BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Disentri basiler yang berat pada umumnya disebabkan oleh Shigella

Indonesia merupakan negara berkembang yang kaya akan tumbuhtumbuhan. Banyak sekali tanaman yang berkhasiat sebagai bahan obat telah digunakan secara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Survei morbiditas yang dilakukan oleh (Sub Direktorat) Subdit Diare,

Setiap tahun, diperkirakan terdapat 2 miliar kasus diare di seluruh dunia. Pada tahun 2004, diare menjadi penyebab kematian tertinggi ketiga di

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN. dan Nigeria sering menggunakan kombinasi obat herbal karena dipercaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan tumbuhan berkhasiat, sehingga banyak dimanfaatkan dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

disebabkan oleh bakteri misalnya bakteri Salmonella thypi, Shigella, Campylobacter dan jenis coli tertentu atau dapat juga disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri merupakan organisme yang dapat bersifat merugikan karena menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi penyebab kematian satu juta orang di negara berkembang terutama terjadi

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah

Selain itu, pengobatan antidiare juga dapat menggunakan obat-obat kimia. Salah satu contohnya adalah loperamid. Loperamid HCL memiliki efek samping

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare merupakan penyebab yang banyak menimbulkan kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam penanggulangan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

INTISARI. UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMU GIRING (Curcuma Heyneana Val) TERHADAP PERTUMBUHAN Shigella Dysentriae SECARA IN VITRO

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

I. PENDAHULUAN. alam. Sebagai salah satu negara yang memiliki wilayah pantai terpanjang dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki ribuan jenis tumbuhan

diare di Indonesia sebanyak kasus rawat inap dan kasus rawat jalan. Kematian akibat diare di Indonesia pada tahun 2009 mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri seperti mycobacterium, staphylococcus,

BAB I PENDAHULUAN. air besar) lebih dari biasanya atau tiga kali sehari (World Health

dan jarang ditemukan di Indonesia (RISTEK, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini pemanfaatan obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan berkembang dengan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

pertumbuhan dengan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus yang tampak pada Rf = 0, 67 dengan konsentrasi mulai 3% untuk Escherichia coli dan 2%

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN. juta penduduk setiap tahun, penyebab utamanaya adalah Vibrio cholera 01,

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi alam tropis Indonesia sangat menunjang pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dibandingkan dengan Negara maju. Indonesia dengan kasus

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

BAB 1 PENDAHULUAN. pernapasan bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit, radang tenggorokan,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman obat yang potensial dengan keanekaragaman hayati yang

BAB I PENDAHULUAN. Sehat merupakan salah satu hal terpenting dalam hidup. Bebas dari segala penyakit

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dari saluran napas bagian atas manusia sekitar 5-40% (Abdat,2010).

BAB I PENDAHULUAN. banyak 2-3 kali lipat dibandingkan dengan negara maju (Simadibrata &

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan

UJI EKSTRAK DAUN BELUNTAS

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. baik bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun pedesaan. Tanaman obat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

I. PENDAHULUAN. penyakit menemui kesulitan akibat terjadinya resistensi mikrobia terhadap antibiotik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang merupakan bahan baku obat tradisional tersebut tersebar hampir di seluruh

BAB 5 HASIL PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini penggunaan obat tradisional masih disukai dan diminati oleh

BAB I PENDAHULUAN. Sejak zaman nenek moyang sampai sekarang, masyarakat banyak

BAB I PENDAHULUAN. Bahan-bahan dari alam tersebut dapat berupa komponen-komponen biotik seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Aktivitas antimikroba pada ekstrak sambiloto terhadap pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. merupakan bentuk pengobatan tertua di dunia. Setiap budaya di dunia

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

OKTAVIANA FRANCISKA IMAKULADA GUSMAO

HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

I. PENDAHULUAN. maupun yang berasal dari alam (Karadi dkk., 2011). dibandingkan obat modern (Hastari, 2012).

Prosiding Farmasi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN UKDW. negara berkembang seperti Indonesia (Stella et al, 2012). S. typhii adalah bakteri

