BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM

BAB IV PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM DI WILAYAH PERENCANAAN

BAB III PENENTUAN KEBUTUHAN AIR MINUM

TEKNIK PENYEDIAAN AIR MINUM TL 3105 SLIDE 03. Yuniati, PhD

Tabel IV.1 Guna Lahan Perumahan Dan Proyeksi Jumlah Penduduk

BAB IV DASAR PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA NIAMEY

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

STUDI KEBUTUHAN AIR PERKOTAAN BANJARMASIN SEBAGAI IBUKOTA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN ABSTRAK

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH KELURAHAN KAYAWU KOTA TOMOHON

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DESA LOBONG, DESA MUNTOI, DAN DESA INUAI KECAMATAN PASSI BARAT KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

PENGEMBANGAN SISTIM PELAYANAN AIR BERSIH

BAB V PEMBAHASAN. Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 270 sampel di wilayah usaha

BAB II LANDASAN TEORI. pelayanannya dapat menggunakan Sambungan Rumah (SR), Sambungan Halaman

DESAIN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN TINOOR

BAB PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Latar Belakang 1

Perencanaan Air Bersih

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Data Dalam penulisan ini, diperlukan data-data penunjang untuk menjawab

KAJIAN KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT KOTA LUBUK BASUNG DALAM MENDAPATKAN PELAYANAN AIR BERSIH

Analisis Sistem Penyediaan Air Bersih di PDAM Tirta Silau Piasa, Kisaran Barat, Asahan, Sumatra Utara

pekerjaan yang sistematis mulai dari awal sampai selesainya pekerjaan, sehingga

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PERENCANAAN BANGUNAN PENGOLAHAN AIR PEJOMPONGAN II DENGAN METODE KONVENSIONAL

TUGAS KELOMPOK PREDIKSI KEBUTUHAN DOMESTIK AIR BERSIH DI SUATU KLASTER PERUMAHAN/SUATU DAERAH BAHAN PRESENTASI DISUSUN OLEH :... NIM :...

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA RANOLAMBOT KECAMATAN KAWANGKOAN BARAT KABUPATEN MINAHASA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH IKK ALALAK

PROFIL KABUPATEN / KOTA

STANDAR KEBUTUHAN AIR DAN KOMPONEN UNIT SPAM I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.ENG

ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU TIMUR SUMATERA SELATAN

Kata Kunci : IPA Penet, Daerah Layanan, Jaringan Distribusi Utama, Suplesi dan software WaterNet

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KAWASAN PERUMAHAN GRIYA PEMULA (WELONG ABADI) KECAMATAN PALDUA MANADO

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN DISTRIBUSI PDAM IKK DURENAN KABUPATEN TRENGGALEK

PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH BAGI MASYARAKAT DI PERUMNAS PUCANGGADING TUGAS AKHIR

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PROFIL KECAMATAN TOMONI 1. KEADAAN GEOGRAFIS

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH KOTA PALANGKARAYA

BAB I PENDAHULUAN. Sewon untuk diolah agar memenuhi baku mutu yang telah ditetapkan sebelum

PENGEMBANGAN SISTEM PELAYANAN AIR BERSIH DI KELURAHAN GURABUNGA KOTA TIDORE KEPULAUAN

PERENCANAAN PIPA DISTRIBUSI AIR BERSIH KELURAHAN SAMBALIUNG KECAMATAN SAMBALIUNG KABUPATEN BERAU ABSTRAK

STRATEGI PENINGKATAN PELAYANAN PDAM KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN GUNA PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BERSIH MASYARAKAT KOTA SO E

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA SEA KECAMATAN PINELENG KABUPATEN MINAHASA

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 42 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 42 TAHUN 2012 TENTANG

DESAIN SISTEM JARINGAN DAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PEDESAAN (STUDI KASUS DESA WAREMBUNGAN)

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA MUNTE KECAMATAN LIKUPANG BARAT KABUPATEN MINAHASA UTARA

PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V ANALISIS HASIL SIMULASI HIDROLIS JARINGAN DISTRIBUSI PDAM BADAKSINGA

ANALISIS KEBUTUHAN AIR BERSIH (PDAM) KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU UNTUK 10 TAHUN KE DEPAN

VI. PUSAT PERTUMBUHAN DAN PENYEBARAN FASILITAS PELAYANAN WILAYAH CIANJUR SELATAN

PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH IKK ALALAK

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK ZONA PELAYANAN IPA PILOLODAA KOTA GORONTALO

Halaman Judul Daftar isi. Daftar Tabel Daftar gambar Kata Pengantar. Bab I. Pendahuluan Latar belakang Tujuan Manfaat.

