7TSOSIOLOGI HUKUM DALAM PARADIGMA SOSIAL

dokumen-dokumen yang mirip
9/8/2012 Sosiologi Hukum 1

MATERI KULIAH PENGANTAR ILMU HUKUM MATCH DAY 25 ILMU HUKUM SEBAGAI ILMU KENYATAAN (BAGIAN 1)

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

PERTUMBUHAN SOSIOLOGI HUKUM. 9/8/2012 Pertumbuhan Sosiologi Hukum

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM GARIS-GARIS BESAR POKOK PENGAJARAN (GBPP) SOSIOLOGI HUKUM

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Peranan Metodologi Dalam Penelitian / Kajian Hukum

METODE PENELITIAN HUKUM

11 Secara umum, diartikan bahwa kerangka teori merupakan garis besar dari suatu rancangan atas dasar pendapat yang dikemukakan sebagai keterangan meng

PENEGAKAN HUKUM DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI KABUPATEN BATANG T E S I S

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara hukum menganut sistem hukum Civil Law

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

KELAHIRAN SOSIOLOGI Pertemuan 2

Disusun oleh : Tedi Sudrajat, S.H. M.H. Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Tahun 2011

Latar Belakang Lahirnya Sosiologi Hukum

I. PENDAHULUAN. Perubahan kehidupan manusia pada era globalisasi sekarang ini terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila di dalam wadah Negara Kesatuan. tujuan dri pembangunan itu sendiri. Dalam dunia usaha yang selalu

BUDAYA HUKUM (LEGAL CULTURE) 9/8/2012 Budaya Hukum

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

BAB II TEORI SOSIOLOGI PENGETAHUAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB I SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU

filsafat meliputi ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Adapun filsafat hukum merupakan kajian terhadap hukum secara menyeluruh hingga pada tataran

BAB I PENGANTAR TATA HUKUM INDONESIA

ILMU HUKUM DIPANDANG DARI ASPEK PENGEMBANGAN PARADIGMA ILMU

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV ANALISIS PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI AH MENURUT PASAL 55 UU NO. 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARI AH

Para filsuf Eropa menyebut istilah akhir sejarah bagi modernisasi yang kemudian diikuti dengan perubahan besar.

Sosiologi Pendidikan Sosiologi Politik Sosiologi Hukum Sosiologi Agama Sosiologi Komunikasi

Oleh : Lia Aulia Fachrial, M.Si

Pandangan tokoh Teori Sociological Jurisprudence mengenai hukum yang baik dalam. masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang sekarang diberlakukan di

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang didalamnya

LATIHAN PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. yang dikemukakan oleh D.Simons Delik adalah suatu tindakan melanggar

9/8/2012 SISTEM SOSIAL & HUKUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

POLITIK HUKUM POKOK BAHASAN (1) Dosen: Prof. Dr. Guntur Hamzah, SH., MH.

EFEKTIFITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA SEBAGAI MITRA DAN PENGAWAS KEPALA DESA DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN DESA. Oleh : Hendi Budiaman, S.H., M.H.

Pengantar Sosiologi. Yesi Marince.S.IP., M.Si

BAB I PENDAHULUAN. luas yang terdiri dari beribu-ribu pulau yang besar dan pulau yang kecil. Sebagai

BAB I. PENDAHULUAN. kepala eksekutif dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga kepala eksekutif tidak

BAB XII. Aktualisasi Pancasila dalam Lingkungan Perguruan Tinggi

1 & 2. Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB III METODE PENELITIAN

PENYELESAIAN PELANGGARAN ADAT DAN RELEVANSINYA DENGAN PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA. Oleh : Iman Hidayat

BAB I PENDAHULUAN. alih hak dan kewajiban individu dalam lintas hubungan masyarakat yang

SEMINAR PSIKOLOGI TERAPAN

Prof.DR.H.GUNARTO,SH.SE.Akt.M.Hum.

