bunyi Pasal 23A UUD 1945, yaitu Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 2 Pemungutan pajak m

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang satu sama lain pada dasarnya memiliki tujuan yang sama yaitu

BAB II LANDASAN TEORI. pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani

BAB I PENDAHULUAN. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup. cukup dalam membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pajak berasal dari bahasa Jawa yaitu ajeg yang berati pungutan

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori Pengertian Pajak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) tujuan pembangunan tersebut. Untuk mencapai pembangunan itu maka pemerintah

PENYELESAIAN SENGKETA UTANG PAJAK PADA PENGADILAN PAJAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. perpajakan, termasuk pemungutan pajak atau pemotongan pajak tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan usaha mengadakan perubahan-perubahan menuju keadaan yang lebih

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai oleh Indonesia sebagai salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1. Pajak Pengertian Pajak Rochmat Soemitro (1990;5)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. memperhatikan masalah pembiayaan dan pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. mungkin hidup tanpa adanya masyarakat. Negara adalah masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Sebagai negara berkembang Negara Republik Indonesia tengah

BAB II ASPEK-ASPEK HUKUM TENTANG PEMALSUAN FAKTUR PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. Penjualan atas Barang Mewah (PPN & PPnBM), Pajak Lain, dan Surat

BAB I PENDAHULUAN. di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori keahlian yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Negara Republik Indonesia adalah negara hukum berdasarkan Pancasila dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,

BAB I PENDAHULUAN. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) untuk menjembatani antara dunia pendidikan dengan dunia kerja yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mempunyai tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Menurut Andriani (1991) dalam Waluyo (2011), pajak adalah iuran kepada negara

BAB I. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) (APBN) terbesar. Hal ini sesuai dengan kebijaksanaan pemerintahan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yang tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik. untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. terhadap masalah pembiayaan pembangunan. perpajakan yang memberikan jaminan kepastian hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. pajak untuk membiayai segala kebutuhan dalam pelaksanaan pembangunan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa dalam

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI. rakyat kepada Negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan. ditunjuk atau digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

BAB IV ANALISA DATA EVALUASI DATA.47. Belawan 47. Paksa Surat Paksa.57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan..59. B. Saran...

PENGERTIAN DAN DEFINISI CIRI CIRI YANG MELEKAT PADA DEFINISI PAJAK ISTILAH-ISTILAH PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Dimana setiap warga negara yang memenuhi syarat secara hukum, wajib untuk

BAB II LANDASAN TEORI. Definisi pajak menurut undang-undang dan pakar pajak sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK INTERNAL DJP; PENGADILAN PAJAK; DAN MAHKAMAH AGUNG.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Peraturan Perundang-undangan mengenai Perpajakan juga telah dikeluarkan. oleh Pemerintah Indonesia sebagai Payung Hukum bagi pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Menurut Waluyo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktek Kerja Lapangan Mandiri. yang semula dilakukan Cuma-Cuma dan sifatnya memaksa tersebut.

MANAJEMEN PERPAJAKAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. Beberapa ahli dalam perpajakan telah memberikan pengertian pajak, antara lain sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN. negara. Hal ini dapat dilihat dari persentase dalam APBN tahun 2006 yang terdiri

membiayai segala pengeluaran-pengeluarannya. Pembangunan Nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB III GAMBARAN DATA PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI. karena sumber-sumber penerimaan yang lain, selain pajak seperti pendapatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang didalamnya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELAKSANAAN SELF ASSESMENT SYSTEM SESUAI DENGAN UNDANG UNDANG NO. 6 TAHUN 1983

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tinjauan birokrasi pengambilan keputusannya, beralasan

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M.

