PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/180/VII/2006

dokumen-dokumen yang mirip
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Telepon : (Sentral)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Inspektur Penerbangan. Kewenangan. Perubahan.

2017, No Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor

2017, No personel ahli perawatan harus memiliki sertifikat kelulusan pelatihan pesawat udara tingkat dasar (basic aircraft training graduation

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 81 / VI / 2005 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

2 pengenaan sanksi administratif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri

2017, No Safety Regulations Part 65) Sertifikasi Ahli Perawatan Pesawat Udara (Licensing of Aircraft Maintenance Engineer) Edisi 1 Amandemen

lengkap terutama berkaitan dengan fungsi jantung pasca penyembuhan / terapi dan prognosisnya.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4956);

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : SKEP / 195 / IX / 2008 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERSETUJUAN TERBANG (FLIGHT APPROVAL)

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP. 271 TAHUN 2012

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PM 36 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR

2017, No Indonesia Nomor 58 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP / 50 / III / 2007 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR: KP.289 TAHUN 2012 TENTANG

PERUBAHANATAS PERATURANMENTERI PERHUBUNGAN NOMOR PM 63 TAHUN 2011 TENTANGKRITERIA,TUGAS DAN WEWENANGINSPEKTUR PENERBANGAN

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 82 TAHUN 2015 TENTANG

PENINGKATAN FUNGSI PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN

TENTANG PETUNJUK DAN TATA CARA PENGAWASAN KEAMANAN PENERBANGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA,

2015, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 200

Memmbang. a. perhubungan NomQr KM 21 Tahun 2009 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil Bagian 173

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/83/VI/2005 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA. Nomor : KP 247 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN DAN STANDAR BAGIAN (MANUAL OF STANDARD

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tahun Menular 64,49% 60,48% 50,72% 48,46% 44,57% Tidak Menular 25,41% 33,83% 43,60% 45,42% 48,53%

3. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara;

^PENYELENGGARAAN KALIBRASI FASILITAS DAN PROSEDUR

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 4

Menimbang : a. bahwa ketentuan persyaratan sertifikasi dan operasi

2017, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubung

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG

PART 69-01) PENGUJIAN LISENSI DAN RATING PERSONEL PEMANDU

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 04 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 227 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Perhubungan tent

Menimbang : a. bahwa Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 227 TAHUN 2014 TENTANG

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA

Penyakit Jantung Koroner

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP-447 TAHUN 2014 TENTANG PEMBAYARAN PASSENGER SERVICE CHARGE (PSC) DISATUKAN DENGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 139 TAHUN 2018 TENTANG PEMERIKSAAN DAN PENGUJIAN OPERASI FASILITAS KEAMANAN PENERBANGAN

2016, No Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); 4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Aterosklerosis koroner adalah kondisi patologis arteri koroner yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Profesor Shahryar A. Sheikh, MBBS dalam beberapa dasawarsa terakhir

PERAN DOKTER PENERBANGAN DALAM PELAKSANAAN KEWAJIBAN PEMERIKSAAN KESEHATAN BAGI PENERBANG UNTUK KESELAMATAN PENERBANGAN

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP / 136 / VII / 2010 TENTANG TANDA PENGENAL INSPEKTUR PENERBANGAN

Introduction to Cardiology and Vascular Medicine. Cardiology and Vascular Medicine

1. Amsler Gride Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan degenerasi macula pada usia tua. Bila positif (Polimorphopsia) dinyatakan UNFIT.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

MENTERIPERHUBUNGAN REPUBllK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. maju. Penyakit Jantung Koroner ini amat berbahaya karena yang terkena adalah organ

Menimbang : a. bahwa dalam Peraturan Direktur Jenderal

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahu

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 55 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI KESEHATAN PENERBANGAN

Penerapan Pohon Keputusan dalam Mendiagnosa Penyakit Jantung Koroner

ANGINA PECTORIS. Penyakit kronis CVS Nyeri dada menjalar ke bahu, punggung, tangan

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 578 TAHUN 2015 TENTANG

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan

PROSEDUR PENGADAAN PESAWAT TERBANG DAN HELIKOPTER

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor : SKEP/91/V/2007 TENTANG PENILAIAN KINERJA BANDAR UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Udara Jenderal Besar Soedirman di

, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA Nomor: KP 4 TAHUN 2016 TENTANG

Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan operasional Bandar

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 077 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR TEKNIS DAN OPERASI (MANUAL OF STANDARD CASR PART

NOMOR: KP 081 TAHUN 2018 PROSEDUR PENETAPAN, PENGGUNAAN DAN PENUTUPAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : KP 596 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM 55 TAHUN 2013 TENTANG

CONTENTS Sayangi Jantungmu. Faktor Resiko Penyakit Jantung. Penyebab Serangan Jantung. Gagal Jantung. Skrining Untuk Kondisi Jantung

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

SKEP /40/ III / 2010

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOM OR : KP 038 TAHUN 2017 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INSTRUKSI DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG

PENANGANAN PENUMPANG YANG AKAN DI DEPORTASI

2015, No Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 75); 5

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Pelaksanaan. Post Market Surveillance. Tata cara. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA. Operator Radio. Sertifikasi. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

Transkripsi:

DEPERTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/180/VII/2006 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KESEHATAN PENYAKIT JANTUNG KORONER KEPADA PENERBANG DAN JURU MESIN PESAWAT UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA, Menimbang : a. bahwa dalam Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor T. 11/2/4-U Tahun 1960 tentang Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil (Civil Aviation Safety Regulation) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 4 Tahun 2006, telah diatur mengenai Standard Kesehatan; b. bahwa tata cara pemeriksaan kesehatan penyakit jantung koroner dan pemberian izin terbang kepada penerbang dan juru mesin udara yang telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/61/III/1998 sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknokogi di bidang ilmu kedokteran; c. bahwa sehubungan hal tersebut di atas butir a dan b, perlu diatur kembali tentang Tata Cara Pemeriksaan Kesehatan Penyakit Jantung Koroner kepada Penerbang dan Juru Mesin Pesawat Udara dengan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Keamanan dan Keselamatan Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4075); 3. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia; 4. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementrian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2005;

5. Peraturan Menteri Perhubungan Udara Nomor T.11/2/4-U Tahun 1960 tentang Peraturan-Peraturan Keselamatan Penerbangan Sipil, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 4 Tahun 2006; 6. Keputusan Menteri Perhubungan Udara Nomor SK. 38/OT.002/Phb-83 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Kesehatan Penerbangan; 7. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 75 Tahun 2000 tentang Standar Sertifikasi Kesehatan Personil Penerbangan; 8. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM. 43 Tahun 2005 tentang Straktur Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 62 Tahun 2005; 9. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/62/V/2004 tentang Sertifikasi Kesehatan Personil Penerbangan; 10. Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/156/X/1991 tentang Tata Cara Pengajuan atau Perohonan Perpanjangan dan Pemberian Ijazah Kecakapan (Licence) Penerbang berusia diatas 60 tahun; 11. Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/72/IX/1985 tentang Syarat-syarat untuk Memperoleh Ijazah (Licence) Penerbangan bagi Penerbang Indonesia Tamatan Pendidikan Luar Negeri; M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN KESEHATAN PENYAKIT JANTUNG KORONER KEPADA PENERBANG JURU MESIN PESAWAT UDARA. Pasal 1 Penyakit jantung koroner menurut klasifikasinya dibedakan atas: a. Penyakit Jantung Koroner Ringan; b. Penyakit Jantung Koroner Pasca Percutneous Transluminal Angioplasty (PTCA); c. Penyakit Jantung Koroner Pasca Coronary Artery By Pass Grafting (CABG); d. Infark Miokard.

Pasal 2 Apabila hasil pemeriksaan kesehatan berkala Penerbang atau Juru Mesin Pesawat Udara dinyatakan positif mengidap penyakit jantung koroner maka terhadap Penerbang dan Juru Mesin Pesawat Udara tersebut: a. Dilarang terbang untuk sementara (temporary unfit); b. Melakukan pemeriksaan kesehatan lanjutan selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal hasil pemeriksaan kesehatan berkala terakhir dikeluarkan. Pasal 3 Pemeriksaan kesehatan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b, dilakukan sesuai dengan klasifikasi penyakit jantung koroner yang diderita oleh Penerbang dan Juru Mesin Pesawat Udara sebagai termuat dalam Lampiran Peraturan ini. Pasal 4 Pemeriksaan kesehatan lanjutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, hasilnya dapat berupa : a. dinyatakan baik atau memenuhi standar kesehatan (Fit for Flying). b. dinyatakan tidak baik atau tidak memenuhi standar kesehatan (Permanen Unfit). Pasal 5 (1) Terhadap Penerbang dengan hasil pemeriksaan kesehatan lanjutan dinyatakan baik atau memenuhi Standar Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a diberikan Sertifikat dengan catatan: a. Selama 1 (satu) tahun dilakukan pengawasan khusus secara rutin dan berkala oleh Dokter Penerbangan (Flight Surgeon) Balai Kesehatan Penerbangan - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dengan memperhatikan riwayat penyakit dan faktor-faktor resiko penyakit jantung koroner; b. Terbang dengan status First Officer. (2) Apabila dalam masa pengawasan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, hasil pemeriksaan kesehatan tetap baik, maka terhadap Penerbang tersebut dapat diberikan

