SEKITAR PENYITAAN Oleh A. Agus Bahauddin A. Pengertian Penyitaan : Menurut terminologi Belanda : beslag, dalam istilah Indonesia disebut beslah, dan istilah bakunya sita dan penyitaan. Dari istilah-istilah tersebut mengandung makna sebagai berikut : 1. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada dalam penjagaan ; 2. Tindakan paksa penjagaan dilakukan secara resmi berdasarkan perintah pengadilan atau Hakim ; 3. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan tersebut berupa barang yang disengketakan, boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat dengan jalan menjual lelang barangyang disita tersebut ; 4. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang BHT yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu ; B. Beberapa esensi fundamental sebagai landasan penerapan penyitaan : 1. Sita tindakan eksepsional ; Pasal 227 jo Pasal 197 HIR/720 Rv ; Penyitaan termasuk salah satu acara mengadili yang bersifat istimewa/eksepsional : a. Penyitaan memaksakan kebenaran gugatan ; Penggugat dapat meminta agar diletakkan sita terhadap harta kekayaan tergugat. Atas permintaan itu hakim diberi wewenang mengabulkan pada tahap awal sebelum dimulai proses pemeriksaan pokok perkara ; b. Penyitaan membenarkan putusan yang belum dijatuhkan ; 1
Hakim dapat menghukum tergugat berupa tindakan menempatkan harta kekayaannya di bawah penjagaan, meskipun putusan tentang kesalahannya belum dijatuhkan ; bsebelum putusan diambil dan dijatuhkan, tergugat telah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta sengketa atauharta kekayaan tergugat ; 2. Sitamerupakan tindakan perampasan : Ditinjau dari segi HAM, penyitaan tidak berbeda dengan perampasan harta kekayaan tergugat. Padahal salah satu hak asasi yang paling dasar adalah hak milik. Pasal 36 ayat (2) UU Nomor 39 Tahun 1999 menegaskan, pada prinsipnya seseorang tidak boleh dirampas hak miliknya dengan sewenang-wenang dan melawan hukum. Namun berdasarkan landasan eksepsional yang diberikan undang-undang kepada Hakim, tindakan perampasan itu dijustifikasi hukum acara, sehingga tindakan itu sah menurut hukum, walaupun tergugat sebagai pemilik belum dinyatakan salah dan bertanggung jawab atas perkara yang disengketakan berdasarkan putusan pengadilan yang BHT ; 3. Penyitaan berdampak psikologis : a. Pelaksanaannya secara fisik, dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat sekitarnya ; b. Secara resmi disaksikan oleh dua orang saksi, kepala desa, namun dapat dan boleh pula disaksikan oleh masyarakat luas ; c. Secara administratif yustisial, penyitaan barang tertentu harus diumumkan dengan jalan mendaftarkan dalam buku register kantor yang bersangkutan, agar diketahui umum sesuai dengan asas publisitas ; 4. Tujuan penyitaan : a. Agar gugatan tidak illusoir : Tujuan utama penyitaan agar harta kekayaan tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau penghibahan dan lain-lain ; Tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan kepada pihak ketiga ; 2
b. Ditinjau dari segi teknis peradilan, penyitaan : Upaya hukum bagi penggugat untuk menjamin dan melindungi kepentingannya atas keutuhan dan harta kekayaan tergugat sampai putusan memperoleh kekuatan hukum tetap ; Bermaksud untuk menghindari tindakan itikad buruk (bad fith) tergugat dengan berusaha melepaskan diri memenuhi tanggung jawab perdata yang harus dipikulnya atas wanprestasi yang dilakukannya ; Secara hukum harta kekayaan tergugat berada dan ditempatkan dibawah penjagaan dan pengawasan pengadilan sampai ada perintah pengangkatan atau pencabutan sita ; C. Tugas Jurusita dan Jurusita Pengganti : 1. Setelah berlakunya UU Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan telah diubah pula dengan UU Nomor 50 Tahun 2009, bagi Peradilan Agama adalah melakukan penyitaan. Pasal 103 ayat (1) hurf c menyatakan, jurusita bertugas melakukan penyitaan atas perintah Ketua Pengadilan ; 2. Penyitaan ini merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata. Barang-barang yang disita dibekukan untuk kepentingan kreditur (penggugat), di sini barang-barang tersebut disimpan (diconservee) untuk jaminan, tidak boleh dipindah tangankan sesuai Pasal 197 ayat 9, 199 HIR/212, 214 R.Bg. Penyitaan seperti ini disebut sita jaminan atau conservatoir beslag (CB) ; a. Sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri (kreditur/penggugat) yang dikuasai orang lain ; b. Sita jaminan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon/kreditur, bukan untuk menjamin suatu tagihan berupa uang ; c. Sita jaminan berakhir dengan penyerahan barang yang disita, dalam hal ini ada dua macam : Sita revindicatoir (Pasal 226 HIR/260 R.Bg : Perkataan revindicatoir berasal dari perkataan revindiceer, yang artinya mendapatkan. Perkataan revindicatoir beslag mengandung 3
pengertian,penyitaan untuk mendapatkan hak kembali. Maksudnya adalah agar barang yang digugat tidak sampai dihilangkan selama proses berlangsung ; Dari ketentuan Pasal 226 HIR dapat diketahui bahwa sita revindicatoir : Harus berupa barang bergerak ; Barang bergerak tersebut adalah barang milik penggugat yang berada di tangan tergugat ; Permohonan harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Agama ; Permohonan tersebut dapat diajukan secara lisan atau tertulis ; Barang tersebut harus diterangkan dengan jelas dan terperinci ; Maka yang menyangkut barang tidak bergerak dan barang-barang bergerak yang tidak dapat disebut secara jelas dan rinci harus dimohonkan sita conservatoir, bukan sita revindicatoir ; Persamaan sita jaminan dan sita revindikatoir : Untuk menjamin gugatan apabila ternyata dikabulkan Dapat dinyatakan sah dan berharga apabila dilakukan menurut cara undang-undang dan dalam hal gugatan dikabulkan ; Dalam hal gugatan ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, baik sita conservatoir maupun sita revindicatoir akan diperintahkan untuk diangkat ; Sita marital : Sita marital dikenal dalam hukum acara perdata barat,dan diatur dalam Pasal 823 a R.V. Sita marital dimohonkan oleh pihak isteri terhadap barang suami, baik yang bergerak maupun tidak bergerak, sebagai jaminan untuk memperoleh bagiannya sehubungan dengan gugatan perceraian agar selama proses 4
berlangsung barang-barang tersebut tidak dihilangkan oleh suami ; 3. Sita Eksekusi : a. Pengertian Sita Eksekusi : Pasal 197 ayat (1) HIR jo Pasal 200 ayat (1) HIR atau Pasal 208 ayat (1) R.Bg : Sita eksekusi adalah penyitaan harta kekayaan tergugat (pihak yang kalah) setelah dilampaui tenggang masa peringatan ; Sita eksekusi sebagai penjamin jumlah uang yang harus dibayarkan kepada pihak penggugat ; Cara melunasi jumlah uang tersebut dengan jalan menjual lelang harta kekayaan tergugat yang telah disita ; Sita Jaminan (CB) dengan sendirinya berkekuatan executorial beslag ; b. Barang yang dapat disita eksekusi ; Dahulukan penyitaan barang yang bergerak (movable property) : Apabila diperhitungkan jumlah harta bergerak cukup nilainya memenuhi jumlah pembayaran yang dihukumkan, sita eksekusi tidak diperbolehkan diletakkan atas barang yang tidak bergerak (unmovable property) ; Apabila diperhitungkan nilai harta bergerak belum cukup melunasi pembayaran jumlah yang harus dipenuhi tergugat, kekurangan itu dapat diambil dari harta yang tidak bergerak ; c. Sita eksekusi atas barang yang tidak bergerak ; Sita eksekusi dapatdiletakkan langsung atas barang yang tidak bergerak apabila barang yang bergerak tidak ada atau barang yang tidak bergerak tertentu sejak semula telah dijadikan sebagai agunan utang ; d. Jenis barang-barang bergerak yang dapat disita eksekusi : Pasal 197 ayat (8) HIR atau pasal 211 R.Bg : Uang tunai ; Surat-surat berharga ; 5
