ANALISIS BEBAN LIMBAH DAN PENGAYAAN NUTRIEN PADA KEGIATAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN PULAU PANGGANG DAN PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU



dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN karena sungai-sungai banyak bermuara di wilayah ini. Limbah itu banyak dihasilkan dari

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

KUALITAS NUTRIEN PERAIRAN TELUK HURUN, LAMPUNG

AQUASAINS (Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan) ANALISIS DAYA DUKUNG PERAIRAN PUHAWANG UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA SISTEM KARAMBA JARING APUNG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

DAYA DUKUNG LINGKUNGAN PERAIRAN KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU UNTUK KEGIATAN BUDIDAYA IKAN DALAM KERAMBA JARING APUNG

HIDRODINAMIKA FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI PORONG SIDOARJO

KAJIAN SEBARAN SPASIAL PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN PADA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN TELUK SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah

III. METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisis kesesuaian perairan untuk budidaya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan

METODE PENELITIAN. Gambar 7 Lokasi penelitian di perairan dangkal Semak Daun.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

A ALISIS KELAYAKA LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI PERAIRA TELUK DODI GA KABUPATE HALMAHERA BARAT

Bab V Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

MASPARI JOURNAL Juli 2017, 9(2):85-94

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DAMPAK KEGIATAN TAMBAK UDANG INTENSIF TERHADAP KUALITAS FISIK-KIMIA PERAIRAN BANYUPUTIH KABUPATEN SITUBONDO

ABSTRAK. Kata Kunci :Kesesuaian Perairan, Sistem Informasi Geografis (SIG), Keramba Jaring Apung KJA), Ikan Kerapu

STUDI DAN HUBUNGAN ARUS TERHADAP SEBARAN DAN FLUKTUASI NUTRIEN (N DAN P) DI PERAIRAN KALIANGET KABUPATEN SUMENEP

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN PERAIRAN KEPULAUAN SERIBU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

DINAMIKA NITROGEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI CILIWUNG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG DAN KAITANNYA DENGAN PROSES EUTROFIKASI DI KEPULAUAN SERIBU ACHMAD DJAELANI

BAB III METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

FORMASI SPASIAL PERAIRAN PULAU 3S (SALEMO, SAGARA, SABANGKO) KABUPATEN PANGKEP UNTUK BUDIDAYA LAUT Fathuddin dan Fadly Angriawan ABSTRAK

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

3. METODE PENELITIAN

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Rofizar. A 1, Yales Veva Jaya 2, Henky Irawan 2 1

PENDAHULUAN. sumberdaya kelautan yang sangat potensial untuk dikembangkan guna

4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

STUDI KUALITAS AIR UNTUK BUDIDAYA IKAN KARAMBA DI SUNGAI KAHAYAN (Water Quality Research For Fish Farming Keramba In The Kahayan River)

ESTIMASI DAYA DUKUNG LINGKUNGAN KERAMBA JARING APUNG, DI PERAIRAN PULAU SEMAK DAUN KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

SEBARAN NITRAT DAN FOSFAT DALAM KAITANNYA DENGAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR. Jatinangor, 22 Juli Haris Pramana. iii

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KUALITAS PERAIRAN DI SUNGAI KAHAYAN DARI KEBERADAAN SISTEM KERAMBA STUDI KASUS SUNGAI KAHAYAN KECAMATAN PAHANDUT KALIMANTAN TENGAH

Sebaran Nitrat Dan Fosfat Dalam Kaitannya dengan Kelimpahan Fitoplankton di Kepulauan Karimunjawa

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISA BEBAN PENCEMARAN KEGIATAN BUDIDAYA TAMBAK BANDENG DI SUNGAI PASAR BANGGI KABUPATEN REMBANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Waduk Cengklik merupakan salah satu waduk di Kabupaten Boyolali yang

BAB I PENDAHLUAN 1.1. Latar Belakang

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

BUDIDAYA IKAN DI WADUK DENGAN SISTEM KERAMBA JARING APUNG (KJA) YANG BERKELANJUTAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi perairan keramba jaring apung ikan kerapu di perairan Pulau Semujur Kabupaten Bangka Tengah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KUALITAS AIR LAUT DI PERAIRAN SELAT BANGKA BAGIAN SELATAN ANALYSIS OF SEA WATER QUALITY IN THE SOUTHERN OF BANGKA STRAIT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. berdampak buruk bagi lingkungan budidaya. Hal ini erat kaitannya dengan

