INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL

dokumen-dokumen yang mirip
Heterosis Persilangan Itik Tegal dan Mojosari pada Kondisi Sub-Optimal

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI : PERIODE AWAL BERTELUR

Pengaruh Genotipa dan Kadar Aflatoksin dalam Ransum pada Karakteristik Awal Bertelur Itik Lokal

(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN

PRODUKSI TELUR ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN

PROGRAM PEMBIBITAN ITIK MA DI BPTU PELAIHARI KALIMANTAN SELATAN: SELEKSI PADA POPULASI BIBIT INDUK ITIK ALABIO

Kususiyah, Urip Santoso, dan Debi Irawan. Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas Terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari x Alabio (MA): 2. Masa Bertelur Fase Kedua Umur Minggu

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai Bertelur Pertama

PERSILANGAN TIMBAL BALIK ANTARA ITIK TEGAL DAN MOJOSARI : I. AWAL PERTUMBUHAN DAN AWAL BERTELUR

KUALITAS TELUR ITIK ALABIO DAN MOJOSARI PADA GENERASI PERTAMA POPULASI SELEKSI

TINGKAT KEPADATAN GIZI RANSUM TERHADAP KERAGAAN ITIK PETELUR LOKAL

PRODUKTIVITAS ITIK ALABIO DAN MOJOSARI SELAMA 40 MINGGU DARI UMUR MINGGU

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN ITIK BALI SEBAGAI SUMBER PLASMA NUTFAH TERNAK (GROWTH CHARACTERISTICS OF BALI DUCK AS A SOURCE OF GERMPLASM) ABSTRACT

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

Pengaruh Pemberian Pakan Terbatas terhadap Produktivitas Itik Silang Mojosari X Alabio (Ma): 1. Masa Bertelur Fase Pertama Umur Minggu

Performans Produksi Telur Itik Talang Benih pada Fase Produksi Kedua Melalui Force Moulting

PERTUMBUHAN STARTER DAN GROWER ITIK HASIL PERSILANGAN RESIPROKAL ALABIO DAN PEKING

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK SIFAT-SIFAT PRODUKSI TELUR ITIK ALABIO

PRODUKSI TELUR PERSILANGAN ITIK MOJOSARI DAN ALABIO SEBAGAI BIBIT NIAGA UNGGULAN ITIK PETELUR

PERBANDINGAN PRODUKTIVITAS ITIK MOJOSARI DAN ITIK LOKAL PADA PEMELIHARAAN SECARA INTENSIF DI DKI JAKARTA

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

HUBUNGAN UMUR SIMPAN DENGAN PENYUSUTAN BOBOT, NILAI HAUGH UNIT, DAYA DAN KESTABILAN BUIH PUTIH TELUR ITIK TEGAL PADA SUHU RUANG SKRIPSI ROSIDAH

Roesdiyanto, Rosidi dan Imam Suswoyo Fakultas Peternakan, Unsoed

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari muda

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN TERBATAS TERHADAP PENAMPILAN ITIK SILANG MOJOSARI X ALABIO (MA) UMUR 8 MINGGU

PENGARUH PENAMBAHAN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) FERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL

PERSILANGAN AYAM PELUNG JANTAN X KAMPUNG BETINA HASIL SELEKSI GENERASI KEDUA (G2)

KERAGAAN PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL DITINGKAT PETERNAK DAN UPAYA PENINGKATANNYA DALAM MENDUKUNG KECUKUPAN PANGAN HEWANI

Bibit niaga (final stock) itik Alabio dara

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak cukup tinggi, nutrisi yang terkandung dalam lim

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari dara

ABSTRAK. Kata kunci: Morfologi, korelasi, performans reproduksi, itik Tegal, seleksi ABSTRACT

Bibit niaga (final stock) itik Alabio meri umur sehari

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR HALAMAN SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN ARTIKEL. PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN ECENG GONDOK (Eichornia crassipes) TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH

