BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh dan. menyumbang 1,5-2% dari berat tubuh manusia (Ghany &

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

jantung dan stroke yang disebabkan oleh hipertensi mengalami penurunan (Pickering, 2008). Menurut data dan pengalaman sebelum adanya pengobatan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Non Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) yang semakin meningkat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

Gambaran Jumlah Trombosit Berdasarkan Berat Ringannya Penyakit pada Pasien Sirosis Hati dengan Perdarahan di RSUP Dr. M.

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia, masih ditemukan berbagai masalah ganda di bidang kesehatan. Disatu sisi masih ditemukan penyakit

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

FARMAKOTERAPI KELOMPOK KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sirosis Hepatis. Etiologi Penyebab yang pasti dari Sirosis Hepatis sampai sekarang belum jelas.

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

a. Tujuan terapi.. 16 b. Terapi utama pada hepatitis B.. 17 c. Alternative Drug Treatments (Pengobatan Alternatif). 20 d. Populasi khusus

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Salah satu masalah kesehatan yang kita hadapi sekarang ini adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

PROFIL PASIEN SIROSIS HATI YANG DIRAWAT INAP DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE AGUSTUS 2012 AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rumah sakit di Indonesia dengan angka kematian 5,7%-50% dalam tahun

BAB I PENDAHULUAN. juga berpengaruh terhadap keadaan sosioekonomi meskipun berbagai upaya. penyakit ini (Price & Wilson, 2006; Depkes RI 2006).

SIROSIS HEPATIS R E J O

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Sirosis hati merupakan salah satu permasalahan. penting dalam bidang kesehatan karena dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) atau chronic kidney disease (CKD) adalah

BAB I PENDAHULUAN. hati. Deskripsi sirosis hati berkonotasi baik dengan status pato-fisiologis

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. Sirosis hati merupakan jalur akhir yang umum untuk histologis berbagai

Gambaran gangguan hemostasis pada penderita sirosis hati yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou periode Agustyus 2013 Agustus 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau non alcoholic fatty liver

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. adalah diabetes melitus (DM). Diabetes melitus ditandai oleh adanya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Anemia Megaloblastik. Haryson Tondy Winoto, dr.,msi.med.,sp.a Bag. Anak FK-UWK Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian.

BAB I PENDAHULUAN. adanya kenaikan gula darah (hiperglikemia) kronik. Masalah DM, baik aspek

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Pada tahun 1990, penyakit ginjal kronik merupakan penyakit ke-27 di

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan penyakit hepar kronik yang mengakibatkan kerusakan sel hepar dan sel tersebut digantikan oleh jaringan parut. Terbentuknya jaringan parut tersebut menyebabkan terjadinya penurunan jumlah jaringan hepar normal, sehingga terjadi gangguan aliran darah melalui hepar dan terjadi gangguan fungsi hepar (Soemoharjo dan Gunawan, 2008). Secara histologi, sirosis hepatik didefinisikan sebagai proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan arsitektur hepar yang normal menjadi struktur hepar yang abnormal (bernodul). Perubahan struktur tersebut terjadi akibat cedera pada sel hepar sehingga terjadi penghancuran hepatosit dan diganti dengan jaringan parut. Jaringan parut ini menggantikan parenkim hepar yang normal (Timm and Stragand, 2005). Sirosis hepatik menempati urutan ke-7 penyebab kematian di dunia. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini (Simamora, 2013). Sirosis juga menempati urutan ke-12 penyebab utama kematian di Amerika. Lebih dari 26.000 kematian setiap tahun di Amerika di sebabkan oleh penyakit ini (Sease et al, 2008). Di Asia Tenggara, prevalensi penderita sirosis hepatik terbanyak terjadi pada kaum pria dengan rata-rata usia 45 sampai 69 tahun (Anindita, 2013). Di Indonesia, penyakit ini cukup banyak ditemukan. Sekitar 50% pederita yang dirawat di ruang penyakit dalam RSU Dr. Soetomo Surabaya ditemukan menderita sirosis hepatik. Di Rumah Sakit Dr. Saiful Anwar Malang pada periode bulan Juni sampai dengan Nopember 2004 terdapat 69 pasien lakilaki dan 39 pasien perempuan penderita sirosis, terbanyak pada rentang umur 45-54 tahun (Kurniawati, 2006). Etiologi terjadinya sirosis hepatik antara lain karena penggunaan alkohol jangka panjang. Penggunaan alkohol jangka panjang merupakan penyebab pada sekitar 50% kasus di seluruh dunia (Silbernagl and Lang, 2006). Sirosis hepatik juga dapat disebabkan oleh hepatitis kronis tipe B, C, dan D; penyakit hepar 1