IMPLEMENTASI PASAL 3 ANGKA 11 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 53 TAHUN 2010 TENTANG DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI PEMERINTAHAN KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berikut beberapa pengertian sosiologi hukum menurut para ahli:

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB III METODE PENELITIAN

LRC. Oleh : Harun Azwari (Peneliti LRC) Latar Belakang

1. Pancasila sbg Pandangan Hidup Bangsa

Sosiologi politik MEMAHAMI POLITIK #3 Y E S I M A R I N C E, M. S I

ULANGAN HARIAN SEMESTER GANJIL MATA PELAJARAN SOSIOLOGI KELAS X TAHUN AJARAN 2016/2017

PERAN PSIKOLOGI DIBIDANG KRIMINAL

PANCASILA DAN EMPAT PILAR KEHIDUPAN BERBANGSA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

RUANG LINGKUP MATA KULIAH PANCASILA

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

BAB I PENDAHULUAN. Seluruh kegiatan politik berlangsung dalam suatu sistem. Politik, salah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia sebagai Negara Kesatuan menganut Asas

DEFINISI, OBJEK DAN KELAHIRAN SOSIOLOGI. Pertemuan 2

SKRIPSI UPAYA POLRI DALAM MENJAMIN KESELAMATAN SAKSI MENURUT UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

Kuliah ke-2: Paradigma Teori Sosiologi

I. PENDAHULUAN. seluruh bangsa di negeri ini. Sebagai lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara

2014 PEMIKIRAN MUBYARTO TENTANG EKONOMI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. dari masyarakat yang masih berbudaya primitif sampai dengan masyarakat yang

MASALAH KORUPSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan, Sehingga secara teoritis masih diandalkan sebagai badan yang

BAB I PENDAHULUAN. kematian, perkawinan, perceraian, pengesahan anak dan pengakuan anak.

Oleh : Didit Susilo Guntono NIM. S BAB I PENDAHULUAN

PANCASILA IDEOLOGI TERBUKA

BAB I PENDAHULUAN. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

KEDUDUKAN MASYARAKAT HUKUM ADAT DALAM PENGELOLAAN HUTAN MENURUT UU NO. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang pelanggaran prosedur perceraian bagi PNS di

The Public Administration Theory Primer (Sebuah Kesimpulan)

Makna Pancasila Sebagai Sistem Etika

BAB I PENDAHULUAN. yang paling berperan dalam menentukan proses demokratisasi di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebijaksanaan ( policy) merupakan kata istilah yang digunakan sehari-hari, tetapi karena

BAB IV METODE PENULISAN SEJARAH YANG DIGUNAKAN OLEH DELIAR NOER. A. Sumber-sumber yang Digunakan Deliar Noer

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

DAFTAR PUSTAKA. Abdulkadir Muhammad Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bhakti.

Definisi tentang Hukum Berbagai pandangan ahli tentang hukum dipaparkan sebagai berikut:

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Eksistensi Pancasila dalam Konteks Modern dan Global Pasca Reformasi

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN X (SEPULUH) SOSIOLOGI SOSIOLOGI: ILMU MASYARAKAT

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI. Bab ini menyajikan sejumlah kesimpulan yang meliputi kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung secara normal, tetapi dapat juga

Transkripsi:

7TSOSIOLOGI HUKUM DALAM PARADIGMA SOSIAL Liky Faizal* Abstrak 121 Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Tujuan sosiologi hukum di dalam kenyataan seperti berikut: berguna untuk terhadap kemampuan memahami hukum di dalam konteks sosial, memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, mengubah masyarakat, mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan social yang tertentu dan memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat. Kata Kunci: Sosiologi hukum, gejala sosial,hukum Pendahuluan Hukum telah lama ada dan keberadaannya telah diakui serta digunakan untuk berbagai keperluan. Tetapi hukum yang benar-benar otonom di masyarakat kita tentulah masih menjadi pertanyaan besar karena makna yang ada dibalik hukum yang terbentuk (undangundang atau peraturan lainnya) seringkali lebih dominan (seperti unsur politik, ekonomi dan kepentingan lain) dibandingkan makna hukum yang berciri keadilan. Otonomi hukum perlu ditumbuhkan agar hukum sebagai suatu sistem tersendiri mempunyai kebebasan untuk