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bertujuan mewujudkan tata. Tujuan yang luhur demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP WAJIB PAJAK SARANG BURUNG WALET KOTA MEDAN. D. Pengertian Pajak dan Sarung Burung Walet

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. gencar melakukan beberapa upaya seperti halnya penentuan target penerimaan

TINJAUAN UMUM HUKUM PAJAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. berbagai faktor pendukung terutama stabilitas ekonomi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. anggaran dana yang besar. Dana tersebut diperoleh dari penerimaan dalam negeri dan

BAB I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara berkembang yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Direktorat Jenderal Pajak (fiskus) melakukan ekstensifikasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber dana luar negeri, misalnya pinjaman luar negeri dan hibah ( grant),

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama. atau definisi pajak yang berbeda-beda, namun demikian berbagai definisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) salah satu kota terbesar di Indonesia, tidak luput dari keikutsertaan dalam

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG PAJAK

BAB 1 PENDAHULUAN. negeri sebagai sumber utama pembiayaan untuk pembangunan nasional. Sesuai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Nilai (PPN) yang mulai diberlakukan secara efektif sejak 1 April 1985 telah

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersaing dengan negara-negara lain. Dalam hal ini peran masyarakat Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. memaksimalkan target pemasukan sumber dana negara. Pemasukan sumber

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam era globalisasi, perubahan ekonomi suatu negara akan memiliki

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERPAJAKAN. perlu diketahui bahwa ketika wilayah nusantara terdiri dari kerajaan-kerajaan pun

kesadaran masyarakatnya dalam mematuhi aturan-aturan yang ditentukan oleh pelayanan dan fasilitas umum maupun penyediaan biaya bagi pelaksanaan

KEBERATAN DAN BANDING DALAM MEMBAYAR PAJAK. Saiful Rahman Yuniarto

KEBERATAN DAN BANDING DALAM MEMBAYAR PAJAK KEBERATAN

Sistem pemungutan pajak dari Official Assesment System menjadi Self. administrasi di bidang perpajakan. Self Assessment System merupakan sistem

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan seluruh aktivitasnya membutuhkan manusia lain untuk saling

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai negara yang berkembang, Indonesia tengah menggalakkan pembangunan di segala bidang, yaitu pembangunan bidang ekonomi, sosial budaya, hukum dan lain-lain. Pembangunan tersebut bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mensejahterakan rakyat Indonesia secara adil dan makmur. Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materil maupun spiritual. 1 Untuk merealisasikan tujuan tersebut perlu banyak memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa yaitu dengan menggali sumber dana yang berasal dari dalam negeri berupa pajak, pajak digunakan untuk membiayai pembangunan yang berguna bagi kepentingan bersama, pajak dipungut dari warga negara Indonesia dan menjadi salah satu kewajiban yang dapat dipaksakan penagihannya. Pemungutan pajak dapat dipaksakan dan tidak memberikan imbalan yang secara langsung dapat ditunjuk, sehingga pemungutan pajak harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari rakyat (melalui DPR). Hal ini sesuai dengan 1 Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, Perpajakan Indonesia, Salemba Empat. Jakarta, 2001, hlm. 2

bunyi Pasal 23A UUD 1945, yaitu Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. 2 Pemungutan pajak menganut asas legalitas artinya pemungutan pajak tersebut ditentukan lebih dulu dalam undang-undang. Undang-undang tersebut harus tegas, jelas, tidak bermakna ganda demi terciptanya tertib hukum dan kepastian hukum. Undang-undang pajak harus tegas menentukan hak dan kewajiban wajib pajak di satu pihak serta hak dan kewajiban administrasi pajak sebagai perlengkapan negara dalam memungut pajak di lain pihak. 3 Untuk pemungutan pajak kepada rakyat tentunya harus disertai dengan perangkat aturan perundang-undangan yang disebut hukum pajak, kemakmuran secara merata memunculkan persoalan baru bagi penerapan pembebanan pajak kepada masyarakat. Apakah sisi keadilan yang ingin dicapai dapat memenuhi pemuasan keadilan setiap individu-individu. Karena ukuran keadilan setiap manusia tentu sifatnya relatif, maka belum tentu adil menurut yang satu akan adil menurut individu yang lainnya. Oleh karena itu, agar dapat terpenuhi asas keadilan maka hukum pajak menempuh suatu pola pemungutan pajak yang diselenggarakan secara umum dan merata. Artinya, seluruh individu-individu memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam hukum pajak. 4 Dalam pelaksanaan, pemungutan pajak bisa saja terjadi perselisihan/sengketa antara wajib pajak dengan pemungut pajak atau aparatur 2 Harun Alrasid, Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah Oleh MPR, UI Press, Jakarta, 2004, hlm. 98 3 Dewi Kania Sugihari, Perkembangan Peradilan Pajak Indonesia, PT Rafika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 22 4 Wiratni Ahmadi, Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, Ctk. Pertama, PT Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm.10