status Pilot in Command, kecuali untuk Penerbang VVIP, Flight Instructor dan Single Pilot Operation. Pasal 6 Terhadap Juru Mesin Pesawat Udara dengan hasil pemeriksaan kesehatan lanjutan dinyatakan baik atau memenuhi Standar Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, diberikan Sertifikat Kesehatan. Pasal 7 Dengan berlakunya Peraturan ini, Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor: SKEP/61/III/1998 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kesehatan Penyakit Jantung Koroner dan Pemberian Izin Terbang Kepada Penerbang dan Juru Mesin Pesawat Udara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 8 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. SALINAN Peraturan ini disampaikan kepada : Ditetapkan di : J A K A R T A Pada tanggal : 19 Juli 2006 1. Menteri Perhubungan; 2. Sekretaris Jenderal Departemen Perhubungan ; 3. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Udara; 4. Kepala Balai Kesehatan Penerbangan Ditjen Hubud. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd MOH. IKSAN TATANG NIP. 120 093 074

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA NOMOR : SKEP/180/VII/2006 TANGGAL : 19 Juli 2006 TATA CARA PEMERIKSAAN KESEHATAN PENYAKIT JANTUNG KORONER KEPADA PENERBANG DAN JURU MESIN PESAWAT UDARA 1. PEMERIKSAAN KESEHATAN LANJUTAN PENYAKIT JANTUNG KORONER RINGAN 1.1 Waktu Pemeriksaan

Pemeriksaan kesehatan lanjutan terhadap penyakit jantung koroner ringan harus dilakukan dalam waktu 6 (enam) bulan, sejak tanggal hasil pemeriksaan kesehatan berkala yang menyatakan hasil positif mengidap penyakit jantung koroner. 1.2 Urutan dan Jenis Pemeriksaan 1.2.1. Pemeriksaan dokter spesialis jantung Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui status klinis keadaan jantung apakah terdapat indikasi bahwa Penerbang atau Juru Mesin Udara merokok, kondisi badan gemuk/obesitas, hiperlipidemi/kadar lemak tinggi didalam darah, hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes dan lain-lain. 1.2.2. Elektro Kardiografi (EKG) Adalah pemeriksaan terhadap hasil rekaman dari perubahan potensial listrik antara 2 (dua) titik pada permukaan tubuh. Perubahan potensial listrik tersebut timbul akibat kegiatan otot jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam sistim penghantaran rangsangan listrik dalam jantung. 1.2.3. Holter Monitoring 24 jam Adalah pemeriksaan dengan menggunakan alat Holter yang mampu merekam EKG selama 24 jam. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan EKG yang mungkin tidak terekam oleh EKG biasa karena perekaman yang dilakukan sesaat saja.. 1.2.4. Treadmill atau Exercise Stress Test Adalah pemeriksaan terhadap rekaman EKG dalam keadaan jantung diberi beban fisik tertentu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan fisik seseorang dan indikasi penyakit jantung koroner. 1.2.5. Echocardiogram Adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang dipancarkan ke jantung dan merekam pancaran gelombang ultrasonik yang dipantulkan kembali oleh bagian-bagian jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan anatomi, fisiologi dan kelainan lain yang mungkin timbul. 1.2.6 Stress Thallium Scan/Stress Echocardiography/Dobutamine Stress Stress Echocardiography Adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan radio Isotop Thallium dan merekam penyebarannya atau perfusinya di dalam otot jantung dalam keadaan istirahat dan dalam keadaan jantung diberi beban fisik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam perfusi akibat adanya penyumbatan atau penyempitan dalam sistim pembuluh darah koroner. 1.2.7. Coronary Angiography atau Kateterisasi Jantung

