BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

dokumen-dokumen yang mirip
GAMBARAN PELAKSANAAN DISCHARGE PLANNING PASIEN PASCAOPERASI APENDIKTOMI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. membuka dinding perut dan dinding uterus (Sarwono, 2005). Sectio caesarea

BAB I PENDAHULUAN. Sectio Caesarea (SC) terus meningkat di seluruh dunia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. patologis kadang membutuhkan tindakan pembedahan (sectio caesarea).

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT DEPRESI DENGAN KEMANDIRIAN DALAM ACTIVITY of DAILY LIVING (ADL) PADA PASIEN DIABETES MELLITUS DI RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun (Weiser, et al,

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang akan melaksanakan penelitian dengan judul Gambaran Pelaksanaan Discharge

BAB I PENDAHULUAN UKDW. keseluruhan yang memberikan pelayanan kuratif maupun preventif serta

EVALUASI PELAKSANAAN PERENCANAAN PULANG

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB I PENDAHULUAN. Appendisitis merupakan peradangan yang terjadi pada Appendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian deskriptif kuantitatif adalah suatu metode yang bertujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. diperkirakan akan terus meningkat prevalensinya dan memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang berbaring lama. Ulkus dekubitus sering disebut sebagai ischemic ulcer, pressure ulcer, pressure sore, bed sore.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan angka kematian ibu (Maternal Mortality Rate) dan angka. kematian bayi (Neonatal Mortality Rate). (Syaiffudin, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terhadap pengalaman sakit, yang disebabkan karena faktor lingkungan,

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kondisi tertentu proses kehamilan harus dilakukan dengan operasi. caesar atau lebih dikenal dengan sectio caesarea.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. urin (Brockop dan Marrie, 1999 dalam Jevuska, 2006). Kateterisasi urin ini

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, dokter, dan kualitas keperawatan yang dirasakan. Pengalaman pasien

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. dibahas dalam pelayanan kesehatan. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. (21,8%) diantaranya persalinan dengan Sectio Caesarea (Hutapea, H, 1976).

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB I PENDAHULUAN. dengan Sectio Caesaria (SC) adalah sekitar 10 % sampai 15 %, dari semua

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

PERBEDAAN TINGKAT STRES KERJA ANTARA PERAWAT KRITIS DAN PERAWAT GAWAT DARURAT DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

BAB I PENDAHULUAN.

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiri untuk menangani kegawatan yang mengancam jiwa, sebelum dokter

BAB I PENDAHULUAN. mortalitas dan morbiditas penduduk dengan prevalensi yang cukup tinggi.

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana dalam memberikan pelayanan menggunakan konsep multidisiplin.

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. observasional, dimana teknik observasi ini adalah cara pengumpulan data yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

IKRIMA RAHMASARI J

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RUS DIANA NOVIANTI J

BAB I PENDAHULUAN. cacing (appendiks). Infeksi ini bisa terjadi nanah (pus) (Arisandi,2008).

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa

BAB I PENDAHULUAN. pada beberapa Negara industri maju dan Negara berkembang seperti

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk. menggambarkan keragamanfungsi keperawatan yang berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan

SKRIPSI SULASTRI J

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien karena kemungkinan hal buruk yang membahayakan pasien bisa saja terjadi, sehingga dibutuhkan peran penting perawat dalam setiap tindakan pembedahan dengan melakukan intervensi keperawatan yang tepat untuk mempersiapkan pasien baik secara fisik maupun psikis (Rondhianto, 2008 dalam Siahaan 2009). Tindakan operasi dibagi menjadi beberapa klasifikasi antara lain, diagnostik, kuratif, dan rekonstruksi. Tindakan diagnostik merupakan tindakan biopsi ataupun laparatomi eksploratif, kuratif merupakan tindakan mengeksisi seperti eksisi masa tumor dan mengangkat apendiks (apendiktomi) yang mengalami inflamasi serta rekonstruksi merupakan sebuah tindakan untuk memperbaiki bentuk tubuh seperti tindakan perbaikan pada wajah (Smeltzer & Bare, 2002). Berdasarkan Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke- 11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan bedah laparatomi. Hasil studi pendahuluan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II didapatkan angka kejadian operasi 1