Barang yang berada di tangan pihak ketiga ; Pada pokoknya segala barang yang berwujud atau tidak berwujud. Demikian pula barang yang bergerak miilik tergugat yang berada di tangan pihak ketigadapat diletakkan sita eksekusi yang disebut sita atas pihak ketiga ; e. Yang dilarang disita eksekusi : Pasal 197 ayat (8) HIR/211 R.Bg : Hewan ; Perkakas ; alat (sarana) menjalankan mata pencaharian ; f. Patokan jumlah biaya sita eksekusi : Pasal 197 ayat (1) HIR/Pasal 208 R.Bg : Sampai dianggap cukup sebagai pengganti jumlah yang harus dibayar ; Ditambah dengan jumlah biaya menjalankan eksekusi ; g. Tata Cara Sita Eksekusi : Pasal 197-199HIR/Pasal 208-210 R.Bg : Berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Agama ; Tergugat tidak mau menghadiri panggilan peringatan tanpa alasan yang sah ; Tergugat tidak memenuhi putusan selama masa peringatan ; h. Sita eksekusi dilaksanakan oleh Panitera atau Jurusita ; Pasal 195 ayat (1) HIR/Pasal 206 R.Bg dan Pasal 197 ayat (1) HIR/208 R.Bg. Isi pokok surat perintah sita eksekusi : Penunjukan nama pejabat yang diperintahkan ; Rincian jumlah barang yang hendak disita eksekusi ; i. Pelaksanaan dibantu dua orang saksi : Pasal 197 ayat (6) HIR/210 ayat (1) R.Bg ; Keharusan adanya dua orang saksi merupakan syarat pelaksanaan sita eksekusi ; Fungsi kedua orang saksi berkedudukan sekaligus sebagai pembantu dan saksi pelaksanaan eksekusi ; Mencantumkan nama, pekerjaan dan tempat tinggal kedua saksi dalam berita acara sita eksekusi ; 6
Kedua orang saksi ikut menanda tangani asli dan salinan berita acara sita ksekusi ; Syarat penunjukan saksi : Pasal 197 ayat (7) HIR/210 ayat (1) R.Bg ; Telah mencapai usia 21 tahun ; Berstatus penduduk Indonesia ; Memiliki sifat jujur atau dapat dipercaya ; Untuk mengatasi kesulitan mendapatkan dua orang saksi sebagai pembantu yang dianggap memahami seluk beluk hukum, pengambilan kedua orang saksi selalu dari kalangan pegawai Pengadilan Agama yang bersangkutan ; j. Sita eksekusi dilakukan di tempat ; Pasal 197 ayat (5) dan ayat (9) HIR. Cara untuk mendapatkan kepastian status pemilikan dicari melalui pendekatan : Mendatangi kepala desa dan kantor pertanahan untuk meneliti surat-surat-surat yang berkenaan dengan barang yang hendak disita ; Menanyakan orang yang bersebelahan dengan letak barang ; k. Pembuatan berita acara sita eksekusi : Pasal 197 ayat (5) dan (6) HIR/209 ayat (4) dan Pasal 210 ayat (1) R.Bg memuat : Nama, pekerjaan, dan tempat tinggal kedua orang saksi ; Merinci secara lengkap semua tindakan yang dilakukan ; Barang apa saja yang disita ; Letak barang yang disita ; Hadir atau tidaknya pihak tergugat (pihak tersita) ; Penegasan penjagaan barang yang disita ; Penjelasan non-bevinding suatu barang yang bersangkutan tidak diketemukan ; Penjelasan sita tidak terlaksana apabila sita eksekusi tidak dapat dijalankan ; Tanggal, bulan, dan tahun pelaksanaan sita ; 7
Berita acara ditanda tangani pejabat pelaksana dan kedua orang saksi ; Tidak diharuskan hukum pihak tersita atau kepala desa ikut menanda tangani berita acara ; Pemberitahuan isi berita acara kepada pihak tersita ; Segera disampaikan kepada pihak tersita ; Jika pihak tersita hadir, isi berita aahcara diberitahukan pada saat itu ; Jika pihak tersita tidak hadir, pada saat dan di tempat pelaksanaan sita eksekusi, isi berita acara isi berita acara segera diberitahukan dengan jalan menyampaikan di tempat tinggalnya ; l. Penjagaan yuridis barang yang disita ; Penjagaan dan penguasaan barang sita eksekusi tetap berada di tangan tersita ; Pihak tersita tetap bebas memakai dan menikmatinya sampai dilaksanakan penjualan lelang ; Penempatan barang sita eksekusi tetap diletakkan di tempat mana barang itu disita, tanpa mengurangi kemungkinan memindahkannya ke tempat