Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Moh. Waspa Kusuma Budi

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding SNaPP2015 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Moh. Waspa Kusuma Budi

RPSEP-03 MENEGAKKAN NETRALITAS BIROKRASI PEMERINTAH DAERAH DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR LAMPUNG TAHUN

I. PENDAHULUAN. dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Penelitian tentang pemilihan Kepala Daerah telah menjadi tema menarik dalam

BAB I PENDAHULUAN. rakyat indonesia yang berdasarkan pancasila dan undang undang dasar negara

DAFTAR ISI. Halaman Daftar isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Gambar... v

I. PENDAHULUAN. memilih sebuah partai politik karena dianggap sebagai representasi dari agama

I. PENDAHULUAN. melalui lembaga legislatif atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

I. PENDAHULUAN. sangat penting dalam kehidupan bernegara. Pemilihan umum, rakyat berperan

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

: Dra. Hani Yuliasih, M.Si/Kabag.Set Komisi II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang digunakan dalam suatu negara. Indonesia adalah salah satu

MEMAKNAI ULANG PARTISIPASI POLITIK WARGA: TAHU, MAMPU, AWASI PUSAT KAJIAN POLITIK FISIP UNIVERSITAS INDONESIA 28 JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan Indonesia dari sentralistik menjadi desentralistik sesuai dengan

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

GAMBARAN UMUM. Bergesernya paradigma penyelenggaraan pemerintahan dari government ke

HUT KORPRI SEBAGAI MOMENTUM UNTUK TERUS MENINGKATKAN PELAYANAN PUBLIK (Di Era Pelaksanaan Undang-Undang ASN)

I. PENDAHULUAN. berbangsa dan bernegara, baik ekonomi, sosial dan budaya. Tidak terkecuali

METODE PENELITIAN. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.

BAB I PENDAHULUAN. profesionalisme kerja yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. dan DPRD sebagai penyalur aspirasi politik rakyat serta anggota DPD. sebagai penyalur aspirasi keanekaragaman daerah sebagaimana

BAB 14 PERWUJUDAN LEMBAGA DEMOKRASI YANG MAKIN KUKUH

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. putra-putri terbaik untuk menduduki jabatan-jabatan politik dan pejabatpejabat

BAB V PENUTUP. 1. KPUD sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah harus. menjunjung tinggi netralitas. KPUD adalah birokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Winarno, 2008: vii). Meskipun demikian, pada kenyataannya krisis tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. politiknya bekerja secara efektif. Prabowo Effect atau ketokohan mantan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah salah satu cara dalam sistem

I. PENDAHULUAN. Runtuhnya rezim Orde Baru memberikan ruang yang lebih luas bagi elit politik

BAB I PENDAHULUAN. dimana adanya pemberian kebebasan seluas-luasnya. untuk berpendapat dan membuat kelompok. Pesatnya

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat

I. PENDAHULUAN. Pemilihan Umum (Pemilu) di Negara Indonesia merupakan sarana pelaksanaan

I. PENDAHULUAN. Dalam Negara demokrasi, pemilu merupakan sarana untuk melakukan pergantian

RechtsVinding Online. Sistem Merit Sebagai Konsep Manajemen ASN

BAB I PENGANTAR. keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi aktif untuk menentukan jalannya

I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan Pemerintahan Daerah dalam. Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pemilukada perlu dilakukan untuk

BAB V PENUTUP. yang melibatkan birokrat masuk dalam arena pertarungan politik yang terjadi dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi, Sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Dalam

I. PENDAHULUAN. demokrasi pada negara yang menganut paham demokrasi seperti Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Era reformasi telah menghasilkan sejumlah perubahan yang signifikan dalam

Lina Miftahul Jannah linamjannah.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN. kekuasaan, kedaulatan berada pada tangan rakyat. Demokrasi yang kuat,

BAB I PENDAHULUAN. tujuan Negara sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-undang

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

prinsip demokrasi dan prinsip negara hukum sebagai mana disebutkan dalam Undang- Undang Dasar Secara teoritis, netralitas PNS dengan cara tidak

I. PENDAHULUAN. Marketing politik adalah salah satu kegiatan yang penting dilakukan dalam

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

KARTELISASI POLITIK PILKADA LANGSUNG

BAB I PENDAHULUAN. mengimplementasikan demokrasi pada tingkat lokal di Indonesia. Perubahan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah lembaga penyelenggaraan pemilu

