BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Definisi Diabetes Melitus

DIABETES MELITUS. Bila nialai hasil pemeriksaan laboratorium lebih tinggi dari angka normal,maka ia dapat dinyatakan menderita DM.

glukosa darah melebihi 500 mg/dl, disertai : (b) Banyak kencing waktu 2 4 minggu)

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Seseorang dengan katarak akan melihat benda seperti tertutupi kabut, lensa mata

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus Type II

Diabetes tipe 2 Pelajari gejalanya

Undur-Undur Darat (Myrmeleon sp.) sebagai Obat Alternatif Diabetes Melitus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular akan terus meningkat

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. tua, Tipe III disebut Malnutrition Related Diabetes Mellitus (MRDM) dan Tipe IV

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus menurut American Diabetes Association (ADA) 2005 adalah

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetes mellitus (DM) adalah salah satu penyakit. degenerative, akibat fungsi dan struktur jaringan ataupun organ

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB 1 PENDAHULUAN. organ, khususnya mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (America

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I. Pendahuluan. diamputasi, penyakit jantung dan stroke (Kemenkes, 2013). sampai 21,3 juta orang di tahun 2030 (Diabetes Care, 2004).

DIABETES UNTUK AWAM. Desember 2012

Gejala Diabetes pada Anak yang Harus Diwaspadai

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB I PENDAHULUAN. Pengukuran antropometri terdiri dari body mass index

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. yang saat ini makin bertambah jumlahnya di Indonesia (FKUI, 2004).

UPT Balai Informasi Teknologi LIPI Pangan & Kesehatan Copyright 2009

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

PERBEDAAN PROFIL LIPID DAN RISIKO PENYAKIT JANTUNG KORONER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II OBESITAS DAN NON-OBESITAS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 2 berkaitan dengan beberapa faktor yaitu faktor resiko yang tidak dapat diubah dan

BAB I PENDAHULUAN. demografi, epidemologi dan meningkatnya penyakit degeneratif serta penyakitpenyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Obesitas telah menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. tidak adanya insulin menjadikan glukosa tertahan di dalam darah dan

BAB I PENDAHULUAN. insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN. bahwa, penderita diabetes mellitus di Indonesia pada tahun 2013 yang

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB I PENDAHULUAN. epidemiologi di Indonesia. Kecendrungan peningkatan kasus penyakit

BAB I PENDAHULUAN. gizi terjadi pula peningkatan kasus penyakit tidak menular (Non-Communicable

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemi yang berkaitan dengan ketidakseimbangan metabolisme

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengendalikan jumlah gula, atau glukosa dalam aliran darah. Ini. sudah membahayakan (Setiabudi, 2008)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan Rumah Sakit Umum Daerah Toto Kecamatan Kabila Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari dataran tinggi atau pegunungan. Gangguan Akibat. jangka waktu cukup lama (Hetzel, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

DIABETES MELITTUS APAKAH DIABETES ITU?

DIAGNOSIS DM DAN KLASIFIKASI DM

Mengatur Berat Badan. Mengatur Berat Badan

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersama dengan keterikatan aturan, emosional dan individu mempunyai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes Mellitus DEFINISI PENYEBAB

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang American Diabetes Association (ADA) menyatakan bahwa Diabetes melitus

BAB I PENDAHULUAN. insulin yang tidak efektif. Hal ini ditandai dengan tingginya kadar gula dalam

PATOFISIOLOGI DAN IDK DM, TIROID,PARATIROID

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN. atau keduanya (Sutedjo, 2010). Diabetes mellitus adalah suatu kumpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan hiperglikemia akibat adanya gangguan sekresi insulin, kerja insulin,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus, merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik hiperglikemia yang

