RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

dokumen-dokumen yang mirip
Penguatan Legislasi Terkait Tipikor sebagai Bentuk Dukungan terhadap Upaya Pemberantasan Korupsi Laode Muhamad Syarif, Ph.D

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPATKOMISI III DPR RI DENGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RA RANCANGAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

Nama : ALEXANDER MARWATA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI ---- RANCANGAN

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN PEMERINTAH DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Revisi UU KPK Antara Melemahkan Dan Memperkuat Kinerja KPK Oleh : Ahmad Jazuli *

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN SEKJEN MPR RI, SEKJEN DPD RI DAN SEKRETARIS MAHKAMAH AGUNG RI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LIMA ARAH PEMBERANTASAN KORUPSI Usulan Agenda Antikorupsi Calon Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia Periode

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI III DPR RI DENGAN MENTERI HUKUM DAN HAM RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI III DPR RI DENGAN DR. ZAINAL ARIFIN MOCHTAR, DR. MARGARITO KAMIS DAN DR.

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

SALAH PERSEPSI SOAL KORUPSI

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA, KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : III Rapat ke :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN KPK, KOMNAS HAM DAN PPATK

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA BADAN LEGISLASI DPR RI DENGAN PEMERINTAHAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PERAN SERTA MASYARAKAT

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesatu, Wewenang-Wewenang Khusus Dalam UU 8/2010

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENEGAKAN HUKUM. Selasa, 24 November

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Pimpinan, Anggota Dewan, dan hadirin yang kami hormati,

NOTA KESEPAHAMAN ANTARA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TENTANG

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

Presiden, DPR, dan BPK.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 016/PUU-IV/2006 Perbaikan 11 September 2006

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pemaparan dimulai dengan ketentuan Pengadaan Barang

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

KORUPSI MENGHAMBAT PEMBANGUNAN NASIONAL. Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil I-02 Medan

(BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN)

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI RANCAN RANCANGAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keuangan negara sebagai bagian terpenting dalam pelaksanaan

BAB V PENUTUP. Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut : dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan telah cukup baik

RANCANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESI

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG TIM GABUNGAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Transkripsi:

RANCANGAN LAPORAN SINGKAT FIT AND PROPER TEST KOMISI III DPR RI TERHADAP CALON PIMPINAN KPK ------------------------------------- (BIDANG HUKUM DAN PERUNDANG-UNDANGAN, HAM DAN KEAMANAN) Tahun Sidang : 2015-2016 Masa Persidangan : II Rapat ke : Sifat : Terbuka Jenis Rapat : Fit and Proper Test Hari/tanggal : Rabu, 16 Desember 2015 Waktu : Pukul 15.15-17.15 WIB Tempat : Ruang Rapat Komisi III DPR RI Acara : Fit and Proper Test Calon Pimpinan KPK atas nama : Laode Muhammad Syarif, PhD KESIMPULAN/KEPUTUSAN I. PENDAHULUAN Fit and Proper Test Calon Pimpinan KPK dibuka pukul 15.15 WIB oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, DR. Benny K Harman, SH dengan agenda rapat sebagaimana tersebut diatas. II. POKOK-POKOK PEMBAHASAN 1. Dalam proses uji kelayakan dan kepatutan pada Komisi III DPR RI, calon memaparkan makalah dengan judul Penguatan Legislasi Terkait Tipikor sebagai Bentuk Dukungan terhadap Upaya Pemberantasan Korupsi. 2. Apakah Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dapat memutus Bebas para terdakwa dalam Kasus Korupsi. Dalam menjalankan tugas-nya hakim dalam bebas dan independent serta tidak dapat dipengaruhi oleh pihak-pihak lain, sehingga hakim dapat menetapkan seseorang yang didakwa dengan tindak pidana korupsi bersalah atau tidak bersalah. Manfaat utama pengadilan dan hakim adalah untuk mengadili bukan menghukum. Oleh karena itu, dalam setiap persidangan selalu menghadirkan penasihat hukum dan saksi-saksi baik yang memberatkan maupun yang meringankan, agar hakim dapat mengadili berdasarkan hukum yang berlaku dan kearifan hari nurani yang dimiliki oleh seorang hakim. Oleh karena itu adalah tidak tabu bagi seorang hakim untuk menetapkan seorang terdakwa tindak pidana korupsi untuk dinyatakan bebas 1