negara yang berwenang. Menurut penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak bahwa pelaksanaan pemungutan pajak yang tidak sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan akan menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat wajib pajak atau penanggung pajak, sehingga dapat menimbulkan sengketa pajak antara wajib pajak dan pejabat yang berwenang. 5 Di Kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta sendiri pada tahun 2008 sudah terdapat 105.544 wajib pajak yang terdaftar, sedangkan pada tahun 2007 hanya ada 56.429 wajib pajak dan tahun 2006 ada 51.676 wajib pajak yang terdaftar. Dari tahun ke tahun penerimaan pajak meningkat setelah diadakan penyuluhan kepada wajib pajak terus menerus, baik dari kalangan instansi pemerintah maupun swasta. Sektor usaha yang menonjol di Daerah Istimewa Yogyakarta terkait dengan pemasukan pajak adalah perdagangan, penunjang pariwisata, industri makanan dan minuman serta jasa. Kategori wajib pajak adalah mereka yang berpenghasilan minimal Rp. 13,2 juta setahun. 6 Walaupun jumlah wajib pajak meningkat tiap tahun, namun kesadaran kepatuhan wajib pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) masih kurang. Hal tersebut menjadi kendala bagi petugas pajak. Selain itu, kesadaran masyarakat membayar pajak masih rendah juga, akibatnya banyak tunggakan pajak. Meskipun masih ada image bahwa pembayaran pajak itu sulit, tetapi sekarang ada beberapa kemudahan yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memotivasi masyarakat menjadi wajib pajak, seperti dikeluarkannya formulir isian 5 Wiratni Ahmadi, op.cit., hlm. 51 6 Hasil wawancara dengan Bapak Rustam Kepala Seksi Data dan Potensi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tanggal 21 Juli 2008, jam 09.00 WIB

SPT 1770 Sangat Sederhana (1770 SS) yang memudahkan wajib pajak mengisi SPT. Selain itu, kebijakan baru juga dikeluarkan, yaitu bagi mereka yang berpenghasilan RP 48 juta ke bawah setiap tahunnya bisa menggunakan SPT 1770 SS tersebut. Dulu batasannya adalah RP 30 juta sekarang di naikkan menjadi RP 48 juta agar makin banyak yang bisa menikmati SPT 1770 SS. 7 Dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-perundangan perpajakan kemungkinan terjadi wajib pajak merasa kurang/tidak puas atas suatu ketetapan pajak yang dikenakan padanya atau atas pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga. Seorang wajib pajak mempunyai hak untuk menolak besarnya beban hutang pajak yang harus dibayar, dalam hal ini wajib pajak dapat mengajukan keberatan. 8 Sesuai Pasal 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, surat ketetapan pajak nihil, pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin terlaksananya administrasi perpajakan dan tidak terganggunya penerimaan negara. 9 7 Hasil wawancara dengan Bapak Rustam Kepala Seksi Data dan Potensi Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tanggal 21 Juli 2008, jam 09.00 WIB 8 Erly Suandy, Hukum Pajak, Ctk. Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2002, hlm. 85 9 Achmad Cahyono dan Muhammad Fakhri Husein, Perpajakan, Edisi Ketiga, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2005, hlm. 70