Adalah pemeriksaan radiologis dengan memasukan sebuah kateter dari bahan sintetik ke dalam rongga jantung dan pembuluh koroner jantung serta menyuntikkan sejenis bahan/kontrast kedalamnya agar dapat dibuat dokumentasi film atau rekaman secara elektronis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui posisi penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. 1.3 Hasil Pemeriksaan Urutan dan jenis pemeriksaan dinyatakan baik atau memenuhi syarat apabila : 1.3.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung, sebagaimana tersebut pada angka 1.2.1, menunjukkan hasil normal dan tidak ada faktor resiko; 1.3.2 Pemeriksaan EKG sebagaimana tersebut pada angka 1.2.2, menunjukkan hasil normal; 1.3.3 Pemeriksaan Holter Monitoring 24 jam sebagaimana tersebut pada angka 1.2.3, menunjukkan hasil normal; 1.3.4 Pemeriksaan Treadmill atau Exercise Stress Test sebagaimana tersebut pada angka 1.2.4, menunjukkan hasil normal atau tidak terdapat tanda-tanda Ischemic Miokard; 1.3.5 Pemeriksaan Echocardiogram sebagaimana tersebut pada angka 1.2.5, menunjukkan Left Ventricle Ejection Fraction (LVEF) sama atau lebih besar 50% dan wall motion normal; 1.3.6 Pemeriksaan Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography sebagaimana tersebut pada angka 1.2.6, menunjukkan tidak adanya tandatanda Ischemic Miokard; 1.3.7 Pemeriksaan Coronary Angiography atau Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 1.2.7, menunjukkan Epicardial arteri stenosis atau penyempitan tidak lebih dari 30% dan minor vessel penyempitannya tidak lebih dari 50%. 1.4. Pemeriksaan Ulang 1.4.1 Pemeriksaan ulang dilakukan 6 (enam) bulan setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 1.2 Lampiran Peraturan ini. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmiil atau Exercise Stress Test; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography; d. Pemeriksaan Medical Flight Test dengan Holter Monitoring.

1.4.2 Pemeriksaan ulang berikutnya dilakukan setiap tahun setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 1.4.1. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmill atau Exercise Stress Test; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography. Kecuali pemeriksaan Coronary Angiography/katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 1.2.7, dilakukan kembali antara 3 sampai 5 tahun. 2. PEMERIKSAAN KESEHATAN LANJUTAN PENYAKIT JANTUNG KORONER PASCA PERCUTANEOUS TRANSLUMINAL CORONARY ANGIOPLASTY (PTCA) 2.1 Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan kesehatan lanjutan terhadap penyakit jantung koroner Pasca Percutneous Transluminal Coronary Angioplasty (PTCA), harus dilakukan 6 (enam) bulan, setelah tindakan PTCA. 2. 2. Urutan dan Jenis Pemeriksaan 2.2.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui status klinis keadaan jantung apakah terdapat indikasi bahwa Penerbang atau Juru Mesin Udara merokok, kondisi badan gemuk/obesitas, hiperlipidemi/kadar lemak tinggi didalam darah, hipertensi/tekanan darah tinggi, diabetes dan lainlain. 2.2.2 Elektro Kardiografi (EKG) Adalah pemeriksaan terhadap hasil rekaman dari perubahan potensial listrik antara 2 (dua) titik pada permukaan tubuh. Perubahan potensial listrik tersebut timbul akibat kegiatan otot j antung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam sistim penghantaran rangsangan listrik dalam jantung. 2.2.3 Holter Monitoring 24 jam Adalah pemeriksaan dengan menggunakan alat Holter yang mampu merekam EKG selama 24 jam. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan EKG yang mungkin tidak terekam oleh EKG biasa karena perekaman yang dilakukan sesaat saja. 2.2.4 Treadmil atau Exercise Stress Test