lain ; Penguasaan penjagaan disebut dalam berita acara sita ; Sepanjang barang yang habis dalam pemakaian, tidak boleh dipergunakan dan dinikmati tersita ; m. Ketidak hadiran tersita tidak menghalangi sita eksekusi ; Sita eksekusi dapat dihadiri, malah sebaiknya dihadiri pihak tereksekusi ; Sita eksekusi dapat dijalankan pelaksanaannya diluar hadirnya pihak tersita (tergugat). Undang-undang memperkenankansita eksekusi diluar hadirnya pihak tersita dengan acuan pendekatan penerapan sebagai berikut : Tanggal dan hari pelaksanaan sita eksekusi diberitahukan kepada pihak tersita ; 8
Pada hari yang ditentukan, pihak tersita tidak hadir ; Ketidak hadiran tersita berdasarkan alasan yang sah dan patut ; Sita eksekusi dapat ditunda dengan jalan mengundurkannya pada hari dan tanggal yang ditentukan, serta menyampaikan pemberitahuan sekali lagi kepada pihak tersita ; Ketidak hadiran tanpa alasan yang sah, sita eksekusi dapat dilaksanakan diluar hadirnya pihak tersita ; n. Saat sita eksekusi berkekuatan mengikat ; Sita eksekusi dianggap sah dan mengikat, apabila penyitaan dijalankan dengan tatacara sesuai syarat-syarat yang ditentukan Pasal 196 dan 197 HIR/207- Pasal 212 R.Bg sebagaimana dikemukakan di atas ; o. Cara pengumuman sita eksekusi : Terhadap barang yang bergerak tidak diperlukan syarat pengumuman ; Terhadap barang yang tidak bergerak terdiri dari dua instansi : Instansi pertama, mendaftarkan berita acara sita di kantor yang berwenang untuk itu dengan cara menyalin berita acara sita dalam daftar yang ditentukan : Di kantor pendaftaran tanah apabila tanah yang disita bersertifikat ; Di kantor kepala desa dalam buku letter C apabila tanah yang disita belum memiliki sertifikat ; Mencatat jam, hari, bulan, dan tahun pengumuman penyitaan ; Instansi kedua, pejabat pelaksana sita eksekusi, memerintahkan kepala desa mengumumkan penyitaan barang yang telah disita dengan cara : Pengumuman menurut kebiasaan setempat ; Dengan maksud agar penyitaan diketahui secara luas oleh mumasyarakat sekitarnya ; p. Tujuan pengumuman sita eksekusi : 9
Secara resmi diberitahukan kepada masyarakat ; Secara resmi terbuka untuk umum ; Setiap orang dapat membaca dan memeriksanya pada buku register yang khusus di kantor yang berwenang untuk itu ; q. Saat dan akibat sita eksekusi berkekuatan mengikat : Sah secara formil ; Sekaligus mempunyai kekuatan hukum mengikat ; Kekuatan hukum mengikatnya berlaku kepada semua pihak ; Dilarang menjual barang yang disita kepada siapapun ; Dilarang membebani (menjaminkan) ; Dilarang memindahkannya kepada siapapun : Pihak tersita dilarang menjual, menghibahkan, menukarkan, mewakafkan, baik untuk sebagian maupun keseluruhannya ; Sejak tanggal pengumuman sita, pihak tersita dilarang menggadaikan, menghipotekkan, membebaninya dengan hak tanggungan atau menjadikannya sebagai jaminan utang dalam bentuk yang bagaimanapun ; Pihak tersita dilarang menyewakan barang yang disita terhitung sejak tanggal pengumuman, baik untuk sebagian maupun seluruhnya dalam bentuk sewa menyewa yang bagaimanapun ; r. Daya mengikat sita, mengesampingkan sita dan eksekusi lain : Daya mengikat sita tidak tergoyahkan ; Daya mengikatnya tidak dapat tergoyahkan oleh sita eksekusi yang datang kemudian dan dapat menyingkirkan sita jaminan maupun sita eksekusi ; Permohonan sita ditolak ; Menempatkan pemohon dalam kedudukan vergelijkende beslag ; s. Vergelijkende Beslag (Sita Persamaan) : Mencatat permohonan ; Catatan tersebut berupa keterangan yang berisi penjelasan, barang yang dimohonkan untuk disita masih berada dalam keadaan tersita ; 10