mengembangkan dirinya sesuai dengan kebutuhan masyarakat berupa keadilan dan tuntutan ilmu pengetahuan berupa timbulnya teori hukum yang lebih komprehensif. Membicarakan sosiologi hukum tidak bisa dilepaskan dari fakta atau realitas karena sosiologi hukum berparadigma fakta sosial. Sosiologi hukum merupakan cabang khusus dari sosiologi yang berperhatian untuk mempelajari hukum tidak sebagai konsep-konsep normatif melainkan sebagai fakta sosial. Berparadigma fakta sosial berarti tidak mengkaji nilai, norma atau ide apapun tentang hukum. Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. Berbeda dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan seharihari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum, dampak dan efektifitas hukum, serta kultur hukum Untuk memahami bekerjanya hukum, dapat dilihat fungsi hukum tersebut di dalam masyarakat. Fungsi tersebut dapat diamati dari beberapa sudut pandang, yaitu sebagai sosial kontrol 1, sebagai alat untuk mengubah masyarakat, sebagai simbol, sebagai alat politik, maupun sebagai alat integrasi.hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Sejak jaman Yunani dan Romawi sampai sekarang hukum mengalami perkembangan yang luar biasa yang mungkin saja orang Yunani dan Romawi dahulu tidak akan dapat memperkirakan hal-hal yang terjadi sekarang dalam bidang hukum. Perkembangan ini tidak bisa dilepaskan dari sifat hukum yang selalu berada di tengah- * Liky Faizal merupakan staf pengajar Mata Kuliah Ilmu Politik dan Pemerintahan pada Fakultas Syariah IAIN Raden Intan Lampung 1 Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung, Penerbit Angkasa, h. 6 122

tengah masyarakat sedangkan masyarakat itu sendiri senantiasa mengalami perkembangan. Pendapat yang hendak dikemukakan pada awal tulisan ini adalah apakah hukum itu berkembang mengikuti perkembangan masyarakat atau sebaliknya masyarakat berkembang karena adanya camput tangan hukum. Jika diikuti jalan pikiran yang pertama maka yang akan dipakai sebagai dasar pijakan adalah ajaran von Savigny mengenai hukum tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat dan jika yang dipakai adalah jalan pikiran yang kedua maka pendekatannya lebih mengarah kepada apa yang telah dikemukakan oleh John Austin yang memandang hukum sebagai perintah dari penguasa yangberdaulat. Austin memisahkan hukum dan keadilan, ini adalah kekeliruan besar karena bagaimanapun inti hukum adalah keadilan. Pemisahan ini tidak didasarkan pada pengertian baik atau buruk akan tetapi didasarkan pada kekuasaan dari sesuatu yang lebih kuat (the power of a superior). Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa aliran hukum imperatif dari Austin tidak menghendaki hukum yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakatnya sendiri. Hukumnya adalah hukum penguasa yang superior untuk kepentingan penguasa itu sendiri. Rumusan Masalah 1. Apakah yang uraikan di atas merupakan suatu gambaran adanya dua sisi yang berbeda dalam pandangan mengenai hukum yang berasal dari dua sisi yang berbeda? 2. Apakah dua pandangan ini menjadi dasar pijakan untuk melihat lebih jauh hukum yang berkembang di Indonesia dalam menghadapi perkembangan zaman? Landasan Teori 123

Definisi sosiologi (1839) 2 yang berasal dari kata latin socius yang berarti kawan dan kata Yunani Logos yang berarti kata atau bicara. Jadi sosiologi berarti bicara mengenai masyarakat bagi Auguste Comte sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Comte berkata bahwa sosiologi harus dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak kepada spekulasispekulasi perihal keadaan masyarakat. Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Ini karena sejak dilahirkan di dunia ini manusia telah sadar bahwa dia merupakan bagian dari kesatuan manusia yang lebih besar dan lebih luas lagi dan bahwa kesatuan manusia tadi memiliki kebuyaan. Selain itu, manusia sebetulnya telah mengetahui, bahwa kehidupan mereka dalam masyarakat pada hakikatnya diatur oleh bermacam-macam aturan dan pedoman. Sosiologi hukum juga dapat membantu untuk memberikan kejelasan mengenai kemampuan yang ada pada undang-undang serta pengaruh-pengaruh apa saja yang dapat ditimbulkan oleh bekerjanya undang-undang itu dalam masyarakat. Pembahasan Perkembangan Ke Arah Ilmu Hukum Sosiologis Memasuki Abad XX mulai muncul pemikiran untuk meberikan penjelasan lebih baik terhadap hekakekat hukum dan tempat hukum dalam masyarakat. Ketidakpuasan terhadap positifisme kian berekembang karena paham tersebut acapkali tidak sesuai dengan keadilan dan kebenaran sehingga muncul gerakan-gerakan untuk melawan positifisme. Jika berhadapan dengan formalisme, dimana hakim dalam suatu kasus kadang sulit untuk membuktikan meskipun yakin kalau si pelaku bersalah. Menurut Gustav Radbruh hukum harus mengandung 2 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Cet 38, 2005, h. 3 124