2 metabolik seperti hemokromatosis dan penyakit Wilson; penyakit hepar kolestasis; serta pemakaian obat seperti isoniazid, metildopa, estrogen, dan steroid (Puspasari, 2013). Infeksi hepatitis C adalah penyebab terbanyak terjadinya sirosis hepatik di Amerika dan diikuti karena alcoholic liver disease. Penyebab lainnya adalah faktor genetik, hepatitis B, hepatitis D, non alcoholic fatty liver disease (NAFLD), dan obat-obatan. Di Indonesia angka kejadian penyakit akibat infeksi virus hepatitis sekitar 20 juta, prevalensi penderita infeksi hepatitis B di Indonesia 5-10% dan hepatitis C sekitar 10-20%. Sebanyak 20-40% dari 20 juta penduduk Indonesia menderita hepatitis menahun akan menjadi sirosis hepatik atau pengerutan hepar (Rosandy et al, 2011). Manifestasi klinis dari sirosis antara lain yakni asites, hipertensi portal, perdarahan varises, hepatik ensefalopati, dan gangguan koagulasi (Puspasari, 2013). Salah satu manifestasi yang paling serius dan membahayakan hidup pasien sirosis hepatik adalah terjadinya perdarahan varises esofageal (Kurniawati, 2006). Pada pasien sirosis hepatik, jaringan ikat dalam hepar menghambat aliran darah dari hepar ataupun usus yang kembali ke jantung. Kejadian ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan dalam vena porta (hipertensi portal). Sebagai hasil peningkatan aliran darah dan peningkatan tekanan porta ini, vena-vena di bagian bawah esofagus dan bagian atas lambung akan melebar, sehingga timbul varises esofagus. Makin tinggi tekanan portalnya, makin besar varisesnya, dan apabila varisesnya pecah, maka pasien akan mengalami perdarahan (variceal bleeding) (Anindita, 2013). Bila perdarahan terjadi pada saluran cerna bagian atas, manifestasi yang muncul berupa hematemesis (muntah darah) (Kurniawati, 2006). Pasien sirosis dengan manifestasi varises esofagus beresiko mengalami perdarahan, dan sekali ia mengalami perdarahan maka ia akan bertendensi untuk mengalami perdarahan berikutnya. Resiko kematian selalu ada di setiap perdarahan (Anindita, 2013). Angka kematian pada kejadian pertama perdarahan varises adalah sekitar 50%. Dalam sebuah penelitian, varises muncul pada 5% pasien sirosis hepatik dalam waktu 1 tahun dan 28% dalam waktu 3 tahun. Dalam kurun waktu 2 tahun, resiko perdarahan varises adalah 12% dan mortalitas pada 30 hari perdarahan varises berkisar antara 20% sampai 29% (Sease et al, 2008).