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV.GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Gedung Aji memiliki luas wilayah sekitar 114,47 km 2 beribukota di

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 17 TAHUN 2006 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KOTA HAURGEULIS KABUPATEN INDRAMAYU TAHUN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2015 NOMOR 28 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 28 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2007 NOMOR 8 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA TANDENGAN, KECAMATAN ERIS, KABUPATEN MINAHASA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BANDUNG KIDUL

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. SejarahSingkatKecamatanTampanPekanbaru

RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM AIR BERSIH PDAM DI KECAMATAN LUBUK SIKAPING

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA SULUUN SATU KECAMATAN SULUUN TARERAN KABUPATEN MINAHASA SELATAN

-1- DOKUMEN STANDAR PERENCANAAN TEKNIS TERINCI

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pekanbaru dengan wilayah lainnya dan juga keacamatan Lima Puluh juga mejadi

PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI KELURAHAN LAHENDONG KECAMATAN TOMOHON SELATAN KOTA TOMOHON

KAJIAN ALTERNATIF PENYEDIAAN AIR BAKU UNTUK PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERIKANAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG

PERENCANAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH DI DESA DUMOGA II KECAMATAN DUMOGA TIMUR KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG LOKASI PENELITIAN

ABSTRAK. : SPAM Kampus, Sistem Pengaliran Kombinasi, Pompa, Menara Reservoir, WaterNet

TUGAS AKHIR PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN SEBAGAI. Dosen Pembimbing : Dr. Ali Masduqi, ST. MT. Nohanamian Tambun

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB IV DASAR PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2012 NOMOR 9 SERI E

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

ALTERNATIF PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH UNTUK ZONA PELAYANAN IPA SEA KOTA MANADO

BUPATI PONOROGO PERATURAN BUPATI PONOROGO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG PENETAPAN TARIF AIR MINUM PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN PONOROGO

Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl. Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III TINJAUAN UMUM DAN RENCANA PENGEMBANGAN DAERAH PERENCANAAN

BERITA DAERAH KOTA BOGOR

Katalog : pareparekota.bps.go.id

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIANN. 1. Kelurahan Simpang Baru. 2. Kelurahan Sidomulyo Barat : 13,69 km Kelurahan Tuah Karya : 12,09 km 2

STUDI EVALUASI DAN PENGEMBANGAN JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH PDAM KOTA MALANG PADA KECAMATAN KEDUNGKANDANG

ANALISIS KEHILANGAN TINGGI TEKAN DAN KEBUTUHAN AIR JARINGAN DISTRIBUSI AIR BERSIH DI PERUMNAS TALANG KELAPA PALEMBANG

Transkripsi:

BAB IV DASAR PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH 4.1 Umum Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan sistem distribusi air bersih yaitu berupa informasi mengenai kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan. Kebutuhan air bersih sangat ditentukan oleh kondisi wilayah perencanaan, pertambahan jumlah penduduk dan tingkat sosial ekonomi penduduk yang mempengaruhi pola pemakaian air. Penentuan kebutuhan air bersih didasarkan pada beberapa hal yaitu : 1. Daerah pelayanan. Periode perencanaan 3. Proyeksi jumlah penduduk, fasilitas umum dan fasilitas sosial selama periode perencanaan 4. Pola pemakaian air di suatu wilayah Dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem distribusi air bersih : 1. Pertumbuhan penduduk yang dilayani, semakin tinggi jumlah penduduk suatu daerah, maka kebutuhan air bersih penduduk akan meningkat. Tingkat sosial ekonomi penduduk. Kebutuhan air akan semakin meningkat jika tingkat sosial ekonomi juga semakin meningkat 3. Kecepatan pertumbuhan sarana perkotaan yang ada 4. Ekonomi dan investasi pembangunan 5. Spesifikasi teknik material dan struktur sistem 4. Daerah dan Tingkat Pelayanan Kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan sangat tergantung kepada kondisi daerah pelayanan yang menjadi tujuan perencanaan. Daerah pelayanan yang ditentukan dalam perencanaan ini adalah wilayah Bandung Selatan dengan pertimbangan : 1. Daerah yang kekurangan suplai air bersih. Daerah dengan kepadatan penduduk tinggi IV-1

3. Daerah yang telah menerima pelayanan air bersih tetapi belum maksimal 4. Daerah yang berpotensi berkembang menjadi inti pusat kota kedua 5. Aspek teknis seperti topografi yang menentukan proses distribusi 6. Aspek ekonomi Kota Bandung memiliki 6 Instalasi Pengolahan Air Minum yang masih tetap difungsikan hingga saat ini. Di antaranya adalah Instalasi Pengolahan Air Minum di Badaksinga dan Dago Pakar, Cibeureum, Cipanjalu serta Cirateun. Sedangkan, produksi sumber mata air dan air tanah kini sudah jauh berkurang, sehingga tidak bisa diharapkan untuk melayani kebutuhan air minum Kota Bandung, khususnya Bandung Selatan. Pada umumnya penyediaan air minum Kota Bandung dilayani oleh Instalasi Pengolahan Air Minum IPAM dengan kapasitas yang cukup besar yaitu di Badaksinga dan Dago Pakar. Seluruh IPAM tersebut melayani kebutuhan air bersih di Kota Bandung. Distribusi air bersih untuk wilayah Bandung Selatan sampai saat ini berasal dari IPAM Badaksinga yang berada di Kecamatan Coblong. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan maka PDAM Kota Bandung telah merencanakan pembangunan IPAM baru untuk melayani daerah Bandung Selatan, yaitu di Cimenteng, Kabupaten Banjaran. Oleh karena itu diperlukan perencanaan jalur distribusi baru dari IPAM Cimenteng ke daerah Bandung Selatan. IV-

