2. TINJAUAN PUSTAKA. hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga ' BT terletak di posisi

dokumen-dokumen yang mirip
PENENTUAN KAKI LERENG (FOOT OF SLOPE) KONTINEN MENGGUNAKAN DATA BATIMETRI

BAB III IMPLEMENTASI ASPEK GEOLOGI DALAM PENENTUAN BATAS LANDAS KONTINEN

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR TIM ANALISIS DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TENTANG LANDAS KONTINEN

BAB IV ANALISIS 4.1 Analisis Posisi Foot Of Slope (FOS) Titik Pangkal N (m) E (m) FOS N (m) E (m) Jarak (M)

PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Kajian Landas Kontinen Ekstensi Batas Maritim Perairan Barat Laut Sumatra

PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN INDONESIA. Eka Djunarsjah dan Tangguh Dewantara. Departemen Teknik Geodesi FTSP ITB, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132

Analisa Revi si UU no 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indone sia yang mengacu pada UNCLOS 1958 dengan menggunakan UNCLOS 1982

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (Juni, 2013) ISSN: ( Print)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

UPAYA HUKUM INDONESIA MENGAJUKAN LANDAS KONTINEN EKSTENSI

Perkembangan Hukum Laut Internasional

BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Landas Kontinen Dalam Perspektif Geologi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 DASAR TEORI 2.1 Pembagian Wilayah Laut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DELINEASI LANDAS KONTINEN EKSTENSI DI LUAR 200 MIL LAUT MELALUI PENARIKAN GARIS HEDBERG DARI KAKI LERENG INVESTIGATOR RIDGE

NASKAH AKADEMIK. Disusun oleh: Tim Kerja Penyusunan Naskah Akademik RUU tentang Landas Kontinen Indonesia Kementerian Kelautan dan Perikanan

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi BAB I PENDAHULUAN 1. A. Latar Belakang 1. B. Identifikasi Permasalahan 3. C. Metode 4. D. Tujuan dan Kegunaan 4

REJIM HUKUM LANDAS KONTINEN DAN PERKEMBANGANNYA DALAM HUKUM LAUT INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

Bentuk bentukan dasar laut / topografi dasar laut

IDENTIFIKASI POTENSI GEOGRAFIS DESA

OSEANOGRAFI. Morfologi Dasar Laut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI BATAS WILAYAH SUATU NEGARA. A. Sejarah Perkembangan Hukum Laut Internasional

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

BAB II DASAR TEORI. Dalam UNCLOS 1982 disebutkan adanya 6 (enam) wilayah laut yang diakui dan ditentukan dari suatu garis pangkal yaitu :

Hukum Internasional Kl Kelautan. Riza Rahman Hakim, S.Pi

Wilayah Negara Dalam Hukum Internasional

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III REALISASI DELINEASI BATAS LAUT

3. BAHAN DAN METODE. dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL) pada tanggal 15 Januari sampai 15

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Hukum Laut Indonesia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MACAM-MACAM LETAK GEOGRAFI.

BAB I PENDAHULUAN. Potensi sumber daya alam di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

Delineasi Batas Terluar Landas Kontinen Ekstensi Indonesia: Status dan Permasalahannya. I Made Andi Arsana

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010

BAB II PENENTUAN BATAS LAUT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan dunia akan timah terus meningkat seiring dengan pengurangan

Abstrak Kata Kunci: Pendahuluan

KAITAN PERMASALAHAN REJIM HUKUM ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE) DAN LINTAS KONTINEN DALAM KONVENSI HUKUM LAUT 1982

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

Pengalaman melakukan Parsial Submisi Landas Kontinen Indonesia di luar 200 mil laut di sebelah barat laut Sumatera

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 5. A. TUJUAN AJAR: Dapat menjelaskan evolusi batas maritim nasional di Indonesia

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

TINJAUAN YURIDIS KONFLIK INDONESIA MALAYSIA TENTANG KEPEMILIKAN HAK BERDAULAT ATAS BLOK AMBALAT DAN AMBALAT TIMUR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

POTENSI GEOGRAFIS INDONESIA II

BAB II TINJAUAN UMUM PENENTUAN BATAS DAERAH

PENGANTAR ILMU DAN TEKNOLOGI KEMARITIMAN. Dr. Ir. Hj. Khodijah Ismail, M.Si www. Khodijahismail.com