tiga nilai idealitas: yuridis 1. Kepastian Filosofis 2. Keadilan Sosiologis 3.Kemanfaatan Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, ada 3 karakteristik sosiologi hukum sebagai ilmu: 1. Bertujuan untuk memberikan penjelasan terhadap praktek-praktek hukum 2. Menguji empirical validity dari peraturan/pernyataan dan hukum 3.sebagai Pohon Ilmu Hukum. 4. Tidak melakukan penilaian terhadap perilaku hukum tetsachenwissenschaaft yang melihat law as it is in the book tidak selalu sama dengan law as it is in society, namun hal tersebut tidak perlu dihakimi sebagai sesuatu yang benar atau salah. Nuansa Kolonial Dalam Negara Nasional Hukum yang ada di Indonesia (minus hukum adat) sebagian besar masih didominasi oleh hukum peninggalan kolonial Belanda melalui produk-produknya yang sekarang masih berlaku dengan berbagai modifikasi, dilengkapi dengan undang-undang baru untuk mengatur bidang yang baru muncul kemudian. Tidak dapat disangkal bahwa pada masa kolonial, hukum tidak digunakan dalam fungsinya yang positif, dalam pengertian tidak digunakan untuk tujuan hukum itu sendiri yaitu memberi keadilan tetapi lebih tepat disebut sebagai alat penjajah untuk memperkuat posisinya dan mendapatkan legitimasi dalam menghukum para pejuang kemerdekaan.hukum menjadi sub sistem dari sistem penjajahan sehingga hukum tidak mempunyai otonomi. Hukum dalam tahap ini menurut pandangan Nonet dan Selznick masih berada dalam tahap hukum represif atau jika dipandang dari teorinya Roscou Pound hukum dipandang sebagai alat penguasa (baik dalam fungsinya sebagai social control maupun as a tool as social engineering) yang bertujuan untuk mengkooptasi rakyat Indonesia agar tidak melakukan tindakan yang merugikan penjajah. Pandangan hukum dari penjajah adalah pandangan hukum Austin yang imperatif. Kehidupan hukum yang demikian oleh Rudolf von Jhering dipandang terlalu sibuk dengan konsep-konsep sehingga ilmu hukum untuk kepentingan sosial sehingga hukum menjadi mandul apabila dipisahkan dari lingkungannya. Austin berpendapat hukum merupakan suatu proses sosial untuk mendamaikan perselisihan- 125

perselisihan dan menjamin adanya ketertiban dalam masyarakat. Tugas ilmu pengetahuan hukum adalah untuk mempelajari dan berusaha untuk menjelaskan sifat hakekat dari hukum, perkembangan hukum serta hubungan hukum dengan masyarakat. Ilmu hukum (science of jurisprudence) mengani hukum positif atau laws strictly so called tidak memperhatikan apa hukum itu baik atau tidak. Semua hukum positif berasal dari satu pembuat undang-undang yang terang, tertentu dan berdaulat (soverign) Ketertiban bagi penjajah merupakan hal yang sangat penting. Hal ini berkaitan dengan kegiatan bisnis mereka agar tidak terganggu dan uang hasil penjualan rempah-rempah dan cengkeh tidak dihamburkan untuk biaya perang sehingga keuntungan yang diperoleh bisa diangkut ke Belanda. Bangsa Indonesia sebagai negara terjajah atau sebagai negara pinggiran tidak memiliki peran yang berarti dalam kehidupan hukum. Peran pinggiran bangsa Indonesia antara lain dapat dilihat dalam diskusi dan debat mengenai perlakuan terhadap hukum adat. Bangsa Indonesia sama sekali tidak diberi kesempatan untuk berbicara mengenai suatu permasalahan besar yang menyangkut dirinya dan hanya menjadi penonton dan obyek kontrol oleh hukum. Sebagai negara pinggiran maka segala keputusan dan siasat ditentukan dari Den Haag.Sesudah Indonesia merdeka, hukum masih juga dipandang sebagai alat penguasa, ini terbukti dengan adanya UU No. 19/1964 yang menentukan bahwa hukum merupakan alat revolusi pancasila menuju masyarakat sosialis Indonesia. Sekali lagi ini menjadi bukti bahwa kekuasaan yudikatif tidak berdaya menghadapi kekuatan eksekutif sehingga mekanisme check and balance tidak berjalan, Perubahan dari negara pinggiran ke negara sebagai pelaku penuh dalam kehidupan hukum tidak dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh bangsa Indonesia malahan mewarisi sikap kolonial yang tidak memajukan hukum sebagai instrumen membangun bangsa. Memasuki orde baru Indonesia mulai melakukan industrialisasi. Pemanfaatan tenaga manusia mulai ditinggalkan dan diganti dengan mesin-mesin modern. Modernisasi dalam indutrialisasi membawa dampak yang tidak sedikit pada masyarakat. 126