Sumber : PDAM Kota Bandung, 006 Gambar 4.1 Wilayah Pelayanan Air Bersih Kota Bandung Eksisting IV-3

Daerah Perencanaan Gambar 4. Daerah Pelayanan Air Bersih di Bandung Selatan dari IPAM Cimenteng IV-4

Hal yang perlu diperhatikan adalah perencanaan yang ekonomis, artinya tidak membutuhkan biaya yang sangat besar. Hal ini dapat disiasati dengan merencanakan jalur distribusi baru dengan menggunakan jalur pipa yang sudah ada serta pemotongan jalur pipa, jika dibutuhkan. Namun, hal yang harus lebih diperhatikan adalah kualitas pelayanan. Untuk meminimalisir tingkat kehilangan air dan memperbaiki pipa yang bocor karena telah rusak, maka lebih baik jika dibuat jalur distribusi baru. 4.3 Periode Perencanaan Periode perencanaan sistem distribusi air bersih pada umumnya adalah 0-5 tahun. Pada perencanaan ini ditetapkan 0 tahun sebagai periode perencanaan. Periode perencanaan ini diambil dengan pertimbangan bahwa perkembangan penduduk di masa mendatang hanya dapat diprediksi dengan baik untuk periode 0 tahun. Apabila periode perencanaan dilakukan melebihi 0 tahun maka dikhawatirkan keadaan perkembangan penduduk di masa mendatang justru sangat berbeda dari apa yang telah diprediksi. 4.4 Proyeksi Jumlah Penduduk Prediksi jumlah penduduk di masa yang akan datang didasarkan pada laju perkembangan kota dan kecenderungannya, arahan tata guna lahan serta ketersediaan lahan untuk menampung perkembangan jumlah penduduk. Prediksi jumlah penduduk dalam periode perencanaan 0 tahun perlu diketahui untuk mengetahui kebutuhan air bersih wilayah perencanaan. Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk masa lampau, maka metode statistik merupakan metode yang paling mendekati untuk memperkirakan jumlah penduduk di masa mendatang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisa perkembangan jumlah penduduk di masa mendatang yaitu : 1. Aritmatika. Geometrik 3. Linear 4. Eksponensial 5. Logaritmik IV-5

4.4.1 Metode Aritmatika Metode ini biasanya disebut juga dengan rata-rata hilang. Metode ini digunakan apabila data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif sama tiap tahun. Hal ini terjadi pada kota dengan luas wilayah yang kecil, tingkat pertumbuhan ekonomi kota rendah dan perkembangan kota tidak terlalu pesat. Rumus metode ini adalah : P n = P + r T 0 0 n T r = P P 1 dengan Pn = jumlah penduduk tahun ke-n P0 = jumlah penduduk awal r = jumlah pertambahan penduduk tiap tahun Tn = tahun yang diproyeksi T0 = tahun awal P1 = jumlah penduduk tahun ke-1 yang diketahui P = jumlah penduduk tahun terakhir yang diketahui 4.4. Metode Geometrik Untuk keperluan proyeksi penduduk, metode ini digunakan bila data jumlah penduduk menunjukkan peningkatan yang pesat dari waktu ke waktu. Rumus metode geometrik : P = P 1 r n P r = 0 + P1 P n 1 dengan Pn = jumlah penduduk tahun yang diproyeksi P0 = jumlah penduduk tahun awal r = rata-rata angka pertumbuhan penduduk tiap tahun n = jangka waktu IV-6

4.4.3 Metode Regresi Linear Metode regresi linear dilakukan dengan menggunakan persamaan : b a y + = N y y a = N y y N b = 4.4.4 Metode Eksponensial Metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan persamaan : bn y = ae ln 1 ln b y n a = ln ln N y y N b = 4.4.5 Metode Logaritmik Metode logaritmik dilakukan dengan menggunakan persamaan : b a y ln + = ln 1 b y N a = ln ln ln ln N y y N b = 4.4.6 Dasar Pemilihan Metode Proyeksi Penduduk Untuk menentukan metode paling tepat yang akan digunakan dalam perencanaan, diperlukan perhitungan faktor korelasi, standar deviasi dan keadaan perkembangan kota di masa yang akan datang. Koefisien korelasi dan standar deviasi diperoleh dari hasil analisa dan perhitungan data kependudukan yang ada dengan data penduduk dari perhitungan metode proyeksi yang digunakan. Korelasi, r, dapat dihitung dengan menggunakan rumus : r n r P P P P P P r = IV-7