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

minyak mimba pada konsentrasi 32% untuk bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli, 16% untuk bakteri Salmonella typhi dan 12,5% terhadap

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

Penelitian efek antidiare ekstrak daun salam (Eugenia polyantha) dengan metode transit intestinal oleh Hardoyo (2005), membuktikan

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Antibakteri merupakan zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan bakteri dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan. Mekanisme kerja dari senyawa antibakteri diantaranya yaitu menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat dan protein (Dwidjoseputro, 1980). Salah satu zat antibakteri yang banyak dipergunakan adalah antibiotik. Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan atau diturunkan oleh organisme hidup termasuk struktur analognya yang dibuat secara sintetik, yang dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme (Siswando dan Soekardjo, 1995). Antibiotik merupakan obat yang paling banyak digunakan pada infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Salah satu penyakit infeksi yang sering mendapat terapi antibiotika adalah diare. Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI, 2011). Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, diare merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%), sedangkan pada golongan semua umur 1

merupakan penyebab kematian yang keempat (13,2%). Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) pada penderita diare tahun 2013 sebesar 646 kasus. Angka kematian akibat KLB diare tertinggi terjadi di Sumatera Utara, yaitu sebesar 11,76% (Kemenkes, 2014). Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus, dan infestasi parasit), malabsorpsi, alergi, keracunan, imunidefisiensi dan sebab-sebab lainnya (Depkes RI, 2011). Tjay dan Rahardja (2007) mengklasifikasikan diare ke dalam beberapa jenis berdasarkan penyebabnya sebagai berikut: (1) diare akibat virus, misalnya rotavirus dan adenovirus, (2) diare bakterial invasif (3) diare parasiter akibat protozoa seperti Entamoeba histolytica dan Giardia lamblia, (4) diare akibat penyakit, (5) diare akibat obat, (6) diare akibat keracunan makanan. Mekanisme kerja terjadinya diare infeksi meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin (Ciesla and Guerrant, 2003). Pada diare infeksi Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi merupakan contoh bakteri penyebabnya. Staphylococcus aureus ditemukan sebagai flora normal pada kulit, saluran pernapasan, dan saluran cerna manusia. Bakteri ini dapat bersifat patogen pada manusia. Staphylococcus aureus dapat menginfeksi manusia dengan toksin yang terdapat dalam makanan yang tidak tepat cara pengolahan dan pengawetan yang dikonsumsi manusia yang dapat menyebabkan keracunan. Gejala terjadi dalam waktu 1-6 jam setelah asupan makanan terkontaminasi. Sekitar 75% pasien mengalami mual, muntah, nyeri abdomen dan kemudian diikuti diare. Diagnosis 2

dengan biakan Staphylococcus aureus dari makan yang terkontaminasi atau dari kotoran dan muntahan pasien (Ciesla and Guerrant, 2003). Escherichia coli merupakan salah satu bakteri penyebab penyakit diare. Bakteri ini bekerja dengan mekanisme melalui enterotoksin dan invasi mukosa. Kebanyakan pasien yang terinfeksi bakteri ini mengalami gejala seperti diare (feses berlendir), mual dan kejang abdomen. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari (Procop and Cockrerill, 2003). Salmonella typhi merupakan bakteri penyebab demam tiphoid. Penyakit thipoid adalah suatu penyakit sistemik dan memberikan gejala primer yang berhubungan dengan traktus gastrotestinal. Bakteri ini selalu masuk melalui jalan oral, biasanya dengan cara mengkontaminasi makanan dan minuman ini biasanya adalah makan terkontaminasi. Demam tiphoid ditandai dengan demam panjang, delirium, nyeri abdomen dan diare (Procop and Cockrerill, 2003). Untuk diare infeksi terapi utamanya menggunakan antibiotik, selain terapi cairan tubuh. Diare akibat infeksi parah, terapi dengan antibiotik sering dilakukan untuk mempercepat penyembuhan. Akan tetapi penggunaan antibiotik yang sering dan tanpa indikasi yang jelas dapat meningkatkan insidensi resistensi bakteri, dimana hal ini dapat meningkatkan keparahan infeksi dan penanganannya menjadi sulit. Krisisnya higenitas dan sanitasi juga akan memperparah penanganan infeksi ini (Tjay dan Rahardja 2007; Bueno, 2012). Bakteri yang resisten terhadap antibiotika disebabkan oleh plasmid yang mengalami resisten multiple atau terdapatnya gen dalam kromosom yang membawa sifat resistensi (Bueno, 2012). 3