PERFORMA PRODUKSI ITIK BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM RAS PETELUR UMUR MINGGU

Bibit induk (parent stock) itik Alabio muda

PENAMBAHAN GRIT KERANG DAN PEMBATASAN PEMBERIAN PAKAN TERHADAP KUALITAS KERABANG TELUR AYAM ARAB (Silver brakel Kriel)

Performa Produksi Telur Turunan Pertama (F1) Persilangan Ayam Arab dan Ayam Kampung yang Diberi Ransum dengan Level Protein Berbeda

PENGGUNAAN POLLARD DENGAN ASAM AMINO SINTESIS DALAM PAKAN AYAM PETELUR TERHADAP UPAYA PENINGKATAN KUALITAS FISIK TELUR

PENGARUH PENGGUNAAN IKAN PIRIK (LEIOGNATHIDAE) KERING DAN SEGAR TERHADAP PRODUKSI TELUR ITIK TEGAL PADA PEMELIHARAAN INTENSIF

EFEKTIVITAS PENYERAPAN Ca DAN P, KADAR AIR DAN KANDUNGAN AMONIA MANUR AYAM PETELUR DENGAN RANSUM BERZEOLIT DAN RENDAH Ca SKRIPSI SUSILAWATI

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2015 bertempat di Desa Tegal Sari,

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Ekspresi Gen Homosigot Resesif (c/c) pada Performans Telur Pertama Itik Mojosari

EFEK PENAMBAHAN TEPUNG KULIT NANAS (Ananas comosus (L) Merr.) DALAM PAKAN TERHADAP JUMLAH TELUR DAN KUALITAS TELUR ITIK

Bibit induk (parent stock) itik Mojosari meri

I PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik

Bibit induk (parent stock) itik Alabio meri

Seminar Nasional Peternakan dan Yeteriner 1998 ABSTRAK

PERBAIKAN SISTEM PEMELIHARAAN DAN MUTU PAKANUNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI TELUR TERNAK ITIK LOKAL DI KABUPATEN MERAUKE, PAPUA

BAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.

PERFORMANS DAN KARAKTERISTIK AYAM NUNUKAN

Pengaruh Pengaturan Waktu Pemberian Air Minum yang Berbeda Temperatur terhadap Performan Ayam Petelur Periode Grower.

ANALISIS KELAYAKAN USAHA ITIK ALABIO DENGAN SISTEM LANTING DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

VI. TEKNIK FORMULASI RANSUM

Bibit niaga (final stock) itik Mojosari meri umur sehari

KELENTURAN FENOTIPIK SIFAT-SIFAT REPRODUKSI ITIK MOJOSARI, TEGAL, DAN PERSILANGAN TEGAL-MOJOSARI SEBAGAI RESPON TERHADAP AFLATOKSIN DALAM RANSUM

HASIL DAN PEMBAHASAN

RESPON PENGGANTIAN PAKAN STARTER KE FINISHER TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAN PERSENTASE KARKAS PADA TIKTOK. Muharlien

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

KUALITAS TELUR ITIK YANG DIPELIHARA SECARA TERKURUNG BASAH DAN KERING DI KABUPATEN CIREBON

Performan Pertumbuhan dan Produksi Karkas Itik CA [Itik Cihateup x Itik Alabio] sebagai Itik Pedaging

PEMANFAATAN LIMBAH RESTORAN UNTUK RANSUM AYAM BURAS

Pengaruh Lumpur Sawit Fermentasi dalam Ransum Terhadap Performa Ayam Kampung Periode Grower

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

PERUBAHAN WARNA KUNING TELUR ITIK LOKAL DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG DAUN KALIANDRA

Yunilas* *) Staf Pengajar Prog. Studi Peternakan, FP USU.

Kususiyah, Urip Santoso, dan Rian Etrias

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PEMANFAATAN BEKICOT SAWAH (TUTUT) SEBAGAI SUPLEMENTASI PAKAN ITIK UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS ITIK PETELUR DI DESA SIMOREJO-BOJONEGORO

Kuantitas dan kualitas telur ayam arab (Gallus turcicus) silver dan gold

Peking. Gambar 6 Skema persilangan resiprokal itik alabio dengan itik peking untuk evaluasi pewarisan sifat rontok bulu terkait produksi telur.

III BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.

PERBEDAAN JUMLAH PEMBERIAN RANSUM HARIAN DAN LEVEL PROTEIN RANSUM TERHADAP PERFORMAN AYAM PETELUR UMUR MINGGU

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

Yosi Fenita, Irma Badarina, Basyarudin Zain, dan Teguh Rafian

KUALITAS TELUR AYAM PETELUR YANG DIBERI AIR GAMBUT DAN AIR NON GAMBUT

Model Regresi Pertumbuhan Dua Generasi Populasi Terseleksi Itik Alabio

Performa, Persentase Karkas dan Nilai Heterosis Itik Alabio, Cihateup dan Hasil Persilangannya pada Umur Delapan Minggu

PENENTUAN UMUR JUAL ANAK ITIK PENGGING SEBAGAI PENGHASIL DAGING. (Deremination For Pengging Male Duck Selling Age as Meat Producing)

SELEKSI AWAL BIBIT INDUK ITIK LOKAL

Umur dan Berat Telur Ayam Ras yang Beredar di Kota Bengkulu

MATERI DAN METODE. Materi

KERAGAAN PRODUKSI TELUR PADA SENTRA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS UNGGULAN (SPAKU) ITIK ALABIO DI KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA, KALIMANTAN SELATAN

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Maret

PRODUKTIVITAS AYAM LOKAL YANG DIPELIHARA SECARA INTENSIF

PENGARUH TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMAN ENTOK LOKAL (Muscovy Duck) PADA PERIODE PERTUMBUHAN. W. Tanwiriah, D.Garnida dan I.Y.

Transkripsi:

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 25 INTERAKSI ANTARA BANGSA ITIK DAN KUALITAS RANSUM PADA PRODUKSI DAN KUALITAS TELUR ITIK LOKAL (Interaction between genotypes and quality of diets on egg productions and egg quality of local ducks) L. HARDI PRASETYO dan PIUS P. KETAREN Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 162 ABSTRACT Tegal and Mojosari ducks are important local breeds of layer ducks in Indonesia with similar visual characteristics, but with medium genetic distance based on protein polymorphism. Their egg production are largely affected by quality of their diets. Therefore, this study was aimed at investigating the response of each breed to different diet quality on their egg production and quality. Eighty two female Tegal ducks and 9 female Mojosari ducks were used in this study with two different diets, R1 containing 14% crude protein (CP) and 21 kkal/kg metabolisable energy (ME) and R2 containing 2% CP and 3 kkal/kg ME. Observations were taken on age at first laying, weight of first egg, egg production to 49 weeks, and various components of egg quality. Results showed that both breeds gave good response to improvement in diet quality on egg production in the first three months, 23.7% increase in Mojosari ducks and only 1.6% in Tegal ducks. However, after 3 months only Mojosari ducks still responded positively to high quality diet, and Tegal ducks did not. Interaction between breeds and diet quality was also shown by the weight of egg yolk, weight of albumen, and by egg yolk color, but not by egg weight, eggshell weight and thickness, and Haugh Unit value. It can be concluded that under optimal condition Mojosari ducks were able to show their genetic superiority to Tegal ducks, but under sub-optimal condition Tegal ducks were more able to maintain their productivity. Key Words: Genotype by Environment Interaction, Diet, Local Ducks ABSTRAK Itik Tegal dan itik Mojosari tergolong itik lokal yang cukup terkenal sebagai itik petelur. Dengan penampilan luar yang mirip satu sama lain kedua jenis itik tersebut terbukti mempunyai jarak genetik sedang sehingga bisa disebut merupakan dua bangsa yang berbeda. Kemampuan produksi telur itik sangat dipengaruhi oleh pengaruh lingkungan dan terutama kualitas ransum. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk mempelajari apakah itik Tegal dan itik Mojosari memberikan respon yang berbeda terhadap kadar protein ransum yang berbeda pada produksi dan kualitas telur. Ternak yang digunakan 82 ekor itik Tegal betina dan 9 ekor itik Mojosari betina. Kualitas ransum yang diberikan adalah R1 yang mengandung 14% protein dan 21 kkal/kg enersi metabolis, dan R2 yang mengandung 2% protein dan 3 kkal/kg enersi metabolis. Pengamatan dilakukan terhadap umur pertama bertelur, bobot telur pertama, produksi telur sampai 49 minggu, dan berbagai komponen kualitas telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tiga bulan pertama bertelur kedua bangsa itik menunjukkan respon yang baik terhadap peningkatan kualitas ransum namun itik Mojosari memberikan respon produksi telur yang lebih tinggi dibandingkan dengan itik Tegal, yaitu peningkatan sebesar 23,7 vs 1,6%. Pada tahap produksi selanjutnya, itik Mojosari masih menunjukkan respon tapi itik Tegal sudah tidak lagi memberikan respon terhadap peningkatan kualitas ransum. Interaksi antara bangsa dan kualitas ransum juga terlihat pada bobot kuning telur, bobot putih telur, dan warna kuning telur. Sementara itu, pada bobot telur, bobot dan tebal kerabang telur, serta nilai Haugh Unit, bangsa maupun kualitas telur tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kondisi optimal itik Mojosari mampu menunjukkan keunggulannya terhadap itik Tegal, namun pada kondisi kurang optimal itik Tegal lebih mampu mempertahankan kinerja produksi telurnya. Kata Kunci: Interaksi Genotipa dan Lingkungan, Ransum, Itik Lokal 811