Kriteria korelasi adalah sebagai berikut : - r < 0, korelasi kuat, tetapi bernilai negatif dan hubungan diantara keduanya berbanding terbalik. - r = 0, kedua data tidak memiliki hubungan. - r > 1, terdapat hubungan positif dan diperoleh korelasi yang kuat, diantara kedua variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus. Ssedangkan, standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus : P STD = n P P P n n n 0,5 Metode proyeksi yang dipilih adalah metode dengan nilai standar deviasi terendah dan koefisien korelasi paling besar. Pola perkembangan kota sesuai dengan fungsi kota di masa mendatang juga dijadikan acuan dalam menentukan metode proyeksi. Pada umumnya fungsi sebuah kota dapat menunjukkan kecenderungan pertambahan penduduk di masa mendatang. 4.4.7 Pemilihan Proyeksi Jumlah Penduduk Dengan menggunakan lima metode yang telah dijelaskan sebelumnya maka diperoleh hasil proyeksi jumlah penduduk hingga tahun 05 yang ditunjukkan oleh Tabel 4.1 dan Gambar 4.1. Tabel 4.1 Analisa Statistik Jumlah Penduduk di Kota Bandung Tahun Aritmatika Geometrik Regresi linear Eksponensial Logaritmik 1996 371856 371856 368690 369041 341133 1997 38030 385101 38434 3854 386100 1998 388784 398819 399993 396536 41405 1999 39749 41305 415645 411043 431068 000 405713 47737 43196 46080 445544 001 414177 44973 446948 441667 45737 00 464 45875 46599 45785 467373 003 431106 475093 47851 474574 476036 004 439570 49016 49390 491935 483677 005 448035 50954 509554 50993 49051 r 0,1569 0,415 0,464 0,4106 0,494 r 0,3961 0,64 0,6530 0,6408 0,6553 STD 59968,89 50061,49 4946,86 50138,95 4933,64 Sumber : Perhitungan IV-8

Proyeksi Penduduk Jumlah penduduk jiwa 550000 500000 450000 400000 350000 aritmatika geometrik regresi linear eksponensial logaritmik 300000 1996 1997 1998 1999 000 001 00 003 004 005 Tahun Gambar 4.3 Proyeksi Penduduk di wilayah Bandung Selatan Berdasarkan Tabel 4.1 dapat ditentukan salah satu metode yang digunakan sebagai acuan untuk proyeksi penduduk adalah Metode Logaritmik karena menunjukkan nilai korelasi yang kuat dan standar deviasi paling kecil. Hasil proyeksi penduduk selama periode perencanaan dengan menggunakan metode logaritmik ditunjukkan oleh Tabel 4. Tabel 4. Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Bandung dengan Metode Logaritmik Tahun Proyeksi Penduduk jiwa 1996 341133 1997 386100 1998 41405 1999 431068 000 445544 001 45737 00 467373 003 476036 004 483677 005 49051 006 496695 007 50340 008 507533 009 51340 010 516816 011 51003 01 54936 013 58644 014 5315 015 535480 016 538645 017 541663 018 544547 019 547308 IV-9

00 549956 01 55500 0 554949 03 557308 04 559585 05 561784 Sumber : Perhitungan Berdasarkan hasil analisa proyeksi penduduk dengan Metode Logaritmik, jumlah penduduk pada akhir periode perencanaan adalah 561.784 jiwa. Jumlah penduduk ini diperkirakan tidak akan melampaui kapasitas wilayah perencanaan berdasarkan RTRW dengan adanya pengembangan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada. Selain itu, pengembangan perumahan di wilayah Gedebage dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang masih cukup banyak tersedia. 4.5 Proyeksi Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial Proyeksi fasilitas umum dan fasilitas sosial digunakan untuk menentukan kebutuhan air non domestik. Proyeksi dilakukan dengan mengacu kepada karakteristik wilayah perencanaan, RTRW yang telah ditetapkan dan standar pendukung untuk setiap fasilitas umum dan fasilitas sosial yang telah ditetapkan oleh Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum. a. Fasilitas Pendidikan Sarana pendidikan yang ada di Kota Bandung berupa sarana pendidikan tingkat TK, SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi IAIN, ITB, UNPAD, UPI dan perguruan-perguruan swasta. Secara umum fasilitas pendidikan sudah cukup banyak, namun kurang seimbang dalam penyebarannya, sehingga dapat dikatakan sarana ini belum memenuhi kebutuhan penduduk. Hasil proyeksi fasilitas pendidikan ditunjukkan oleh Tabel 4.3. Tabel 4.3 Proyeksi Fasilitas Pendidikan di Bandung Selatan Tahun Jenis 005 010 015 00 05 TK 18 187 196 06 1 SD 367 373 376 379 38 SLTP 7 75 78 81 84 SMU 33 38 43 48 53 SMK 7 9 31 33 35 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 IV-10