jika bukti-bukti dalam persidangan menunjukan bahwa seorang terdakwa tidak bersalah atas kasus korupsi yang dijatuhkan kepada dia. Sebaliknya, adalah sangat tercela bagi seorang hakim yang menurut bukti-bukti persidangan seorang terdakwa seharusnya salah tapi akibat intervensi dari luar, seorang hakim membebaskan seorang yang seharusnya dikenai hukuman. Intinya, seorang hakim adalah bebas untuk menetapkan seorang terdakwa bebas atau dihukum karena penjatuhan hukuman harus didasarkan pada bukti-bukti yang terdapat dalam persidangan. Calon menjelaskan adagium hukum lama bahwa: lebih baik membebaskan seribu orang yang bersalah dibanding menghukum satu orang yang tidak bersalah. 3. Bagaimana sebaiknya penataan pola singkronisasi KPK dengan Institusi Polri dan Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi. Sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam pasal 6 sampai dengan pasal 10 UU KPK bahwa KPK memiliki tugas, wewenang dan kewajiban untuk melakukan hal-hal berikut: (a) koordinasi, (b) supervisi, (c) melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan (d) pencegahan, dan (e) monitor kasuskasus tindak pidana korupsi, khususnya dengan Kepolisian dan Kejaksaan. Tugas dan kewengangan tersebut sayangnya belum dijalankan secara optimal oleh KPK sekarang sehingga hampir tidak terjadi koordinasi, monitoring dan supervisi atas kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Kepolisian dan Kejaksaan. Untuk meningkatkan kerjasama yang baik antara KPK, Kepolisian dan Kejaksaan, maka pimpinan KPK kedepan harus melakukan hal-hal berikut: a. Membangun sistem manajemen kasus korupsi (Corruption cases tracking system) yang dibuat intranet Antara KPK-Kepolisian-Kejaksaan, sehingga masing-masing lembaga mengetahui kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh lembaga masing-masing. Mengingat operasi penegakan hukum memerlukan kerahasiaan yang cukup, maka informasi yang disediakan dalam Corruption cases tracking system, hanya memuat informasi umum dan jenis pelanggaran dan hanya dapat diakses oleh orang yang diberi otorisasi khusus. Jika hal ini ada, maka masing-masing lembaga dapat bekerja sama untuk saling membantu dan mengulurkan bantuan pada instansi lainnya. b. Pelatihan bersama. Adalah penting untuk selalu melaksanakan pelatihan bersama (collaborative training) antara staf-staf KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian agar tercipta sinergi yang baik. Hal ini, secara pribadi Calon pernah lakukan dalam sejumlah pelatihan capacity bulding di JCLEC dimana pesertanya berasal dari Kepolisian, KPK, Kejaksaan, serta instansi yang relevan seperti PPATK dan Pengadilan. Program ini juga menghasilkan modul bersama sehingga masing-masing lembaga merasa saling membutuhkan dan bekerjasama dalam irama yang baik dan terintegrasi. c. Pertemuan komunikasi rutin. Pimpinan KPK kedepan harus menginisiasi pertemuan rutin dangan Kapolri dan Jaksa Agung, paling sedikit setiap 2 bulanan untuk membicarakan sinergi pencegahan dan pemberantasan korupsi bersama. Pertemuan rutin ini harus, dibuat terjadwal dan rinci sehingga keputusan-keputusan yang diambil oleh Pimpinan KPK- Kepolisian-Kejaksaan dapat ditindak-lanjuti ddengan kerja nyata dilapangan. 2

d. KPK harus pro-aktif. Mengingat KPK memiliki fungsi koordinasi-supervisidan monitoring. Pimpinan KPK harus pro-aktif dalam memberikan bantuan dan penguatan pada kejaksaan dan kepolisian, khususnya pada bidangbidang yang keahliannya kurang dimiliki oleh Kepolisian. Selanjutnya, jika KPK merasa kurang akan sesuatu hal, maka KPK harus meminta bantuan kepada kepolisian dan kejaksaan. Jika hal-hal di atas dilaksanakan dengan baik oleh pimpinan KPK, hubungan KPK dengan kepolisian dan kejaksaan akan harmonis dan bersinergi dengan baik sehingga tercipta simbiosis mutualisme dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi. 4. Apakah pasal-pasal dalam ketentuan UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang perlu direvisi. Pasal-pasal dalam UU KPK yang perlu diperbaiki adalah kejelasan soal fungsi Penasihat, sebagai mana yang diatur dalam Pasal 21 dan seterusnya. Dalam rangka untuk menjaga akuntabilitas KPK dimasyarakat, fungsi penasihat ini mungkin dapat ditingkatkan sebagai pengawas internal KPK agar ada mekanisme kontrol ke depan. 5. Untuk kedepan fokus kerja KPK adalah pada fungsi pencegahan bukan penindakan. Bagaimana pendapat Calon dan bagaimana fungsi pencegahan pada KPK dapat pula memberi efek jera untuk menekan angka korupsi di Indonesia. Bahwa fungsi KPK kedepan adalah keterpaduan antara fungsi pencegahan dan penindakan karena keduanya akan saling melengkapi. Pimpinan KPK ke depan harus menentukan skala prioritas pencegahan berdasarkan skala prioritas berdasarkan potensi rawan korupsi dan potensi gangguan kemaslahatan umum. Pimpinan KPK kedepan harus memfokuskan diri pada penyelamatan sumber-sumber anggaran pendapatan Negara, khususnya pendapatan yang bersumber dari perpajakan dan eksploitasi sumber daya alam seperti pertambangan, kehutanan, perikanan. Disamping itu KPK juga harus focus pada pencegahan dibidang keuangan daerah, perpajakan, dan sektor infrastruktur, pendidikan, pertanian, bantuan sosial, dan kesehatan. Sektor-sekror tersebut harus dikawal secara khusus karena sektor-sektor tersebut disamping rawan korupsi juga akan mengganggu kemaslahatan umum jika anggarannya disalahgunakan. Pencegahan juga dapat menimbulkan efek jera jika KPK serius untuk bekerjasama dengan pemerintah dalam mencegah korupsi. Sebagai contoh, KPK dapat membantu pemerintah untuk mengekspos sektor-sektor yang rawan korupsi pada masing-masing Kementerian dan Pemerintah daerah. Setelah sektor-sektor atau bidang-bidang tersebut dipetakan bersama dengan pemerintah, KPK dapat membangun Anti Corruption Safeguards khusus, sehingga para pejabat tidak dapat bermain-main dan berperilaku curang. KPK misalnya, harus membantu setiap lembaga Negara dipusat dan daerah untuk menciptakan system perizinan yang transparant dan akuntable. KPK harus mampu bekerjasama dengan LPSK dalam membangun e-procurement yang transparan dan terintegrasi dengan baik. Apabila, masih ada juga pejabat Negara yang berani bermain, maka KPK harus menindak orang-orang tersebut dengan tegas. Oleh karena itu, sistem pencegahan harus diikuti dengan system penindakan yang tegas agar memiliki efek jera yang kuat. Sebaliknya dalam hal penindakan, KPK juga harus mengintegrasikan Penindakan dengan Pencegahan. Sebagai contoh, apabila KPK menangkap 3