Adalah pemeriksaan terhadap rekaman EKG dalam keadaan jantung diberi beban fisik tertentu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan fisik seseorang dan indikasi penyakit jantung koroner. 2.2.5 Echocardiogram Adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang dipancarkan ke jantung'dan merekam pancaran gelombang ultrasonik yang dipantulkan kembali oleh bagian-bagian jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan anatomi, fisiologi dan kelainan lain yang mungkin timbul. 2.2.6 Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography Adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan radio Isotop Thallium dan merekam penyebarannya atau perfusinya didalam otot jantung dalam keadaan istirahat dan dalam keadaan jantung diberi beban fisik. Stress Echocardography atau Dobutamine Stress Echocardiography adalah pemeriksaan Echocardiography dengan pemberian Vaso Dilator Stress (Dipyridamole-Adenosine Stress) atau pemberian Vaso Dilator Stress (Inotropic Stress Dobutamine) Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam perfusi akibat adanya penyumbatan atau penyempitan dalam sistim pembuluh darah koroner. 2.2.7 Coronary Angiography atau Kateterisasi Jantung Adalah pemeriksaan radiologis dengan memasukan sebuah kateter dari bahan sintetik kedalam rongga jantung dan pembuluh koroner jantung serta menyuntikkan sejenis bahan/kontrast kedalamnya agar dapat dibuat dokumentasi film atau rekaman secara elektronis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui posisi penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. 2.3 Hasil Pemeriksaan Urutan dan jenis pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 2.2, dinyatakan baik atau memenuhi syarat apabila : 2.3.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung sebagaimana tersebut pada angka 2.2.1, menunjukkan hasil normal dan tidak ada faktor resiko; 2.3.2 Pemeriksaan EKG sebagaimana tersebut pada angka 2.2.2, menunjukkan hasil normal; 2.3.3 Pemeriksaan Holter Monitoring 24 jam sebagaimana tersebut pada angka 2.2.3, menunjukkan hasil normal; 2.3.4 Pemeriksaan Treadmill atau Exercise Stress Test sebagaimana tersebut pada angka 2.2.4, menunjukkan hasil normal atau tidak terdapat tanda-tanda Ischemic Miokard; 2.3.5 Pemeriksaan Echocardiogram sebagaimana tersebut pada angka 2.2.5, menunjukkan Left Ventricle Ejection Fraction (LVEF) sama atau lebih besar 50% dan wall motion normal;

2.3.6 Pemeriksaan Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography sebagaimana tersebut pada angka 2.2.6, menunjukkan tidak adanya tandatanda Ischemic Miokard; 2.3.7 Pemeriksaan Coronary Angigraphy/Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 2.2.7, menunjukkan stenosis/penyempitan tidak lebih dari 30% dan tidak terdapat perubahan berarti pada pembuluh darah yang di PTCA apabila dibandingkan dengan hasil pada waktu PTCA. 2.4. Pemeriksaan Ulang 2.4.1 Pemeriksaan ulang dilakukan 6 (enam) bulan setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 2.2. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmill atau Exercise Stress Test ; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography; d. Pemeriksaan Medical Flght Test dengan Holter Monitoring. 2.4.2 Pemeriksaan ulang berikutnya dilakukan setiap tahun setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 2.4.1. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmill atau Exercise Stress Test; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography Kecuali pemeriksaan Coronary Angiography atau Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 2.2.7, dilakukan kembali antara 1 sampai 5 tahun. 3. PEMERIKSAAN KESEHATAN LANJUTAN PENYAKIT JANTUNG KORONER PASCA CORONARY ARTERY BYPASS GRAFTING (CABG) 3.1 Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan kesehatan lanjutan terhadap penyakit jantung koroner Pasca Coronary Artery Bypass Grafting (CABG), harus dilakukan 6 (enam) bulan setelah dilakukan tindakan CABG. 3.2 Urutan dan Jenis Pemeriksaan 3.2.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui status klinis keadaan jantung apakah terdapat indikasi bahwa Penerbang atau Juru Mesin Udara merokok, kondisi badan gemuk atau obesitas, hiperlipiderai atau kadar lemak tinggi didalam darah, hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes dan lain-lain. 3.2.2 Elektro Kardiografi (EKG) Adalah pemeriksaan terhadap hasil rekaman dari perubahan potensial listrik antara 2 (dua) titik pada permukaan tubuh. Perubahan potensial listrik tersebut timbul akibat kegiatan otot jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam sistim penghantaran rangsangan listrik dalam jantung. 3.2.3 Holter Monitoring 24 jam Adalah pemeriksaan dengan menggunakan alat Holter yang mampu merekam EKG selama 24 jam. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan EKG yang mungkin tidak terekam oleh EKG biasa karena perekaman yang dilakukan sesaat saja. 3.2.4 Treadmill/Exercise Stress Test Adalah pemeriksaan terhadap rekaman EKG dalam keadaan jantung diberi beban fisik tertentu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan fisik seseorang dan indikasi penyakit jantung koroner. 3.2.5 Echocardiogram Adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang dipancarkan ke jantung dan merekam pancaran gelombang ultrasonik yang dipantulkan kembali oleh bagianbagian jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan anatomi, fisiologi dan kelainan lain yang mungkin timbul. 3.2.6 Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography Adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan radio Isotop Thallium dan merekam penyebarannya atau perfusinya didalam otot jantung dalam keadaan istirahat dan dalam keadaan jantung diberi beban fisik. Stress Echocardography atau Dobutamine Stress Echocardiography adalah pemeriksaan Echocardiography dengan pemberian Vaso Dilator Stress (Dipyridamole-Adenosine Stress) atau pemberian Vaso Dilator Stress (Inotropic Stress Dobutamine). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam perfusi akibat adanya penyumbatan atau penyempitan dalam sistim pembuluh darah koroner. 3.2.7 Coronary Angiography atau Kateterisasi Jantung

