BAB I PENDAHULUAN. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya krisis ekonomi di Indonesia ternyata disebabkan oleh buruknya

BAB I PENDAHULUAN. karena beberapa penelitian menunjukkan bahwa terjadinya krisis ekonomi di

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah (APIP) yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kinerja aparat birokrasi menurun. Terungkapnya banyak kasus-kasus korupsi baik

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian dilakukan. Bab ini meliputi

BAB I PENDAHULUAN. besarnya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan dalam perwujudan good government governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. intern daerah yang bersangkutan Badan Pengawas Daerah (BAWASDA).

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan yang baik (good governance), yaitu pemerintahan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan dana yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengawasan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Jenderal Departemen, Satuan Pengawas Intern (SPI) di lingkungan lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. Audit merupakan suatu proses sistematik yang dilakukan untuk. mengevaluasi bukti secara objektif atas pernyataan-pernyataan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. hidup orang banyak, maka sudah sepantasnya pemerintah dapat memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. kesalahan seperti watch dog yang selama ini ada di benak kita sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. karena karena terjadinya krisis ekonomi di Indonesia serta maraknya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang.

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya. dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur

BAB1 PENDAHULUAN. Salah satu agenda reformasi adalah desentralisasi keuangan dan. otonomi daerah sebagaimana telah diatur dalam Undang-undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian mengenai kualitas audit penting agar auditor dapat mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. pendapat yang diberikan, profesionalisme menjadi syarat utama bagi. orang yang bekerja sebagai auditor. Ketidakpercayaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus memiliki komitmen bersama untuk

BAB I PENDAHULUAN. proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah.

BAB I PENDAHULUAN. good governance dan clean governance di Indonesia semakin meningkat. Melihat

BAB I PENDAHULUAN. aparatur pemerintah yang berkompeten dalam menjalankan tugas sebagai fungsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghimpun dan mengevaluasi bukti-bukti secara obyektif mengenai asersi-asersi

BAB I PENDAHULUAN. Akuntan dalam konteks profesi bidang bisnis, bersama-sama. dengan profesinya lainnya, mempunyai peran yang signifikan dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam rangka mewujudkan good governance di lingkungan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap

BAB I PENDAHULUAN. membawa kepada suatu perubahan adalah reformasi akan perwujudan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai wujud pertanggungjawaban daerah atas otonomi pengelolaan keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. governance dalam hal ini menjadi suatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi

BAB I PENDAHULUAN. diketahui karena banyaknya pemberitaan-pemberitaan di media masa mengenai

BAB I PENDAHULUAN. publik dalam rangka pemenuhan hak publik. Untuk pengertian good governance,

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance di Indonesia semakin meningkat.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan hak publik.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang bersih dan bebas KKN menghendaki adanya. mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Teknis Daerah Provinsi Sumatera Barat. Diumumkan dalam Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. menemukan temuan yang memuat permasalahan, yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Audit yang berkualitas dapat membantu mengurangi penyalahgunaan dana

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia mulai menerapkan otonomi daerah setelah berlakunya Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. menunjukkan titik terang, untuk mendorong perubahan dalam tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya tuntutan masyarakat atas terwujudnya good governance di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) semakin lama

BAB I PENDAHULUAN. Pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah merupakan sesuatu hal

BAB I PENDAHULUAN. bersifat kuantitatif dan diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik

BAB I PENDAHULUAN. Negara mengelola dana yang sangat besar dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. yang akurat dan dapat dipercaya untuk pengambilan keputusan. Laporan

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang

BAB I PENDAHULUAN. Auditor dalam Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Tahun 2008 disebut

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pasar global, tetapi juga merugikan negara serta dalam jangka panjang dapat

BAB I PENDAHULUAN. akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masyarakat akan terwujudnya pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. kondisi ekonomi, sosial dan politik adalah dengan mengembalikan kepercayaan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan BPK (Badan Pemeriksa

BAB I PENDAHULUAN. menolak hasil dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan

BAB I PENDAHULUAN. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik, maka auditor dalam

BAB I PENDAHULUAN. good governance di Indonesia semakin meningkat. Tuntutan ini memang wajar,

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan berisikan data yang menggambarkan keadaan. keuangan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu sehingga pihak

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II LANDASAN TEORI. akuntan. Ada beberapa pengertian auditing atau pemeriksaan akuntan menurut

PENJELASAN PIAGAM PENGAWASAN INTERNAL

Setyanta Nugraha Inspektur Utama Sekretariat Jenderal DPR RI. Irtama

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi yang terjadi dalam bidang pengelolaan keuangan daerah. membuat pemerintah daerah dituntut membawa perubahan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai acuan dari penelitian ini dapat disebutkan salah satu hasil penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian audit menurut Mulyadi (2002:9) adalah suatu proses. sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif

BAB 1 PENDAHULUAN. dan menunjukkan buruknya pengelolaan (bad governance) dan buruknya birokrasi di

BAB I PENDAHULUAN. mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pemerintah yang baik menuju pada terwujudnya good. governance, karena good governance telah menjadi suatu paradigm baru

BAB I PENDAHULUAN. dengan memberikan rekomendasi tentang tindakan-tindakan perbaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. penyebab atau motif perilaku seseorang. Pada dasarnya, ketika kita mengamati

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Konsep kinerja auditor dapat dijelaskan dengan menggunakan agency theory.