PEMETAAN SEBARAN SPASIAL KUALITAS AIR UNSUR HARA PERAIRAN TELUK LAMPUNG

ANALISIS EKOLOGI TELUK CIKUNYINYI UNTUK BUDIDAYA KERAPU MACAN (Epinephelus fuscoguttatus) ABSTRAK

ABSTRACT THE IMPACT OF AGRICULTURAL ACTIVITIES IN THE VARIOUS LEVELS OF EUTROPHICATION AND DIVERSITY OF PHYTOPLANKTON IN BUYAN LAKE BULELENG BALI

ANALISIS LINGKUNGAN PERAIRAN UNTUK ZONA PENGEMBANGAN BUDIDAYA LAUT DI TELUK GERUPUK KABUPATEN LOMBOK TENGAH

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT KADMIUM (Cd) DAN MERKURI (Hg) PADA AIR DAN SEDIMEN DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN

III. MATERI DAN METODE

SEBARAN TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS) PADA PROFIL VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKTIVITAS PRIMER PERIFITON DI SUNGAI NABORSAHAN SUMATERA UTARA

3. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian tingkat kesesuaian lahan dilakukan di Teluk Cikunyinyi,

MONITORING DAYA DUKUNG DAN STATUS MUTU AIR KEGIATAN BUDIDAYA KERAMBA JARING APUNG DI WADUK RIAM KANAN

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

Transkripsi:

ANALISIS BEBAN LIMBAH DAN PENGAYAAN NUTRIEN PADA KEGIATAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN PULAU PANGGANG DAN PRAMUKA, KABUPATEN KEPULAUAN SERIBU Muhammad Taswin Munier 1, Dedi Soedharma 2, Tri Prartono 2 dan Ario Damar 3 1 Bagian dari disertasi Mahasiswa S 3 Prodi. PSL, Pascasarjana IPB. Email : daengtaba@yahoo.com 2 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan FPIK, IPB 3 Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK, IPB Diterima 5 Januari 2012; disetujui 10 Februari 2012 ABSTRACT Series of measurements of organic load from marine fish farm activities were conducted in different time frames to see predicted changes to the water columns and sediment condition. Earlier hydrodynamic model predicted a linear impacts of organic pollution to both environments due to growing fish farm activities in addition to anthropogenic pressures from surrounding islands. This research was aimed at analyzing temporal changes taking place at the site and mapping spatial impacts of organic loads released from the fish farm to the surrounding waters. The results suggested that changes did take place but are not as severe as predicted since topography of the areas and geomorphology of the environment in addition to the natural flushing mechanisms have helped sweep away accumulated nutrients. Analysis of biology and physical matters of the marine water and sediment showed that there is no significant changes through time. Spatial impact are detected but to the degree that are tolerated by the environment. Coral condition and fish abundance are not impacted. Since the surrounding environments are nutrient-poor, a number of organisms might have consumed nutrients released from the farm. Predicted eutrophication and other negative impacts did not take place. Therefore environmental management of the is needed to quantify impacts in the future. Keywords: fishfarm, nutrients, organic load, temporal analysis, spatial prediction PENDAHULUAN Budidaya ikan di keramba jaring apung menjadi industri yang berkembang pesat sejalan dengan permintaan dan kebutuhan ikan dunia yang terus meningkat serta makin berkurangnya produksi perikanan dari kegiatan penangkapan. Di Indonesia, kegiatan budidaya baik untuk perikanan darat maupun laut meningkat tajam sejak beberapa dekade. Pada tahun 1999 sebanyak 25,67 juta hektar lahan telah dikonversi menjadi lahan budidaya ikan, yang terdiri dari 0,76 juta ha untuk budidaya ikan air tawar, 0,91 juta ha untuk budidaya air payau dan sebanyak 24 juta ha dialokasikan untuk budidaya laut atau pantai (Baluyut 2002; FAO 2001). Pada kegiatan budidaya laut metode yang paling banyak berkembang adalah sistem keramba jaring apung dan keramba jaring tancap karena diasumsikan lebih ramah lingkungan mengingat limbah kegiatan budidaya akan terbawa oleh arus ke perairan luas dan tidak akan mempengaruhi ekosistem di sekelilingnya sebagaimana yang terjadi pada budidaya di darat. Jenis ikan yang paling banyak diminati adalah jenis kerapu (Ephinephelus, spp) karena mempunyai harga jual yang tinggi dan bandeng (Chanos chanos) karena mempunyai siklus hidup yang cepat yakni dapat mencapai ukuran layak panen (200-250 gr) dalam waktu empat bulan sehingga dipandang lebih layak secara ekologi maupun ekonomi. Aktivitas budidaya ini berpotensi untuk menyebabkan dampak baik pada perairan tepat di lokasi budidaya maupun pada ekosistem di sekitarnya. Dampak tersebut berupa penurunan kualitas lingkungan sekitar keramba yang bersifat sementara maupun permanen dengan dampak jangka panjang maupun pendek. Umumnya berupa pengayaan nutrien berupa eutrofikasi, kontaminasi antibiotik dan penyebaran parasit, perubahan struktur komunitas benthos, dan pengayaan nutrien pada lapisan sedimen. Pengaruh dinamika hidro-oseanografi terhadap beban limbah yang masuk ke perairan merupakan salah satu faktor penentu dalam menentukan tercemar tidaknya suatu perairan oleh adanya kegiatan manusia atau perubahan rona lingkungan di perairan tersebut. Kecepatan dan arah arus, tipe pasang surut, laju