3 Resiko kematian yang tinggi pada pasien sirosis hepatik yang mengalami manifestasi perdarahan varises esofagus (hematemesis) mendasari pentingnya tindakan untuk mencegah maupun mengatasi terjadinya manifestasi ini (Puspasari, 2013). Tujuan terapi adalah untuk menghentikan perdarahan dan mencegah terjadinya perdarahan berulang (Kurniawati, 2006). Salah satu terapi farmakologi yang dapat diberikan untuk menghentikan perdarahan varises esofagus adalah obat hemostatik seperti vitamin K (Bakta dan Suastika, 1999). Gangguan hemostasis dapat memperberat perdarahan varises esofagus pada pasien sirosis hepatik. Hal ini disebabkan karena hati memiliki peran penting dalam mensintesa sumber protein plasma dan faktor pembekuan, serta produksi protein-protein yang secara normal akan menghambat koagulasi, kontrol fibrinolisis, atau aktivasi fibrinolisis. Banyak pasien dengan penyakit hati mengalami trombositopenia dan defisiensi vitamin C dan defisiensi vitamin K (Abdullah, 2009). Vitamin K berperan dalam menghentikan perdarahan varises esofagus pada pasien sirosis hepatik. Vitamin K memiliki peran yang penting dalam hubungan antara hati dan sistem sistem koagulasi karena diperlukan untuk sintesis bentuk fungsional aktif dari sejumlah faktor koagulasi (Saja et al, 2012). Vitamin K merupakan komponen pada suatu sistem enzim mikrosomal khusus yang menghasilkan karboksilasi pascatranslasi pada asam glutamat dalam protein plasma, tulang, ginjal, dan urin, termasuk protein prekursor untuk faktor pembekuan II, VII, IX, dan X (Harrison, 1999). Pada pasien sirosis hepatik, pembentukan faktor pembekuan khususnya faktor pembekuan yang tergantung vitamin K akan mengalami penurunan sehingga terjadi defisiensi vitamin K (Tambunan, 2009). Defisiensi vitamin K aktif, baik disebabkan oleh antikoagulan, defisiensi dari diet atau malabsorpsi, juga akan mempunyai efek yang sama dalam memperpanjang waktu protrombin (Abdullah, 2009). Menurut Ballard dan Marcus, pemberian vitamin K untuk pasien dengan penyakit hepar ringan atau sedang mengakibatkan peningkatan cepat satu tahap waktu protrombin. Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Taine dan Juvon, menyatakan bahwa terdapat respon yang menguntungkan dalam pemberian vitamin K bahkan pada pasien dengan kerusakan hepar yang berat (Ballard and

4 Marcus, 1966). Di Indonesia, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Razak di RSUP DR. Djamil Padang, sebanyak 7 orang pasien yang mengalami perdarahan akibat varises esofagus diberikan vitamin K. Pasien mendapatkan terapi vitamin K 3 x 1 ampul (1 ampul : 10 mg/ml). Dalam hal ini pemberian vitamin K dianggap sudah tepat, dimana pasien sirosis hepatik dengan peningkatan kadar bilirubin dan perpanjangan waktu protrombin akan mengalami defisiensi vitamin K. Dengan pemberian vitamin K 10 mg secara parenteral, biasanya kondisi pasien akan membaik setelah 24 jam (Razak, 2012). Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pola penggunaan vitamin K pada pasien sirosis hepatik dengan perdarahan saluran cerna bagian atas sehingga dapat mencapai efek terapi yang maksimal. Penelitian ini dilakukan di RSUD Kabupaten Jombang karena rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit umum yang sudah diakui pemerintah, terakreditasi dan RSUD rujukan terbanyak di Kota Jombang. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana profil penggunaan vitamin K pada pasien sirosis hepatik dengan manifestasi hematemesis di RSUD Kabupaten Jombang? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui profil penggunaan obat pada pasien sirosis hepatik dengan manifestasi hematemesis untuk mendapatkan profil pengobatan yang rasional. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pola penggunaan vitamin K pada pasien sirosis hepatik dengan manifestasi hematemesis di RSUD Kabupaten Jombang. 2. Mengkaji hubungan terapi vitamin K terkait dosis yang diberikan, rute pemberian, frekuensi pemberian, dan lama pemberian yang dikaitkan dengan data klinik di RSUD Kabupaten Jombang.

5 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti 1. Mengetahui penatalaksanaan terapi farmakologi pada pasien sirosis hepatik dengan manifestasi hematemesis sehingga farmasis dapat memberikan asuhan kefarmasian dan bekerjasama dengan profesi kesehatan lain. 2. Melalui penelitian ini, hasilnya dapat menjadi sumber informasi kepada para praktisi dan kesehatan masyarakat umum serta dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan variabel yang berbeda. 1.4.2 Bagi Rumah Sakit 1. Sebagai bahan pertimbangan dalam merekomendasikan penggunaan obat baik bagi klinisi maupun farmasis terutama pada pelayanan farmasi klinik. 2. Sebagai bahan masukan bagi Komite Medik Farmasi dan Terapi dalam merekomendasikan penggunaan obat di RSUD Kabupaten Jombang.