TINJAUAN GEOLOGI LANDAS KONTINEN INDONESIA DI LUAR 200 MIL LAUT SEBELAH SELATAN PERAIRAN PULAU SUMBA

Perkembangan Hukum Laut dan Wilayah Perairan Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

PENERAPAN UNCLOS 1982 DALAM KETENTUAN PERUNDANG UNDANGAN NASIONAL, KHUSUSNYA ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA. Oleh : Ida Kurnia * Abstrak

KEWARGANEGARAAN WAWASAN NUSANTARA : GEOPOLITIK-GEOSTRATEGI. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: 11Fakultas FASILKOM. Program Studi Teknik Informatika

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sepertiga wilayah Indonesia berada di atas permukaan laut yakni belasan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

I. PENDAHULUAN. manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Peranan sektor

OSEANOGRAFI FISIKA BATHYMETRI

BAB 3 PROSES REALISASI PENETAPAN BATAS LAUT (ZONA EKONOMI EKSKLUSIF) INDONESIA DAN PALAU DI SAMUDERA PASIFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Triantara Nugraha, 2015

IMPLEMENTASI BATAS WILAYAH dan KEPULAUAN TERLUAR INDONESIA terhadap KEDAULATAN NKRI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sejarah Perundingan Batas Maritim Indonesia Singapura

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. samudra di seluruh wilayah nusantara. Laut luas yang merangkai kepulauan Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ULANGAN HARIAN I. : Potensi SDA dan SDM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 ENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS. IV.1.1 Perbandingan Antara Peta Garis Dasar Normal dengan Peta Generalisasi Pemendagri 1/2006

BAB I PENDAHULUAN. bahasa, kepulauan tidak hanya berarti sekumpulan pulau, tetapi juga lautan yang

I. RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN (RKPM) MINGGU 7

ZONASI LAUT TERITORIAL. Oleh Dr. Ir. HJ. KHODIJAH ISMAIL, M.Si

Gambar 2. Zona Batas Maritim [AUSLIG, 2004]

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan geologi Papua diawali sejak evolusi tektonik Kenozoikum

Bentuk: UNDANG UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 17 TAHUN 1985 (17/1985) Tanggal: 31 DESEMBER 1985 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

01. BATIMETRI. Adapun bentuk-bentuk dasar laut menurut Ross (1970) adalah :

PERLINDUNGAN HUKUM NEGARA TERHADAP KEDAULATAN WILAYAH LAUT

PENGUKURAN KAKI LERENG EAURIPIK RISE DENGAN MULTIBEAM ECHOSOUNDER DI PERAIRAN UTARA PAPUA LA ELSON

Transkripsi:

3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landas Kontinen bagi Negara Kepulauan Wilayah kedaulatan dan yuridiksi Indonesia terbentang dari 6 08' LU hingga 11 15' LS, dan dari 94 45' BT hingga 141 05' BT terletak di posisi geografis sangat strategis, karena menjadi penghubung dua samudera dan dua benua, Samudera India dengan Samudera Pasifik, dan Benua Asia dengan Benua Australia. Kepulauan Indonesia terdiri dari 17.508 pulau besar dan pulau kecil dan memiliki garis pantai 81.000 km, serta luas laut terbesar di dunia yaitu 5,8 juta km2 (DEPLU, 2005). Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalankan hak berdaulat untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan alam di landas kontinen. Istilah landas kontinen (continental self) muncul ketika Deklarasi Truman oleh pemerintah Amerika Serikat terkait perluasan wilayah yuridis secara sepihak untuk mengeksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya. Adanya Konvensi Hukum Laut 1958 membuat konsepsi continental self diterima, akan tetapi batas terluar landas kontinen masih tidak jelas tergantung dari kemampuan teknologi untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaam alamnya. Permasalahan akan ketidak jelasan penarikan batas terluar landas kontinen di selesaikan dalam Konvensi Hukum Laut tahun 1982. Dalam konvensi ini ditentukan batas terluar landas kontinen yaitu 200 mil laut diukur dari garis pangkal laut teritorial sebagai batas minimum sedangkan untuk batas maksimum yaitu 350 mil laut atau 100 mil laut dari kedalaman 2500 meter. 3