19 Omni-Akuatika Vol. XI No.14 Mei 2012 : 18-27 pembilasan,dan lainnya merupakan unsur eksternal dari suatu kegiatan budidaya, namun menjadi salah satu faktor yang dapat menentukan besar-kecilnya dampak terhadap kolom air dan ekosistem benthik di sekitarnya. Kedalaman perairan, dan topografi bentang ekosistem juga merupakan unsur yang turut mempengaruhi besar-kecilnya dampak dari limbah organik dan pengayaan nutrien di perairan. Informasi yang lengkap dan kontinyu tentang status parameter-parameter tersebut dapat membantu pengelola KJA dalam merumuskan strategi pengelolaan untuk menurunkan potensi dampak dari kegiatan budiaya KJA di perairan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis beban limbah organik berdasarkan variasi parameter fisika dan biologi perairan pada lokasi kegiatan budidaya keramba jaring apung, variasi temporal dan spasial beban limbah organik dan perubahan kondisi perairan dari kegiatan budidaya keramba dan tekanan kegiatan penduduk di pulau Panggang dan Pramuka, menyusun strategi pengelolaan perairan pada kegiatan keramba jaring apung berbasis beban limbah di pulaupulau kecil. METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pulau Panggang-Pramuka, Kepulauan Seribu dimana terdapat kegiatan budidaya keramba jaring apung berskala industri. Pengukuran dan pengambilan sampel dilakukan pada April 2005 dan Desember- Januari2011/2012. Pengambilan data awal (presurvey) untuk mendapatkan kondisi biofisik perairan telah dilakukan pada bulan Oktober 2004. Data dari ketiga titik waktu tersebut dijadikan dasar analisis untuk melihat variasi waktu (temporal). Strategi Pengambilan sampel Status Parameter Fisika-Kimia Perairan Pengukuran suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, oksigen terlarut, padatan tersuspensi, BOD 5, klorofil-a, nitrat, nitrit, amoniak dan ortofosfat dilakukan selama 14 hari penelitian di bulan Oktober 2004, April 2005 dan Desember 2011 dengan 2 kali ulangan, yakni pada saat pasang dan surut. Untuk konfirmasi variasi data temporal, dilakukan 1 kali pengukuran selama 24 jam dengan interval 1 jam di tiga titik waktu pengukuran tersebut. KJ A C Gambar 1. Lokasi penelitian dan penempatan stasiun pengukuran parameter fisika-kimia dan pengambilan sampel