2 pada tahun 2015 sebesar 2.471 tindakan operasi. Tindakan operasi yang paling banyak dilakukan adalah operasi apendiktomi. Apendiktomi adalah pembedahan dengan cara pengangkatan apendiks. Apendisitis merupakan indikasi tersering pengangkatan apendiks, walaupun pembedahan ini dapat juga dilakukan untuk tumor (nainggolan 2013). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan ke emapat terbanyak dari tahun 2006. Setiap tahunnya sekitar 700.000 pasien dengan usus buntu atau apendisitis diruang gawat darurat untuk pengobatan termasuk apendiktomi (Clynton, 2009 dalam Wijaya 2012). Pelayanan bedah merupakan pelayanan yang sering menimbulkan cedera medis selain itu proses operasi juga dapat menimbulkan komplikasi seperti infeksi, syok, emboli pulmonal, retensi urin yang dapat mengakibatkan ketidak normalan mental seperti anoksia serebral dan tromboembolisme sehingga dapat membahayakan nyawa pasien (Hasri dkk, 2012). Cedera medis pada pasien post apendiktomi dapat menimbulkan nyeri, resiko terjadinya infeksi yang disebabkan karena stress yang sangat serius yang akan mengakibatkan sistem imun tubuh menurun sehingga tubuh rentan terkena infeksi seperti peritonitis, abses peritoneal. Oleh karena itu perlu diberikan informasi kepada pasien dan keluarga agar mampu mengenali tanda bahaya sehingga dapat dilaporkan kepada petugas medis (Healthnotes, 2005). Hasil studi terbaru di rumah sakit Amerika serikat menunjukkan terdapat 31% Surgical Site Infection (SSI) atau infeksi luka operasi adalah infeksi yang

3 terjadi setelah operasi. SSI menjadi penyebab terbesar morbiditas dan mortalitas di rumah sakit dengan tingkat kematian sebesar 3% tidak berhubungan langsung dengan SSI dan sebesar 75% berkaitan langsung dengan SSI (CDC, 2015). Pada tahun 2011 prevalensi infeksi bedah terkait dengan operasi rawat inap diperkirakan mencapai 157.500. Untuk meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien post pembedahan, (WHO, 2009) menerapkan Surgical Safety Checklist (SSC) di bangsal bedah dan anestesi untuk meningkatkan kualitas, menurunkan kematian dan komplikasi akibat pembedahan. SSC adalah sebuah daftar periksa untuk memberikan pembedahan yang aman dan berkualitas pada pasien dan merupakan alat komunikasi untuk keselamatan pasien yang digunakan oleh tim profesional di ruang operasi. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses perawatan pasien pasca-operasi adalah faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi umur, penyakit penyerta, status nutrisi, oksigenasi dan perfusi jaringan serta merokok. Faktor ekstrinsik terdiri dari teknik operasi/pembedahan yang buruk, mobilisasi, pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat, obat-obatan, manajemen luka yang tidak tepat dan infeksi (Potter & Perry, 2006). Tindakan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pengembalian fungsi tubuh dan mengurangi nyeri pada pasien apendiktomi, pasien dianjurkan melakukan mobilisasi dini, yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan, dan toleransi aktivitas sesuai kemampuan. Ambulasi dini dapat dilakukan secara bertahap setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien harus tirah baring terlebih dahulu.

4 Mobilisasi dini yang dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki, dan memutar pergelangan kaki. Setalah 6-10 jam pasien diharuskan untuk dapat miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah thromboemboli, setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar duduk setelah pasien dapat duduk, dianjurkan untuk belajar berjalan. Hal tersebut dapat meningkatkan sirkulasi darah yang memicu penurunan nyeri dan penyembuhan luka lebih cepat, serta memulihkan fungsi tubuh tidak hanya pada bagian yang mengalami cedera tapi pada seluruh anggota tubuh (Widianto, 2014). Faktor faktor tersebut mempengaruhi proses perawatan serta hal-hal tersebut dapat dikendalikan dengan melaksanakan discharge planning dengan baik pada pasien pasca-operasi. Discharge planning adalah perencanaan yang dilakukan untuk pasien dan keluarga sebelum pasien meninggalkan rumah sakit dengan tujuan agar pasien dapat mencapai kesehatan yang optimal dan mengurangi biaya rumah sakit (Rakhmawati dkk, 2012). Sebelum pemulangan pasien keluarga harus memahami dan mengetahui cara menajemen pemberian perawatan yang dapat dilakukan di rumah seperti perawatan pasien yang berkelanjutan, sehingga dapat mengurangi komplikasi (Perry & Potter, 2006). Komplikasi atau kegagalan dalam memberikan discharge planning akan beresiko terhadap beratnya penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik (Nursalam, 2009), selain dari pada itu pasien yang tidak mendapatkan discharge planning sebelum pulang terutama pada pasien yang memerlukan perawatan di

5 rumah seperti konseling kesehatan atau penyuluhan dan pelayanan komunitas, biasanya akan kembali ke instalasi gawat darurat dalam 24-48 jam. Dalam kondisi ini tentunya sangat merugikan pasien, keluarga dan rumah sakit (Istiyati, dkk 2014). Oleh karena itu pasien perlu dipersiapkan dalam menghadapi pemulangan. Menurut Orem (1985) di dalam Alligood & Tommy (2006) menyatakan bahwa intervensi keperawatan dibutuhkan karena ketidakmampuan dalam melakukan perawatan diri sebagai akibat dari adanya keterbatasan. Oleh karena itu diperlukan discharge planning. Seorang perawat memiliki andil besar dalam pelaksanaan discharge planning. Tugas perawat dalam pelaksanaan discharge planning antara lain mempersiapkan kebutuhan pulang pasien seperti obat sehingga sebelum pasien pulang pasien telah mengetahui obat yang harus di konsumsi, menyiapkan lingkungan yang nyaman, perawat juga harus memastikan pengobatan pasien dapat berlanjut setelah di rumah, memberikan pendidikan kesehatan tentang diet sehingga dapat mempertahankan kesehatannya serta menjelaskan tanda dan gejala yang mengharuskan pasien menghubungi tenaga kesehatan (Perry & Potter, 2006). Sesuai dengan klinikal pathway yang ada di RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta, tindakan yang harus dilakukan seorang perawat pada pasien pasca operasi apendiktomi antaralain mentoring tanda-tanda vital, mentoring bising usus, mentoring luka pascaoperasi dan melakukan mobilisasi. Sebelum kepulangan pasien perawat menjelaskan mengenai perkembangan penyakit, diet