Wajib pajak mengajukan keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak dimana wajib pajak tersebut terdaftar. KPP Pratama Sleman, KPP Pratama Yogyakarta, KPP Pratama Wonosari, KPP Pratama Wates, dan KPP Pratama Bantul berada dalam lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta. 10 Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta setiap tahunnya terdapat beberapa wajib pajak yang mengajukan keberatan. Selama tahun 2008 terdapat 8 (delapan) wajib pajak yang mengajukan keberatan ke Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta 5 (lima) diantaranya mengajukan Banding ke Pengadilan Pajak bagi wajib pajak yang merasa tidak puas dengan isi putusan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak. 11 Untuk kepentingan pengajuan keberatan, apabila wajib pajak meminta keterangan mengenai dasar pengenaan, maka Dirjen pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang menjadi dasar pengenaan pajak termaksud. Kebanyakan wajib pajak mengajukan keberatan karena Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang dianggap tidak adil, SKP itu biasanya diterbitkan sebagai produk dari pemeriksaan pajak dan keberatan pada umumnya didahului dengan proses pemeriksaan. 10 Hasil wawancara dengan Bapak Rizal Kepala Bidang Keberatan, Pengurangan dan Banding Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tanggal 5 Maret 2009 jam 14.00 WIB 11 ibid

Berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas suatu : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) 3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) 5. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan. Surat ketetapan pajak hanya akan dikeluarkan oleh Dirjen pajak apabila ternyata jumlah pajak dianggap tidak benar, karena wajib pajak menyalahi ketentuan-ketentuan undang-undang pajak, seperti tidak memasukkan beberapa penghasilan dalam seperti atau membuat pembukuan yang tidak benar atau palsu. 12 Upaya meningkatkan pendapatan pajak lebih mudah dibandingkan dengan meningkatkan keadilannya. Dampak dari upaya meningkatkan penerimaan pajak seringkali menimbulkan berbagai masalah yang dihadapi instansi perpajakan dengan wajib pajak, terutama dalam menyelaraskan beban pajak yang harus dipikul oleh wajib pajak dengan pemenuhan kewajiban dan penggunaan hak di bidang perpajakan. Hukum pajak harus memberikan jaminan adanya keadilan baik bagi fiskus maupun bagi wajib pajak. Pajak dibutuhkan oleh negara, sedang bagi pihak lain menilai pajak sebagai beban, oleh karena itu penegakkan hukum pajak melibatkan pemaksaan berupa hukuman baik terhadap wajib pajak maupun kepada pelaksananya. Di 12 Rochmat Soemotro, Pengantar Singkat Hukum Pajak, Ctk kedelapan, Eresco, Bandung, 1997, hlm. 42

Daerah Istimewa Yogyakarta Wajib Pajak yang merasa dirugikan diberi kesempatan mengajukan keberatan. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah sebagaimana diungkapkan diatas, maka rumusan masalah penelitian ini dapat ditentukan sebagai berikut : 1) Bagaimana pelaksanaan penyelesaian surat keberatan wajib pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta? 2) Apakah pelaksanaan penyelesaian surat keberatan wajib pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta sudah sesuai dengan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.07/2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Prosedur Penanganan Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penyelesaian surat keberatan wajib pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan penyelesaian surat keberatan wajib pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.07/2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Prosedur Penanganan Keberatan Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. D. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak berbeda-beda menurut para ahli, akan tetapi dari pengertian-pengertian tersebut hampir sama maknanya. Berikut diberikan definisi pajak dari para sarjana : 13 a. M.J.H Smeets Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui normanorma umum dan dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat diajukan dalam hal yang individual maksudnya untuk membiayai pengeluaran pemerintah. b. Rochmat Soemitro Pajak ialah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. c. Soeparman Soemahamijdaja dalam desertasinya Pajak berdasarkan Gotong Royong UNPAD, Bandung, 1964, mendefinisikan : 13 Erly Suandy, Op.Cit, hlm. 9

Pajak adalah iuran wajib, berupa uang/barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutupi biaya produksi barang dan jasa kolektif. d. PJA. Adriani Pajak ialah iuran pada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah. 14 Definisi pajak menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat pada Pasal 1 Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 15 Ciri-ciri pajak yang tersimpul dalam berbagai definisi : 1) Pajak dipungut berdasarkan/dengan undang-undang serta aturan pelaksanaannya; 14 Bohari, Pengantar Hukum Pajak, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 23 15 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Fokusmedia, Bandung, 2008, hlm. 166