Pada penelitian Laksmi (2004), diamati pola resistensi Escherichia coli yang berasal dari penderita diare yang dilakukan pada salah satu rumah sakit swasta di Surakarta. Hasil penelitiannya yaitu adanya resistensi terhadap siprofloksasin 4,17%, 54,17 resisten terhadap kloramfenikol, 87,5% resisten terhadap amoksilin dan 95,83% terhadap kotrimoksazol. Resistensi pada bakteri Salmonella thypi yang diperoleh dari penderita diare menunjukkan tingkat resistensi sebesar 42% terhadap ampisilin, 57% terhadap kloramfenikol, dan 71% terhadap kotrimoxazol (Pudjarwoto, 2001). Pada penelitian Parmayanti (2004) dengan pengujian pada kultur tinja pada pasien diare untuk melihat bakteri penyebab diare. Dari kultur tinja terdeteksi adanya bakteri Pseudomonas sp, Entamoeba coli dan Staphylococcus aureus. Pada bakteri Staphylococcus aureus terjadi resistensi terhadap tetrasiklin dan sefipim. Resistensi dapat dicegah dengan memberikan terapi antibiotik spesifik yang diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman, mengkonsumsi antibiotik sesuai dengan dosis dan jangka waktu yang benar (Ciesla and Guerrant, 2003). Berbagai studi menemukan bahwa sekitar 40-62% antibiotik digunakan secara tidak tepat antara lain untuk penyakit-penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik. Intensitas penggunaan antibiotik yang relatif tinggi menimbulkan berbagai permasalahan dan merupakan ancaman global bagi kesehatan terutama resistensi bakteri terhadap aktivitas kerja antibiotik (Kemenkes RI, 2011). Kombinasi pengobatan menggunakan antibiotik dapat menghasilkan efek berkebalikan terhadap pertahanan bakteri. Antibiotik 4

tersebut dapat bersifat antagonistik. Meskipun saat ini sudah banyak industri farmasi yang menghasilkan sejumlah obat antimikroba baru, resistensi terhadap obat-obat tersebut tetap saja meningkat pesat (Bueno, 2012). Oleh sebab itu, saat ini pengembangan untuk penemuan antimikroba dari tanaman dianggap penting dan memberikan harapan baru untuk penelitian selanjutnya. Pemanfaatan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia akhir-akhir ini meningkat, bahkan beberapa bahan alam telah diproduksi secara pabrikasi dalam skala besar. Penggunaan obat tradisional dinilai memiliki efek samping yang lebih kecil dibandingkan dengan obat yang berasal dari bahan kimia, disamping itu harganya lebih terjangkau. Selain itu keuntungan lain penggunaan obat tradisional adalah bahan bakunya mudah diperoleh dan harganya yang relatif murah (Putri, 2010). Hal ini disebabkan obat tradisional sangat murah, mudah didapat dan memiliki efek samping serta tingkat toksisitasya jauh lebih rendah dibandingkan dengan obat-obatan kimia. Seperti diketahui, kekayaan jenis tanaman di Indonesia sangat berlimpah, termasuk di dalamnya adalah tanaman untuk tujuan pengobatan diare. Beberapa tanaman telah dipergunakan oleh masyarakat dan telah dibuktikan khasiat farmakologisnya sebagai antidiare. Mekanisme antidiare beberapa tanaman ini berlangsung melalui dua mekanisme, yaitu sebagai antimikroba (mematikan bakteri penyebab diare seperti Escherichia coli, Shigella dysenteriae, Shigella flexneri dan Salmonella typhi), mengurangi kontraksi usus sehingga dapat mengurangi rasa sakit dan frekwensi defekasi, ataupun dapat berfungsi keduanya. 5