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DIABETES MELLITUS 1. Pengertian Diabetes Mellitus Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh adanya kenaikan kadar glukosa/gula darah (hyperglikemi) kronik akibat berkurangnya atau tidak adanya insulin (Iqbal, 1996). Insulin adalah hormon yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggung jawab dalam mempertahankan kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel sehingga menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi (Maulana, 2008). Diabetes melitus adalah serangkaian gangguan atau sindroma di mana tubuh tidak mampu mengatur secara tepat pengolahan atau metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Ini disebabkan oleh kekurangan baik sebagian maupun mutlak hormon insulin yang dihasilkan dan dilepas oleh sel-sel beta yang terletak di bagian pankreas (Mc.Wright, 2008). Pankreas merupakan sebuah kelenjar yang terletak di antara duodenum (usus dua belas jari) dengan limpa dan berada di belakang perut dengan panjang sekitar 15 cm. Pankreas mengandung 2 jenis sel utama di mana keduanya menghasilkan sekresi (penggetahan). Kelompok pertama mengeluarkan sekresi enzim-enzim pencernaan yang terlibat dalam mengurai makanan dan yang kedua terdiri dari himpunan sel-sel yang disebut islet of langerhans (kelompok sel-sel pankreas yang mengeluarkan getah insulin dan glukagon) yang menghasilkan hormonhormon. Sebagaimana yang dinyatakan di atas, sel-sel beta adalah sel-sel yang menghasilkan dan melepas insulin, sedangkan sel-sel alpha adalah sel-sel yang mengeluarkan getah hormon yang disebut glukagon yang juga terlibat dalam pengaturan kadar gula darah. Glukagon pada dasarnya bekerja pada proses-proses yang terjadi di hati dan berperan penting dalam 4

5 mencegah hipoglisemia. Hipoglisemia merupakan salah satu ciri-ciri utama kondisi diabetes yang memerlukan terapi insulin (Mc.Wright, 2008). 2. Penyebab Diabetes Melitus Penyebab penyakit diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun atau penyakit kekebalan tubuh yaitu tubuh kehilangan kemampuan untuk membentuk insulin karena sistem kekebakan tubuh menghancurkan sel-sel beta pankreas akibat virus atau racun. Virus dan Bakteri penyebab diabetes mellitus adalah virus rubela, dan human coxsackievirus B4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus dapat menyebabkan diabetes melitus melalui mekanisme infeksi sitolitik pada sel yang mengakibatkan destruksi sel. Selain itu, melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun pada sel. Bahan toksik, yakni aloksan, pyrimuron (rodentisida), dan streptozocin (produk dari sejenis jamur). Bahan toksik lain berasal dari cassava atau singkong. Singkong mengandung glikosida sianogenik yang dapat melepaskan sianida sehingga memberi efek toksik terhadap jaringan tubuh. Penyebab diabetes tipe 2 yaitu berkurangnya produksi hormon insulin oleh sel beta pada pankreas dan ketidakmampuan insulin untuk bekerja secara maksimal atau penurunan kerja insulin, sehingga kadar gula dalam darah mengalami peningkatan. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya diabetes melitus tipe 2 yaitu: a. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel). b. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat. c. Kurang gerak badan (tingkat aktivitas jasmani). d. Faktor keturunan (herediter). e. Pola makan yang salah (Waspadji, 2004).

6 3. Patofisiologi Diabetes Melitus Pankreas yang disebut kelenjar ludah perut adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung di dalamnya terdapat kumpulan sel yang terbentuk seperti pulau dan disebut pulau langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormon insulin yang sangat berperan dalam pengukuran kadar glukosa darah. Pada penderita DM tipe 2 jumlah insulin bisa normal bahkan lebih banyak tetapi reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Pada penderita DM tipe 2 jumlah reseptor insulin kurang, sehingga meskipun insulin banyak tetapi glukosa dalam darah meningkat. Pada penderita DM tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup namun memiliki kualitas yang kurang sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. DM tipe 2 juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga tidak dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolisme energi (Subekti, 1999). 4. Penggolongan Diabetes Melitus a) Diabetes Tipe 1 : Dikenal dengan Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin di mana tubuh kekurangan hormon insulin. Hal ini disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja. Sampai saat ini, diabetes mellitus tipe 1 hanya dapat diobati dengan pemberian terapi insulin yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. b) Diabetes Tipe 2 : Dikenal dengan Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM). Diabetes tipe 2 adalah keadaan di mana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya. Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas

7 (respon) sel dan jaringan tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Ada beberapa teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan. c) MRDM (Malnutrisi Related Diabetes Mellitus) atau DMTM (Diabetes Mellitus Terkait Malnutrisi). d) Diabetes mellitus tipe lain yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom tertentu antara lain disebabkan oleh penyakit pankreas, penyakit hormonal, faktor pemberian maupun pemakaian obat bahan kimia lainnya, kelainan reseptor pada insulin dan sindrom genetik tertentu, serta terjadinya sirosis hepatis. e) Diabetes Gestasional adalah keadaan sementara dari resistensi insulin yang biasanya terjadi pada pertengahan masa kehamilan karena produksi hormon yang berlebihan, atau karena ketidakmampuan pankreas untuk memproduksi insulin tambahan yang diperlukan pada masa kehamilan. Diabetes gestasional biasanya hilang setelah masa kehamilan selesai, tetapi para wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terserang diabetes tipe 2 (McWright, 2008). 5. Gejala Diabetes Melitus Penderita diabetes melitus umumnya menampakkan tanda dan gejala di bawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita: a. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria) b. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia) c. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