2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; 3) Pajak dipungut oleh negara baik oleh pemerintah pusat maupun daerah; 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang apabila dari pemasukannya masih terdapat surplus dipergunakan untuk pembiayaan public investment; 5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan lain yang tidak budgeter, yaitu sebagai alat kebijakan perekonomian nasional. 16 Melihat dari ciri-ciri pajak diatas, tampaklah bahwa pajak sangat penting bagi pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Dalam pembangunan jangka panjang ini, biaya pembangunan terus meningkat yang menuntut kemandirian pembiayaan pembangunan yang berasal dari dalam negeri. 2. Hukum Pajak Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak. 17 Secara konkrit hukum pajak dapat dibedakan menjadi dua, hukum pajak materil dan hukum pajak formil. Hukum pajak materil memuat mengenai subjek pajak, objek pajak, wajib pajak, dan tarif pajak. Hukum pajak formil memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak materil, 16 Santoso Brotodiharjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1989, hlm. 6 17 Bohari, Op.Cit., hlm. 29

yang diperlukan untuk melaksanakan atau merealisasikan ketentuan hukum materil. 18 Tujuan akhir dari hukum adalah keadilan melalui tertib hukum. Setiap orang sesuai dengan hak asasinya mempunyai hak yang sama untuk mencari keadilan melalui saluran-saluran hukum dan setiap orang mempunyai kebebasan untuk mencari dan mendapatkan keadilan itu. Dalam hal terjadi sengketa maka setiap orang di hadapan pengadilan mempunyai hak untuk diperlakukan sama dan para pihak yang bersengketa harus diberi perlindungan hukum yang sama. Hukum pajak harus memberikan jaminan hukum dan keadilan yang tegas, baik untuk negara selaku pemungut pajak (fiskus) maupun kepada rakyat selaku Wajib Pajak. Di negara-negara yang menganut faham hukum, segala sesuatu yang menyangkut pajak harus ditetapkan dalam undang-undang. Seperti di Indonesia ditetapkan dalam UUD 1945, Pasal 23A sebagai dasar hukum pemungutan pajak (termasuk bea dan cukai) untuk keperluan negara hanya boleh terjadi berdasarkan undang-undang, karena pajak adalah peralihan kekayaan dari sektor swasta ke sektor pemerintah (untuk membiayai pengeluaran negara) tanpa ada jasa timbal (tegen prestasi) yang langsung ditunjuk. Jadi pajak disini merupakan kekayaan rakyat yang diserahkan kepada negara. Biasanya, peralihan kekayaan dari sektor satu ke sektor lain tanpa 18 Erly Suandy, Op.Cit, hlm. 20

adanya kontraprestasi (jasa timbal), hanya dapat terjadi bila terjadi suatu hibah, kekerasan dan perampasan atau perampokan. 19 Pasal 23A UUD 1945 ini mempunyai arti yang sangat dalam yaitu menetapkan nasib rakyat. Betapa caranya rakyat, sebagai bangsa akan hidup dan darimana didapatnya belanja hidup harus ditetapkan oleh rakyat itu sendiri, dengan perantaraan DPR sebagai wakil rakyat. Rakyat menentukan nasibnya sendiri, karena itu juga cara hidupnya. Oleh karena penetapan belanja mengenai hak rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak harus ditetapkan dengan undang-undang dengan persetujuan wakil-wakil mereka yang duduk di lembaga legislatif. 20 Pembuatan undang-undang pajak mutlak diatur keadilan, apalagi pemungutan dan penagihannya tidak boleh melanggar rasa keadilan wajib pajak. Keadilan selalu diharapkan oleh wajib pajak agar kepatuhan membayar pajak tidak dirasakan sebagai suatu beban yang harus dilaksanakan. Dengan ditetapkan pajak dalam bentuk undang-undang berarti pajak bukan perampasan hak/kekayaan rakyat karena sudah disetujui oleh wakil-wakil rakyat. Juga tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran sukarela, karena pajak mengandung kewajiban bagi rakyat untuk mematuhinya dan bila tidak memenuhi kewajibannya dapat dikenakan sanksi. Kalau pajak didasarkan kepada kesukarelaan saja maka sudah dapat dipastikan bahwa uang yang masuk 19 Ibid, hlm. 31 20 Ibid, hlm. 32