Adalah pemeriksaan radiologis dengan memasukan sebuah kateter dari bahan sintetik kedalam rongga jantung dan pembuluh koroner jantung serta menyuntikkan sejenis bahan/kontrast kedalamnya agar dapat dibuat dokumentasi film atau rekaman secara elektronis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui posisi penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. 3.3 HASIL PEMERIKSAAN Urutan dan jenis pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 3.2, dinyatakan baik atau memenuhi syarat apabila : 3.3.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung sebagaimana tersebut pada angka 3.2.1, menunjukkan hasil normal dan tidak ada faktor resiko; 3.3.2 Pemeriksaan EKG sebagaimana tersebut pada angka 3.2.2, menunjukkan hasil normal; 3.3.3 Pemeriksaan Holter Monitoring 24 j am sebagaimana tersebut pada angka 3.2.3, menunjukkan hasil normal; 3.3.4 Pemeriksaan Treadmill atau Exercise Stress Test sebagaimana tersebut pada angka 3.2.4, menunjukkan hasil normal atau tidak terdapat tanda-tanda Ischemic Miokard; 3.3.5 Pemeriksaan Echocardiogram sebagaimana tersebut pada angka 3.2.5, menunjukkan Left Ventricle Ejection Fraction (LVEF) sama atau lebih besar 50% dan wall motion normal; 3.3.6 Pemeriksaan Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography sebagaimana tersebut pada angka 3.2.6, menunjukkan tidak adanya tandatanda Ischemic Miokard; 3.3.7 Pemeriksaan Coronary Angiography atau Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 3.2.7, menunjukkan Graft patent atau aliran darah baik. Pembuluh darah yang tidak digraft stenosisnya/penyempitaririya tidak lebih dari 30%. 3.4 PEMERIKSAAN ULANG 3.4.1 Pemeriksaan ulang dilakukan 6 (enam) bulan setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 3.2. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmill Stress Test; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography; d. Pemeriksaan Medical Flight Test dengan Holter Monitoring. 3.4.2 Pemeriksaan ulang berikutnya dilakukan setiap tahun setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 3.4.1.

Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmill/Exercise Stress Test; c. Stress Thallium Scan/Stress Echocardiography/Dobutamine Stress Echocardiography Kecuali pemeriksaan Coronary Angiography/Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 2 g dilakukan kembali 2 sampai 5 tahun. 4. PEMERIKSAAN KESEHATAN LANJUTAN PADA INFARK MIOKARD 4.1 Waktu Pemeriksaan Pemeriksaan kesehatan lanjutan terhadap penyakit jantung koroner pada Infark Miokard, harus dilakukan dalam waktu 6 (enam) bulan, sejak tanggal ditemukannya Infark Miokard. 4.2 Urutan dan Jenis Pemeriksaan 4.2.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui status klinis keadaan jantung apakah terdapat indikasi faktor resiko antara lain: merokok, kondisi badan gemuk atau obesitas, hiperlipidemi atau kadar lemak tinggi didalam darah, hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes dan lain-lain. 4.2.2 Elektro Kardiografi (EKG) Adalah pemeriksaan terhadap hasil rekaman dariperubahan potensial listrik antara 2 (dua) titik pada permukaan tubuh. Perubahan potensial listrik tersebut timbul akibat kegiatan otot jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam sistim penghantaran rangsangan listrik dalam jantung. 4.2.3 Holter Monitoring 24 jam Adalah pemeriksaan dengan menggunakan alat Holter yang mampu merekam EKG selama 24 jam. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan EKG yang mungkin tidak terekam oleh EKG biasa karena perekaman yang dilakukan sesaat saja. 4.2.4 Treadmill atau Exercise Stress Test Adalah pemeriksaan terhadap rekaman EKG dalam keadaan jantung diberi beban fisik tertentu. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan fisik seseorang dan indikasi penyakit jantung koroner.

