Sintesis Alkohol Dari Limbah Nasi Rumah Makan Melalui Proses Hidrolisis Dan Fermentasi Nona Sukandi, Astin Lukum, Suleman Duengo Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan alkohol dari limbah nasi rumah makan secara hidrolisis dan fermentasi dengan penambahan ragi (25 gram, 50 gram, 75 gram) dan lama fermentasi (3, 5, dan 7 hari). Hasil penelitian diperoleh pada penambahan ragi 25 gram diperoleh kadar alkohol yang paling tinggi pada hari ke-5 yakni 5,37%, sedangkan pada penambahan ragi 50 gram kadar alkohol yang dihasilkan pada hari ke-5 yakni 8,60% dan penambahan ragi 75 gram pada hari ke-5 alkohol yang dihasilkan yaitu sebanyak 13,96%. Pada fermentasi ini menggunakan nasi limbah rumah makan dengan kadar glukosa 19,10%. Kata Kunci: Alkohol, limbah nasi, hidrolisis, fermentasi Nasi adalah beras (serelia) yang telah direbus atau ditanak. Pada umumnya, warna nasi adalah putih bila beras beras yang digunakan adalah berwarna putih. Nasi bisa dikatakan makanan pokok bagi masyarat Indonesia, karena hampir semua wilayah di Indonesia adalah mengonsumsi nasi sebagai makanan pokoknya. Nasi banyak mengandung karbohidrat dan air, sehingga manfaat nasi putih menjadi sumber tenaga utama yang cepat karena mudah diserap tubuh. Menurut Santoso (2011), Indonesia adalah negara pengekspor beras terbesar di dunia. Sekitar 14% padi yang beredar di pasaran dunia berasal dari negara kita. Surplus beras ini menyebabkan sering didapati nasi terbuang sia-sia tanpa adanya upaya-upaya untuk memanfaatkannya. Hal ini sering kita temukan di restoran, rumah makan rumah makan, sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan dengan adanya bau yang sangat menyengat. Pemanfaatan limbah nasi rumah makan sekarang ini sebagian hanya sebatas dikeringkan untuk makanan ternak atau diolah sebagai cemilan. Padahal, limbah nasi rumah makan dapat diolah menjadi alkohol karena kandungan karbohidratnya yang tinggi. Dalam nasi terdapat pati yang jika dihidrolisis secara sempurna akan menghasilkan jenis monosakarida dan memungkinkan untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan alkohol yang merupakan salah satu cara alternative limbah nasi rumah makan dengan proses hidrolisis dan fermentasi.
Dilihat dari kandungan karbohidrat yang cukup banyak yakni 40,6 % (Poedjiadi. 2005), maka pati yang tekandung dalam nasi dapat diubah menjadi alkohol melalui proses biologi dan kimia. Proses hidrolisis dan fermentasi pati dapat dilihat melalui persamaan berikut. Hidrolisis Fermentasi Pati Gula Alkohol Nasi yang berbau dianggap sebagai limbah. Limbah ini dapat mengakibatkan meningkatkan keasaman tanah dan menimbulkan bau busuk. Meningkatkan sifat keasaman tanah karena dalam nasi terdapat karbohidrat yang dapat mengalami proses fermentasi berubah menjadi alkohol dan karbondioksida. Kemudian alkohol inipun dapat mengalami oksidasi menjadi asam asetat. Reaksinya reaksi dalam proses fermentasi menurut (Page: 1997) sebagai berikut: ragi C 6 H 12 O 6 2C 2 H 5 OH +2C 2 O C 2 H 5 OH + O mikroba 2 CH 3 COOH+ H 2 O Sedangkan bau busuk yang timbul diakibatkan oleh terjadinya proses penguraian protein dalam limbah nasi rumah makan oleh mikroba pengurai. Oleh karena itu, pemanfaatan limbah nasi rumah makan seperti pada pembuatan alkohol merupakan teknologi pengolahan bahan pangan yang mempunya nilai ekonomis yang menghasilkan produk-produk yang bermanfaat serta dapat mengurangi masalah pencemaran lingkungan. Menurut (Muda: 2006) nasi adalah beras yang sudah dimasak (sudah ditanak). Sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa Nasi adalah beras (atau kadangkadang serealia