Sita eksekusi yang berdaya mengikat berkekuatan eksekutorial ; t. Kekuatan eksekutorial terhenti dengan pernyataan pailit ; Putusan pernyataan pailit menghentikan dan menghapuskan kekuatan mengikat sita eksekusi maupun eksekusi yang akan atau sedang berjalan ; Penghentian dan penghapusan daya mengikat sita eksekusi maupun kekuatan eksekutorial terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit dijatuhkan Hakim ; Sejak itu harta yang disita eksekusi maupun yang akan dieksekusi jatuh menjadi boedel pailit ; Akibat hukum (rechtsgevolg) yang terkandung pada setiap putusan pernyataan pailit antara lain : Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit, harta kekayaan orang yang pailit berada dalam keadaan penyitaan umum dalam status conservatoir beslag (CB) ; Terhitung sejak tanggal putusan pernyataan pailit, hilang hak orang yang pailit untuk mengurus dan menguasai harta kekayaannya ; u. Pendelegasian sita eksekusi : Pendelegasian meliputi sebagian atau seluruh sita eksekusi ; Keharusan pendelegasian meliputi semua jenis barang ; Yang menerima delegasi tidak berwenang menilai isi penetapan Larangan menilai isi surat penetapan dalam lembaga pendelegasian sita eksekusi merupakan salah satu prinsip, meskipun karakter pendelegasian sita eksekusi itu adalah : Mengalihkan fungsi dan tanggung jawab pelaksanaan kepada Ketua Pengadilan Agama yang dimintakan bantuan ; Sedangkan Ketua Pengadilan Agama yang mendeleagasikan cukup mendapat laporan tentang jalannya pelaksanaan sita eksekusi dari Ketua Pengadilan Agama yang dimintakan bantuan dalam tempo 24 (dua puluh empat) jam ; 11
v. Batas-batas acuan kewenangan Ketua Pengadilan Agama yang dimintakan bantuannya antara lain : Melaksanakan sepenuhnya dengan segera isi penetapan, sepanjang : Surat penetapan sudah cukup jelas ; Objek barang yang akan disita eksekusi tidak terlibat dalam suatu sengketa hukum dengan pihak ketiga ; Meminta penjelasan : Sekiranya surat penetapan tidak jelas maksudnya, Ketua Pengadilan Agama yang menerima delegasi : Dapat mengajukan permintaan penjelasan ; Dapat mengusulkan perbaikan ; w. Mengeluarkan penetapan noneksekutabel : Salah satu cacat yang diberikan hak kepada Ketua Pengadilan Agama yang menerima delegasi tidak menjalankan isi surat penetapan, apabila secara faktual surat penetapan tersebut tidak mungkin dilaksanakan ; x. Penyampaian laporan pelaksanaan pendelegasian ; Laporan atau pemberitahuan pelaksanaan disampaikan dalam tempo 24 (dua puluh empat) jam ; y. Isi laporan atau pemberitahuan ; Mengenai segala daya upaya yang dijalankan dan mengenai keadaan pelaksanaan sita eksekusi ; z. Perlawanan dikaitkan dengan pendelegasian ; Pengadilan Agama yang berwenang memeriksa dan mengadili perlawanan yang diajukan terhadap sita eksekusi dalam pendelegasian adalah Pengadilan Agama di tempat mana sita eksekusi diajukan pelaksanaannya. Pedoman menentukan kewenangan relatifnya bukan bersandar pada faktor pengeluaran surat penetapan, tetapi didasarkan pada faktor tempat pelaksanaan sita eksekusi dijalankan ; Mataram, 16 Maret 2015 12
DAFTAR KEPUSTAKAAN MAHKAMAH AGUNG RI, DIREKTORAT JENDERAL BADAN PERADILAN AGAMA, Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Peradilan Agama (BUKU II), Jakarta, 2014 ; MAHKAMAH AGUNG RI, Disusun Oleh Drs. H. Wildan Suyuthi Musthofa, S.H,Praktek Kejurusitaan Pengadilan, 2002 ; YAHYA HARAHAP, M, S.H,Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika Offset, Cetakan Ke 8, Oktober 2008 ; YAHYA HARAHAP, M, S.H, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua, Sinar Grafika Offset, Jakarta, Cetakan kelima, Maret 2010 ; RETNOWULANSUTANTIO, S.H, dan ISKANDAR OERIPKARTAWINATA, S.H, Hukum Acara Perdata Dalam Teori dan Praktek, CV Mandarmaju, Cetakan ke VI, 1989 ; SOESILO, R, Herzien Inslandch Reglement (H.I.R), Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (R.I.B) dengan Penjelasan, Politea, Bogor ; SUBEKTI, Hukum Acara Perdata, BPHN, Jakarta, 1977 ; SUDIKNO, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1988 ; 13