8 d. Frekuensi urine meningkat/kencing terus menerus (Glycosuria) e. Berat badan menurun drastis. f. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf di telapak tangan & kaki g. Cepat lelah dan lemah setiap waktu h. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba i. Apabila luka/tergores lambat penyembuhannya j. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit ((McWright, 2008). 6. Faktor Resiko Terjadinya Diabetes Mellitus a. Obesitas Obesitas adalah tanda utama yang menunjukkan seseorang dalam keadaan pradiabetes. Obesitas selalu disertai dengan resistensi insulin yang mengarah pada diabetes. Obesitas merusak pengaturan energi metabolisme dengan dua cara, yaitu obesitas menimbulkan resistensi leptin dan meningkatkan resistensi insulin. Leptin adalah hormon yang berhubungan dengan gen obesitas. Leptin berperan dalam hipotalamus untuk mengatur tingkat lemak tubuh, kemampuan untuk membakar lemak menjadi energi, dan rasa kenyang. Orang yang mengalami kelebihan berat badan, kadar leptin dalam tubuh akan meningkat. Kadar leptin dalam plasma meningkat dengan meningkatnya berat badan. Leptin bekerja pada sistem saraf perifer dan pusat. Peran leptin terhadap terjadinya resistensi yaitu leptin menghambat fosforilasi insulin receptor substrate-1 (IRS) yang akibatnya dapat menghambat ambilan glukosa. Leptin juga berhubungan dengan hormon stres kortisol. Aturan yang umum apabila seseorang memiliki kelebihan berat badan maka akan meningkatkan kadar kortisol secara kronis. Jaringan lemak

9 memacu proses produksi hormon kortisol dan kadar kortisol yang tinggi akan menyebabkan peningkatan berat badan. Kortisol berbeda dibandingkan dengan hormon steroid lain seperti hormon seks dalam hal penggolongannya, hormon kortisol digolongkan sebagai glukokortikoid. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi utamanya berkaitan dengan peningkatan kadar gula darah dengan mengorbankan jaringan otot. Pada keadaan kronis akan menuju ke keadaan resistensi insulin dan perubahan susunan tubuh dari otot menjadi lemak (D Adamo, 2007). b. Hipertensi Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang berkepanjangan yaitu lebih dari 140/90 mmhg (Lovastatin, 2006). Hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita. Hipertensi baru disadari ketika telah menyebabkan gangguan organ seperti gangguan fungsi jantung, ginjal, gangguan fungsi kognitif, stroke ataupun DM. Tekanan darah tinggi dan resistensi insulin merupakan karakteristik dari sindroma metabolik, kelompok abnormalitas yang terdiri dari obesitas, trigliserid, dan HDL rendah serta terganggunya keseimbangan hormon merupakan faktor pengatur tekanan darah. Pada pasien dengan diabetes melitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmhg harus dianggap sebagai faktor risiko terjadi hipertensi (Saraswati, 2009). c. Faktor genetik Keturunan atau genetik merupakan penyebab utama diabetes. Jika kedua orang tua memiliki diabetes tipe 2, ada kemungkinan bahwa hampir semua anak-anak mereka akan menderita diabetes. Jika kedua orang tua memiliki diabetes tipe 1, kurang dari 20% dari anak-anak mereka akan terserang diabetes mellitus tipe 1. Pada kembar identik, jika salah satu kembar mengembangkan diabetes tipe 2, maka hampir