EVALUASI PEMILU 2014 DI SUMATERA UTARA 1. Muryanto Amin 2

I. PENDAHULUAN. Setelah memasuki masa reformasi, partai politik telah menjadi instrumen

AKUNTABILITAS KEPALA DAERAH DI PERSIMPANGAN JALAN (DARI PILKADA LANGSUNG MENUJU PILKADA OLEH DPRD) 1

BAB I PENDAHULUAN. Pemilihan Umum Kepala Daerah menjadi Cossensus politik Nasional yang

publik pada sektor beras karena tidak memiliki sumber-sumber kekuatan yang cukup memadai untuk melawan kekuatan oligarki politik lama.

I. PENDAHULUAN. Pemilihan umum (selanjutnya disebut Pemilu) adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang

REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

INDEKS DEMOKRASI INDONESIA PAPUA BARAT

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ENAM REVISI PILKADA USULAN PUBLIK LSI DENNY JA FEBRUARI 2015

I. PENDAHULUAN. memperoleh dan menambah dukungan suara bagi para kandidat kepala daerah. Partai politik

KEYNOTE SPEECH PADA FORUM DISKUSI EVALUASI PILKADA SERENTAK 2015 Jakarta, 4 Mei 2016

Publik Menilai SBY Sebagai Aktor Utama Kemunduran Demokrasi Jika Pilkada oleh DPRD

BAB I. PENDAHULUAN. oleh rakyat dan untuk rakyat dan merupakan sistem pemerintahan yang. memegang kekuasaan tertinggi (Gatara, 2009: 251).

I. PENDAHULUAN. pola perilaku yang berkenaan dengan proses internal individu atau kelompok

BAB I PENDAHULUAN. langsung oleh rakyat. Pemilihan umum adalah proses. partisipasi masyarakat sebanyak-banyaknya dan dilaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semarak dinamika politik di Indonesia dapat dilihat dari pesta demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi memegang peran penting menurut porsinya masing-masing.

KEPUTUSAN KOMISI PEMILIHAN UMUM KOTA TANJUNGBALAI. NOMOR: 5 /Kpts/KPU /2015

MENGKAJI TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILUKADA LANGSUNG GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. mencetak pemimpin yang berkualitas. Menurut Agustino (2009: 104) salah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

I. PENDAHULUAN. dilakukan dengan keikutsertaan partai politik dalam pemilihan umum yang

I. PENDAHULUAN. Pemilu merupakan proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan

Pemilu Serentak 2019 dan Penguatan Demokrasi Presidensial di Indonesia. Oleh Syamsuddin Haris

BAB I PENDAHULUAN. permasalahannya berupa pola pikir pemerintah dalam struktur pemerintahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PERANAN KPU DAERAH DALAM MENCIPTAKAN PEMILU YANG DEMOKRATIS

I. PENDAHULUAN. memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menyatakan pendapat

BANTUAN DAN FASILITAS PEMERINTAH DAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PELAKSANAAN PEMILU PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN TAHUN 2014

I. PENDAHULUAN. Hubungan antara pemerintah dengan warga negara atau rakyat selalu berada. terbaik dalam perkembangan organisasi negara modern.

I. PENDAHULUAN. basis agama Islam di Indonesia Perolehan suara PKS pada pemilu tahun 2004

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang dianggap demokratis selalu mencantumkan kata kedaulatan

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

PANDUAN AKUNTABILITAS POLITIK

2015 MODEL REKRUTMEN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU 2014 (STUDI KASUS DEWAN PIMPINAN DAERAH PARTAI NASDEM KOTA BANDUNG)

HUBUNGAN EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF DI ERA OTONOMI DAERAH

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

BAHAN RAPAT KERJA MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI RI, MENTERI DALAM NEGERI RI, DAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI DENGAN

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

2013, No.41 2 Mengingat haknya untuk ikut serta dalam kampanye Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perw

BAB IV. Mekanisme Rekrutmen Politik Kepala Daerah PDI Perjuangan. 4.1 Rekrutmen Kepala Daerah Dalam Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai bentuk konkret dari konsep

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak reformasi, masyarakat berubah menjadi relatif demokratis. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