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 25 PENDAHULUAN Usaha peternakan itik petelur secara intensif semakin populer dan digemari oleh para peternak di berbagai daerah di Indonesia, terutama karena usahanya cukup menguntungkan, tidak tergantung pada bahan impor, serta peluang pasar yang cukup baik. Di antara berbagai jenis itik lokal petelur yang ada di Indonesia, itik Tegal banyak dibudidayakan di Jawa Tengah dan itik Mojosari sering dijumpai di Jawa Timur. Kedua bangsa itik tersebut banyak digemari bahkan oleh para peternak di luar Pulau Jawa sebagai itik petelur yang cukup produktif dan mampu beradaptasi pada berbagai lingkungan pemeliharaan. Hasil analisa polimorfisme protein darah menunjukkan bahwa kedua bangsa itik tersebut menunjukkan jarak genetik sedang (TANABE et al.., 1984, yang dikutip oleh HETZEL, 1986), walaupun dari penampilan luar keduanya mirip satu sama lain, dari warna bulu, ukuran tubuh, posisi berjalan, maupun panjang leher. Secara umum, produktivitas telur kedua bangsa itik ini juga tidak berbeda jauh. Kemampuan produksi telur itik sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan yang utama adalah kualitas ransum. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan nutrisi itik periode produksi telur yang utama adalah kadar protein ransum sebesar 17-19% dan tingkat enersi metabolis sebesar 29 kkal/kg (SINURAT, 2), disamping komponen-komponen nutrisi yang lain. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi tersebut dari ransum yang diberikan sangat penting, khususnya pada ternak itik yang dipelihara secara intensif terkurung di mana ternak tidak bisa mencari dan memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun, sebagaimana pada berbagai komoditas pertanian lain kepekaan ternak itik lokal terhadap perbedaan kadar nutrisi dalam ransum, khususnya tingkat protein, belum banyak diketahui. Fenomena interaksi antara genotipa dan lingkungan berbagai spesies ternak telah banyak diungkap dan dipelajari, karena informasi ini sangat berguna dalam melihat daya adaptasi genotipa yang bersangkutan pada lingkungan pemeliharaan yang berbeda. Interaksi antara genotipa dan kualitas ransum pada itik petelur terutama sangat penting untuk diketahui karena sifat ternak itik yang sangat mudah stres akibat perbedaan kualitas ransum atau bahkan kualitas bahan penyusun ransum, khususnya pada kondisi yang intensif terkurung sepenuhnya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari apakah kedua bangsa itik, Tegal dan Mojosari, memberikan respon yang berbeda terhadap perbedaan kualitas ransum, agar pemeliharaan dalam kondisi sub-optimal dapat diantisipasi. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di kandang itik Balai Penelitian Ternak Bogor, dengan menggunakan 82 ekor itik Tegal betina dan 9 ekor itik Mojosari betina dengan umur sekitar 5 bulan. Ternak itik dipelihara dalam kandang batere secara individu dan masing-masing dibagi ke dalam dua kelompok. Kelompok I menerima perlakuan ransum R1 yang mengandung 14% protein dan 21 kkal/kg enersi metabolis, sedangkan kelompok II memperoleh ransum yang mengandung 2% protein dan 3 kkal/kg energi metabolis. Kedua ransum memiliki rasio enersi dan protein yang sama yaitu 15. Untuk itik Tegal, 4 ekor mendapat ransum R1 dan 42 ekor memperoleh R2, sedangkan untuk itik Mojosari, 44 ekor untuk R1 dan 46 ekor untuk R2. Susunan dan komposisi ransum yang digunakan seperti tercantum dalam Tabel 1, beserta kadar nutrisi terhitung. Pengamatan dilakukan terhadap umur pertama bertelur dan bobot telur pertama dari masing-masing ternak, produksi telur diamati berdasarkan produksi duck-day selama 49 minggu dari mulai awal bertelur. Kualitas telur diamati pada sampel telur yang diambil secara acak sejumlah 25 3 butir per kelompok perlakuan, selama periode produksi 35 39 minggu yang dianggap sudah stabil, yaitu pada bobot telur, bobot kuning telur, bobot putih telur, bobot dan tebal kerabang telur, warna kuning telur, dan nilai Haugh Unit. Produksi telur disajikan secara deskriptif, sedangkan peubah yang lain dianalisis menggunakan Sidik Ragam pola faktorial 2 x 2 berdasarkan Rancangan Acak Lengkap dan dengan Uji Beda Nyata Terkecil. 812