10 100% untuk kembar yang lain juga akan berpotensi untuk terserang diabetes melitus tipe 2 (Waspadji, 2004). d. Umur Umur adalah salah satu faktor yang yang paling umum yang mempengaruhi individu untuk diabetes. Faktor resiko meningkat secara signifikan setelah usia 45 tahun dan meningkat secara dramatis setelah usia 65 tahun. Hal ini terjadi karena orang-orang pada usia ini kurang aktif, berat badan akan bertambah dan massa otot akan berkurang sehingga menyebabkan disfungsi pankreas. Disfungsi pankreas dapat menyebabkan peningkatan kadar gula dalam darah karena tidak diproduksinya insulin. Diabetes tipe 2 sering diderita pria dan wanita yang kelebihan berat badan. Sampai saat ini, diabetes tipe 2 dikenal sebagai diabetes dewasa karena tidak pernah terjadi pada anak-anak. Tetapi, dalam dekade berselang sejumlah anak-anak dan remaja yang kelebihan berat badan dan obesitas juga mengidap penyakit ini. Perubahan seismik ini juga menjadi alasan diabetes tipe pertama tidak lagi disebut diabetes remaja (D Adamo, 2007). e. Faktor makanan Faktor makanan juga merupakan faktor utama yang bertanggung jawab sebagai penyebab diabetes melitus. Makan terlalu banyak karbohidrat, lemak dan protein semua berbahaya bagi tubuh. Tubuh kita secara umum membutuhkan diet seimbang untuk menghasilkan energi untuk melakukan fungsi-fungsi vital. Terlalu banyak makanan, akan menghambat pankreas untuk menjalankan fungsi sekresi insulin, jika sekresi insulin terhambat maka kadar gula dalam darah akan meningkat. Orang-orang yang terbiasa mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung karbohidrat seperti biscuit, coklat, es cream dan lain sebagainya sangat berpotensi untuk terserang penyakit diabetes melitus (Waspadji,2004).

11 f. Kurang Aktivitas Kurang aktivitas merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, stroke dan diabetes mellitus. Kurangnya aktivitas dapat memicu timbulnya obesitas pada seseorang dan kurang sensitifnya insulin dalam tubuh. Sehingga dapat menimbulkan penyakit diabetes melitus. Inaktivitas fisik banyak terjadi pada perempuan daripada laki-laki, orang kulit hitam daripada kulit putih, individu senior daripada dewasa muda, dan pada kelompok dengan status ekonomi yang rendah (D adamo, 2007). 7. Kategori Kadar Gula Darah Penderita Diabetes Mellitus Kategori kadar gula darah penderita diabetes melitus dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini: TABEL 1 KATEGORI KADAR GULA DARAH Kadar gula darah Pre DM Bukan DM Diabetes Kadar Gula Darah Sewaktu (mg/dl) <100 100-199 >200 Kadar Gula Darah Puasa (mg/dl) <100 100-125 >126 Kadar Gula Darah 2 jam PP <100 100-199 >200 Sumber: (D adamo, 2007). 8. Dasar-Dasar Pengelolaan Diabetes Mellitus a. Penyuluhan (edukasi): Edukasi merupakan bagian integral asuhan perawatan diabetes. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan diabetes yang diberikan kepada setiap pasien diabetes. Penyuluhan bagi pasien DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang mengobati, tetapi juga oleh segenap jajaran terkait dengan pengelolaan DM seperti perawat

12 penyuluh, pekerja sosial, ahli gizi dan sebagainya sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Penyuluhan untuk rencana pengelolaan sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Edukasi diabetes adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal, dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas yang lebih baik. b. Perencanaan Makan: Salah satu pilar utama pengelolaan diabetes adalah perencanaan makan. Perencanaan makan yang tepat dapat mengontrol kadar gula darah pasien DM tipe 2. Diet DM merupakan terapi utama yang dapat menekan munculnya diabetes latent serta dapat menekan penyakit kronik akut pada penderita diabetes melitus. Diet sebagai bagian dari pengobatan diabetes melitus yang mempunyai arti penting, bahkan sebagian penderita diabetes melitus ringan sampai berat dapat dikendalikan dengan diet dan olahraga. c. Latihan Jasmani Latihan jasmani yang teratur memegang peran penting terutama pada DM tipe 2. Manfaat latihan jasmani yang teratur pada diabetes antara lain memperbaiki metabolisme, meningkatkan kerja insulin, membantu menurunkan berat badan, meningkatkan kesegaran jasmani, rasa percaya diri, dan mengurangi risiko penyakit kardiovaskular. d. Obat Hipoglikemik Apabila penderita telah melaksanakan program makan dan latihan jasmani teratur namun pengendalian kadar glukosa darah belum tercapai, perlu ditambahkan obat hipoglikemik oral. Macam obat hipoglikemik oral yaitu sulfonilurea, biguanida, acarbose, thiazolidinedion (Waspadji, 2004).