- 1 - PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 62 TAHUN 2017 TENTANG PIAGAM AUDIT INTERN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

BERITA DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, organisasi audit pemerintah dibagi menjadi dua, yaitu : Auditor Eksternal

TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat Memperoleh derajat S-2 Magister Akuntansi. Diajukan oleh: PROGRAM STUDI MAGISTER SAINS AKUNTANSI

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian auditing menurut Arens (2012:4) yaitu : harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan. FASB (Financial Accounting Standard Board) mengungkapkan ada

BAB I PENDAHULUAN. daerah merupakan tujuan penting dalam reformasi akuntansi dan administrasi

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. melakukan ekonomi agar tetap eksis dalam persaingan. Keadaaan ini menuntut

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Republik Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Semua pihak termasuk pemerintah mencoba mengatasi masalah ini dengan melakukan reformasi di segala bidang. Menurut Abdul dan Syam (2012: 108) menyatakan bahwa: Kepemerintahan yang baik adalah salah satu cara untuk memulihkan kondisi sosial ekonomi dan politik agar dapat mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah yaitu dengan mencoba untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Terdapat tiga aspek utama yang mendukung terciptanya kepemerintahan yang baik seperti yang dikemukakan oleh Mardiasmo (2005: 189) yaitu: 1. Pengawasan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak di luar eksekutif, yaitu masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk mengawasi kinerja pemerintahan. 2. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. 3. Pemeriksaan (audit) dilakukan oleh pihak yang memiliki independensi dan memiliki kompetensi professional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah No. 60 Pasal 48 (2008: 22) yang membahas tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), pelaksanaan pengendalian intern pemerintah dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP). Aparat Pengawasan Intern Pemerintah melakukan pengawasan intern melalui: 1

2 1. Audit; 2. Review; 3. Evaluasi; 4. Pemantauan; dan 5. Kegiatan pengawasan lainnya. Peraturan Pemerintah No. 60 Pasal 49 (2008: 22) menyatakan bahwa aparat pengawasan intern pemerintah terdiri atas: a. BPKP; b. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional melaksanakan pengawasan intern; c. Inspektorat Provinsi; dan d. Inspektorat Kabupaten/Kota. Peran Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota secara umum diatur dalam pasal 4 Peraturan Menteri Dalam Negeri No 64 Tahun 2007. Dalam pasal tersebut dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pengawasan urusan pemerintahan, Inspektorat Provinsi, Kabupaten/Kota mempunyai fungsi sebagai berikut: pertama, perencanaan program pengawasan; kedua, perumusan kebijakan dan fasilitas pengawasan; dan ketiga, pemeriksaan, pengusutan, pengujian, dan penilaian tugas pengawasan. Menurut Boynton (2003) dalam Efendy (2010: 2) fungsi auditor internal adalah melaksanakan fungsi pemeriksaan internal yang merupakan suatu fungsi penilaian yang independen dalam suatu organisasi untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan organisasi yang dilakukan. Selain itu, auditor internal diharapkan pula dapat lebih memberikan sumbangan bagi perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rangka peningkatan kinerja organisasi (Effendy, 2010). Dengan demikian auditor internal pemerintah daerah memegang peranan yang sangat

3 penting dalam proses terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Pengawasan keuangan daerah bertujuan untuk menjamin bahwa semua sumber daya ekonomi yang dimiliki daerah telah digunakan untuk kepentingan masyarakat dan telah dipertanggungjawabkan sesuai dengan peraturan yang berlaku (Ait Noviatiani, 2014: 105). Untuk kepentingan tersebut, kemudian daerah membentuk satuan pengawas internal yang diwadahi dalam sebuah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang kemudian dikenal dengan Inspektorat Daerah atau Badan Pengawas Keuangan Daerah (Bawasda). Dalam melaksanakan pengawasan internal, Inspektorat harus memperhatikan kualitas audit selama proses auditnya, menerapkan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak (Independent), dan memiliki kompetensi dalam menjalankan proses auditnya. Terkait dengan kualitas audit internal pemerintah daerah, Ketua BPK Anwar Nasution (2009), pada penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I kepada DPR, menyatakan bahwa fungsi audit internal di Indonesia masih belum efektif dimana kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat Inspektorat Kota saat ini masih menjadi sorotan karena banyaknya temuan audit atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Tetapi aparat Inspektorat Kota masih kurang dalam menindaklanjuti temuan-temuan audit tersebut sehingga temuan-temuan audit tersebut masih ditemukan pada LKPD tahun-tahun berikutnya. Ketaatan terhadap standar auditing dan kode etik serta peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan audit merupakan ukuran dari kualitas audit bagi auditor internal (IIA, 2011).