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 25 Tabel 1. Komposisi ransum dan kadar nutrisi masing-masing ransum perlakuan (%) Bahan pakan Ransum R1 R2 Dedak padi 4, -- Menir 25, 35, Pollard 17, 13,55 Jagung -- 16, Tepung ikan 2, 15, Tepung kapur 6, 6, Minyak sayur 4, Bungkil kedel 8, 9, Dikalsium fosfat 1, 1, Premix,25,25 Garam,2,2 L-lysine,3 -- DL-methionine,25 -- Protein kasar (%) 14, 2, Enersi Metabolis (kkal/kg) 21 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi telur Disamping faktor genetik, jumlah dan kualitas pakan sangat menentukan umur pertama bertelur dan bobot telur pertama pada unggas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas ransum dan bangsa berpengaruh terhadap umur pertama bertelur itik tetapi tidak pada bobot telur pertama, (Tabel 2), sedangkan interaksi antara bangsa dan kualitas ransum tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Itik Tegal menunjukkan awal bertelur yang lebih cepat dari itik Mojosari, dan ransum dengan kandungan protein mencapai 2% juga mampu mempercepat umur pertama bertelur. Hasil ini berbeda dengan yang diperoleh HARDJOSWORO (198) dimana umur pertama bertelur hanya dipengaruhi oleh perbedaan bangsa dan tidak oleh perbedaan kandungan protein ransum antara 16 dan 18%. Hal ini mungkin karena dalam penelitian ini jarak perbedaan kadar protein antara kedua ransum lebih besar. Umur pertama bertelur itik Tegal dengan ransum 14% protein sebesar 16,8 hari mendekati hasil yang diperoleh SUBIHARTA et al (22) yaitu 162,24 hari pada itik Tegal yang menerima ransum dengan kadar protein 17%. Perbedaan umur pertama bertelur karena perbedaan bangsa dan kualitas ransum tidak diikuti oleh perbedaan bobot telur pertama. Walaupun terlihat adanya kecenderungan bahwa itik Tegal menghasilkan telur yang lebih kecil namun perbedaan tersebut secara statistik tidak nyata. Begitu juga dengan itik-itik yang memperoleh ransum dengan kualitas lebih baik, mereka mampu bertelur lebih awal namun dengan bobot telur pertama yang tidak berbeda. NORTH (1984) menyatakan bahwa unggas yang lebih cepat mencapai dewasa kelamin akan menghasilkan telur-telur yang lebih kecil, namun dalam penelitian ini ternyata tidak demikian. Hal ini mungkin karena perbedaan umur pertama bertelur sekitar 1 hari tidak cukup besar untuk menyebabkan perbedaan bobot telur pertama yang dihasilkan. Jika ditinjau dari produksi telur, secara umum terlihat pada kurva produksi tertera pada Gambar 1 bahwa kualitas ransum berpengaruh nyata pada kedua bangsa itik sampai pada minggu ke-28, dan setelah itu tampak pada itik Tegal (TT) bahwa kualitas ransum tidak menunjukkan perbedaan lagi karena kedua kelompok perlakuan ransum mulai menunjukkan penurunan produksi. Sementara itu, pada itik Mojosari (MM), terlihat sampai pada akhir pengamatan bahwa produksi telur itik yang menerima ransum dengan kualitas lebih baik masih stabil dan selalu lebih tinggi dari itik dengan kualitas ransum lebih rendah.. Pada pemberian ransum dengan kadar protein 2%, itik Mojosari menunjukkan kemampuan produksi telur yang secara konsisten lebih baik dari itik Tegal, yaitu peningkatan awal yang cukup cepat dengan puncak produksi yang lebih tinggi (9%) dan baru pada akhir pengamatan terlihat awal dari penurunan produksi. Semenata itu, pada pemberian ransum dengan kadar protein 14% kedua bangsa menunjukkan tingkat produksi yang relatif sama, di mana peningkatan produksi sangat lambat dan pencapaian puncak produksi yang hanya sekitar 65%. Hal ini menunjukkan bahwa itik Mojosari lebih responsif terhadap pemberian ransum dengan kualitas tinggi, jika dibandingkan dengan itik Tegal. 813