M. Taswin et al. 2012, Analisis Beban Limbah dan Pengayaan Nutrien 20 Untuk melihat dampak limbah organik secara spasial, pengukuran dilakukan di 12 stasiun pengambilan sampel, yakni 4 stasiun di Keramba, 4 stasiun 50 meter dari keramba dan 4 stasiun 100 meter dari keramba di 4 mata angin. 1 stasiun control ditempatkan di selat antara pulau Panggang dan pulau Karya, berdasarkan hasil pengukuran bathimetri dan pemetaan topografi perairan. Dinamika Hidro-Oseanografi Data kecepatan dan arah arus, pola pasang surut dan kecepatan dan arah angin diperoleh dari pengukuran langsung pada Oktober 2004 dan April 2005. Data tersebut kemudian dikonfirmasi kekiniannya dengan hasil pengukuran Badan Riset kelautan dan Perikanan di perairan pulau Pramuka pada November- Desember 2010. Kondisi Geomorfologi Nilai kedalaman perairan diperoleh dari pengukuran langsung dan pemetaan bathimetri yang dilakukan pada Oktober 2004 yang diverifikasi dengan data bathimetri hasil pengukuran Badan Riset kelautan dan Perikanan di perairan pulau Pramuka pada November- Desember 2010. Aspek Biologi (Beban Limbah KJA) Limbah budidaya dapat berupa nutrien (N dan P) dan bahan organic. Pada penelitian ini dilakukan perhitungan beban limbah budidaya berupa senyawa nitrogen (N), hal ini didasarkan pada alasan bahwa pakan : Perkiraan penyebaran limbah dapat dihitung dengan persamaan yang dikemukakan oleh Gowen et al. (1989 dalam Barg 1992) sebagai berikut : Dimana : d D Cv V d = D x Cv / V (1 atau 2) = jarak penyebaran (jarak horizontal dari penyebaran partikel) = kedalaman air di teluk = kecepatan arus = kecepatan pengendapan limbah partikel (pakan yang tidak dimakan dan faeces) Analisis Temporal dan Spasial Hasil pengukuran di tiga titik waktu, Oktober 2004, April 2005 dan Desember-Januari 2011/12 diolah dan dianalisis menggunakan perangkat lunak Ocean Data View dan Geographical Information System (GIS) untuk mengkonfirmasi variasi sebaran temporal dan spasial parameter kualitas air dan pengaruh dinamika perairan dan kondisi geomorphologi pulau Pramuka dan Panggang. Penyusunan Strategi Pengelolaan Analisis dilakukan melalui penentuan faktor kunci pada kondisi saat ini (existing condition); penentuan faktor kunci dari hasil analisis kebutuhan (need analysis) menurut pandangan ahli; dan penentuan faktor kunci yang diperoleh dari hasil analisis gabungan antara existing condition dan need analysis. HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan suhu yang terekam selama penelitian. Rataan tertinggi pada pengukuran 2004 ditemukan di empat stasiun sebesar 29 o C dan terendah di stasiun B_KJA, tepat di sisi barat keramba sebesar 28,3 o C. Namun secara umum variasi suhu pada pengukuran ini tidak besar, yakni 0,7 o C. Variasi suhu di tahun 2005 dan 2011 juga tidak lebih dari 1 o C dimana suhu tertinggi mencapai 29,8 o C di tahun 2005 dan 29,0 o C di tahun 2011. Rekomendasi FAO (1989) untuk suhu air laut optimum untuk spesies perikanan di wilayah tropis berkisar antara 27 31 C. Di Indonesia sendiri, Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian (1982) memberikan acuan suhu yang layak untuk budidaya yakni sebesar 25 32 C. Dibandingkan pengukuran sebelumnya, hasil pengukuran kualitas perairan pada 2005 menunjukkan tren kenaikan nutrien (NO 3, NO 2 dan NH 4 dan PO 4 ) dimana nilai tertinggi terukur di B_100 dan B_KJA yang terletak di sisi timur KJA dan pada jarak 100m di sebelah barat. Dibandingkan dengan nilai pada 2011, konsentrasi nutrien di 2005 tetap tinggi. Di 2011 amoniak ditermukan lebih tinggi dari unsur lainnya. Pada hasil Pengukuran Kualitas Sedimen (kandungan unsur N dan P) dan laju sedimentasi pada 2011 terlihat bahwa trend kenaikan konsentrasi unsur N dan P dalam sedimen sejalan dengan variasi laju sedimentasi partikel hara dari KJA di atasnya.

Sta Timur 50 Sta Timur 100 Bawah Sta Selatan 50 Sta Selatan 100 Sta Utara 50 Sta Utara 100 Sta Barat 50 Sta Barat 100 Bawah Sta Timur KJA Sta Selatan KJA Bawah Sta Utara KJA Bawah Sta Barat KJA Bawah Sta Selat Panggang U100 U101 S_100 S_100 T_100 T_100 B_100 B_100 S_50 S_50 T_50 T_51 U_50 U_50 B_KJA B_KJA U_KJA U_KJA S_KJA S_KJA 21 Omni-Akuatika Vol. XI No.14 Mei 2012 : 18-27 Hasil Pengukuran Kualitas Air April 2005 120 100 80 60 40 20 0 Kedalaman Suhu Salinitas DO Kecerahan 35.00 30.00 25.00 20.00 15.00 10.00 5.00 0.00 Chloro_a (µg/l) NO2 (µm) NO3 (µm) NH4 (µm) DIN (µm) Si (µm) PO4 (µm) Suhu ( C) Hasil Pengukuran Kualitas Air 2011 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 DO BOD5 suhu salinitas