Jika modernisasi dipandang sebagai transisi menuju masyarakata modern, waktu dan pentahapan modernisasi seringkali dilalaikan. Bukti historis dan komparatif jelas mengungkap bahwa modernisasi tidak dapat berlangsung dua kali melalui cara yang sama. Variasi waktu dan pentahapan dapat dipengaruhi misalnya oleh inisiatif dan perencanaan pemerintah, oleh persaingan dan peniruan, oleh difusi kebudayaan dan ideologi. Sebenarnya hukum Indonesia perkembangannya sudah menuju pada hukum yang modern, ditandai dengan diterimanya hukum sebagai alat rekayasa sosial, sebagai sarana kebijakan negara. Diterimanya hukum sebagai sarana rekayasa sosial memperkuat pemahaman bahwa hukum adalah buatan manusia, sebagai keputusan politik hukum sangat diwarnai oleh tujuan-tujuan, kepentingan-kepentingan dan selektivitas serta dipengaruhi oleh konteks seperti kondisi-kondisi sosial, ekonomi, politik, budaya, hukum dan hankam serta struktur-struktur yang ada. Dalam bidang ilmu pengetahuan hukum, pemerintah orde baru tidak peduli dengan hal ini. Pemerintah terlalu sibuk dengan memanfaatkan hukum untuk kepentingannya. Justru yang dikembangkan adalah usaha mengganti produk undang-undang peninggalan kolonial tetapi subtansi dari peraturan itu kadang-kadang tidak sesuai dengan apa yang ada di Indonesia. Sebagai parameternya adalah berapa undang-undang atau peraturan kolonial yang telah diganti. Hukum yang Fleksibel dan Tuntutan Perubahan Dalam kehidupan hukum, saat ini adalah masa transisi yang kedua setelah transisi yang pertama seperti tersebut di atas tidak membawa pengaruh yang besar terhadap kehidupan hukum yang masih diwarnai nuansa kolonial. Pada masa transisi yang kedua ini merupakan masa untuk membangun hukum secara baik, tetapi yang harus diperhatikan oleh pembuat undang-undang adalah perlu ditumbuhkan pengertian bahwa hukum bukanlah sesuai yang eksak, pasti dan steril. Sistem hukum sendiri mendapat sebutan yang tidak menyenangkan, yaitu sebagai dualisme dalam hukum. Istilah dualisme hukum ini memberikan gambaran tentang kontradiksi-kontradiksi antara hukum 127