b. Fasilitas Kesehatan Sarana kesehatan di Kota Bandung banyak dikelola oleh pihak swasta baik itu praktek dokter, bidan, apotik maupun farmasi lainnya. Peningkatan fasilitas yang ada perlu dilakukan untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk Kota Bandung. Hasil proyeksi fasilitas kesehatan ditunjukkan oleh Tabel 4.4. Tabel 4.4 Proyeksi Fasilitas Kesehatan di Bandung Selatan Tahun Jenis 005 010 015 00 05 RS 5 6 7 8 9 RS Bersalin 8 8 9 9 30 Puskesmas 31 3 33 34 35 Posyandu 757 760 763 766 769 Apotik 58 6 66 70 74 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 c. Fasilitas Peribadatan Fasilitas peribadatan sudah cukup menyebar dan memenuhi kebutuhan. Penambahan fasilitas perlu dilakukan akibat adanya pertambahan jumlah penduduk Kota Bandung. Hasil proyeksi fasilitas peribadatan ditunjukkan oleh Tabel 4.5. Tabel 4.5 Proyeksi Fasilitas Peribadatan di Bandung Selatan Tahun Jenis 005 010 015 00 05 Mesjid 930 936 94 948 954 Mushola 115 13 131 139 147 Gereja 30 3 34 36 38 Pura 1 3 4 5 Vihara 13 14 15 16 17 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 d. Fasilitas Perdagangan dan Jasa Sarana perekonomian perdagangan dan jasa yang ada di Kota Bandung sangat beragam, mulai dari pasar tradisional sampai modern, pasar berskala pelayanan lokal sampai ke skala regional dan nasional. Jenis-jenis sarana perekonomian yang ada saat ini antara lain pasar, pertokoan, restoran, dsb..hasil proyeksi fasilitas perdagangan dan jasa ditunjukkan oleh Tabel 4.6. IV-11

Tabel 4.6 Proyeksi Fasilitas Perdagangan dan Jasa di Bandung Selatan Tahun Jenis 005 010 015 00 05 Warung/Toko 3143 3168 3193 318 343 Bank 4 6 8 30 3 Pasar 14 16 18 0 Koperasi 437 45 467 48 497 Asuransi 11 13 15 17 19 Terminal 1 3 4 5 Supermarket 17 19 1 3 5 Restoran kursi 767 94 1117 19 1467 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 e. Fasilitas Olahraga Kondisi eksisting fasilitas olahraga seperti GOR dan kolam renang sudah cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, dengan perkembangan Kota Bandung yang cukup pesat, fasilitas olahraga akan diproyeksikan meningkat juga. Hasil proyeksi fasilitas olahraga ditunjukkan oleh Tabel 4.7. Tabel 4.7 Proyeksi Fasilitas Olahraga di Bandung Selatan Tahun Jenis 005 010 015 00 05 GOR 3 4 5 6 Kolam renang 5 6 7 8 9 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 f. Fasilitas Umum dan Rekreasi Kota Bandung merupakan daerah wisata yang cukup baik untuk dikembangkan. Salah satu daya tarik dari Kota Bandung adalah suasananya yang berbeda dari kota-kota besar lainnya Hal ini merupakan potensi yang baik untuk meningkatkan sarana yang berhubungan dengan pariwisata dan rekreasi seperti hotel dan restoran. Hasil proyeksi fasilitas umum dan rekreasi ditunjukkan oleh Tabel 4.8. IV-1

Tabel 4.8 Proyeksi Fasilitas Umum dan Rekreasi di Bandung Selatan Tahun 005 010 015 00 05 Jenis Balai Pertemuan 64 635 645 655 665 Kantor Pos 10 1 14 16 18 Kantor Polisi 31 33 35 37 39 Bioskop 3 4 5 6 Hotel/Penginapan bed 4786 4866 4946 506 5106 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 g. Kegiatan Industri Pola pengembangan kegiatan industri didasarkan kepada fungsi Kota Bandung sebagai Kota Perdagangan dan Pusat Industri. Hal ini menyebabkan akan terjadi peningkatan kegiatan industri baik besar, sedang maupun kecil/rumah tangga. Peningkatan ini diiringi pula dengan peningkatan jumlah tenaga kerja. Hasil proyeksi kegiatan industri ditunjukkan oleh Tabel 4.9. Tabel 4.9 Proyeksi Kegiatan Industri di Kota Bandung Tahun 005 010 015 00 05 Jenis Industri Besar dan Sedang 15 18 1 4 7 Industri Rumah Tangga 401 415 430 445 460 Sumber : Biro Pusat Statistik Kota Bandung, 005 4.6 Proyeksi Kebutuhan Air Minum Proyeksi kebutuhan air bersih dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan air di wilayah perencanaan. Daerah yang diproyeksikan adalah daerah berkembang, dengan karakteristik : 1. Memiliki tingkat pertumbuhan penduduk yang cukup pesat. Tingkat kelahiran yang sedang 3. Angka kematian yang cukup rendah kematian < kelahiran 4. Tingkat pendidikan kesehatan yang sudah maju dengan adanya pendidikan mengenai gizi dan kesehatan umum 5. Arus perpindahan penduduk dari luar ke dalam daerah memiliki jumlah yang cukup besar, baik dengan alasan untuk bekerja maupun menuntut ilmu IV-13