atau menuntut seseorang maka KPK memiliki kewajiban untuk membangun dan menawarkan system pencegahan agar keadaan yang sama tidak terulang lagi dimasa mendatang. Untuk contoh kongkret, dapat dilihat pada korupsi disektor Energi dan Sumber Data Mineral, dimana ketua SKK Migas dan Menteri nya dituntut oleh KPK. Penuntutan orang-orang yang bersalah harus diikuti dengan usulan perbaikan management di sektor energy dan sumber daya mineral, agar tidak terjadi lagi hal serupa dimasa mendatang. Hal yang sama juga dapat dilakukan di instrasi-instasi lain yang staf atau pegawainya ditangkap oleh KPK. Bahwa untuk meningkatkan fungsi pencegahan KPK, maka pimpinan KPK kedepan harus mampu bekerjasama dengan: BPKP, BPK, Inspektorat Jenderal dimasing-masing K/L, serta harus mampu menggandeng Lembaga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) agar kebocoran dalam pengadaan barang dan jasa dapat ditekan dan dicegah dengan baik. Jika kerjasama lima pilar (KPK, BPKP, BPK, LKPP, Inspektorat Jenderal) ini terlaksana dan bersinergi dengan baik, dapat dipastikan bahwa kebocoran APBN dapat ditekan semaksimal mungkin, dan pada saat yang sama, fungsi pencegahan KPK akan optimal fungsinya. 6. Contoh kasus tindakan rekaman pembicaraan yang dilakukan, dalam kasus PT. Freeport Indonesia, apakah dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Apakah cara-cara melanggar hukum dapat dibenarkan untuk menyelidiki kejahatan korupsi. Bahwa rekaman yang didapat dalam kasus PT Freeport masih pada rana etika sehingga belum dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Tapi dari segi etika, jika apa yang diperdengarkan pada rekaman tersebut adalah benar adanya, maka sebagai sesuatu yang tercelah dan tidak dapat dibenarkan secara etika dan prinsip-prinsip kelaziman dalam pemerintahan di Indonesia. sesuai dengan prinsip-prinsip hukum universal, seorang penegak hukum tidak dibenarkan menggunakan cara-cara yang bertentangan dengan hukum (unlawful) dalam penyelidikan suatu kasus hukum. Misalnya, pengakuan yang diperoleh dengan penyiksaan (torture) tidak dapat dipakai sebagai bukti dalam persidangan. Kasus-kasus korupsi juga demikian adanya, KPK tidak dapat menggunakan cara-cara yang unlawful dalam menyelidiki kasus-kasus korupsi. Khusus dalam kasus PT Freeport, mengingat yang melakukan perekaman adalah bukan penegak hukum, maka rekaman tersebut hanya dapat dipakai sebagai petunjuk oleh penegak hukum lainnya. 7. Calon berjanji dan berkomitmen untuk membangun komunikasi formal yang lebih baik antara KPK dan mitra kerja, yaitu parlemen, eksekutif, Kepolisian, Kejaksaan dan instansi lainnya. 8. Pada sesi akhir uji kelayakan dan kepatutan calon membaca dan menandatangani surat pernyataan yang telah disiapkan oleh Komisi III DPR RI Rapat ditutup pada pukul 17.15 WIB 4

5

6

7