kas negara mungkin tidak berarti sama sekali, bahkan dapat dikatakan rakyat tidak akan berkeinginan menyerahkan begitu saja hasil yang diperoleh dengan susah payah tanpa ada jasa timbal (kontraprestasi). 21 Di samping adanya undang-undang yang memberikan jaminan hukum kepada wajib pajak agar keadilan dapat diterapkan, maka faktor lainnya yang harus diperhitungkan oleh negara adalah agar pembuatan peraturan pajak diusahakan agar mencerminkan rasa keadilan bagi wajib pajak, sebab tingkat kehidupan serta daya pikul anggota masyarakat tidak sama. Anggota mayarakat ada yang mampu, kurang mampu, dan tidak mampu. 22 Perlindungan hukum pajak dalam sengketa pajak pada hakikatnya untuk memberikan perlindungan hukum baik kepada wajib pajak maupun pejabat pajak sebagai wakil negara. Wajib pajak mendapat perlindungan hukum dalam bentuk kewajiban dan haknya tidak terlanggar. Sementara, pejabat pajak mendapat perlindungan hukum sebagai suatu pembenaran untuk memungut pajak dan menagih pajak untuk mengisi kas negara. 23 Hukum pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material. Hukum pajak formal memuat ketentuan-ketentuan yang mendukung ketentuan hukum pajak material, yang diperlukan untuk melaksanakan/merealisasikan ketentuan hukum material. 24 21 Ibid, hlm. 31 22 Ibid, hlm. 32 23 Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib Pajak Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm 7 24 Erly Suandy, op.cit., hlm. 20

3. Pengajuan Keberatan Oleh Wajib Pajak Pasal 25, Pasal 26 dan Pasal 26A Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan bahwa dalam menghadapi sengketa pajak, wajib pajak memiliki hak untuk mengajukan keberatan. Jika wajib pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau pemungutan tidak sebagaimana mestinya, maka wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktorat Jederal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak dimana wajib pajak terdaftar. Wajib pajak tetap memiliki kewajiban untuk melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui oleh wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. Keberatan diajukan atas suatu : 25 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah yang masih harus dibayar. 2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) SKPKBT adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang ditetapkan. 25 Mardiasmo, Perpajakan, Andi, Yogayakarta, 1999, hlm. 28

3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) SKPLB adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. 4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) SKPN adalah surat keputusan yang menetukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 5. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga Syarat-syarat pengajuan keberatan : 26 1. Satu surat keberatan untuk satu ketetapan pajak atau satu bukti pemotongan atau pemungutan pajak; 2. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 3. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut, atau jumlah rugi menurut perhitungan wajib pajak; 4. Disertai dengan alasan-alasan yang jelas; 5. Diajukan paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat ketetapan pajak atau tanggal pemotongan atau pemungutan pajak, kecuali karena keadaan di luar kekuasaan wajib pajak (force majeur) yang harus disertai bukti pendukung adanya keadaan luar biasa tersebut; 26 Hasil wawanacara dengan Bapak Rizal Kepala Bidang Keberatan, Pengurangan dan Banding Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta, pada tanggal 14 Agustus 2008 jam 09.00 WIB

6. Dilampiri dengan surat kuasa khusus dalam hal surat keberatan ditandatangani bukan oleh wajib pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 32 Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Agar wajib pajak dapat membuat alasan-alasan yang kuat dalam pengajuan keberatan, sebelum mengajukan keberatan wajib pajak berhak untuk : a. Meminta Dasar Pengenaan Pajak b. Meminta Dasar Perhitungan Rugi c. Meminta Dasar Pemotongan dan Pemungutan. Surat keberatan dapat disampaikan dengan cara : 1. Secara langsung ke KPP tempat wajib pajak terdaftar Tanggal surat keberatan diterima adalah tanggal surat diterima di Tempat Pelayanan Terpadu KPP. Wajib pajak akan menerima bukti penerimaan surat keberatan. 2. Disampaikan melalui kantor pos dan giro dengan pengiriman pos tercatat. Bukti pengiriman melalui pos (Resi) merupakan tanda bukti penerimaan surat keberatan. Pengertian pos tercatat adalah tertulis dalam bukti pengiriman surat hal-hal sebagai berikut : a. Tanggal kirim b. Nama dan alamat pengirim c. Nama dan alamat yang dituju