4 Menurut Djajaatmadja (2006), landas kontinen bukan saja merupakan fenomena geografis dan geologis akan tetapi juga fenomena ekonomis, karena sumber daya alam mineral yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan penelitian, sumber daya alam berupa kandungan mineral yang terdapat di landas kontinen memang sangat menarik: - Di sepanjang pantai, di dasar laut landas kontinen yang tidak begitu dalam, terdapat placers yang mengandung emas, berlian dan sumber daya minyak bumi; - Di bagian-bagian tertentu lereng kontinen terkandung endapan-endapan yang masuk kategori sumber minyak dan gas bumi, dan di bagian-bagian tertentu dasar laut dalam diperkirakan terdapat juga sumber-sumber minyak; - Di dasar laut dalam (deep seabed) juga terdapat nodule mangan (manganese nodules) yang mengandung logam-logam lain seperti cobalt, nickel, tembaga. Semakin dalam dasar lautnya semakin banyak terdapat nodul-nodul ini, dan konsentrat kandungan logamnya pun berbeda-beda; - Di bagian luar landas kontinen, di bagian atas lereng kontinen, terdapat phosfor dalam bentuk lapisan-lapisan nodule; - Lumpur-lumpur logam yang kaya dengan bijih tembaga dan zinc diperkirakan terdapat di daerah-daerah laut yang hangat dengan konsentrasi garam yang pekat, seperti di Laut Merah. Gambar 1 adalah gambaran tentang landas kontinen, dimana landas kontinen dibagi dengan beberapa bagian yaitu daerah continental shelf, continental slope dan abyssal plain.

5 Gambar 1. Landas Kontinen (Djajaatmadja, 2006) Aspek lain yang menyebabkan kawasan landas kontinen, dengan sumber daya alamnya yang cukup melimpah, menjadi sangat penting adalah karena kemajuan teknologi penambangan. Kemajuan di bidang penambangan sumber daya mineral di dasar laut landas kontinen ini akan sangat dirasakan pentingnya mengingat saat ini kandungan sumber daya alam berupa mineral di wilayah daratan sudah mendekati titik kritis. Oleh karenanya, dasar laut terutama landas kontinen dianggap sebagai alternatif utama untuk mengganti peranan daratan sebagai pemasok bahan-bahan mineral, terutama minyak bumi dan gas alam, serta logam-logam mineral yang sangat dibutuhkan oleh industri. 2.2 Konsep Landas Kontinen menurut Hukum Landas kontinen dalam perspektif hukum mengacu pada Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS). Landas kontinen semula merupakan istilah geologi yang mengalami perubahan yang mendasar ketika masuk istilah hukum. Berikut akan diuraikan tentang landas kontinen menurut UNCLOS dan Undang-Undang yang hasil ratifikasi UNCLOS. Konvensi Hukum Laut itu sendiri berjalan pada tahun 1958, 1960 dan 1982.

6 2.2.1 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1958 Sebagaimana telah disebutkan di atas pengertian continental shelf dalam Konvensi Hukum Laut 1958 adalah pengertian dalam arti hukum (landas kontinen) yang berbeda dengan pengertian aslinya menurut Proklamasi Truman. Definisi dalam ketentuan Pasal 1 Konvensi tentang Landas Kontinen tersebut menentukan batas landas kontinen, yaitu : 1. Dasar laut dan tanah di bawahnya di luar laut teritorial sampai kedalaman 200 meter untuk tujuan eksplorasi dan eksploitasi sumber kekayaan alamnya. 2. Dasar laut dan tanah di bawahnya di luar batas kedalaman 200 meter sampai di mana kemampuan teknologi dapat mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber kekayaan alamnya (kriteria technical exploitability). Ternyata dengan kemajuan teknologi di bidang kelautan yang sangat pesat, interprestasi ketentuan pasal 1 tersebut di atas hanya ditekankan pada ukuran technical exploitability, sehingga batas yang dicapai oleh teknik pengambilan kekayaan di laut. Karena itulah ketentuan landas kontinen dalam pasal 1 Konvensi Hukum Laut 1958 tersebut (kriteria technical exploitability) sudah tidak memuaskan lagi terutama bagi negara-negara yang sedang berkembang dan tidak mempuyai kemampuan dan teknologi untuk memanfaatkannya. Ketentuan inilah yang merupakan salah satu diantara alasan-alasan untuk meninjau kembali Konvensi Hukum Laut 1958 agar mengenai landas kontinen diberikan batas terluar yang jelas (Djajaatmadja, 2006). 2.2.2 Landas Kontinen berdasarkan UNCLOS 1982 Pasal 76 ayat (1) Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan batasan Landas Kontinen sebagai berikut:

7 Landas kontinen suatu negara pantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya dari daerah di bawah permukaan laut yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur, dalam hal pinggiran luar tepi kontinen tidak mencapai jarak tersebut. Jika dibandingkan dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut 1958, perumusan yang terdapat dalam pasal 76 Konvensi Hukum Laut 1982 di atas memberikan batasan-batasan yang lebih jelas dengan memberikan kepastian batas terluar landas kontinen. Demikian juga pengertian landas kontinen selain mencakup pengertian yuridis juga mencakup pengertian geologis yang merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen itu sendiri. Perumusan yang terdapat dalam Konvensi Hukum Laut 1982, selain merupakan penyempurnaan dari pengertian landas kontinen yang dapat dianggap sebagai perkembangan hukum laut masa kini, perumusan tersebut dapat menimbulkan ketidak pastian dalam menafsirkan pengertian continental shelf. Hal ini bisa dilihat dari alternatif-alternatif yang digunakan untuk menentukan batas terluar landas kontinen sampai pinggiran luar tepian kontinen atau melampaui batas itu, sesungguhnya cara pengukuran ini sudah jauh meninggalkan pengertian continental shelf dalam arti geologis semata-mata. Gambar 2 adalah gambaran tentang landas kontinen berdasarkan UNCLOS tahun 1982 yang memetakan bagian-bagian yang penting dalam penetuan landas kontinen.

8 Gambar 2. Landas Kontinen Berdasarkan UNCLOS 1982 (SP51 IHO, 2008) Penentuan batas landas kontinen suatu negara pantai mengacu pada garis pangkal dimana laut teritorialnya diukur. Menurut UNCLOS 1982, penetuan batas landas kontinen suatu negara pantai dapat dibagi menjadi tiga kondisi, yaitu: 1. Penentuan batas landas kontinen dengan negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan. Penetuan batas landas kontinen dengan negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan dapat terjadi apabila jarak antar negara pantai kurang dari 400M (pasal 83 ayat 1 UNCLOS 1982). 2. Penetuan batas landas kontinen kurang dari 200M Berdasarkan pasal 76 ayat 1 UNCLOS 1982, apabila pinggiran luar tepian kontinen suatu negara pantai tidak mencapai 200M dari garis pangkal, maka batas luar dari landas kontinen negara tersebut adalah sejauh 200M. klaim selebar 200M ini berhimpit dengan batas zona ekonomi eksklusif atau dikenal dengan konsep co-extensive principle. 3. Penetuan batas landas kontinen lebih dari 200M Penetuan batas landas kontinen lebih dari 200M dapat dilakukan apabila pinggiran terluar tepian kontinen melebihi 200M dari garis pangkal. Sesuai

9 dengan pasal 76 ayat 2 sampai 6 UNCLOS 1982, batas terluar dari landas kontinen mengacu pada ketentuan berikut: 1. Didasarkan pada titik tetap terluar dimana ketebalan batu endapan (sedimentary rock) paling sedikit sebesar 1 % dari jarak terdekat antara titik tersebut dengan kaki lereng kontinen (Formula Gardiner) 2. Jarak 60 mil laut dari kaki lereng kontinen (Formula Hedberg) 3. Batas terluar dari landas kontinen tidak boleh melebihi 350 mil laut dari garis pangkal dimana batas teritorial diukur dan tidak melebihi 100 mil laut dari garis kedalaman 2500 m. Berdasarkan ketentuan tersebut terdapat tiga hal yang memiliki peranan penting dalam penetuan batas terluar kontinen lebih dari 200M yaitu garis pangkal, kaki lereng, dan garis kedalaman. 2.3 Kaki Lereng ( foot of slope ) Kontinen Kaki lereng kontinen merupakan sebuah tempat perubahan atau tempat pertemuan antara material asli dan endapannya (akumulasi material). Endapan akan dimulai dari tempat yang stabil dengan gradien yang kecil atau mendatar. Jika endapan berada pada tempat yang stabil, kaki tepian kontinen adalah permukaan lereng terjauh atau bagian terdalam atau kaki dekat basin di dasar laut (Pratomo, 2007). Keberadaan kaki lereng dapat dilihat dari perubahan gradien lereng. Apabila perubahan besar, maka keberadaan kaki lereng ini sangat jelas. Namun apabila perubahan ini kecil maka lokasi yang tepat dari kaki lereng kontinen tidak jelas terlihat. Dicarikan dari dua arah, baik dari arah kontinen maupun sebaliknya kea rah samudera. Untuk lebih jelas terlihat pada gambar 3.