6 yang dilakukan dan pada hari pemulangan pasien diberikan surat pengantar kontrol. Hasil penelitian Setyowati (2011) menunjukkan perawat yang melakukan indikator discharge planing atau perencanaan pulang klien sebesar 84,22% sedangkan perawat yang melakukan perencanaan pulang pada indikator persiapan kepulangan klien sebesar 73% dan perawat yang melakukan indikator pada hari kepulangan klien sebesar 89,47%. Dari data tersebut dapat disimpulkan pelaksanaan discharge planning yang dilakukan perawat kurang maksimal karena perawat lebih banyak melakukan discharge planning pada saat hari kepulangan pasien dibandingkan dengan pada saat pasien sedang menjalani perawatan di rumah sakit. Berdasarkan hasil wawancara dengan perawat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II didapatkan bahwa perawat melakukan discharge planning sejak pasien pertama masuk dengan melakukan pengkajian dan memberitahuakan rencana perawatan pasien yang akan dilakukan tindakan operasi. Pada saat setelah pasien operasi pasien diajarkan cara mobilisasi, tehnik relaksasi untuk mengurangi nyeri dan ketika hari pemulangan pasien diberitahukan obat yang akan dibawa pulang serta waktu untuk pasien kontrol. Sehingga dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan Discharge Planing di Rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta dan peneliti juga tertarik untuk mengetahui lebih jauh mengenai gambaran

7 discharge planning pada pasien pasca operasi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana gambaran pelaksanaan discharge planning secara lebih mendalam pada pasien post operasi apendiktomi di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran proses pelaksanaan discharge planning yang dilakukan oleh perawat pada pasien post operasi apendiktomi di PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada: 1. Institusi Rumah Sakit Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dalam pelaksanaan discharge planning. 2. Profesi Keperawatan Penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan bagi perawat rumah sakit dalam mengevaluasi pelaksanaan discharge planning serta untuk meningkatkan kinerja perawat dalam melaksanakan discharge planning.

8 E. Penelitian Terkait 1. Ardiyanti.(2012).Gambaran Pelaksanaan Discharge Planning Oleh Perawat pada Pasien Diabetes Mellitus di RSUD Kota Salatiga. Penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Pengambilan sample menggunakan metode purposive sampling menggunakan pada 4 bangsal rawat inap dengan jumlah keseluruhan perawat 63. Diambil 8 perawat dengan 2 perawat dari masing-masing ruangan dengan hasil mengungkapkan bahwa partisipan memahami discharge planning sebagai sarana untuk memberikan informasi tentang kebutuhan kesehatan berkelanjutan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu variabel pelaksanaan discharge planning, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah dari metode yang digunakan, subyek, perbedaan tempat, dan waktu pelaksanaan penelitian. 2. Wahyuni.(dkk).(2012). Kesiapan Pulang Pasien Penyakit Jantung Koroner melalui Penerapan Discharge Planning. Metode penelitian ini menggunakan desain quasi experiment dengan penekatan non-equivalent post-test only control group design, dengan jumlah sample 32 orang yang terdiri masingmasing 16 orang untuk kelompok control dan intervensi dengan hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara kesiapan pulang pasien PJK yang terdiri dari status personal, pengetahuan, kemampuan koping dan dukungan antara kelompok control dan kelompok intervensi. Terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu variabel

9 discharge planning, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah dari metode yang digunakan, subyek, perbedaan tempat, dan waktu pelaksanaan penelitian. 3. Rofi i.(dkk).2012. Faktor Personil dalam Pelaksanaan Discharge planning pada Perawat Rumah Sakit di Semarang. Metode penelitian ini menggunakan desain korelasi deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sample penelitian adalah 147 perawat pelaksana, dengan metode pengambilan sample total sampling dengan cara membagikan kuesioner kepada perawat pelaksana dan melakukan observasi pada pendokumentasian asuhan keperawatan dengan hasil terdapat hubungan antara faktor personil discharge planning dengan pelaksanaan discharge planning. Terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan yaitu variabel pelaksanaan discharge planning, sedangkan perbedaan dengan penelitian yang dilakukan adalah dari metode yang digunakan, subyek, perbedaan tempat, dan waktu pelaksanaan penelitian.