Transkripsi:

Prosiding SNaPP2014 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 ARAH BARU REFORMASI BIROKRASI DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Moh. Waspa Kusuma Budi STISIPOL Dharma Wacana Metro Jl. Kenanga No.3 Mulyojati 16C Kota Metro Lampung E-mail: waspabudi@yahoo.com Abstrak. Arah baru reformasi birokrasi dalam pemilihan kepala daerah dimulai sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Aparatur birokrasi dijaga dari keterlibatan dan dilibatkannya dalam pilkada melalui konsep netralitas birokrasi. Apakah di dalam pelaksanaan pilkada melalui Undang-undang tersebut selanjutnya aparat birokrasi dapat bersikap netral tidak terlibat dan dilibatkan dalam politik? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah, melalui teknik observasi, teknik dokumentasi, dan teknik wawancara terhadap calon kepala daerah dan pejabat structural yang masuk dalam tim sukses tersembunyi.bagi calon yang masih menduduki jabatan publik menggunakan pengaruh dari jabatannya. Demikian pula bagi PNS yang menduduki jabatan eselon tertentu tetap melibatkan diri dengan memberikan dukungan kepada calon kepala daerah yang diyakini akan memenangkan pilkada. Harapannya adalah rente transaksional jabatan structural dikemudian hari. Bahkan pasca pelaksanaan pilkada, aparat birokrasi yang berbeda dukungan akan menjadi korban politik kepala daerah terpilih, yang ditandai oleh gerakkan non-job terhadap pejabat eselon yang tidak mendukungnya. Kesimpupan dalam penelitian ini adalah bahwa betapapun arah baru reformasi birokrasi dalam pilkada yang diupayakan melalui terbitnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, namun ternyata hal ini belum bisa berjalan dengan maksimal. Aparat birokrasi masih saja ditarik-tarik masuk dalam ruang politik praktis pilkada. Kata Kunci: Reformasi Birokrasi, Pilkada, Aparatur Sipil Negara (ASN) 1. Pendahuluan Upaya menegakkan reformasi birokrasi dalam pelaksanaan pilkada langsung yang sudah berjalan hampir 10 (sepuluh) tahun hingga kini belum berjalan secara efektif. Politisasi terhadap birokrasi masih marak dilakukan dalam setiap penyelenggaraan pilkada langsung. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan birokrasi yang dipengaruhi oleh dinamika demokrasi politik disuatu negara. Seperti apa yang dicontohkan oleh Moeltjarto (2001) bahwa perjalanan panjang kehidupan birokrasi di Indonesia ini selalu saja ditandai oleh dominannya aspek politis dibawah komando penguasa negara. Ketika suatu negara berlaku sistem otoriter, maka birokrasi akan menganut tipe dan karakter yang cenderung otoriter; namun sebaliknya apabila suatu negara berlaku sistem demokrasi, perilaku birokrasi juga akan memiliki kecenderungan budaya demokrasi. Dalam kondisi ini, birokrasi tidak lagi akrap dan ramah dengan kehidupan masyarakat, namun justru menjaga jarak dengan masyarakat sekelilingnya. Performance birokrasi yang kental dengan aspek-aspek politis inilah yang pada gilirannya melahirkan stigma politisasi birokrasi. Untuk itu Kebijakan penempatan jabatan birokrasi pemerintah daerah semestinya harus dipahami sebagai salah satu 451