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 25 Pada 3 bulan awal produksi (12 minggu) itik Mojosari menunjukkan peningkatan produksi telur sebesar 23,76% sebagai akibat peningkatan kualitas ransum, jika dibanding dengan itik Tegal yang hanya menunjukkan peningkatan sebesar 1,6%. Setelah 28 minggu masa produksi, kedua bangsa itik menunjukkan tingkat produksi yang hampir sama selama 6 minggu, dan setelah itu itik Tegal mengalami penurunan produksi sedangkan itik Mojosari masih stabil pada produksi telur sekitar 7 8% sampai pada masa produksi 46 minggu dan baru mulai menurun. Pada pemberian ransum dengan kadar protein 14%, kedua bangsa itik menunjukkan tingkat produksi telur yang hampir sama rendahnya dan juga menunjukkan fluktuasi produksi yang cukup besar dari waktu ke waktu. Hal ini memberi indikasi bahwa ransum dengan kadar 14% protein tidak cukup untuk mendukung produksi telur yang tinggi. Tabel 2. Rataan umur pertama bertelur (UPB) dan bobot telur pertama (BTP) dua bangsa itik dengan dua perlakuan ransum Bangsa Uraian Perlakuan Tegal Mojosari Rataan UPB (hari) R1 171,8 + 27,1 182,3 + 25,1 177,3 + 26,1 a R2 16,8 + 26,3 17,1 + 25,9 165,7 + 26,1 b Rataan 166,2 + 25,5 A 176,1 + 26,7 B BTP (g) R1 56,5 + 6,6 56,8 + 6,6 56,7 + 6,6 R2 53,1 + 6,6 56,2 + 6,3 54,7 + 6,4 Rataan 54,8 + 6,6 56,5 + 6,5 Superskrip yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan perbedaan nyata pada taraf 1% % Produksi telur Tingkat produksi telur 9% pada itik Mojosari yang menerima ransum dengan kadar protein 2% pada minggu ke-42 dalam penelitian ini ternyata masih lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh MAHMUDI (22) di mana itik Mojosari yang dipelihara mencapai tingkat produksi tertinggi hanya 85%, namun puncak produksi tersebut dicapai lebih awal yaitu pada minggu ke-16 dan dengan jumlah ternak yang lebih besar. Sementara itu, puncak produksi telur itik Mojosari yang diperoleh oleh PRASETYO dan SUSANTI (1996) adalah sebesar 87% dan dicapai TT14 antara minggu ke-14 TT dan ke-17 masa produksi. % MM14 Hal ini menunjukkan 2% MM2 bahwa tingkat produksi % telur itik lokal % masih sangat beragam dan sangat tergantung pada lingkungan pemeliharaan, terutama kualitas 3 7 ransum 1 minggu 5yang digunakan. 9 3 7 1 5 9 Gambar 1. Kurva produksi telur mingguan 814