dalam teori dengan hukum dalam praktek, antara validitas dan efektivitas dari hukum, antara norma dan fakta sebagai kenyataan. Kontradiksi-kontradiksi ini sering membingungkan bagi orang-orang yang berniat untuk mempelajari ilmu hukum secara mendalam. Mungkin ahli hukum akan menyangkal kenyataan ini dan bahkan akan menuduh bahwa ini hanyalah merupakan alasan yang dibuat-buat saja. Castberg F. 3 memberikan reaksi terhadap pandangan yang dualistik dari karakter hukum ini, yaitu suatu fakta bahwa orang mengenal karakter normatif dari hukum sebagai suatu sistem normatif yang mengikat, tidak pernah berusaha membuat solusi yang dapat memecahkan problem yang menyangkut hubungan antara hukum dengan realitas. Dasar-dasar dari hukum adalah keputusan-keputusan faktual yang didasarkan pada fakta-fakta, bentuk-bentuk tindakan atau perilaku individu dan kesadaran akan kewajiban yang semuanya terletak di dalam kenyataan yang bersifat psycho-psycsical. Problem kemudian terjadi karena hukum - seperti digambarkan Kelsen- muncul ke permukaan baik sebagai sollen dan sein. Suatu kenyataan bahwa kedua kategori itu secara logis berbeda dan terpisah satu sama lain Persepsi normatif dogmatis pada hakekatnya menganggap apa yang tercantum dalam peraturan hukum sebagai deskripsi dari keadaan yang sesuangguhnya. Tetapi seperti dikatakan oleh Chamblis dan Seidman kita sebaiknya mengamati tentang kenyataan bagaimana sesungguhnya pesan-pesan, janji-janji serta kemauan hukum itu dijalankan. Janganlah peraturan hukum itu diterima sebagai deskripsi dari kenyataan. Apabila yang demikian terjadi maka sesungguhnya kita telah membuat mitos tentang hukum padahal mitos yang demikian itu setiap hari dibuktikan kebohongannya. Agar tidak termakan oleh mitos-mitos itu maka kita harus mempelajari fakta atau relaitas yang ada di masyarakat. Fakta sosial yang ada di masyarakat tak dapat dipelajari dan dipahami hanya 3 Castberg F,1957, Problem of Legal Philosophy, Oslo University Press, London, 2nd Edition, h. 34 128

melalui kegiatan mental murni atau melalui proses mental yang disebut dengan pemikiran spekulatif. Untuk memahaminya diperlukan suatu kegiatan penelitian empiris, sama halnya dengan ilmu pengetahuan alam (natural sciences) dalam mempelajari obyek studi. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakan sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi obyek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Norma hukum merupakan fakta sosial seperti halnya arsitektur karena norma hukum adalah barang sesuatu yang berbentuk material. Sedangkan fakta sosial yang lain seperti opini hanya dapat dinyatakan sebagai barang sesuatu, tidak dapat diraba dan adanya hanya dalam kesadaran manusia. Kembali kepada permasalahan hukum di Indonesia dan ke arah mana hukum hendak di bangun, maka untuk itu harus diperhatikan beberapa hal yang agar perubahan dalam hukum betul-betul menyentuh masyarakat sebagai suatu kesatuan, bukan segelintir elit yang memegang kekuasaan. Untuk itu pertanyaan yang harus diajukan adalah darimanakah datangnya perubahan sosial yang sekarang terjadi dan apa sebab-sebab terjadinya perubahan itu. Perubahan sosial yang terjadi di Indonesia saat ini dapat dipandang dari berbagai segi, misalnya dari segi ekonomi maka titik tolaknya adalah krisis moneter (yang bermula pada tahun 1997) dan jika dilihat dari segi politik maka titik tolaknya adalah kehidupan yang tidak demokratis dan melahirkan pemerintahan yang totaliter. Berbagai perkembangan itu berpengaruh terhadap kehidupan hukum. Jika pada masa kolonial dan orde lama hukum digunakan sebagai alat (sebagai alat kepentingan politik), demikian juga pada orde baru (sebagai alat kepentingan ekonomi). Dari ketiga masa yang telah dijalani oleh pemerintah Indonesia itu hukum menjadi sub sistem dari sistem yang lebih besar dan dari sini nampak bahwa hukum sesungguhnya tidak mempunyai fleksibilitas atau keluwesan untuk mengembangkan dirinya dan tuntutan masyarakat. Dalam masa reformasi, hukum seakan-akan mengalami chaos, artinya keberadaan hukum dipertanyakan dan disangsikan keefektifannya oleh masyarakat 129