10 Gambar 3. Pencarian Dasar Lereng Kontinen (Pratomo, 2007). Penampakan fisik dari kaki lereng kontinen mempunyai karakteristik sebagai berikut (Djajaatmadja, 2006): (1) Garis lipatan (joint line) antara dua lereng atau permukaan yang berbeda. (2) Garis penghubung antara dua struktur kerak yang berbeda. (3) Permukaan atas yang mewakili struktur asli dari kerak tepian kontinen. (4) Permukaan bawah yang mewakili struktur endapan dari kerak tepian kontinen yang sesuai. (5) Permukaan teratas memiliki gradien yang lebih besar dari permukaan yang lebih rendah (6) Permukaan endapan (permukaan bawah) terletak di dekat basin pada dasar laut. (7) Jika terdapat lebih banyak lipatan, maka lipatan yang terdalam memiliki kemungkinan terbesar sebagai kaki lereng kontinen yang dimaksud. (8) Perubahan gradien dari lereng-lereng dapat bervariasi. Karakteristik ini terlihat pada Gambar 4 dibawah ini.

11 Gambar 4. Kaki Lereng (foot of slope) (Sebastian, 2008). Dalam menentukan kaki lereng, CLCS (Commission on the Limits of the Continental Shelf ) memiliki aturan yang sesuai dengan UNCLOS pada pasal 76 ayat 4 untuk penentuan lereng kontinen pada penetapan landas kontinen lebih dari 200 mil. Aturan umum itu yaitu menghitung perubahan gradient maksimum pada dasar lereng kontinen. Sedangkan apabila ada bukti yang bertentangan dengan hal tersebut, maka kaki lereng kontinen ditentukan tidak sesuai aturan umum. Dalam hal ini, maka bukti geologi dan geofisik diperlukan untuk memastikan letak kaki lereng. Terdapat dua tahapan untuk menentukan keberadaan kaki lereng kontinen yaitu (Pratomo, 2007): a. Identifikasi wilayah dasar lereng kontinen. b. Penentuan lokasi titik perubahan gardien maksimum pada wilayah di dasar lereng kontinen. Identifikasi terhadap wilayah dasar lereng kontinen dapat dilakukan dengan melihat pada:

12 a. Bukti morfologi. b. Bukti morfologi didukung oleh bukti geologi dan geofisia. c. Bukti geologi dan geofisika. Tahapan untuk penentuan kaki lereng kontinen dapat dilahat pada Gambar 5. Pada gambar tersebut, titik perubahan gardien maksimum pada dasar lereng kontinen ditentukan berdasarkan data batimetri. Gambar 5. Visualisasi Tahapan Penentuan Kaki Lereng (Pratomo, 2007). Data batimetri yang digunakan untuk penentuan kaki lereng kontinen terkait dengan submisi batas landas kontinen lebih dari 200M dapat terdiri dari satu atau kombinasi data berikut (CLCS, 1999 ): a. pengukuran dengan perum gema pancaran tunggal (singlebeam echosounder) b. pengukuran dengan perum gema multi pancaran (multibeam echosounder) c. pengukuran dengan side scan sonar hybridi d. pengukuran dengan side scan sonar inferometrik dan e. refleksi seismic yang diperoleh dari pengukuran batimetrik dimana data tersebut dapat diolah dengan berbagai pendekatan tergantung kebutuhan dan tujuan dari penelitian.