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menguji bahan aktif yang terdapat pada tanaman atau bahan alam untuk obat diare dengan mekanisme antibakteri dengan menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus, Salmonella typhi, dan Escherichia coli, antara lain penelitian bahan aktif pada daun beluntas (Susanti, 2007), herba meniran untuk menghambat pertumbuhan Escherichia coli dan Staphylococcus aureus (Desfita, 2011), rimpang temulawak untuk menghambat bakteri Escherichia coli (Meilisa, 2008), dan buah kemukus (Sudarmaji, 1996). Daun beluntas diduga mengandung beberapa kandungan kimia seperti alkaloid, minyak atsiri, dan flavonoid dapat membunuh Escherichia coli secara in vitro. Pada penelitian tersebut didapatkan kadar bunuh minimum dari ekstrak etanol daun beluntas yang digunakan adalah 25% (Susanti, 2007). Mekanisme kerja alkaloid sebagai antibakteri adalah dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh, terganggunya sintesis peptidoglikan sehingga pembentukan sel tidak sempurna karena tidak mengandung peptidoglikan dan dindingnya sel hanya meliputi membran sel. Minyak atsiri memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan mekanisme pengrusakan dinding sel bakteri (Cowan, 1999). Flavonoid berfungsi sebagai bakteriostatik dan mekanisme kerjanya mendenaturasi protein sel bakteri dan dapat merusak membran sitoplasma. Senyawa flavonoid dapat merusak membran sitoplasma yang dapat menyebabkan bocornya metabolit penting dan menginaktifkan sistem enzim bakteri. Kerusakan ini memungkinkan nukleotida dan asam amino merembes keluar dan 6

mencegah masuknya bahan-bahan aktif ke dalam sel, keadaan ini dapat menyebabkan kematian bakteri (Prajitno, 2007). Rimpang temulawak sejak lama dikenal sebagai tanaman obat, diantaranya memiliki efek farmakologis sebagai pelindung terhadap hati (hepatoprotektor), meningkatkan nafsu makan, antiradang, memperlancar pengeluaran empedu (kolagogum), dan mengatasi gangguan pencernaan seperti diare, konstipasi, dan disentri (Wijayakusuma, 2007). Rimpang temulawak diduga mengandung beberapa kandungan kimia seperti alkaloid, quinon, terpenoid, kurkuminoid (Mangunwardoyo, Deasywaty dan Usia, 2012). Kurkumin memiliki aktivitas sebagai antibakteri dengan cara menghambat proliferasi sel bakteri. Kuinon selain menyediakan sumber radikal bebas yang stabil diketahui juga dapat membentuk kompleks irreversibel dengan protein asam nukleofilikamino sehingga menyebabkan inaktifasi protein. Kuinon mengikat polipetida dan enzim bakteri. Terpenoid umumnya terjadinya melalui pengerusakan membran sel bakteri karena sifat senyawa terpenoid cenderung lipofilik (Cowan, 1999). Kerusakan membran sel dapat terjadi ketika senyawa aktif antibakteri bereaksi dengan sisi aktif dari membran atau dengan melarutkan konstituen lipid dan meningkatkan permeabilitasnya. Meilisa (2008) dalam penelitiannya mengatakan bahwa ekstrak etanol rimpang temulawak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli, Salmonella thypi, dan Klebsiella pneumonia, dengan daya hambat pertumbuhan dengan diameter 14,6 mm untuk bakteri Salmonella thypi dan diameter 14,46 mm untuk bakteri Escherichia coli. pada konsentrasi 200 mg/ml dan memiliki konsentrasi hambat minimum pada konsentrasi 40 mg/ml. 7