sehingga merebak apa yang dinamakan eigenrichting. Pandangan masyarakat yang demikian dapat dimaklumi dengan anggapan bahwa hukum itu buatan manusia, kenapa tidak boleh dilanggar dan dibuat hukum yang lebih baru dan bermanfaat. Fungsi dan tugas hukum dalam masa ini mengalami reorientasi dan reformasi untuk menyesuaikan perkembangan masyarakat. Saat ini sebenarnya saat yang tepat bagi hukum untuk menunjukkan otoritasnya sebagai satu kekuatan yang pantas diperhitungkan dalam perkembangan bangsa. Tetapi apa yang terjadi sepertinya tidak sesuai dengan harapan karena produk-produk yang muncul saat ini adalah produk yang mencerminkan kepentingan ekonomi (melalui IMF) dan kepentingan politik (tarik ulur partai politik) Kita sebenarnya mengharapkan agar hukum Indonesia yang dibangun berdasarkan pada kepentingan atau kemauan rakyat bukan penguasa. Hukum lama sudah terbukti tidak mampu mengatasi permasalahan yang ada yang berdampak pada kesengsaraan rakyat. Hukum harus berubah dengan lebih banyak memperhatikan rakyat kecil yang selama ini menjadi korban pembangunan yang tidak pada tempatnya. Apa yang diharapkan tentu saja dapat terwujud apabila hukum benar-benar memiliki fleksibilitas dalam mengembangkan dirinya tanpa campur tangan kekuasaan. Pendekatan Sosiologi Hukum a. Pendekatan Hukum Positivistik, Normatif, Legalislitik, Formalistik. Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan morma yang harus dipahami dengan meanganilis teks atau bunyi undangundang atau peraturan yang tertulis. Dalam rangka mempelajari teksteks normatif tersebut maka yang menjadi sangat penting untuk menggunakan logika hukum (legal reasoning) yang dibangan atas dasar asas-asas, dogma-dogma, doktrin-doktrin, dan prinsip-prinsip hukum terutama yang berlaku secara universal dalam hukum (modern). Dalam kenyataannya pendekaan ini memiliki kelemahan atau kekurangan karena tidak dapat menjelaskan kenyataan-kenyataan hukum secara memuaskan, terutama ketika praktek hukum tidak 130

sesuai dengan aturan-aturan hukum yang tertulis. Seperti ketika prinsip hukum undang-undang menyatakan bahwa hukum tidak boleh berlaku diskriminiatif atau equality before the law, hukum tidak boleh saling bertentangan, siapa yang bersalah harus dihukum, hukum harus ditegakkan sekalipun langit akan runtuh dan sebagainya, namun kenyataannya terdapat kesenjangan (gap atau diskrepansi) dengan kenyataan hukum yang terjadi. b. Pendekatan Hukum Empiris, Sosiologis, Realisme, Konteks Sosial. Pendekatan ini lebih melihat hukum sebagai bangunan sosial (social institution) yang tidak terlepas dari bangunan sosial lainnya. Hukum tidak dipahami sebagai teks dalam undang-undang atau peraturan tertulis tetapi sebagai kenyataan social yang menafest dalam kehidupan. Hukum tidak dipahami secara tekstual normative tetapi secara konteksual. Sejalan dengan itu maka pendekatan hukum tidak hanya dilandasi oleh sekedar logika hukum tetapi juga dengan logika social dalam rangka seaching for the meaning. Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan berbagai fenomena hukum yang ada melalui alat bantu logika ilmu-ilmu sosial. Berbagai praktek-praktek hukum yang tidak sesuai dengan aturan normative, disparitas hukum, terjadinya deviant behavior, anomaly hukum, ketidakpatuhan (disobedience), pembangkangan hukum, violent, kriminalisme dan sebagainya akan lebih mudah dijelaskan melalui pendekatan ini. Perbandingan dua model pendekatan hukum Aspek Hukum Positivis analitis (Jurisprudential) Model Sosiologis Fokus Peraturan Struktur Sosial Proses Logika Perilaku (behavior) Lingkup Universal Variabel Perspektif Pelaku (Participant) Pengamat (Observer) Tujuan Praktis Ilmiah Sasaran Keputusan (Decission) Penejelasan (Expalanation). c. Menuju Pendekatan Hukum yang Holistik dan Visoner. Sebagai upaya menuju pemahaman hukum secara holistic dan visoner kiranya diperlukanm adanya pergeseran paradigma (paradigm shift) dimana kedua pendekatan tersebut dapat digunakan secara sinergis dan komplementer. Artinya, pendekatan terhadap hukum 131