452 Moh. Waspa Kusuma Budi upaya untuk membentuk sistem pemerintahan daerah yang efektif dan efesien, tanggap dan cekatan (quick and responsive), terbuka dan bertanggung jawab (transparent and accountable), membuka seluas mungkin partisipasi publik (inclusive and democratic). Seperti dikemukakan oleh Isran Noor (2012: 103-104) dalam bukunya Politik Otonomi Daerah untuk penguatan NKRI, merupakan keniscayaan bahwa Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), sangatlah mendukung Aparatur Sipil Negara (aparatur birokrasi) yang memiliki profesionalisme dan kompetensi serta memenuhi kualifikasi dalam menduduki jabatanya. Hal ini disebabkan Aparatur Sipil Negara diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan dan tugas pembangunan. Upaya ini bisa ditempuh apabila dalam menjalankan tugasnya aparatur birokrasi bisa terhindar dari pengaruh politik manapun. Upaya menegakkan netralitas birokrasi dalam pelaksanaan pilkada langsung seperti diuraikan diatas akan lebih sulit ketika pasangan calon kepala daerah berasal dari pejabat publik yang sangat strategis. Seperti kasus pilkada di Provinsi Lampung, menurut KPUD Lampung (2014), diantara calon kepala daerah/ wakil kepala daerah yang masih menduduki jabatan strategis ini adalah Sekretaris Daerah Provinsi Lampung (Berlian Thihang) sebagai calon gubernur, Bupati Lampung Barat (Mukhlis Basri) sebagai calon wakil gubernur, Bupati Tulang Bawang Barat (Bahtiar Basri) sebagai calon wakil gubernur, Walikota Bandar Lampung (Herman HN.) sebagai calon gubernur dan Walikota Metro (Lukman Hakim) sebagai calon wakil gubernur. Adapun calon tersebut disamping menduduki jabatan strategis namun yang masih aktif sebagai pegawai negeri sipil (PNS) diatas adalah Berlihan Thihang dan Herman HN., yang keduannya sebagai calon gubernur. 2. Wajah Birokrasi Pemerintah Daerah Mendiskusikan birokrasi di negara berkembang khususnya di Indonesia masih merupakan topic yang menarik. Berangkat dari alasan bahwa birokrasi merupakan institusi modern yang wajib ada dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan public. Birokrasi dinegara berkembang masih dipersepsikan memiliki berbagai wajah yang memang dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal, dari yang bersifat kultural maupun politis. Anthony Giddens (1998) dalam menganalisis karya Durkheim dan Weber yang menyebut birokrasi dalam pelaksanaannya menampakkan tiga wajah berbeda, yaitu (1) dalam pengertian yang baik; (2) sebagai sebuah penyakit; dan (3) birokrasi yang free value (netral). 3. Reformasi Birokrasi : Relasi Birokrasi dan Politik dalam Pilkada Mengikuti perjalanan sejarah birokrasi di Indonesia, jati diri netralitas birokrasi pemerintah belum pernah terwujud secara maksimal, bahkan tindakan politisasi birokrasi justru semakin berkembang. Konsep Bureaucratic-Polity yang pertama dikemukakan Fred Riggs, yang kemudian digunakakan oleh Harold Crouch untuk melihat birokrasi di Indonesia, telah membuktikan kenyataan kecenderungan itu. Menurut Harold Crouch (1995: 31), Bureaucratic-Polity di Indonesia mengandung 3 (tiga) ciri utama. Pertama, lembaga-lembaga politik yang dominan adalah birokrasi; Kedua, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik dan kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontrol kekuatan birokrasi; Ketiga, masa diluar birokrasi secara politik dan Prosiding Seminar Nasional Penelitiandan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Arah Baru Reformasi Birokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah Pasca... 453 ekonomi adalah pasif, yang sebagian adalah merupakan kelembagaan partai politik dan secara timbal balik menguatkan birokrasi. Dalam pandangan lain, netralitas birokrasi dikemukakan oleh Nicholas Henry (1980) telah menyoroti keterlibatan birokrasi dalam proses pembuatan kebijakan politik. Seperti ditulis oleh Miftah Thoha (2003) Rouke menyatakan bahwa walaupun birokrasi itu pada mulanya berfungsi hanya untuk melaksanakan kebijakan politik, tetapi birokrasi bisa berperan dalam perumusan kebijakan. Untuk itu diperlukan dukungan politik yang kuat dalam melaksanakan kebijakan politik. Netralitas birokrasi dari pengaruh politik hampir sulit dilaksanakan apabila partai politik tidak bisa menjalankan fungsinya secara maksimal. Memasuki babak baru era reforamasi, ketika pemilu diselenggarakan dengan proses yang relative independent dengan sistem multi partai, upaya menuju netralitas birokrasi ternyata belum menampakan kemajuan yang berarti. Aparat birokrasi justru merasa lebih bebas untuk menyalurkan kepentingan politiknya sesuai dengan aspirasi dan orientasi yang dimiliki. Seperti dikemukakan oleh Sofuan Rozi (2007) dalam tabel dibawah ini mengenai model reformasi birokrasi Indonesia. Tabel 1. Model Reformasi Birokrasi Indonesia DIMENSI MODEL LAMA BIROKRASI MODEL BARU BIROKRASI Kultur dan struktur kerja Irasional-hirarkis Rasional-egaliter Hubungan kerja Komando-intervensionis Partisipan-outnomus Tujuan kerja Penguasaan, pengendalian Pemberdayaan public, Sikap terhadap public Pola rekruitmen, pengawasan dan penghargaan public Rent-seeking (ekonomi biaya tinggi) Spoil system (nepotisme, diskriminasi, reward berdasarkan ikatan primordial, suku, ras, agama) Tidak ada kompetensi dalam pelayanan demokratisasi Professional pelayanan public, tranparansi biaya (public accountability) Merit system (pengangkatan karena keahlian, pengawasan kolektif, obyektif) Model pelayanan Kompetitif dalam memberikan pelayanan Keterkaitan dengan politik Birokrasi berpolitik Netralitas politik birokrasi Sumber : Sofuan Rozi, 2007. 4. Demokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah Pengertian yang paling sederhana mengenai demokrasi adalah dari rakyat untuk rakyat. Secara etimologis, demokrasi berasal dari bahasa Yunani, demos dan kratos yang berarti pemerintahan oleh rakyat. Dalam perkembangannya, demokrasi di Indonesia telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dimulai dari pemilu anggota legislative (DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota), pemilu anggota DPD, pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu kepala daerah hingga pemilu kepala desa. Sehingga dikatakan oleh Marijan (2006: 32) bahwa demokrasi bukanlah konsep yang statis, tetapi secara histories berevolusi. Dari pandangan mengenai demokraasi itu, Robert Dahl (1971: 2) menyampaikan delapan criteria demokrasi, antara lain: (1) adanya hak untuk memilih, (2) hak untuk dipilih, (3) hak para pemimpin politk untuk bersaing mempebutkan dukungan dan suara, (4) adanya pemilu yang bebas dan fair, (5) kebebasan berorganisasi, (6) kebebasan ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 4, No. 1, Th, 2014