lain) yang telah direbus atau ditanak (Wifitri: 2011). Menurut (Mulyono: 2006) bahwa hidrolisis adalah reaksi yang terjadi antara suatu senyawa dan air dengan membentuk reaksi kesetimbangan; selain bereaksi air juga berperan sebagai medium reaksi sedangkan senyawanya dapat berupa senyawa anorganik maupun senyawa organik. Sedangkan menurut (Dyah dan Wasir: 2011) bahwa hidrolisis adalah reaksi kimia antara air dengan suatu zat lain yang menghasilkan satu zat baru atau lebih dan juga dekomposisi suatu larutan dengan menggunakan air. Proses ini melibatkan pengionan molekul air ataupun peruraian senyawa yang lain. Fermentasi merupakan proses produksi energi sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik. Akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang
mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor electron eksternal (Eddy 2003 dalam Ikmawati 2011). Sedangkan menurut (Mulyono: 2006) bahwa, fermentasi adalah proses kimia yang berlangsung oleh adanya mikroorganisme yang mengkatalis reaksi. Dan menurut (Pradani dkk: 2009) bahwa fermentasi adalah suatu proses terjadinya perubahan struktur kimia dari bahan-bahan organik dengan memanfaatkan aktivitas agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis. Pada fermentasi yang normal akan terjadi konversi karbohidrat menjadi alkohol. Mikroba yang digunakan untuk fermentasi dapat berasal dari makanan tersebut. Tetapi cara tersebut biasanya berlangsung agak lambat dan banyak menanggung resiko pertumbuhan mikroba yang tidak dikehendaki lebih cepat. Maka untuk mempercepat perkembangbiakan biasanya ditambahkan mikroba dari luar dalam bentuk kultur murni ataupun starter (bahan yang telah mengalami fermentasi). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa lama waktu fermentasi dan kadar alkohol yang dihasilkan, dan untuk mengetahui kadar alkohol dari limbah nasi rumah makan yang diperoleh dengan variasi penambahan ragi dan waktu fermentasi yang berbeda. METODE Penelitian ini merupakan penelitian laboratorium yang dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia dan Laboratorium Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Gorontalo. Cara kerja Analisa kadar pati: a pembuatan larutan glukosa standar dan, Larutan glukosa standar dibuat dengan cara melarutkan 2 gr glukosa anhidrid dengan aquadest sampai 1000 ml (Rikana: 2009) b standarisasi larutan fehling, Larutan fehling A dan fehling B sebanyak 5 ml diambil dengan menggunakan pipet volume kemudian dicampur dan ditambahkan 15 ml larutan glukosa standar dari buret. Campuran dididihkan selama beberapa menit, dalam keadaan mendidih penetesan larutan glukosa dilanjutkan sampai warna biru hilang. Catat volume titran. Setelah itu campuran ditambahkan 2-3 tetes indikator metilen biru sampai terbentuk warna merah bata. Volume glukosa standar yang dibutuhkan dicatat (Rikana: 2009). Penentuan kadar pati pada limbah nasi rumah makan : 10 gr sampel ditambah
dengan 100 ml katalis HCl 0,1 N dan dipanaskan dalam labu leher tiga selama 1 jam pada suhu 100 o C, kemudian didinginkan dan disaring, lalu dinetralkan dengan NaOH. Sebanyak 5 ml, diencerkan sampai 100 ml. setelah itu diambil sebanyak 5 ml, campuran dimasukkan dalam labu Erlenmeyer yang berisi larutan fehling A dan fehling B (masing-masing 5 ml) dan 5 ml larutan glukosa standar. Campuran dipanaskan sampai mendidih dan penetesan glukosa dilanjutkan sampai warna biru hilang (B). Setelah itu campuran ditambah 2-3 tetes indikator metilen biru dititrasi sampai warna merah bata, kebutuhan glukosa standar dicatat (M). (Ikmawati: 2011) Kadar glukosa = X 100 Catatan: Kadar pati = 90% kadar glukosa Keterangan: F= Kebutuhan glukosa standar pada standarisasi larutan fehling M= Kebutuhan glukosa standar pada penentuan glukosa dan pati B= Kebutuhan glukosa standar pada sampel N= Massa jenis glukosa standar W= Berat glukosa standar keseluruhan Hidrolisis: Sebanyak 200 gr nasi yang dihaluskan dengan blender, kemudian ditambahkan sebanyak 1000 ml air dan larutan HCl 0,1 N tetes demi tetes hingga ph 2,3. Campuran tersebut hidrolisis selama 1 jam pada suhu 100 o C, setelah itu sampel didinginkan dan disaring (Ikmawati: 2011) Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali dengan jumlah sampel yang sama. HASIL DAN PEMBAHASAN Fermentasi merupakan respirasi (pernafasan) tanpa udara, yang menandakan adanya gelembung yang berada pada permukaan larutan fermentasi dikarenakan adanya bantuan bakteri yang dihasilkan pada ragi yang digunakan. Gelembung itu akan terus meningkat sesuai fase perkembangan khamir didalamnya, yang membantu menguraikan gula menjadi alkohol. (Ikmawati. 2011) Hal ini mengacu pada pengertian fermentasi dalam bahasa latin Ferverve yang berarti bergelembung. Penggelembungan ini diamati pada peragian ekstrak buah-buahan yang disebabkan keluarnya gelembung-
gelembung karbon dioksida. Reaksi anaerob dari gula yang terkandung di dalam bahan-bahan yang diragikan. (Kholis. 2008 dalam Wawan. 2010) Proses fermentasi dapat diamati secara langsung untuk memastikan apakah dapat berlangsung dengan baik atau tidak dengan adanya gelembung gas pada wadah fermentasi. Sebelum proses fermentasi, terlebih dahulu sampel ditimbang sebanyak 200 gram, kemudian dilakukan proses hidrolisis selama 60 menit dengan penambahan HCl 0,1 N sebagai katalis dan pada suhu 100 o C.. Proses hidrolisi ini bertujuan untuk mengubah polisakarida (pati) menjadi monosakarida (glukosa). Kemudian didinginkan, diatur ph 4,5 dengan penambahan NaOH 0,1 N dan ditambahkan (NH 4 ) 2 SO 4 sebanyak 15 gr pada sampel tersebut, penambahan nutrisi bertujuan untuk menyuplai mikroorganisme pada saat fermentasi berlangsung. Selanjutnya sampel di seterilisasi mengunakan autoclav pada suhu 120 o C guna membunuh bakteribakteri yang tidak diperlukan dalam proses fermentasi nanti. 75). Pada saat fermentasi toples tetap pada suhu ± 30 o C dan dalam keadaan tertutup agar tidak terjadi aerasi selama kurun waktu yang telah ditentukan. Hal ini dilakukan agar proses berjalan anaerob dan mencegah terjadinya kontaminasi oleh bakteri yang tidak diinginkan. Setelah mencapai waktu yang telah ditentukan maka akan terbentuk cairan di atas permukaan, kemudian cairan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam gelas ukur serta siap dianalisa menggunakan alkohol meter. Tabel 2. Kadar alkohol yang dihasilkan dengan penambahan ragi dan waktu fermentasi yang berbeda. No Penambahan ragi (gram) 1 25 2 50 Waktu fermentasi (hari) 3 5 7 3 5 7 3 Kadar alkohol (%) 3,22 5,37 4,30 5,37 8,60 7,52 7,52 Setelah selesai diautoklav, sampel 3 75 5 13,96 didinginkan dan dimasukkan kedalam 7 10,75 toples fermentasi. Ragi ditaburkan dengan variasi yang telah ditentukan (25, 50, dan