d. Isi atau jenis surat yang dikirim. 27 4. Lembaga Keberatan Sengketa pajak yang berawal dari ketidak sesuaian persepsi antara wajib pajak dengan pejabat pajak mengenai penerapan undang-undang pajak dapat diselesaikan atau ditempuh penyelesaiannya melalui peradilan pajak. Peradilan pajak dalam hukum pajak meliputi lembaga keberatan dan pengadilan pajak. Lembaga keberatan meliputi : 28 1. lembaga keberatan bagi pajak negara; 2. lembaga keberatan bagi pajak daerah; 3. lembaga keberatan bagi bea dan cukai. Lembaga keberatan yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa pajak yang berkaitan dengan pajak negara berada dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan. Lembaga keberatan merupakan filter untuk menjaring sejauh mana kebenaran tindakan pejabat pejak maupun pemotong atau pemungut pajak dalam menegakkan hukum pajak di luar lembaga peradilan pajak. Kompetensi lembaga keberatan terdiri dari kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif lembaga keberatan ditentukan oleh batas wilayah hukum berlakunya pajak yang menjadi kewenangannya. Sedangkan kompetensi absolut lembaga keberatan berkaitan dengan kewenangan untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak menurut objek atau materi sengketa 27 Ibid; 28 Muhammad Djafar Saidi, Op.Cit, hlm. 36

pajak yang diajukan ke lembaga keberatan. Objek sengketa pajak yang diajukan adalah perbuatan hukum pejabat pajak maupun pemotong atau pemungut pajak. Kompetensi absolut lembaga keberatan adalah keberatan yang timbul dalam bidang perpajakan antara pejabat pajak dengan wajib pajak, atau wajib pajak dengan pemotong atau pemungut pajak. 29 E. Metode Penelitian 1. Obyek Penelitian Pelaksanaan prosedur penyelesaian surat keberatan Wajib Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta. 2. Subjek Penelitian a. Kepala Seksi Data dan Potensi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta b. Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta 3. Sumber Data 1) Data primer Wawancara dengan Kepala Seksi Data dan Potensi dan Kepala Seksi Pengurangan, Keberatan dan Banding Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta 2) Data Sekunder a) Undang-Undang Dasar 1945 29 Muhammad Djafar Saidi, Pembaharuan Hukum Pajak, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 305

b) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. c) Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak. d) Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-02/PJ.07/2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Prosedur Penanganan Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 3) Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder berupa literatur atau jurnal atau penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pelaksanaan prosedur penyelesaian surat keberatan wajib pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor SE-02/PJ.07/2007 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Prosedur Keberatan Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Wawancara Yaitu suatu metode Tanya jawab langsung dengan subjek penelitian guna memperoleh data primer. Dalam hal ini penulis melakukan tanya jawab mendalam yaitu kepada Kepala Seksi Data dan Potensi dan

Kepala Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Daerah Istimewa Yogyakarta.. 2. Studi Kepustakaan Yakni dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-undangan atau literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. 4. Metode Pendekatan Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis formal, yaitu menganalisis permasalahan dari sudut pandang menurut ketentuan hukum atau perundang-undangan yang berlaku. 5. Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu dengan menyajikan data secara deskriptif dan dianalisis secara kualitatif dengan menjabarkan, menjelaskan, menginterprestasikan dan menggambarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dipilih dan dikelompokkan menurut kualitas dan kebenarannya untuk menjawab permasalahan dengan pendekatan yuridis normatif, dengan langkah sebagai berikut : a. Data penelitian diklasifikasikan sesuai dengan permasalahan penelitian b. Hasil klasifikasi data selanjutnya disistematisasikan, dan c. Data yang telah disistematisasikan kemudian dianalisis untuk dijadikan dasar dalam mengambil keputusan.