M. Taswin et al. 2012, Analisis Beban Limbah dan Pengayaan Nutrien 22 600 500 400 300 200 100 Laju Sedimentasi (gbk/m2/hr) Konsentrasi N (% BK) 0 Gambar 2. Rataan hasil pengukuran kualitas air dan sedimen pada tahun 2005 dan 2011 Input N dan P ke perairan sebagian besar dari pakan yang tak termakan dan buangan ikan peliharaan. Nilai yang diperoleh setelah dianalisis dengan kapasitas produksi pada tahun yang sama mempunyai hubungan yang erat Geomorfologi Perairan Berdasarkan peta bathimetri di perairan pulau Panggang dan Pramuka diketahui bahwa kedalaman berkisar antara 0.8m hingga 35m dengan variasi kedalaman yang ekstrim. Terdapat cekungan di sisi Selatan keramba menuju selat pulau Panggang dan Karya. Topografi pulau dan perairan mendukung untuk laju pembilasan perairan yang tinggi Nilai rataan hasil pengukuran kedalaman perairan di 13 stasiun pengamatan bervariasi antara 3,5 meter di stasiun T_KJA di sisi Timur keramba hingga 35 m di stasiun B_100 yang terletak sejauh 100m dari lokasi keramba. Sebagian besar stasiun dengan nilai kedalaman tinggi berada pada jarak 50m hingga 100 dari keramba, mengingat topografi perairan yang ekstrim, dari gusung pasir dimana keramba berada hingga ke platform karang yang dangkal di Timur dan Utara, lalu ke celuk dalam yang berarus kuat di Selatan dan Barat dari lokasi keramba. Gambar 3. Peta Bathimetri Perairan Pramuka 2004 (Lab Geodesi ITB) dan 2011 (BRKP KKP)

Elevasi Muka Air (Cm) Kedalaman 23 Omni-Akuatika Vol. XI No.14 Mei 2012 : 18-27 Kondisi Oseanografi Perairan Pola Pasang Surut Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian pada bulan Oktober 2004, April 2005 dan November 2011, pola pasang surut di perairan pulau Panggang Pramuka mempunyai tipe campuran menuju diurnal, yang berartidalam 1x 24 jam terdapat 1 hingga 2 kali kejadian pasang dan surut. Arah dan Kecepatan Arus Kecepatan arus pada setiap stasiun umumnya tidak jauh berbeda dengan kisaran 0,080 m/s 0,13 m/s. Kecepatan arus tertinggi terukur di stasiun S_100 dan B-100 dengan arah arus berbeda-beda tergantung musin. Pada pengukuran Oktober 2004 arus bergerak dari barat Timur/Tenggara ke Barat/Barat Laut. Secara umum arah arus menuju barat. Hal ini berkaitan erat dengan musim tenggara dan angin musim (monsoon) timur Sebaran Suhu Menegak Stratifikasi vertikal suhu di lokasi penelitian selama tiga kali pengukuran terlihat mempunyai pola yang hamper sama, dimana di lapisan permukaan hingga kedalaman 5 meter suhu yang bercampur dan cenderung berbeda seiring kedalaman. Tahun 2004, 2005 dan 2011 ditemukan pola yang tidak jauh berbeda. T50 T100 S50 S100 B50 B100 U50 U100 TKJA SKJA BKJA UKJA 0-10 -20-30 -40 Stasiun Gambar 4. Sebaran menegak kedalaman air disetiap stasiun penelitian 113.7 103.7 93.7 83.7 73.7 63.7 53.7 43.7 33.7 23.7 1 6 11 16 21 26 31 36 41 46 51 56 61 66 71 76 81 Waktu (Jam) pengukuran Gambar 5. Pola pasang surut di lokasi penelitian

M. Taswin et al. 2012, Analisis Beban Limbah dan Pengayaan Nutrien 24 Gambar 6. Sebaran memenegak suhu ( 0 C) tahun 2004, 2005 dan 2011