Berdasarkan tabel 2 menunjukan bahwa penambahan ragi sebesar 25 gram diperoleh kadar alkohol paling tinggi pada hari ke-5 yakni 5,37%. Sedangkan pada penambahan ragi 50 gram kadar alkohol yang tinggi diperoleh pada hari ke-5 yakni 8,60%. Dan untuk penambahan ragi sebanyak 75 gram kadar alkohol yang dihasilkan juga tinggi pada hari ke-5 yakni 13,96%. Hal ini bisa dilihat kadar alkohol yang dihasilkan seiring dengan bertambahnya jumlah ragi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 7 Kadar Alkohol (%) 15 10 5 0 3 5 7 Gambar 7. Grafik kadar alkohol yang dihasilkan dari penambahan ragi dan waktu fermentasi Ragi 25 gram Ragi 50 gram Ragi 75 gram Berdasarkan gambar 7, menunjukan bahwa penambahan ragi 25 gram, pada hari ke-3 kadar alkohol yang di hasilkan sedikit yakni 3,22 %. Hal ini disebabkan karena mikroba masih dalam tahap penyesuaian, karena jika nutrient yang tersedia dan kondisi lingkungan yang baru berbeda dengan sebelumnya, diperlukan waktu penyesuaian untuk mensintesa enzimenzim, sehingga alkohol yang dihasikan oleh mikroba masih sedikit. Sedangkan pada hari ke-5 kadar alkohol yang dihasilkan semakin meningkat yakni 5,37 %. Hal ini terjadi karena mikroba mengalami fasa eksponensial dan inilah akhir proses pertumbuhan dipercepat, sehingga alkohol yang dihasilkan lebih banyak dari sebelumnya. Lain halnya dengan pada hari ke-7 kadar alkohol yang dihasilkan menurun, ini disebabkan karena mikroba mencapai pada fasa stasioner. Hal ini terjadi karena ukuran sel pada fase ini menjadi lebih kecil karena sel tetap membelah meskipun zat-zat nutrisi sudah habis. Karena kekurangan zat nutrisi, sel kemungkinan mempunyai komposisi yang berbeda dengan sel yang tumbuh pada fase logaritmik. Pada fase ini sel-sel lebih tahan terhadap keadaan ekstrim seperti panas, dingin, radiasi, dan bahan-bahan kimia. Pada penambahan ragi 50 gram sama halnya dengan penambahan ragi 25 gram yakni mengalami beberapa fasa. Dimana kadar alkohol yang dihasilkan pada hari ke-3 mendapatkan kadar alkohol yang rendah yakni 5,37 %. Hari ke-5 semakin meningkat yakni 8,60 % dan menurun pada hari ke-7 yakni 10,75 %. Pada penambahan ragi 75 gram diperoleh kadar alkohol semakin meningkat dengan adanya penambahan
ragi dan seiring berjalannya waktu. Dan kadar alkohol yang di hasilkan pada hari ke-3 yakni 7,52 %. Hari ke-5 sebanyak 13,97 %. Sedangkan pada hari ke-7 kadar alkoholnya sebesar 10,75 %. Hal ini dilihat bahwa Semakin banyak ragi yang ditambahkan maka semakin banyak jumlah ragi dalam cairan fermentasi yang akan mempercepat perombakan gula menjadi alkohol. Sehingga semakin tingginya konsentrasi ragi yang diberikan maka semakin banyak pertumbuhan sel khamar yang akan mengkonversi glukosa menjadi alkohol. Pada penambahan ragi 75 gram ini tidak diketahui fasa pertumbuhan stasioner yakni volume pertumbuhan tetap. Kadar alkohol yang dihasilkan dari fermentasi pada penelitian ini hanya berkisar 13,97 % saja, sehingga untuk memperoleh jenis alkohol yang berkadar tinggi diperlukan proses lain yaitu proses destilasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa kadar alkohol yang dihasilkan pada hari ke-5 semakin banyak. Hal ini diakibatkan karena pada hari ke-5 mikroba mengalami fase log atau ekponensial yakni fase pembelahan dengan cepat, sehingga mikroba bisa menghasilkan alkohol yang maksimal. Sedangkan pada hari ke-7, mikroba sudah mengalami fase stasioner yakni voleme pertumbuhan tetap atau jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan kadar alkohol tertinggi diperoleh pada perbandingan 75 gram dengan waktu fermentasi 5 hari yakni 13,96%. Kadar alkohol yang dihasilkan dari proses hidrolisis dan fermentasi limbah nasi rumah makan dengan variasi penambahan ragi 25 gram pada hari ke-3,5 dan ke-7 menghasilkan kadar alkohol sebesar 3,22%, 5,37% dan 4,30%, untuk penambahan ragi 50 gram pada hari ke-3,5 dan ke-7 menghasilkan kadar alkohol sebesar 5,37%, 8,60% dan 7,52%, sedangkan untuk penambahan ragi 75 gram pada hari ke-3,5, dan ke-7 menghasilkan menghasilkan kadar alkohol sebesar 7,52%, 13,96% dan 10,75%. Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan penulis dapat memberikan saran sebagai berikut: Dari penelitian yang dilakukan, pembuatan alkohol dari limbah nasi rumah makan dengan cara fermentasi merupakan salah sati alternatif yang baik dalam pemanfaatan. Pada penelitian selanjutnya agar memilih konsentrasi ragi dan waktu