13 9. Komplikasi Diabetes Mellitus Komplikasi diabetes melitus dapat muncul secara akut dan secara kronik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap diabetes. a. Komplikasi Akut Diabetes Komplikasi akut yang paling sering adalah reaksi hipoglikemia dan koma diabetik. Reaksi hipoglikemia yaitu keadaan dengan kadar gula darah yang menurun sampai kurang dari 50mg/dl. Tanda-tanda hipoglikemia yaitu rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya. Koma diabetik timbul karena kadar gula dalam darah terlalu tinggi dan biasanya lebih dari 600mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah nafsu makan menurun, banyak minum dan banyak kencing kemudian disusul rasa mual, muntah, nafas cepat, serta berbau aseton, sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma diabetik harus dibawa ke rumah sakit (Tjokroprawiro, 2006). b. Komplikasi Kronis Komplikasi kronis atau komplikasi yang bersifat menahun pada umumnya terjadi pada penderita yang telah mengidap penyakit diabetes melitus selama 5-10 tahun. 1. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Asterosklerosis adalah menebalnya arteri dan menyempit karena penumpukan lemak pada bagian pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki bisa mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah yang mengakibatkan kram, rasa tidak nyaman, atau lemas saat berjalan dan bisa menyebabkan kematian pada jaringan apabila suplai darah pada kaki sangat kurang atau terputus dalam waktu lama.

14 2. Kerusakan pada Ginjal (Nefropati) Diabetes mempengaruhi pembuluh darah kecil pada ginjal akibatnya efisiensi ginjal untuk menyaring darah terganggu. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan kadar kreatinin atau ureum serum yang berkisar antara 2-7,1% pada penderita diabetes melitus. 3. Kerusakan Saraf (Neuropati) Gula darah yang tinggi menghancurkan serat saraf dan satu lapisan lemak di sekitar saraf. Saraf yang rusak bisa menyebabkan kehilangan indera perasa. Kerusakan biasanya dimulai dari jempol kaki dan telapak kaki yang menimbulkan mati rasa, kesemutan, seperti terbakar, rasa sakit, rasa tertusuk atau kram pada otot kaki. 4. Kerusakan pada mata (Retinopati) Retina mata terganggu sehingga terjadi kehilangan sebagian seluruh penglihatan. Pasien dengan retinopati diabetik mengalami gejala penglihatan kabur sampai kebutaan (Misnadiarly, 2006). B. Penilaian Status Gizi dengan Antropometri 1. Pengertian Antropometri Antropometri berasal dari kata antropos dan metros. Antropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Menurut jellife (1966) dalam buku Supariasa (2002) antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak bawah kulit. Cara pengukuran ini banyak dilakukan karena relatif murah, mudah digunakan untuk mengukur populasi yang banyak, objektif,

15 hasilnya cukup baik dan bisa menunjukkan adanya kelainan nutrisi maupun pertumbuhan, meskipun ada beberapa kekurangan yaitu pengukurannya tidak tepat dan adanya keterbatasan untuk mendiagnosa secara teliti. Beberapa cara pengukuran lemak tubuh antara lain triceps skinfold, subscapular skinfold, biceps skinfold, LLA, lingkar pinggang dan panggul. Pengukuran BB/TB sering disebut Body Mass Index atau BMI, di Indonesia dikenal dengan Indeks Massa Tubuh atau IMT. Keunggulan Antropometri Gizi antara lain : a. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. b. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat dapat melakukan pengukuran antropometri. c. Metode ini tepat dan akurat, karena dapat dibakukan. d. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa lampau. e. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang, dan gizi buruk karena sudah ada ambang batas yang jelas. f. Metode antropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap gizi. Kelemahan Antropometri Gizi antara lain: a. Tidak sensitif Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu singkat dan tidak dapat membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan Fe. b. Faktor di luar Gizi ( penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri. c. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi.