454 Moh. Waspa Kusuma Budi berekspresi, (7) terdapatnya sumber-sumber informasi alternative, dan (8) adanya institusi pembuatan kebijakan-kebijakan publik yang bergantung pada suara dan ekspresi-ekspresi pilihan lainnya. Selanjutnya dalam kerangka yang lebih empiris lagi, oleh Robert Dahl (1971:4) delapan criteria itu dikerucutkan kedalam dua dimensi teoritis demokratisasi, yaitu dimensi kompetisi dan dimensi inklusivitas. 5. Aparat Sipil Negara (ASN) Pada 15 Januari 2014, telah diterbitkan Undang-undang Nomor: 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Di dalam undang-undang ini telah memberi arah baru bagi reformasi birokrasi. Arah baru reformasi birokrasi dalam pilkada yang antara lain ditunjukan bahwa Aparatur Sipil Negara yang berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mencalonkan sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah harus mengundurkan diri dari PNS yang bersifat tetap. Seperti yang dimuat pada Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. 6. Metode Penelitian ini menggunakan pengumpulan data dengan teknik observasi terhadap pelaksanaan pilkada di Provinsi Lampung. Teknik Dokumentasi digunakan untuk melengkapi data-data yang diperlukan yang berasal dari dokumen yang dimiliki KPUD Lampung. Sedangkan teknik wawancara digunakan untuk melengkapi serta informasi mendalami atas data yang ada. Sedangkan teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. 7. Pembahasan Setelah mengalami penundaaan hingga 3 (tiga) kali pada tahun 2013, akhirnya Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur dapat dilaksanakan pada tanggal 9 April 2014 berbarengan dengan pemilu anggota DPRD, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan Kota. Dari 4 (empat) pasangan calon, akhirnya pilkada ini dimenangan oleh pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur, M. Ridho Ficardo dan Bakhtiar Basri dalam satu putaran. Menurut perhitungan manual yang dilakukan oleh KPUD Lampung, secara berurutan pasangan M. Ridho Ficardo-Bahtiar Basri memperoleh 1.816.533 suara (44,81 %), disusul urutan kedua perolehan suara Herman HN.-Zainudin Hasan memperoleh 1.342.763 suara (33,12 %). Sedangkan urutan perolehan ketiga adalah Berlian Tihang-Mukhlis Basri memperoleh 606.560 suara (14,96 %), sedangkan urutan keempat atau terkahir adalah M. Alzir Dianis Tabrani-Lukman Hakim yang memperoleh 288.272 suara (7,11 %). Selengkapnya hasil perolehan suara dapat dilihat pada table 2 dibawah ini. NOMOR URUT Tabel 2. Hasil Pilkada Gubernur Dan Wakil Gubernur Lampung 9 April 2014 (Bareng Dengan Pileg) NAMA PASANGAN CALON SMRC *) RAKATA**) DAN PARPOL PENDUKUNG 1. Berlihan Tihang-Mukhlis Basri (BERLIANMU) RISET 15,07 % 610.957 INSTITUTE 14,87 % 602.849 KPU***) LAMPUNG 14,96 % 606.560 Prosiding Seminar Nasional Penelitiandan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora

Arah Baru Reformasi Birokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah Pasca... 455 (PDIP, PKB, PPP) 2. M. Ridho Ficardo-Bakhtiar Basri (RIDHO BERBAKTI) (PD, PKS, PKPB, PDK) 44,74 % 1.813.817 44, 67 % 1.810.980 44,81 % 1.816.533 3. Herman HN.-Zainudin Hasan (MANZADA) (PAN, 4 Parpol Non-parlemen) 33,11% 1.342.322 33,40 % 1.354.078 33,12 % 1.342.763 4. M. Alzier Dianis Thabranie- Lukman Hakim (AMAN) (P Golkar, P Hanura) 7,08 % 287.032 7,06 % 286.221 7,11 % 288.272 Jumlah 4.054.128 100,00 % 4.054.128 100,00 % 4.054.128 100,06 % Sumber: KPUD Lampung, Pilgub diadakan tanggal 9 April berbarengan dengan Pemilu Legislatif Upaya menciptakan netralitas birokrasi belum maksimal di era pilkada langsung, apalagi dalam sebuah pilkada terdapat calon yang masih menduduki jabatan strategis, disinilah birokrasi semakin tidak netral. Ketidak-netralan aparat birokrasi lebih disebabkan oleh adanya konspirasi saling memerlukan dan saling membutuhkan antara calon kepala daerah dengan aparat birokrasi pemerintah daerah. Aparat birokrasi sangat memerlukan cantolan yang kelak akan bisa mengamankan jabatan strukturalnya apabila terpilih, disisi lain calon kepala daerah sangat memerlukan dukungan dari ketokohan aparat birokrasi di tengah masyarakat. Dari 4 (empat) pasangan calon terus melakukan sosialisasi bahkan mobilisasi massa yang menjurus pada tindakan politisasi birokrasi di daerah. Politisasi birokrasi sangat kentara terjadi yang dilakukan terutama oleh bakal calon yang berasal dari kepala daerah yang masih aktif (incumbent) maupun aparat birokrasi yang sedang menduduki jabatan strategis. Apabila dibiarkan, hal ini bisa menyebabkan tugas pokok aparat birokrasi yang seharusnya memberikan pelayanan publik dengan prima menjadi terganggu karena bakal calon yang berasal dari kepala daerah hanya sibuk melakukan sosialisasi dan mobilisasi massa demi pemenangan dalam pilkada gubernur tersebut. Dengan jabatan sebagai bupati, walikota maupun sekretaris propinsi yang dimiliki, calon gubernur/ wakil gubernur tersebut bisa menggerakkan sumberdaya yang ada, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya financial melalui pengaruh kekuasaannya. Sekretaris daerah propinsi yang nota bene memiliki jabatan birokrasi paling tinggi di propinsi Lampung bisa menggunakan kekuasaan birokrasi dan kesempatannya untuk mempengaruhi para PNS diseluruh Lampung. Melalui acara pembinaan PNS dan berbagai modus operandi dengan alasan tertentu, seorang sekdaprov bisa melakukan apa saja untuk kepentingan pemenangan pilkada. Seorang bupati maupun walikota juga tidak kalah strategisnya untuk menggunakan setiap acara protokoler sebagai kepala daerah untuk memobilisasi massa demi meraih kepercayaan publik sebagai calon gubernur/ wakil gubernur. Bahkan dari sisi sumberdaya keuangan-pun diduga telah terjadi penyimpangan. Kepala daerah yang mencalonkan sebagai gubernur/ wakil gubernur akan menguras sumber keuangan di kabupaten/ kota-nya demi kepentingan pencalonan-nya. Aparat birokrasi sulit untuk bisa netral, bahkan akan membawa implikasi perilaku yang menginginkan bupati/ walikota di wilayahnya bisa terpilih sebagai gubernur/ wakil gubernur. Hal Ini bisa menyangkut prestise suatu daerah, apabila bupati/ walikotanya benar-benar terpilih sebagai gubernur/ wakil gubernur, ini berarti ISSN 2089-3590, EISSN 2303-2472 Vol 4, No. 1, Th, 2014

