi memiliki pembuktian demikian. 2 Saran Dari simpulan diatas, maka penulis ingin memberikan saran sebagai berikut : 2.1 Agar pengawasan pelaksanaan Kode Etik oleh Notaris lebih kuat, dan Dewan Kehormatan memberikan saksi yang pasti dan tegas atas pelanggaran sikap netral. 2.2 Sanksi terhadap pelanggaran kode etik dan Undang Undang Jabatan Notaris hendaknya lebih diperjelas dan diatur secara spesifik, sehingga ketika terjadi pelanggaran oleh Notaris mengenai hal hal yang tidak terlihat mencolok, kebenaran dan hukum serta peraturan tetap dapat ditegakkan. 2.3 Akibat hukum terhadap akta yang tidak dibuat secara netral, sebaiknya ditegaskan dalam Undang Undang jabatan Notaris, sehingga tujuan dibentuknya klausula kewajiban Notaris dalam pasal 16 ayat 1 huruf a lebih jelas dan pasti