fermentasi yang baik agar menghasilkan kadar DAFTAR RUJUKAN Anshori, Rahma. 1984. Pengantar Teknologi Fermentasi. Malang: PT Arcan Anwar, dkk. 1996. Pengantar Praktikum Kimia Organik. Yogyakarta: FMIPA Universitas Gaja Mada. Anonim. 2008. Arti kata basi. (http://artikata.com/arti-320821- basi.html, diakses 14 februari 2013) Anonim. 2007. Apa itu bioetanol. http://www.nusantara-agroindustri.com, diakses 25 maret 2015 Bakary, Wifitri. 2011. Nasi Basi Beras Ketang Sebagai Dodol. (http://wifitribakry. blogspot.com/2011/10/penelitia n-ilmiah-remaja-nasi-basi.html, diakses 14 februari 2013) Djawahir, Beddu. 2002. Kimia Organik Dasar. Makasar: UNHAS Fatmawati, Elvina. 2004. Pemanfaatan Kulit Pisang Kapok Untuk Pembuatan Alkohol Dengan Cara Fermentasi. Gorontalo: UNG Fessenden dan Fessenden. 1991. Dasardasar kimia. Jakarta: Bani Rupa Aksara Fessenden dan Fessenden. 1997. Kimia organik. Jakarta: Erlangga Hamdiyanti, yanti. 2006. Petumbuhan dan Pengendalian Mikroorganisme,(http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/Jur.Pe nd.biologi/196611031991012 Yanti.Hamdiyati/Pertumbuhan pada mikroorganisme II.pdf, diakses 14 februari 2013) Ikmawati. 20011. Variasi Pertumbuhan Ragi Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Ubi (Monnihot Esculenta) Secara Fermentasi. Gorontalo. UNG Khairani, Rini. 2007. Tanaman Jagung Sebagai Bahan Bio-fuel (http://www.macklintmipunpad.net/biofuel/jagung/pati.p df, diakses 15 maret 2012) Mursyidin, D. 2007. Ubi Kayu dan Bahan Bakar Terbarukan.
(http://www.banjarmasin.net/pedoman%ba han%bakar%berbarukan diakses 30 maret 2012) Mulyono. 2006. Kamus Kimia. Bandung: Bumi Aksara. Muda, A.K Ahmad. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. Nurdianti, F. 2007. Evaluasi Aktivitas Enzim Glukoamilase Dari Aspergillus Oryzae Dengan Ubi Jalar Dan Ubi Kayu Sebagai Substrat. Skripsi Fakultas Sains dan teknik jurusan MIPA program studi kimia UNSOED. Purwokerto. Diakses tanggal 26 april 2012 Pradani, dkk. 2009. Pemanfaatan Fraksi Cair Isolat Pati Ketela Pohon Sebagai Media Fermentasi Pengganti Air Tajin Pada Pembuatan Sayur Asin. Universitas Diponegoro, diakses 14 februari 2013 Page S. David. 1994. Dasar-dasar Biokimia Edisi kedua. Jakarta: Erlangga Poedjiadi, Ana. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Bandung: UI-Press Rama, Prihandana. Dkk 2007. Bioetanol Uby Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: Agromedia Pustaka. Rikana,happy. 2009. Pembuatan Bioetanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. http://eprints. undip.ac.id/3674/1/makalah_bi oethanol Heppy_R.pdf, diakses 12 juni 2013 Sudarmadji. S, Haryono. B., dan Suhardi, 1989. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Yogyakarta: Universitas Gaja Mada. Suhartono. 1989. Enzim dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Santoso. Agus Dwi. 2011. Bioful Untuk Kelanjutan Hidup Manusia. (http://geosmanda.blogspot.com/2 011/03/biofuel-untuk-kelanjutanhidup-manusia.html, Diakses tanggal 5 maret 2012) Tri retno, dkk. 2011. Jurnal Penelitian Pembuatan Bioetanol Dari Kulit Pisang. Jurusan Teknik Kimia FTI UPN Veteran : (Yogyakarta.http://repository.upn
yk.ac.id/352/1/pembuatanbioetan ol-dari-kulit-pisang.pdf. Diakses tanggal 23 Desember 2012) Tahir, Wawan. 2010. Analisis Kadar Etanol Hasil Proses Fermentasi Pada Air Perasan Tebu Hias.Gorontalo: UNG.