4 Ketua BPK Hadi Purnomo (2011) menyatakan bahwa berdasarkan hasil pemeriksaan terhadap LKPD dari tahun ke tahun temuan audit semakin meningkat. Temuan-temuan tersebut berupa ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, kecurangan, serta ketidakpatuhan dalam pelaporan keuangan yang seharusnya dapat terdeteksi dini oleh Inspektorat. Dengan banyaknya temuan audit oleh BPK menunjukkan bahwa kualitas audit aparat Inspektorat masih relatif rendah. Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I Tahun 2013, BPK telah memeriksa 80 LKPD kota Tahun 2012 yang diserahkan pemerintah kota kepada BPK. Terhadap 80 LKPD kota Tahun 2012 tersebut, BPK memberikan opini WTP atas 30 entitas, opini WDP atas 46 entitas, dan opini TMP atas 4 entitas. Perkembangan opini atas LK pemerintah tingkat kota periode Tahun 2008 s.d. 2012 disajikan dalam Tabel 1.1. Tabel 1.1 Opini LKPD Tahun 2008 s.d. 2012 pada Pemerintah Kota Sumber: Ikhtisar Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 sampai dengan 2012 LKPD Pemerintah Kota mayoritas memperoleh opini Wajar Dengan

5 Pengecualian (WDP) dari BPK. Hal tersebut menunjukan bahwa laporan keuangan Pemerintah Kota belum maksimal. Secara tidak langsung, kinerja dari SKPD sebagai pengawas keuangan daerah belum mendukung terciptanya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan di daerah. Sehingga fungsi audit internal di Indonesia dapat dikatakan belum efektif dan kualitas auditnya masih belum maksimal. Kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak (Independent), patuh kepada hukum serta mentaati kode etik profesi. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip tersebut secara sistematis selama proses audit maka akan menghasilan laporan audit yang berkualitas (Nugraha, 2012). Kualitas audit menurut Knetchel, W.Robert, G.V.Krishan (2012) dalam Efendy (2010: 2) adalah: Gabungan dari proses pemeriksaan sistimatis yang baik, yang sesuai dengan standar yang berlaku umum, dengan auditor s judgments (skeptisisme dan pertimbangan profesional) yang bermutu tinggi, yang dipakai oleh auditor yang kompeten dan independen, dalam menerapkan proses pemeriksaan tersebut, untuk menghasilkan audit yang bermutu tinggi. Menurut Lowenshon. S, Johnson E.L, dan Elder J.R (2005) dalam Efendy (2010: 6), Government Accountability Office (GAO) mendefinisikan kualitas audit sebagai ketaatan terhadap standar profesi dan ikatan kontrak selama melaksanakan audit dalam sektor publik. Kualitas audit menurut De Angelo (1981) dalam Alim, M. Nizarul, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti (2007) mengharuskan seorang auditor melaporkan setiap pelanggaran yang ditemukan pada laporan keuangan klien, kompetensi

6 seorang auditor sangat dibutuhkan dalam menemukan pelanggaran yang mungkin dilakukan oleh klien sedangkan untuk melaporkan pelanggaran tersebut tergantung pada independensi auditor. Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/05/M.PAN/03/2008, pengukuran kualitas audit atas laporan keuangan, khususnya yang dilakukan oleh APIP, wajib menggunakan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang tertuang dalam Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2007. Pernyataan standar umum pertama SPKN adalah: Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya. Dengan pernyataan standar umum ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Standar umum audit menyatakan bahwa audit dilaksanakan oleh orang yang memiliki keahlian, independen serta wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (Sukrisno Agoes, 2004). Sesuai dengan standar audit tersebut maka auditor internal seharusnya orang yang memiliki kemampuan dalam menemukan dan mengungkapkan penyimpangan secara menyeluruh sehingga laporan keuangan yang disajikan lebih reliabel dan tidak menimbulkan pengaruh bias pada pengguna.