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 25 Kualitas telur Beberapa peubah yang menentukan kualitas telur adalah antara lain bobot telur, bobot putih telur, bobot kuning telur, warna kuning telur, bobot kerabang telur, tebal kerabang telur, dan nilai Haugh Unit (HU). Hasil pengamatan sifat-sifat yang berpengaruh pada kualitas telur tersebut disajikan pada Tabel 3, untuk kedua bangsa itik dan pada kedua kondisi kualitas ransum. Pada bobot kuning telur, bobot putih telur dan warna kuning telur terlihat adanya interaksi antara bangsa itik dan kualitas ransum, sedangkan pada nilai HU tidak ada interaksi namun pengaruh bangsa itik dan kualitas ransum secara terpisah menunjukkan pengaruh yang nyata. Sementara itu, pada peubah yang lain tidak ada pengaruh nyata antara bangsa dan kualitas ransum. Jika dilihat pada komponen kuning telur, tampak bahwa peningkatan kadar protein dalam ransum yang berarti juga peningkatan konsumsi protein oleh itik berkorelasi positif dengan peningkatan bobot kuning telur maupun intensitas warna kuning telur. Khususnya pada intensitas warna kuning telur, kedua bangsa menunjukkan kenaikan yang cukup besar di mana itik Mojosari memberikan respon lebih besar jika dibandingkan dengan itik Tegal. Begitu juga pada bobot kuning telur, itik Mojosari memberikan respon yang lebih baik terhadap peningkatan kadar protein dalam ransum, bahkan pada itik Tegal terlihat sedikit penurunan % bobot kuning telur. Tabel 3. Rataan sifat-sifat kualitas telur itik Mojosari dan Tegal pada dua jenis ransum Peubah Jenis ransum Tegal Bangsa Mojosari Rataan Bobot telur (g) R1 7,34 + 5,18 68,93 + 6,34 69,56 + 5,76 R2 71,24 + 4,23 69,9 + 4,77 7,2 + 4,5 Rataan 7,79 + 4,7 68,98 + 5,55 *Bobot kuning telur (%) R1 33,98 + 2,2 ab 33,5 + 2,28 bc 33,72 + 2,24 R2 32,8 +,91 c 34,71 + 1,98 a 33,42 + 1,44 Rataan 33,35 + 1,55 33,75 + 2,13 *Bobot putih telur (%) R1 55,82 + 2,16 bc 56,49 + 2,33 ab 56,19 + 2,24 R2 57,1 + 1,19 a 55,18 + 2,14 c 56,18 + 1,66 Rataan 56,46 + 1,67 55,94 + 2,23 Bobot kerabang telur (%) R1 8,83 +,53 9,12 +,99 8,99 +,76 R2 8,26 +,75 8,82 +,37 8,71 +,56 Rataan 8,72 +,64 8,99 +,68 Tebal kerabang (mm) R1,38 +,3,38 +,4,38 +,3 R2,38 +,3,38 +,2,38 +,3 Rataan,38 +,3,38 +,3 *Warna kuning telur R1 5,54 +,93 c 5,17 + 1,26 cd 5,33 + 1,9 R2 7,8 + 1,18 b 8,4 + 1, a 7,54 + 2,18 Rataan 6,31 + 1,5 6,38 + 1,13 Nilai Haugh Unit (HU) R1 97,28 + 6,31 1,4 + 6,5 99,4 + 6,18 a R2 91,22 + 7,61 94,57 + 8,11 92,82 + 7,86 b Rataan 94,11 + 6,96 b 97,85 + 7,8 a Peubah menunjukkan ada interaksi antara bangsa dan kualitas ransum Superskrip yang sama pada lajur atau kolom yang sama (jika tidak ada interaksi) atau pada lajur dan kolom (jika ada interaksi) menunjukkan tidak berbeda nyata 815