tidak hanya mengambil salah satu, tetapi harus mengambil keduannya secara utuh sehingga akan dapat dilakukan analisis secara holistic dan komprehensif. Pendekatan hukum yang positistik saja akan menyebabkan hukum akan teralienasi dari basis sosial dimana dimana hukum itu berada. Pendekatan ini semata mungkin akan dapat memperoleh nilai kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum. Sebaliknya pendekatan hukum empiris, sosiologis, realisme, atau konteks sosial saja akan menyebabkan seolah-oleh hukum tertulis menjadi tidak diperlukan tetapi hanya melihat realitas hukum yang terjadi. Jika pendekatan ini dipakai sebagai satu-satunya alat dalam memahami hukum maka sangat dapat mengakibatkan terjadinya ketidakpastian hokum bahkan dikhawatirkan tidak lagi diperlukan lagi adanya hukum atau undang-undang sehingga lebih lanjut dapat terjadi anarkisme hukum. Kesimpulan Sosiologi hukum adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang secara empiris dan analitis mempelajari hubungan timbal-balik antara hukum sebagai gejala sosial, dengan gejala-gejala sosial lain. Tujuan sosiologi hukum di dalam kenyataan seperti berikut:berguna untuk terhadap kemampuan memahami hukum di dalam konteks sosial, memberikan kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat, baik sebagai sarana pengendalian sosial, mengubah masyarakat, mengatur interaksi sosial agar mencapai keadaan social yang tertentu dan memberikan kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk mengadakan evaluasi terhadap efektivitas hukum di dalam masyarakat. Hukum di Indonesia terbukti telah menjadi alat kekuasaan, hukum bukanlah sesuatu yang otonom karena menjadi sub sistem dari sistem lain yang lebih besar. Keadaan ini harus diperbaiki pada saat ini karena saat ini adalah momentum yang tepat untuk itu dimana hukum harus menunjukkan otoritasnya dan secara fleksibel mengikuti perkembangan dan tuntutan rakyat. Pengertian yang fleksibel dari hukum di sini jangan diartikan bahwa hukum itu plin-plan dalam 132

menghadapi perkembangan jaman, tetapi pengertian yang benar dalam konteks ini adalah bagaimana hukum dapat menempatkan diri dalam posisinya sebagai institusi yang keberadaannya dibutuhkan oleh rakyat dalam sebuah negara yang demokratif. Jadi lebih tepatnya fleksibelitas hukum ini dapat dikaitkan dengan adaptasi hukumterhadaptuntutanrakyat. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaiman seorang pemegang peranan (role occupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana seorang itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi-peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembagalembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respons terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peranan Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksisanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan balik yang datang dari pemegang peran serta birokrasi. Daftar Pustaka George Ritzer, Sosiologi, Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, Penyunting Alimandan, Rajawali Press, Jakarta, 1995. Adam Podgorecki & Christoper J. Whelan, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, 1978. Castberg F., Problem of Legal Philosophy, Oslo University Press, London, 2nd Edition, 1957 I.S. Suanto, Lembaga Peradilan dan Demokrasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa 133

Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996 Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum, Suatu Tinjauan Sosiologis, BPHN Depkeh dan Sinar Baru, Bandung, tanpa tahun. Reinhard Bendix, The Comparative Analysis of Historis Change, dalam Soscial Theory and Economic Change, disunting oleh T. Burns & S.B. Saul, Tavistock Publication, London, Rudolf von Jhering dalam Soerjono Soekanto, Kegunaan Sosiologi Hukum Bagi Kalangan Hukum Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal. 20. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991. Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk Memahami Proses-proses Sosial Dalam Konteks Pembangunan dan Globalisasi, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996. Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Cet 15, 2005 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, Cet 38, 2005. Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Pradnya Pramamita, Jakarta, 1988. W. Froedmann, Teori dan Filsafat Hukum (Susunan I), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1993. Satjipto Rahardjo, Hukum Dan Masyarakat, Bandung, Penerbit Angkasa, tt Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2007 Soetandyo Wignyosiebroto, Sosiologi Hukum: Perannya Dalam Pengembangan Ilmu Hukum dan Studi Tentang Hukum, Makalah pada seminar tentang Pendayagunaan Sosiologi 134

Hukum Dalam Masa Pembangunan dan Restrukturisasi Global dan Pembentukan ASHI di Semarang, 12-13 Nov. 1996. 135