25 Omni-Akuatika Vol. XI No.14 Mei 2012 : 18-27 Parameter Kimia Sebaran Oksigen Terlarut Kandungan oksigen terlarut di perairan selama penelitian memperlihatkan variasi konsentrasi DO secara spasial. Nilai terendah ditemukan di stasiun tepat di areal keramba jaring apung dan sebaran secara vertikal menunjukkan nilai DO lebih tinggi di daerah permukaan dibanding di daerah dasar perairan. Gambar 7. Kandungan oksigen terlarut selama penelitian

M. Taswin et al. 2012, Analisis Beban Limbah dan Pengayaan Nutrien 26 Analisis PCA Variabel karakteristik lingkungan perairan yang digunakan dalam Analisis Komponen Utama untuk melihat sebarannya berdasar stasiun penelitian. Hasil Analisis Komponen Utama yang dilakukan pada matriks korelasi menunjukkan bahwa informasi penting menggambarkan korelasi antar variabel yang terkait pada struktur spasial (stasiun) terpusat pada 3 sumbu utama (F1, F2 dan F3). Kualitas informasi pada ketiga sumbu ini ditunjukan oleh besarnya akar ciri, dimana masing masing sumbu menjelaskan 37.140 %, 19.979 % dan 12.916 dari ragam total. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan a. Hasil pemantauan beban limbah untuk melihat variasi temporal membuktikan bahwa variasi beban limbah organik dan nutrien di perairan sebagai hasil dari kegiatan di keramba jaring apung (KJA) tidak semata ditentukan oleh buangan dari KJA, tapi juga oleh dinamika hidrooseanografi dan geomorfologi perairan. b. Perbandingan dan pengujian data buangan KJA tahun 2005 dan 2011 dengan konsentrasi N dan P di kolom air dan di sedimen menunjukkan bahwa Saran perairan lokasi penelitian mempunyai kemampuan alami untuk memanfaatkan kelebihan bahan organik dan nutrien sehingga konsentrasinya masih dalam ambang batas baku mutu air untuk kehidupan biota laut c. Usulan pengelolaan kegiatan KJA yang berbasis beban limbah dengan memperhatikan dinamika alami perairan diperlukan untuk pengelolaan KJA yang berlanjut secara ekologis dan ekonomis Dibutuhkan pemantauan secara berkala besaran dan jenis limbah di pulau-pulau sekitarnya untuk perencanaan budiaya KJA ke depan. DAFTAR PUSTAKA Ackefors, H. and M. Enell. 1994. The release of nutrients and organic matter from aquaculture systems in Nordic countries. Journal of Applied Ichthyology10: 225-241. Beveridge, M.C.M., 1984. Cage and pen fish farming. Carrying capacity models and

27 Omni-Akuatika Vol. XI No.14 Mei 2012 : 18-27 environmental impact. FAO Fish Technology Paper, 255, 1-21. Damar, A. 2003. Effects of Enrichment on nutrient dynamics, phytoplankton dynamics and productivity in Indonesian tropical waters: a comparison between Jakarta Bay, Lampung Bay and Semangka Bay. Dissertation. Forschungs- und Technologiezentrum Westkueste der Universitaet Kiel. FTZ (Forschung und Technologiezentrum, Westkuste) 2005. Interim Report of SPICE Project Cluster 3.2, Development of a Decision Support System for the Sustainable Management of Coastal Living Resources. Kiel University, Germany. Holmer, M., C.M. Duarte, A. Heilskov, B. Olesen, J. Terrados, 2003. Biogeochemical conditions in sedimens enriched by organic matter from net-pin fish farms in the Bolinao area, Philippines. Marine pollution bulletin 46, 1470-1479. Karakassis, I., Tsapakis, M. and Hatziyanni, E. (1998). Seasonal variability in sedimen profiles beneath fish farm cages in the Mediterranean. Mar. Ecol. Prog. Ser., 162: 243-252. Laurén-Määttä, K., M. Granlid, S. Henriksson, V. Koivisto, 1991. Effects of fish farming on the macrobenthos of different bottom types. In: Timo Mäkinen (ed.) Marine aquaculture and environment, Nord 1991:22, 57-83. Lee, J.H. W., K.W. Choi, F. Arega, 2003. Environmental management of marine fish culture in Hongkong. Marine pollution bulletin 47, 202-210. Wu, R.S.S., 1995. The environmental impact of marine fish culture: towards a sustainable future. Marine Pollution Bulletin, 31,159-166.