6. Arus perpindahan penduduk yang keluar dari daerah berjumlah sedikit, karena hanya sebagian saja yang pindah ke daerah lain, sedang sebagian lagi tetap tinggal di Kota Bandung karena fasilitasnya yang cukup lengkap baik untuk hidup, bekerja maupun belajar. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi proyeksi kebutuhan air antara lain : 1. Pertambahan jumlah penduduk. Tingkat sosial ekonomi penduduk 3. Keadaan iklim daerah setempat 4. Rencana daerah pelayanan dan perluasannya Untuk memperkirakan kebutuhan air bersih kota maka dapat diklasifikasikan beberapa jenis pemakaian air yaitu adalah : 1. Pemakaian untuk kebutuhan domestik/rumah tangga. Pemakaian untuk kebutuhan nondomestik 3. Pemakaian untuk keperluan perkotaan 4.6.1 Standar Kebutuhan Air Bersih Standar kebutuhan air dapat digunakan untuk menentukan besarnya kebutuhan air bersih suatu daerah. Ada berbagai macam standar kebutuhan seperti standar yang telah ditetapkan oleh PPSAB Jawa Barat dan Dirjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum dalam Petunjuk Teknis Tata Cara Rancangan Teknik Bidang Air Minum. 4.6. Kebutuhan Air Domestik Kebutuhan air domestik ialah pemakaian air untuk aktivitas di lingkungan rumah tangga. Penyediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga dihitung berdasarkan : 1. Jumlah penduduk. Persentase jumlah penduduk yang akan dilayani 3. Cara pelayanan air 4. Konsumsi pemakaian air IV-14

Berdasarkan cara pelayanan air minum maka kebutuhan air domestik terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Sambungan Rumah. Hidran Umum 4.6..1 Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah Sambungan rumah adalah jenis sambungan pelanggan yang menyediakan air langsung ke rumah-rumah dengan menggunakan sambungan pipa-pipa distribusi air melalui water meter dan instalasi pipa yang dipasang di dalam rumah. Pelayanan air bersih dengan menggunakan sambungan rumah ditujukan bagi warga yang telah menempati rumah permanen. Golongan masyarakat ini akan sanggup membayar air untuk mendapatkan air minum demi kesehatan. Biasanya yang termasuk golongan ini adalah golongan ekonomi kelas menengah ke atas. Selama periode perencanaan, diperkirakan jumlah rumah permanen akan meningkat. Perumahan di Kota Bandung saat ini baru mencapai ± 53 %. Proyeksi kebutuhan air untuk sambungan rumah ditunjukkan oleh Tabel 4.10. Tabel 4.10 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Sambungan Rumah di Bandung Selatan Tahun 005 010 015 00 05 Jumlah penduduk orang 49051 516816 535480 549956 561784 Persentase % 53 55 60 65 70 Jumlah penduduk orang 59971 8449 3188 357471 39349 Keb. standar L/org/hari 100 110 11 10 15 Jumlah kebutuhan air L/hari 5997134 3167390 359843 4896568 49156104 Sumber : Hasil Perhitungan 4.6.. Kebutuhan Air untuk Hidran Umum Hidran umum adalah jenis sambungan yang menyediakan air melalui kran yang dipasang di suatu tempat tertentu agar mudah dipergunakan oleh masyarakat umum untuk mencukupi kebutuhan mandi, cuci dan minum. Pelayanan air bersih ini ditujukan bagi masyarakat dengan golongan ekonomi menengah ke bawah atau menempati rumah non permanen yaitu rumah yang terbuat dari bambu atau kayu. Golongan masyarakat ini berpenghasilan rendah dan lebih mengutamakan penggunaan air tanah yang bebas biaya IV-15

sehingga tingkat penggunaan air dengan sumber air permukaan akan menjadi sangat rendah karena memerlukan biaya. Jumlah penduduk yang menempati rumah non permanen di masa mendatang akan mengalami penurunan karena diperkirakan akan terjadi peningkatan kondisi perekonomian masyarakat. Proyeksi kebutuhan air untuk hidran umum ditunjukkan oleh Tabel 4.11. Tabel 4.11 Proyeksi Kebutuhan Air untuk Hidran Umum di Bandung Selatan Tahun 005 010 015 00 05 Jumlah penduduk orang 49051 516816 535480 549956 561784 Persentase 47 40 37 34 30 Jumlah penduduk orang 30541 0677 19817 186985 168535 Keb. standar L/org/hari 30 30 30 30 30 Jumlah kebutuhan air L/hari 691619 601796 594384 5609551 5056056 Sumber : Hasil Perhitungan 4.6.3 Kebutuhan Air Non Domestik Kebutuhan air non domestik merupakan kebutuhan air yang digunakan oleh berbagai fasilitas penunjang kegiatan masyarakat seperti : 1. Fasilitas Pendidikan. Fasilitas Peribadatan 3. Fasilitas Kesehatan 4. Fasilitas Perdagangan dan Jasa 5. Fasilitas Umum dan Rekreasi 6. Fasilitas Olahraga 7. Kegiatan industri Jumlah kebutuhan air non domestik selama periode perencanaan di Bandung Selatan ditunjukkan oleh Tabel 4.1. IV-16