16 d. Kesalahan ini terjadi karena: 1. Pengukuran 2. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi jaringan. 3. Analisis dan asumsi yang keliru. e. Sumber kesalahan, biasanya berhubungan dengan: 1. Latihan petugas yang tidak cukup. 2. Kesalahan alat atau alat tidak ditera. 3. Kesulitan pengukuran (Supariasa, 2002). Penggunaan pengukuran antropometri, khususnya pengukuran berat badan, merupakan prinsip dasar pengkajian gizi dalam asuhan medik. Dengan hasil pengukuran berat badan, dokter dan ahli gizi dapat menghitung berapa besar kebutuhan energi dan nutrien, khususnya protein dari makanan. Untuk mengkaji status gizi secara akurat, beberapa pengukuran yang spesifik juga diperlukan dan pengukuran ini mencakup Indeks Massa Tubuh atau IMT serta lingkaran perut (Hartono, 2006). 2. Indeks Massa Tubuh (IMT) Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit-penyakit tertentu juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Mempertahankan berat badan yang ideal atau normal adalah salah satu cara yang dapat dilakukan (Supariasa, 2002). Berat badan yang di bawah batas minimum dinyatakan sebagai underweight atau kekurusan, dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan sebagai overweight atau kegemukan. Orangorang yang berada di bawah ukuran berat normal mempunyai risiko

17 terhadap penyakit infeksi, sementara di atas ukuran normal mempunyai risiko tinggi terhadap penyakit degeneratif (Supariasa, 2002). Laporan FAO/WHO/UNU Tahun 1985 menyatakan bahwa batasan berat badan normal orang dewasa ditentukan berdasarkan nilai Body Mass Index (BMI). Istilah body mass index di Indonesia diterjemahkan menjadi Indeks Massa Tubuh atau IMT. IMT merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Supariasa, 2002). IMT dihitung dengan pembagian berat badan dalam kg oleh tinggi badan dalam meter pangkat 2. Kini IMT banyak digunakan di rumah sakit untuk mengukur status gizi pasien, karena IMT dapat memperkirakan ukuran lemak tubuh yang sekalipun hanya estimasi tetapi lebih akurat daripada pengukuran berat badan saja. Di samping itu, pengukuran IMT lebih banyak dilakukan saat ini karena orang yang kelebihan berat atau yang gemuk lebih beresiko untuk menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, hipertensi, osteoartritis, dan beberapa bentuk penyakit kanker (Hartono, 2006). Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur di atas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan. IMT tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya oedema, asites dan hepatomegali (Supariasa, 2002). Rumus IMT: IMT = BB TB 2

18 Keterangan : IMT : Indeks Massa Tubuh (kg/m 2 ) BB : Berat Badan (kg) TB : Tinggi Badan (m) Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO, yang membedakan batas ambang untuk laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal laki-laki adalah 20,1 25,0 dan untuk perempuan 18,7 23,8. Untuk kepentingan pemantuan dan tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu batas ambang antara laki-laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki-laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat. Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang dan akhirnya diambil kesimpulan ambang batas IMT bagi orang asia adalah seperti tabel 2 berikut ini: TABEL 2 KATEGORI AMBANG BATAS IMT Kategori IMT ( kg/m 2 ) Berat badan kurang < 18.5 Berat badan normal 18.5 22.9 Pre Obesitas >23 Obesitas ringan 23 24.9 Obesitas sedang 25-29.9 Obesitas berat 30 (Sumber: Hartono, 2006)

19 Berat badan normal adalah idaman bagi setiap orang agar mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Keuntungan apabila berat badan normal adalah penampilan baik, lincah, dan risiko sakit rendah. Berat badan yang kurang dan berlebihan akan menimbulkan risiko terhadap berbagai macam penyakit. Beberapa hal yang berhubungan dengan IMT adalah: a. Energi intake berlebih dan kurangnya aktivitas Gizi lebih disebabkan karena tidak seimbangnya makanan yang dikonsumsi terhadap kegiatan fisik yang dilakukan sehingga terdapat energi yang tersisa dan tertimbun sebagai lemak di dalam tubuh. Banyaknya energi intake seseorang tergantung dari kebutuhan untuk energy expenditure yang dipengaruhi oleh cuaca dingin, latihan, masa pertumbuhan, kehamilan, masa pemberian ASI dan lain-lain. Pada prinsipnya seseorang cenderung makan sesuai dengan kebutuhannya untuk hidup dan bekerja. Meskipun demikian kadang-kadang seseorang makan lebih banyak dan kadang lebih sedikit dari yang dibutuhkan. Kelebihan makan yang dilakukan berturut-turut dalam kurun waktu lama akan menyebabkan kenaikan berat badan dan apabila hal ini tidak segera dikontrol, maka akan mengakibatkan overweight dan obesitas. Adanya peningkatan energy expenditure, biasanya akan diikuti dengan kenaikan energi intake, tetapi apabila aktivitas menjadi sangat kurang dan keseimbangan menjadi terganggu karena energi intake menjadi lebih besar dari energy expenditure maka kelebihan energi ini akan ditimbun sebagai lemak dalam tubuh. Sebaiknya apabila seseorang menjadi sangat aktif, sedangkan penambahan energi intake tidak memenuhi, maka seseorang tersebut akan kehilangan berat badannya. Status gizi lebih mulai terlihat di Indonesia yang mana kejadiannya berhubungan dengan adanya kemajuan ekonomi,