Meniran (Phyllanthus niruri L.) juga merupakan salah satu tanaman obat yang berfungsi sebagai antibakteri Escherichia coli dan Sthapylococcus aureus (Gunawan, Gede, dan Sustrisnayati, 2008). Bakteri Salmonella typhi, dan Staphylococcus aureus mempunyai nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 50 µg/ml (Sumathi dan Parvathi, 2010). Senyawa aktif yang berperan dalam antibakteri adalah senyawa filantin (Murugaiyah dan Chan, 2007) dan senyawa terpenoid (campuran senyawa phytadiena dan 1,2-seco cladiellan) (Gunawan, Gede, dan Sustrisnayati, 2008). Herba meniran (Phyllanthus niruri L.) mengandung senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin. Dari hasil kromatografi lapis tipis ekstrak etanol 96% menggunakan larutan pengembang n-heksan-etil asetat (6:4) dihasilkan 11 bercak. Hasil kromatografi lapis tipis ekstrak etanol 96% menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap Staphylococcus aureus pada nilai Rf 0,46 (Mangunwardoyo, Cahyaningsih, dan Usia, 2009). Hasil penelitian Desfita (2011), menyatakan bahwa ekstrak herba meniran dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus. Masing-masing jenis ekstrak memiliki aktivitas penghambatan pertumbuhan yang berbeda terhadap bakteri patogen Staphylococcus aureus dan semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin besar pula aktivitas antimikroba yang dimiliki ekstrak tersebut. Hambatan pertumbuhan terbesar atau yang berbeda sangat nyata terdapat pada ekstrak metanol konsentrasi 10% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 21,29 mm. Selain itu, Desfita (2011) dalam penelitiannya tentang aktivitas antimikroba herba meniran terhadap bakteri patogen, menunjukkan 8

adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri Escherichia coli oleh ekstrak herba meniran. Semakin besar konsentrasi ekstrak, semakin besar pula aktivitas antimikroba yang dimiliki ekstrak tersebut. Hasil pengujian aktivitas antimikroba ekstrak herba meniran terhadap bakteri patogen Escherichia coli menunjukkan bahwa hambatan pertumbuhan terbesar terdapat pada ekstrak metanol konsentrasi 10% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 16,33 mm, diikuti dengan ekstrak metanol konsentrasi 5% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 14,63 mm, dan ekstrak metanol konsentrasi 1% yaitu dengan diameter zona hambat sebesar 13,01 mm. Hasil penelitian Sudarmaji (1996), kandungan minyak atsiri pada buah kemukus mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Pada penelitiannya menggunakan metode biogram kontak, komponen minyak atsiri buah kemukus 1%, 3% dan 5% menunjukkan daya antibakteri terhadap Staphylococcus aureus. Penelitian antidiare dari kombinasi keempat tanaman ini sejalan dengan penelitian untuk mengetahui potensi antidiare kombinasi keempat tanaman ini. Penelitian tersebut dilakukan pada hewan coba (in vivo) dengan menggunakan metode transit intestinal dan metode proteksi. Pada penelitian tersebut dosis kombinasi tanaman yang digunakan 200 mg/kgbb dengan perbandingan masing-masing tanaman 1:1:1:1. Berdasarkan uraian sebelumnya, maka dilakukan penelitian dengan mengkombinasikan tanaman temulawak, meniran, kemukus, dan beluntas dalam menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Staphylococcus aureus. Pada penelitian ini kombinasi masing-masing tanaman dibuat dengan perbandingan 1:1:1:1 9