Tabel 4.1 Proyeksi Kebutuhan Air Non Domestik di Bandung Selatan Jenis Kebutuhan Air L/hari 005 010 015 00 05 Fasilitas Pendidikan 864000 995300 3166600 3347900 348900 Fasilitas Peribadatan 1499050 1515450 1531850 154850 1564650 Fasilitas Kesehatan 1581700 1736600 189300 04700 0900 Fasilitas Perdagangan dan Jasa 516440 557540 598640 639740 680840 Fasilitas Umum dan Rekreasi 181600 185600 1890600 198600 1966600 Fasilitas Olahraga 9000 11700 14400 17100 19800 Kegiatan Industri 431500 4504 47885 49377 514569 Total kebutuhan air L/hari 1071490 11113 1156775 10517 1438559 Sumber : Hasil Perhitungan 4.6.4 Kebutuhan Air untuk Keperluan Kota Kebutuhan air untuk keperluan perkotaan terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Hidran Kebakaran Hidran kebakaran adalah hidran yang digunakan untuk mengambil air jika terjadi kebakaran. Menurut Al-Layla, kebutuhan air untuk hidran kebakaran dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Q = 3860 P1 0,01 P dengan Q = debit kebutuhan L/menit P = populasi dalam ribuan Pada perencanaan ini ditentukan bahwa kebutuhan air untuk hidran kebakaran adalah 10 % dari total kebutuhan air.. Tata Kota Kebutuhan air untuk tata kota meliputi kebutuhan air bagi pemeliharaan tamantaman di wilayah perencanaan. Jumlah air yang disediakan adalah 5% dari total kebutuhan air. 4.6.5 Rekapitulasi Kebutuhan Air di Wilayah Perencanaan Total kebutuhan air di wilayah perencanaan dapat diketahui dan ditunjukkan oleh Tabel 4.13. IV-17

Tabel 4.13 Rekapitulasi Kebutuhan Air di Bandung Selatan Jenis 005 010 015 00 05 Kebutuhan Domestik D Sambungan Rumah 5997134 3167390 359843 4896568 49156104 Hidran Umum 691619 601796 594384 5609551 5056056 Jumlah keb.air D a 391335 37469186 4198056 48506119 541160 Kebutuhan Non-Domestik ND Fasilitas Pendidikan 864000 995300 3166600 3347900 348900 Fasilitas Peribadatan 1499050 1515450 1531850 154850 1564650 Fasilitas Kesehatan 1581700 1736600 189300 04700 0900 Fasilitas Perdagangan dan Jasa 516440 557540 598640 639740 680840 Fasilitas Umum dan Rekreasi 181600 185600 1890600 198600 1966600 Fasilitas Olahraga 9000 11700 14400 17100 19800 Kegiatan Industri 431500 4504 47885 49377 514569 Jumlah keb.air ND b 1071490 11113 1156775 10517 1438559 Jumlah keb.air D&ND a+b 436764 48590419 53495330 6058636 6665070 Kebutuhan Perkotaan Hidran Kebakaran 10%* D+ND = c 436764 485904 5349533 605864 666507 Tata Kota 5%* D+ND = d 18138 4951 674767 30643 333536 Total Kebutuhan Air L/hari = a+b+c+d 50171789 5587898 61519630 69607931 7664838 Total Kebutuhan Air L/det 580,69 646,75 71,03 805,65 887,13 Sumber : Hasil Perhitungan 4.6.6 Tingkat Pelayanan Periode perencanaan selama 0 tahun terbagi menjadi dua tahap dan setiap tahap berlangsung selama 10 tahun. Tingkat pelayanan air minum di setiap tahap berbeda-beda dan di setiap tahap terjadi peningkatan pelayanan. Kondisi topografi dan tingkat kepadatan penduduk yang berada di wilayah perencanaan menyebabkan keterbatasan dalam pelayanan penyediaan air bersih. Berdasarkan faktorfaktor yang menentukan daerah pelayanan maka tingkat pelayanan tiap tahap perencanaan adalah sebagai berikut : 1. Tahap I 006-015 : 60-65 %. Tahap II 016-05 : 70-75 % 4.6.7 Tingkat Kehilangan Air Kehilangan air adalah besarnya selisih air yang diproduksi dengan air yang didistribusikan. Nilai ini perlu diperhitungkan dalam pengolahan air karena dijadikan pedoman untuk melihat performance dari suatu instalasi pengolahan air minum. Semakin besar tingkat IV-18