456 Moh. Waspa Kusuma Budi naik peringkat dalam jabatan publik. Belum lagi bagi yang sedang menduduki wakil bupati/ wakil walikota akan bersungsung-sungguh mendukung pencalonan bupati/ walikotanya, karena apabila nantinya terpilih, maka wakil bupati/ wakil walikota juga akan naik peringkat menjadi bupati/ walikota di daerah tersebut. Kondisi ini sangat memungkinkan mendorong para wakil bupati/ wakil walikota dimana bupati/ walikotanya sedang mencalonkan sebagai gubernur/ wakil gubernur tersebut juga akan menggunakan sumberdaya manusia aparat birokrasi maupun sumberdaya financial-nya melalui penggunakan kekuasaan sebagai kepala daerah. Inilah yang disebut dengan politisisasi birokrasi pemerintah daerah. Aparatur birokrasi pemerintah daerah dijadikan sebagai tim sukses bayangan bagi pasangan calon gubernur/wakil gubernur, yang keberadaannya ada namun sulit dibuktikan karena memang tidak ditulis secara formal. 5. Kesimpulan dan Saran Kesimpulan penelitian ini menemukan bahwa upaya mendorong terciptanya netralitas birokrasi dalam pilkada langsung sudah dilakukan dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Namun karena sangsi dan penegakkan hukum terhadap pelanggaran atas politisasi birokrasi belum maksimal, sehingga upaya menegakkan netralitas birokrasi dalam pilkada belum berjalan secara efektif. Saran atas hasil penelitian ini, bahwa agar arah baru reformasi birokrasi dalam pilkada dapat tercipta dengan efektif, maka perlu penegakkan hukum dan sangsi yang tegas terhadap pelanggaran atas politisasi birokrasi. Daftar Pustaka Agus Heruanto Hadna, 2010. Simbiosis Mutualisme antara Birokrasi dan Politik di Daerah, PT. Gava Media, Yogyakarta. Dalam Wahyudi Kumorotomo, Dkk. 2010. Reformasi Aparatur Negara di Tinjau Kembali, PT. Gava Media, Yogyakarta. Albrow, Martin (Terjemahan)., 1996. Birokrasi, PT. Tiara Wacana, Yogyakarta. Azhari, 2011. Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Batinggi, A., 1998. Manajemen Pelayanan Umum, Materi Pokok IPEM-4429 Universitas Terbuka. Budi, Moh. Waspa Kusuma, 2010. Birokrasi, Kepemimpinan dan Pelayanan Publik, STISIPOL Dharma Wacana Metro, Metro. Budi, Moh. Waspa Kusuma, 2013. Kepemimpinan Kepala Daerah Model Pendekatan Persuasif dan Dialogis (Belajar dari Kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta), Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional: Transformasi Kepemimpinan Nasional Menuju Masyarakat Madani, Fisip Universitas Terbuka, Tangerang. (Dapat diakses on-line di www.semnas.fisip.ut.ac.id) Ismail, 2009. Politisasi Birokrasi, Penerbit Ash- Shiddiqy Press, Malang. Marijan, Kacung, 2006. Demokratisasi Di Daerah (Pelajaran dari Peilkada Secara Langsung), Penerbit atas Kerjasama Pustaka Eureka dan PusDeHam, Surabaya. Thoha, Miftah, 2005. Birokrasi dan Politik di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta. Prosiding Seminar Nasional Penelitiandan PKM Sosial, Ekonomi dan Humaniora