7 Auditor harus memiliki independensi dan kompetensi dalam melakukan pemeriksaan untuk menghasilkan audit yang bermutu tinggi (Knetchel et al, 2012). Independensi mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil keputusan dan tindakan (Agoes dan I Cenik Ardana, 2009: 146). Sedangkan kompetensi adalah kemampuan, pengetahuan, dan disiplin ilmu yang diperlukan untuk melaksanakan pemeriksaan secara tepat dan pantas (Tugiman, 1997: 27). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Marietta Sylvie (2013), Wati Aris Astuti (2010), A.A Putu Ratih Cahaya Ningsih dan P. Dyan Yaniartha (2013) menunjukan bahwa independensi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit dan mempunyai hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin meningkatnya independensi seorang auditor akan meningkatkan kualitas audit, artinya kualitas audit dapat dicapai jika auditor memiliki independensi yang baik. Sedangkan menurut penelitian Taufiq Efendy (2010) menunjukkan bahwa independensi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kualitas audit, sehingga independensi yang dimiliki aparat inspektorat tidak menjamin apakah yang bersangkutan akan melakukan audit secara berkualistas. Selain independensi, seorang auditor internal dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai agar dapat menjalankan fungsinya secara efektif (Arens et al, 2008). Kompetensi artinya auditor harus mempunyai kemampuan, ahli dan berpengalaman dalam memahami kriteria dan dalam menentukan jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk dapat mendukung kesimpulan yang akan diambil (Siti Kurnia Rahayu dan Ely suhayati, 2009: 2). Kompetensi auditor

8 internal dapat tercapai apabila dalam melaksanakan pemeriksaan, auditor internal memiliki keahlian, menerapkan kecermatan profesional, serta meningkatkan kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan (Hiro Tugiman, 1997). Pernyataan standar umum kedua SPKN tahun 2007 adalah pemeriksa secara kolektif harus memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan. Dengan pernyataan standar pemeriksaan kedua ini semua organisasi pemeriksa bertanggungjawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Kemudian dalam penelitian Taufiq Efendy (2010), Asri Usman, Made Sudarma, Hamid Habbe, Darwis Said (2014), Alim, M. Nizarul, Trisni Hapsari, dan Liliek Purwanti (2007) menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas audit. Jika auditor memiliki kompetensi yang baik maka auditor akan dengan mudah melakukan tugas-tugas auditnya dan sebaliknya jika rendah maka dalam melaksanakan tugasnya, auditor akan mendapatkan kesulitan-kesulitan sehingga kualitas audit yang dihasilkan akan rendah pula. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Marietta Sylvie (2013) menunjukan bahwa kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap

9 kualitas audit namun mempunyai hubungan yang positif, hal ini karena masih kurangnya pengetahuan auditor dalam memahami entitas yang diaudit, kemudian kurangnya kemampuan auditor dalam menganalisis permasalahan. Kualitas audit yang baik tidak terlepas dari pengaruh independensi dan kompetensi auditor itu sendiri. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dari Ali Amin (2013) menyatakan bahwa secara parsial independensi dan kompetensi berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Pengaruh Independensi dan Kompetensi Auditor Internal terhadap Kualitas Audit (Studi Kasus Pada Inspektorat Kota Bandung). 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini adalah masih belum baiknya kualitas audit sehingga dapat dilihat pertanyaan penelitian sebagai berikit: 1. Apakah independensi auditor internal berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Kota Bandung. 2 Apakah kompetensi auditor internal berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Kota Bandung. 3 Apakah independensi dan kompetensi auditor internal berpengaruh terhadap kualitas audit pada Inspektorat Kota Bandung.

10 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk mengumpulkan dan memperoleh data serta informasi yang diperlukan mengenai independensi dan kompetensi auditor internal dan kualitas audit, sehingga dapat diketahui solusi atas masalah masih lemahnya kualitas audit. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh independensi auditor internal pada Inspektorat Kota Bandung. 2. Untuk mengetahui pengaruh kompetensi auditor internal pada Inspektorat Kota Bandung. 3. Untuk mengetahui pengaruh independensi dan kompetensi auditor internal pada Inspektorat Kota Bandung. 1.4 Kegunaan Penelitian Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi inspektorat kota Bandung, penulisr, maupun bagi peneliti lainnya. 1. Bagi Inspektorat Kota Bandung Dapat memberikan informasi tentang fungsi penilaian yang independen dan kompetensi dalam Inspektorat kota Bandung untuk menguji dan mengevaluasi kegiatan yang dilaksanakan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan saran dan masukan, serta menjadi bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan memelihara independensi, kompetensi auditor internal dan kualitas audit.

11 2. Bagi Penulis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan menambah pengetahuan tentang teori-teori dan konsep-konsep yang diperoleh selama perkuliahan serta memperoleh gambaran nyata, dan juga merupakan salah satu syarat dalam menempuh ujian Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi di Universitas Widyatama. 3. Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk sumber informasi, bahan pembanding bagi peneliti lainnya dan menjadi bahan referensi atau tambahan informasi yang diperlukan. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang dibahas, dalam penyusunan skripsi ini penulis melakukan penelitian pada Inspektorat Kota Bandung dan waktu penelitian dilakukan mulai pada bulan Maret 2015 sampai bulan November 2015.