kehilangan air maka semakin buruk pula performance dari instalasi pengolahan. Penyediaan air minum dengan jaringan besar biasanya memiliki tingkat kehilangan air yang besar dan sebaliknya. Penyebab kehilangan air terbagi menjadi dua macam yaitu : 1. Fisik Kehilangan air disebabkan oleh jaringan pipa yang sudah rusak, tua dan bocor, kerusakan meter air dan pengaliran air tidak tercatat oleh meter air.. Administrasi Kehilangan air disebabkan oleh keberadaan sambungan ilegal dan ketidakakuratan dalam pencatatan administrasif. Tingkat kehilangan air pada perencanaan ini untuk setiap tahap diperkirakan sebagai berikut : 1. Tahap I : 30 %. Tahap II : 0 % 4.6.8 Fluktuasi Kebutuhan Air Jumlah pemakaian air oleh masyarakat untuk setiap waktu tidak berada dalam nilai yang sama. Aktivitas manusia yang berubah-ubah untuk setiap waktu menyebabkan pemakaian air selama satu hari mengalami perubahan naik dan turun atau dapat disebut juga berfluktuasi. Fluktuasi pemakaian air terbagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Pemakaian hari maksimum Pemakaian hari maksimum merupakan jumlah pemakaian air terbanyak dalam satu hari selama satu tahun. Debit pemakaian hari maksimum digunakan sebagai acuan dalam membuat sistem transmisi air baku air minum. Perbandingan antara debit pemakaian hari maksimum dengan debit rata-rata akan menghasilkan faktor maksimum, fm. Besarnya faktor hari maksimum untuk Bandung Selatan adalah sebesar 1,1. IV-19

. Pemakaian jam puncak Jam puncak merupakan jam dimana terjadi pemakaian air terbanyak dalam 4 jam. Faktor jam puncak f p mempunyai nilai yang berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka besarnya faktor jam puncak akan semakin kecil. Hal ini terjadi karena dengan bertambahnya jumlah penduduk maka aktivitas penduduk tersebut pun akan semakin beragam sehingga fluktuasi pemakaian akan semakin kecil pula. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kebutuhan jam puncak adalah perkembangan dari kota yang bersangkutan. Perkembangan yang terjadi dapat menentukan karakteristik kota. Namun secara garis besar, untuk kota besar nilai f p akan sebesar 1,3, kota sedang sekitar 1,5, dan untuk kota kecil adalah. Pemakaian jam maksimum menunjukkan besarnya pengaliran maksimum pada saat jam puncak. Dengan mengetahui nilai pemakaian jam maksimum maka pengoperasian sistem distribusi diharapkan dapat memenuhi kebutuhan ini. Perbandingan antara debit pemakaian jam maksimum dengan debit rata rata akan menghasilkan faktor puncak, fp. Besarnya faktor hari maksimum untuk Bandung Selatan adalah sebesar 1,3. 4.6.9 Rekapitulasi Kebutuhan Air Terlayani Dalam usaha penyediaan air bersih, kebutuhan air bersih di wilayah perencanaan tidak dapat dilayani secara keseluruhan. Berdasarkan tingkat pelayanan, kebocoran dan nilai fluktuasi yang direncanakan maka dapat diketahui jumlah kebutuhan air terlayani yang dapat dilihat pada Table 4.15. IV-0

Tabel 4.15 Rekapitulasi Kebutuhan Air Terlayani di Bandung Selatan Uraian Satuan 010 015 00 05 Total Kebutuhan Air L/det 646,7 71 805,6 887,1 Tingkat Pelayanan Persentase % 60 65 70 75 Kebutuhan Air Terlayani L/det 388 46,8 564 665,3 Tingkat Kehilangan Air Persentase % 30 30 0 0 Debit Kehilangan L/det 116,4 138,8 11,8 133,1 Kebutuhan Air Pengolahan L/det 504,5 601,7 676,7 798,4 Kebutuhan Air Rata-Rata L/hari 43585605,6 51984105,3 58470636,7 6898346,1 Kebutuhan Hari Maksimum L/det fm = 1,1 1,1 1,1 1,1 1,1 Kebutuhan Jam Puncak L/det fp = 1,3 1,3 1,3 1,3 1,3 Q ma L/hari 47944166,1 5718515,8 64317700,3 75881808,3 L/det 554,9 661,8 744,4 878,3 Q puncak L/hari 65378408,4 67579336,8 7601187,7 89678500,7 L/det 756,7 78, 879,8 1037,9 Sumber : Hasil Perhitungan Berdasarkan perhitungan di atas, maka kapasitas pengolahan IPAM Cimenteng yang harus disediakan adalah sebesar 798,4L/det sesuai dengan kebutuhan rata-rata tahun 05. Berdasarkan perhitungan ini maka minimal rencana pembangunan IPAM Cimenteng berkapasitas 800L/detik sehingga proses perencanaan dapat dilanjutkan pada perencanaan jalur distribusi dengan mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis. IV-1