dengan konsentrasi masing-masing rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas 250 mg/ml. Pengobatan dengan pengkombinasian tanaman 1:1:1:1 untuk melihat kombinasi pada konsentrasi tanaman yang sama diharapkan dapat meningkatkan keefektifan kombinasi obat dibandingkan aktivitas tunggal dan juga untuk menghilangkan atau meminimalkan efek samping yang mungkin timbul. Penelitian ini dimulai dengan dilakukan standarisasi simplisia. Simplisia dari masing-masing tanaman yang telah distandarisasi lalu diekstraksi dengan cara maserasi dengan menggunakan pelarut etanol 96% dan kemudian dilakukan remaserasi sebanyak 2 kali. Etanol digunakan sebagai pelarut penyari karena etanol merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan baik senyawa polar maupun non polar dan sifatnya yang mudah menguap, tidak toksik, ramah lingkungan, ekonomis dan selektif (Handoko, 1995). Pemilihan metode maserasi ini disebabkan karena prosedur ekstraksi yang mudah dilakukan dan peralatan yang dibutuhkan sederhana, tidak membutuhkan pelarut yang banyak jika dibandingkan dengan perkolasi dan menghilangkan pengaruh suhu yang dapat merusak kandungan senyawa aktif karena maserasi dilakukan pada suhu ruang (Agoes, 2007). Setelah dilakukan maserasi, kemudian dilanjutkan dengan penguapan ekstrak cair untuk memperoleh ekstrak kental, lalu dikombinasi masing-masing ekstrak tersebut dan diuji daya antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Salmonella thypi dan Escherichia coli dengan menggunakan metode difusi sumuran untuk memperoleh nilai Diameter Hambat Pertumbuhan (DHP) dan metode dilusi untuk memperoleh Kadar Hambat Minimum (KHM) dan Kadar Bunuh Minimum (KBM). Pada metode difusi 10

sumuran digunakan konsentrasi tanaman 10000 ppm, 5000 ppm, dan 1000 ppm. Penggunaan metode sumuran karena metode ini sesuai untuk menguji zat antibakteri yang berbentuk suspensi seperti ekstrak. Antibiotik yang dipakai sebagai pembanding yaitu Tetrasiklin HCl dengan konsentrasi 30 µg. Tetrasiklin HCl digunakan karena aktivitas mikrobanya berspektrum luas, dimana bakteri yang digunakan dalam penelitian ini merupakan bakteri gram negatif dan gram positif.. 1.2 Perumusan Masalah 1. Apakah kombinasi ekstrak etanol rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g10/ml (1:1:1:1) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode difusi sumuran? 2. Apakah kombinasi ekstrak etanol tanaman rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode dilusi cair? 3. Apakah kombinasi ekstrak etanol rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) mempunyai daya bunuh bakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode kadar bunuh minimum? 11

1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui daya antibakteri dari kombinasi ekstrak etanol rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode difusi sumuran. 2. Mengetahui daya antibakteri dari kombinasi ekstrak etanol rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode dilusi cair. 3. Mengetahui daya antibakteri dari kombinasi ekstrak etanol rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode kadar bunuh minimum. 1.4 Hipotesa Penelitian 1. Kombinasi ekstrak etanol tanaman rimpang temulawak, buah kemukus, herba meniran dan daun beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode difusi sumuran. 2. Kombinasi ekstrak etanol tanaman temulawak, kemukus, meniran dan beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode dilusi cair. 12

3. Kombinasi ekstrak etanol tanaman temulawak, kemukus, meniran dan beluntas dengan konsentrasi 1g/10ml (1:1:1:1) mempunyai daya antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan Salmonella typhi dengan metode kadar bunuh minimum. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang adanya kombinasi ekstrak etanol tanaman temulawak, kemukus, meniran dan beluntas yang dapat digunakan sebagai antimikroba dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Salmonella typhi. Selain itu penelititian ini juga diharapkan akan memberikan informasi serta pengetahuan dalam pengembangan obat-obat baru yang berasal dari bahan alam. 13