4.2.5 Echocardiogram Adalah pemeriksaan dengan menggunakan gelombang ultrasonik yang dipancarkan ke jantung dan merekam pancaran gelombang ultrasonik yang dipantulkan kembali oleh bagianbagian jantung. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui keadaan anatomi, fisiologi dan kelainan lain yang mungkin timbul. 4.2.6 Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography Adalah pemeriksaan dengan menyuntikkan radio Isotop Thallium dan merekam penyebarannya atau perfusinya didalam otot jantung dalam keadaan istirahat dan dalam keadaan jantung 'diberi beban fisik. Stress Echocardography atau Dobutamine Stress Echocardiography adalah pemeriksaan Echocardiography dengan pemberian Vaso Dilator Stress (Dipyridamole-Adenosine Stress) atau pemberian Vaso Dilator Stress (Inotropic Stress Dobutamine). Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat gangguan dalam perfusi akibat adanya penyumbatan atau penyempitan dalam sistim pembuluh darah koroner. 4.2.7 Coronary Angiography atau Kateterisasi Jantung Adalah pemeriksaan radiologis dengan memasukan sebuah kateter dari bahan sintetik kedalam rongga j antung dan pembuluh koroner j antung serta menyuntikkan sejenis bahan/kontrast kedalamnya agar dapat dibuat dokumentasi film atau rekaman secara elektronis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui posisi penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah koroner. 4.3 Hasil Pemeriksaan Urutan dan jenis pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 4.2 dinyatakan baik atau memenuhi syarat apabila : 4.3.1 Pemeriksaan dokter spesialis jantung, sebagaimana tersebut pada angka 4.2.1, menunjukkan hasil normal dan tidak ada faktor resiko; 4.3.2 Pemeriksaan EKG sebagaimana tersebut pada angka 4.2.2, menunjukkan hasil normal; 4.3.3 Pemeriksaan Holter Monitoring 24 jam sebagaimana tersebut pada angka 4.2.3, menunjukkan hasil normal; 4.3.4 Pemeriksaan Treadmill atau Exercise Stress Test sebagaimana tersebut pada angka 4.2.4, menunjukkan hasil normal atau tidak terdapat tanda-tanda Ischemic Miokard; 4.3.5 Pemeriksaan Echocardiogram sebagaimana tersebut pada angka 4.2.5 menunjukkan Levt Ventricle Ejection Fraction (LVEF) sama atau lebih besar 50% dan wall motion normal. 4.3.6 Pemeriksaan Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography sebagaimana tersebut pada angka 4.2.6, menunjukkan tidak adanya tanda-

tanda Ischemic Miokard; 4.3.7 Pemeriksaan Coronary Angiography atau Katerisasi jantung sebagaimana dimaksud pada angka 4.2.7, menunjukkan penyempitan pembuluh darah jantung tidak boleh lebih dari 30%. 4.4 Pemeriksaan Ulang 4.4.1 Pemeriksaan ulang dilakukan 6 (enam) bulan setelah dilaksanakannya pemeriksaan sebagaimana tersebut pada angka 4.2. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Pemeriksaan dokter spesialis jantung; b. Treadmill atau Exercise Stress Test; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography; d. Pemeriksaan Medical Flight Test dengan Holter Monitoring. 4.4.2 Pemeriksaan ulang berikutnya dilakukan setiap tahun setelah dilaksanakannya pemeriksaan, sebagaimana tersebut pada angka 4.4.1. Jenis pemeriksaan meliputi : a. Evaluasi dokter spesialis jantung; b. Treadmill atau Exercise Stress Test; c. Stress Thallium Scan atau Stress Echocardiography atau Dobutamine Stress Echocardiography Kecuali pemeriksaan Coronary Angiography/Katerisasi jantung sebagaimana tersebut pada angka 2 g, dilakukan kembali 3 sampai 5 tahun. DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN UDARA ttd Ir. MOH. IKHSAN TATANG NIP. 120 093 074