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 25 Sebaliknya pada komponen putih telur, itik Tegal menunjukkan peningkatan % bobot putih telur dengan peningkatan kualitas ransum sedangkan itik Mojosari malah menunjukkan penurunan. Hal ini sejalan dengan kenyataan bahwa bobot telur secara keseluruhan tidak dipengaruhi oleh baik bangsa itik maupun kualitas ransum, sehingga penurunan % bobot kuning telur akan diikuti oleh peningkatan % bobot putih telur. Sementara itu, jika ditinjau dari nilai Haugh Unit (HU), itik Mojosari menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari itik Tegal dan ransum dengan kadar protein tinggi juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Namun demikian, semua nilai HU yang dihasilkan menunjukkan kualitas telur yang cukup baik dan digolongkan dalam kelas AA (STADELMAN dan COTTERILL, 1973), karena telur yang diamati semuanya adalah telur segar. KESIMPULAN Secara umum terlihat bahwa itik Mojosari memberikan respon yang lebih tinggi terhadap perbaikan kualitas ransum jika dibandingkan dengan itik Tegal. Ransum dengan kadar protein 2% secara jelas mampu menunjukkan peningkatan produksi telur, bobot kuning telur dan intensitas warna kuning telur pada itik Mojosari. Di lain pihak, itik Tegal menunjukkan respon yang tidak selalu konsisten terhadap perbaikan kualitas ransum. Hal ini memberikan indikasi bahwa pada kondisi yang optimal, itik Mojosari mampu menunjukkan keunggulan genetiknya terhadap itik Tegal, namun pada kondisi yang kurang optimal itik Tegal lebih mampu mempertahankan kinerja produksi telurnya. DAFTAR PUSTAKA HARDJOSWORO, P.S. 198. Pengaruh perbedaan kadar protein dalam ransum terhadap pertumbuhan dan kemampuan berproduksi itik yang dipelihara secara terkurung. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. MAHMUDI, H. 22. Pengembangan usaha peternakan itik di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. Prosiding Lokakarya Unggas Air. Ciawi, 6 7 Agustus 21. Balai Penelitian Ternak dan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. hlm. 42 46. NORTH, M.O. 1984. Commercial Chicken Production Manual. The Avi Publishing Company Inc., Westport, Connecticut. PRASETYO, L.H. and T. SUSANTI. 1996. Karakteristik dan potensi plasma nutfah itik : Itik Mojosari. Buletin Plasma Nutfah 1(1): 35 37. SINURAT, A.P. 2. Penyusunan ransum ayam buras dan itik. Pelatihan proyek pengembangan agribisnis peternakan. Dinas Peternakan DKI Jakarta. STADELMAN, W.J. dan O.J. COTTERILL. 1973. Egg Science and Technology. 2nd Ed. The Avi Publishing Inc. Westport, Connecticut. SUBIHARTA, L.H. PRASETYO, Y.C. RAHARDO, S. PRAWIRODIGDO, D. PRAMONO dan HARTONO. 22. Program village breeding pada itik Tegal untuk peningkatan produksi telur: seleksi itik Tegal generasi pertama dan kedua. Pros. Lokakarya Unggas Air. Ciawi, 6 7 Agustus 21. Balai Penelitian Ternak dan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. hlm. 79 86. HETZEL, D.J.S. 1986. Duck Breeding Strategies The Indonesian Example. In: Duck Production Science and World Practice. FARRELL, D.J. dan P. STAPLETON. (Eds.). The University of New England. pp. 24 233. 816