20 kemakmuran, berlimpahnya makanan, adanya tingkatan sosial ekonomi dalam masyarakat dan adanya pola hidup sedentary (aktivitas sangat kurang) dari beberapa tingkatan masyarakat tertentu merupakan kunci dari kejadian obesitas, di mana pertambahan berat badan disebabkan karena rendahnya energy expenditure disertai dengan kelebihan makan. b. Faktor Keturunan Tingginya insiden obesitas pada orang tua dari anak yang obesitas dan kenyataan adanya anak-anak yang sudah menjadi obesitas sejak kecil menunjukkan bahwa masalah keturunan merupakan salah satu hal yang penting. Berat badan seseorang sangat tergantung dengan massa tubuh orang tuanya dan tidak ada hubungannya dengan massa tubuh orang tua angkatnya. c. Masalah Kejiwaan dan Kebiasaan Keluarga Beberapa masalah psikomatik dapat mendorong terjadinya makan secara berlebihan. Kecemasan dan perasaan tertekan seseorang yang mempunyai masalah atau tidak mempunyai hubungan baik dengan keluarganya membuat mereka apatis dan terisolir. Mereka hidup tanpa perhatian dari keluarga, sehingga mengalihkan permasalahannya dengan mengkonsumsi makanan secara tidak terkontrol. Dalam keadaan seperti ini dibutuhkan dukungan untuk mengatasi masalah kejiwaannya agar ia tidak jatuh ke dalam stadium depresi. Kebiasaan keluarga seperti tersedianya makanan yang berlebihan dan kebiasaan makan yang berlebihan atau kebiasaan untuk tidak melakukan banyak aktivitas yang banyak mengeluarkan tenaga dapat memicu terjadinya obesitas meski tanpa ada masalah kejiwaan. d. Sosial Ekonomi Individu dengan keadaan sosial ekonomi tinggi mempunyai kandungan jaringan adipose yang lebih besar dibandingkan dengan golongan sosial ekonomi rendah. Pada tingkat income yang sama,

21 wanita lebih gemuk dibandingkan dengan laki-laki pada semua golongan umur. Pada orang dewasa hubungan status gizi dengan income terlihat seirama pada laki-laki dan sebaliknya pada perempuan. Wanita gemuk akan lebih banyak ditemukan pada tingkat sosial ekonomi rendah dibandingkan dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Studi epidemiologi menunjukkan adanya hubungan yang erat antara status sosial ekonomi dan prevalensi obesitas dan hubungan ini sangat nyata pada wanita (Misnadiarly, 2007). e. Umur dan Jenis Kelamin Dari survey IMT (1996/1997) yang dilakukan pada orang dewasa laki-laki dan perempuan, dikatakan bahwa IMT meningkat dengan meningkatnya umur. IMT tertinggi golongan umur 41-55 tahun, yaitu overweight sebanyak 13.8% dan obesitas sebanyak 19.9%. Menurut jenis kelamin didapatkan overweight pada lakilaki sebesar 8.3%, pada perempuan sebesar 11.4%. Sedangkan obesitas pada laki-laki ditemukan sebesar 7.4% dan perempuan sebesar 14.7% (Depkes, 1997). C. Hubungan IMT dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe 2 Diabetes melitus terjadi pada orang yang memiliki status gizi gemuk atau tidak gemuk. Namun sebagian besar DM tipe 2 terjadi pada orang gemuk/obesitas. Prevalensi DM pada orang dewasa sangat berhubungan dengan kejadian kegemukan, konsumsi yang berlebihan dari makanan yang tinggi energi, sehingga akan mengakibatkan obesitas, akan tetapi tidak langsung mengakibatkan DM. Kegemukan akan mengakibatkan berkurangnya reseptor insulin pada sel target dan juga perubahan tingkat pasif reseptor yaitu berkurangnya transportasi gula dan perubahan metabolisme glukosa tingkat intraseluler. Dengan demikian akan timbul resistensi insulin dan pada gilirannya akan

22 terjadi DM. Mekanisme timbulnya DM cara ini terutama terjadi pada DM tipe 2. Secara klinis, obesitas diartikan sebagai kelebihan lemak pada sel adipose. Konsep dari 2 bentuk utama obesitas didasarkan atas teori sel adipose yaitu sel lemak yang didistribusikan dalam jumlah normal (tetapi mengalami hipertrofi) atau pertambahan jumlah dan pembesaran sel lemak (hipertrofi dan hiperpalsi). Pada obesitas yang terjadi di masa dewasa, kelebihan lemak akan didistribusikan dalam jumlah sel yang normal, dengan bentuk pembesaran sel lemak (hipertrofi), dengan pembesaran jaringan adipose, hal ini akan berhubungan dengan metabolisme yang tidak normal seperti kacaunya metabolisme karbohidrat, terjadinya hiperglikemia, dan hiperinsulinemia. Insensitivitas insulin dan hiperinsulinemia pada pasien obesitas yang berakibat pada kurang lancarnya metabolisme glukosa. Ini terutama berhubungan dengan besarnya ukuran sel lemak daripada dengan jumlah sel lemak. Pada hipertrofi sel lemak akan terjadi pengurangan jumlah reseptor insulin sehingga akan mengakibatkan resistensi insulin. Fungsi utama adipocites (sel-sel lemak) adalah untuk menyimpan trigliserida sebagai cadangan energi bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Sel-sel lemak tersebut telah terbukti memiliki aktivitas metabolisme yang berbeda dibandingkan dengan sel-sel lemak lainnya yang menyebar di mana-mana, terutama dengan memperhatikan kepekaan mereka terhadap hormonhormon tertentu. Sel-sel dimaksud diketahui lebih resisten terhadap insulin, namun memperlihatkan kepekaan yang lebih besar terhadap hormon katekolamin (hormon-hormon pengatur keseimbangan) yang berfungsi untuk mengimbangi insulin. Karena itu dirasakan oleh sebagian pakar bahwa obesitas bisa meningkatkan jenis resistensi terhadap insulin yang merupakan ciri diabetes tipe 2 (Mc.Wright, 2008). Pada obesitas terdapat kenaikan jumlah atau ukuran sel adiposa (sel lemak), tetapi sel ini sedikit mengandung reseptor insulin. Akibatnya, sel kurang bereaksi terhadap pengaruh insulin yang berguna dalam pengaturan metabolisme hidrat arang dan lemak.

23 Kadar insulin pada orang obesitas meningkat mengiringi pertambahan berat badannya, tetapi insulin tidak berfungsi secara efektif. Di sisi lain, kenaikan aktivitas enzim lipase mengiringi kenaikan massa jaringan adiposa menyebabkan penguraian lemak sehingga banyak dilepaskan asam lemak dalam darah, asam lemak bebas ini selanjutnya diangkut ke hati dan bersama kolesterol dalam hati akan dibuat menjadi suatu bentuk lipoprotein, VLDL (Very Low Density Lipoprotein). Akibat semuanya ini kolesterol dan trigliserida (lemak netral) dalam darah juga meningkat (Misnadiarly, 2007). Pada orang yang gemuk selalu ditemukan kadar asam lemak bebas yang tinggi. Meningkatnya asam lemak bebas pada orang yang gemuk disebabkan oleh meningkatnya pemecahan trigliserid (proses lipolisis) di jaringan lemak terutama di daerah visceral (perut). Asam lemak bebas yang tinggi dapat menyebabkan meningkatnya up-take sel terhadap asam lemak bebas dan memacu oksidasi lemak yang pada akhirnya akan menghambat penggunaan glukosa dalam otot (Mc. Wright, 2008).

24 D. Kerangka Teori Obesitas/ IMT Pola Makan Salah Aktivitas Fisik Kurang Keturunan (Herediter) Umur Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe 2 Hipertensi Dislipidemia E. Kerangka Konsep Indeks Massa Tubuh (IMT) Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe 2 F. Hipotesa Ada hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan kadar gula darah penderita DM tipe 2.

25